4
2.500 mmtahun beriklim basah. Tanaman sawo tahan terhadap kekeringan dengan 5 bulan musim kemarau. Perakarannya cukup kuat, hingga tanaman sawo ini cukup baik untuk daerah erosi
Sunarjono, 1998. Buah sawo pada umumnya disantap dalam bentuk buah segar, jarang yang diawetkan.
Sesudah diperam beberapa hari, buah sawo tersebut akan matang dan beraroma. Buah sawo yang matang daging buahnya lunak dan rasanya manis sekali, karena mengandung gula yang cukup tinggi,
yaitu sebesar 14. Dari jumlah itu, 7.02 berupa sukrose, 3.7 berupa dekstrose dan sisanya 3.5 adalah levulose Ashari, 2006.
Menurut BAPPENAS 2005, kerabat dekat sawo dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: 1 Sawo Liar atau Sawo Hutan
Kerabat dekat sawo liar diantaranya adalah sawo kecik dan sawo tanjung. Sawo kecik atau sawo jawa Manilkara kauki L. Dubard. dimanfaatkan sebagai tanaman hias atau tanaman peneduh
halaman. Tinggi pohon mencapai 15 – 20 meter, merimbun dan tahan kekeringan. Kayu pohonnya
sangat bagus untuk dibuat ukiran dan harganya mahal. Sawo tanjung Minusops elingi memiliki buah kecil-kecil berwarna kuning keungu-unguan, jarang dimakan, sering digunakan sebagai tanaman hias
atau tanaman pelindung di pinggir-pinggir jalan. 2 Sawo Budidaya
Berdasarkan bentuk buahnya, sawo budidaya dibedakan menjadi dua yaitu : a. Sawo Manila
Buah sawo manila berbentuk lonjong, daging buahnya tebal, banyak mengandung air dan rasanya manis. Termasuk dalam kelompok sawo manila antara lain adalah : sawo kulon, sawo betawi, sawo
karat, sawo malaysia, sawo maja dan sawo alkesa. b. Sawo Apel
Sawo apel dicirikan oleh buahnya yang berbentuk bulat atau bulat telur mirip buah apel, berukuran kecil sampai agak besar dan bergetah banyak. Termasuk dalam kelompok sawo apel
adalah : sawo apel kelapa, sawo apel lilin dan sawo duren. Selain jenis sawo yang telah diuraikan, masih ada jenis sawo yang tidak begitu dikenal,
diantaranya sawo duren, sawo alkesa, dan sawo kecik. Menurut sosrodiharjo dan Margono 1985, ,buah sawo memerlukan waktu 180 hari mencapai kematangan setelah bunga mekar.
B. Buah Sawo Sukatali ST1
Buah sawo yang akan dijadikan bahan baku pada penelitian ini adalah sawo kultivar Sukatali ST1. Sawo kultivar Sukatali ST1 Sumedang Tandang I dirilis oleh Menteri Pertanian tahun 2002
sebagai kultivar unggul. Sawo ini tergolong sawo apel yang dicirikan oleh buahnya yang berbentuk bulat atau bulat telur mirip buah apel, berukuran kecil sampai agak besar, dan bergetah banyak. Sawo
Sukatali ST 1banyak di prosuksi di Sumedang, Jawa Barat. Secara geografis wilayah Kabupaten Sumedang berada pada ketinggian tempat antara 25 hingga 1001 meter dari permukaan laut dpl,
dengan tipe iklim menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson termasuk pada iklim agak basah dan sedang yaitu tipe C dan D, rata-rata curah hujan selama 15 tahun terakhir berkisar antara 899
– 4.503 mmtahun, jenis tanah sebagian besar tanah lempung berpasir . Beberapa keunggulan sawo sukatali
diantaranya adalah masa pembuahan yang tidak mengenal musim, konsisten berbuah sepanjang tahun, daging buah halus dan tidak berserat, rasa daging buah enak dan manis, serta bentuk pohon rindang.
5
Sebagai kultivar unggulan, sawo Sukatali ST1 harus ditingkatkan produksi dan penanganan pasca panennya, agar dapat memenuhi permintaan pasar dan dapat bersaing dengan varietas lainnya.
Sawo hasil perkebunan rakyat Sukatali dipasarkan ke kota-kota di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jakarta Ashari, 2008.
C. Pasca Panen Buah
Penurunan kualitas dari buah-buahan yang telah dipanen biasanya diikuti dengan meningkatnya kepekaan produk tersebut terhadap infeksi mikroorganisme sehingga akan semakin
mempercepat kerusakan atau menjadi busuk, dengan demikian maka mutu serta nilai jualnya menjadi rendah bahkan tidak bernilai sama sekali.
Selama pemasakan, buah segar mengalami perubahan nyata dalam warna, tekrtur dan bau yang menunjukkan telah terjadinya perubahan susunan bahan. Menurut Winarno dan
Wirakartakusumah 1981, perubahan umum yang terjadi adalah perubahan tekanan turgor sel, dinding sel, zat pati, senyawa turunan fenol, dan asam-asam organik.
Pada dasarnya peubahan-perubahan yang terjadi tidak dapat diperbaiki, tetapi yang dapat dilakukan adalah hanya usaha untuk mencegah laju kemundurannya atau mencegah proses kerusakan
tersebut berjalan lambat. Aktivitas metabolisme yang terjadi pada buah-buahan adalah sebagai berikut :
1. Respirasi
Pada umumnya umur simpan berbagai komoditi pertanian berbanding terbalik dengan adanya laju respirasi dari komoditi itu sendiri. Bahan yang memiliki sifat umur simpan pendek adalah yang
mempunyai laju respirasi yang besar atau tinggi. Kecepatan resprasi pada buah meningkat dengan meningkatnya suplai oksigen. Tetapi bila konsentrasi O2 lebih besar dari 20 persen respirasi hanya
sedikit berpengaruh, konsentrasi CO2 yang cukup tinggi dapat memperpanjang masa simpan buah dengan cara menghambat proses respirasi Muchtadi, 1991.
2. Susut Bobot
Kehilangan berat buah-buahan yang disimpan terutama disebabkan oleh kehilangan air. Kehilangan air yang disimpan tidak hanya menurunkan berat, tetapi juga dapat menurunkan mutu dan
menimbulkan kerusakan. Susut bobot dapat juga disebabkan oleh kehilangan karbon selama respirasi, namun hal ini kurang berpengaruh Muchtadi, 1992.
Produk buah-buahan tidak layak dipasarkan jika mengalami susut bobot sekitar 5-10, karena kehilangan bobot 5 sudah cukup untuk menimbulkan pengeriputan buah, yang menyebabkan
buah tidak menarik konsumen pada saat penjualan Pantastico, 1986.
3. Perubahan Kekerasan
Selama pematangan, buah akan melalui suatu seri perubahan termasuk perubahan kekerasan. Pelunakkan buah dapat disebabkan oleh terjadinya pemecahan propektin yang tidak larut menjadi
pektin yang larut, maupun oleh karena terjadinya hidrolisis pati atau lemak. Sintesis lignin dalam beberapa macam buah juga dapat mempengaruhi tekstur Muchtadi, 1992.
4. Perubahan Total Padatan Terlarut
Menurut Winarno dan Winartakusumah 1981, dikatakan bahwa meskipun banyak macam gula yang ada dalam buah dan sayuran tetapi perubahan kandungan gula yang sesungguhnya hanya
6
meliputi tiga macam gula utama yaitu glukosa, fruktosa, dan sukrosa. kandungan gula akan meningkat melalui pematangan dan pemasakkan buah.
Waspodo 1985 menyatakan bahwa sawo yang tidak diberi perlakuan, dilakukan pengasapan dan dengan pemberian karbit, setelah 5 hari disimpan menunjukkan bahwa sawo yang
tidak dikenai perlakuan mempunyai kadar total padatan terlarut yang lebih tinggi dari sawo yang dikenai perlakuan pada suhu, 25°C, 15°C, dan 10°C.
5. Perubahan Warna
Perubahan warna kulit sawo menuju pematangan yaitu warna kulit sedikit hijau, lalu berubah menjadi coklat muda, dan menjadi tua saat matang Kader, 2006. Quiping et al. 2006 menyatakan
bahwa kandungan klorofil pada jaringan kulit buah sawo menurun pada penyimpanan suhu 20°C. Kandungan klorofil selama pematangan buah menurun perlahan, klorofil tersebut mengalami
degradasi, hal ini mengakibatkan warna sayur dan buah yang hijau berubah menjadi kuning Winarno dan Aman, 1979. Umumnya sejumlah tertentu pigmen ini tetap ada dalam buah, terutama dalam
jaringan internal Muchtadi, 1992.
D. Pelilinan
Buah-buahan dan sayur-sayuran segar mempunyai selaput lilin alami dipermukaan luar yang sebagian hilang oleh pencucian. Suatu lapisan lilin tambahan yang tidak bersinambungan dengan
kepekatan dan ketebalan yang cukup diberikan dengan sengaja secara artifisial, untuk menghindari keadaan anaerobik dalam buah, dan memberikan perlindungan yang diperlukan terhadap organism-
organisme pembusuk. Pelapisan lilin penting sekali, khususnya bila terdapat luka dan goresan-goresan kecil pada permukaan buah dan sayuran. Kerusakan-kerusakan itu dapat ditutupi oleh lapisan lilin.
Keuntungan yang jelas dari pelapisan lilin adalah mengkilapnya buah-buahan atau sayuran. Dengan demikian kenampakannya menjadi lebih menarik dan menjadikan buah-buahan dapat diterima oleh
konsumen Pantastico, 1973. Pemberian lapisan lilin dapat dilakukan dengan pembusaan, penyemprotan, pencelupan atau
pengolesan Pantastico, 1973. Beberapa formula lilin telah dikembangkan dan diuji secara eksperimental. Zat-zat pengemulsi yang cocok dicampurkan untuk mendapatkan emulsi lilin dalam
air. Emulsi-emulsi lilin dalam air lebih aman digunakan daripada pelarut-pelarut lilin yang mudah sekali terbakar. Emulsi lilin dalam air dapat digunakan tanpa harus mengeringkan buah terlebih
dahulu. Untuk lilin yang dilarutkan, permukaan buah harus bebas dari air untuk mendapatkan kilap yang baik. Trietanolamin dan asam oleat biasanya digunakan untuk pegemulsi Pantastico, 1973.
Berikut adalah beberapa hasil penelitian mengenai pelilinan buah. Fatimah 1996 menyatakan bahwa pelilinan lebih menghambat proses respirasi dibandingkan kontrol. Pada penelitian
ini konsentrasi 10 dengan waktu pencelupan 30 detik laju respirasinya relatif lebih dihambat selama penyimpanan.
Riza 2004 menyatakan pelapisan lilin dapat menghambat laju respirasi pada penyimpanan manggis segar. Dari hasil pengamatan bahwa pada penyimpanan suhu ruang, buah manggis tanpa
pelilinan mempunyai laju konsumsi O
2
dan produksi CO
2
yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan buah manggis terlapis lilin 3,6, dan 12.
Rufiarti 1990 memaparkan bahwa penyimpanan buah mangga varitas Arumanis dan Indramayu yang diberi perlakuan pelapisan lilin dapat memperpanjang daya tahan simpan buah
mangga segar. Lapisan lilin dapat menghambat laju respirasi dan transpirasi dari buah sehingga daya tahan simpan buah mangga segar dapat lebih lama jika dibandingkan dengan buah mangga tanpa
dilapisi lilin.
7
Saptiono 1997 membuktikan pelilinan dengan konsentrasi emulsi lilin 2 ternyata mampu memperpanjang umur simpan paprika sampai hari ke-24 paling lama.
Pada penelitian ini, akan digunakan lilin lebah sebagai lili pelapis buah sawo. Lilin adalah ester dari asam lemak berantai panjang dengan alkohol monohidrat berantai panjang atau sterol
Bennett, 1964. Lilin lebah merupakan lilin alami komersial yang merupakan hasil sekresi dari lebah madu Apis mellifica atau lebah lainnya. Madu yang diekstrak dengan sentrifusi sisir madunya dapat
digunakan lagi, sedangkan yang diekstrak dengan pengepresan mengakibatkan sarang lebah hancur. Sarang yang hancur dapat dijadikan lilin atau dapat dibuat untuk sarang baru. Hasil sisa pengepresan
dan sarang yang hancur dicuci dan dikeringkan, kemudian dipanaskan sehingga menjadi lilin atau malam Winarno, 1981.
Lilin lebah pada umumnya digunakan sebagai bahan kosmetik, bahan pembuat lilin bakar, dan industri pemeliharaan. Lilin ini berwarna putih kekuningan sampai coklat, titik cairnya 62.8-70
o
C dan massa jenisnya 0.952-0.975 gcm
3
. Lilin lebah banyak digunakan untuk pelilinan komoditas hortikultura karena mudah didapat dan murah, digunakan dalam industri obat dan kosmetik
Pantastico, 1986.
E. PENYIMPANAN SAWO