Analisis Spasial Penentuan Lokasi dan Kesesuaian Lahan

66 dalam ini hanya dimanfaatkan oleh pengusaha seperti perhotelan BLH Kabupaten Sukabumi, 2003. B. Air Permukaan; Air permukaan di wilayah pesisir Pelabuhan Ratu bersumber dari sungai yang berjumlah ± 10 sungai yang bermuara langsung ke laut. Nama-nama sungai tersebut dapat dilihat pada Sub Bab 4.1.3 mengenai Geologi.

4.2. Analisis Spasial Penentuan Lokasi dan Kesesuaian Lahan

Budidaya dalam keramba, seperti halnya sistem budidaya lainnya memerlukan kualitas air yang baik, dimana kebutuhan air sangat mempengaruhi pemilihan suatu lokasi budidaya. Karenanya, keramba harus ditempatkan pada area yang tidak terkontaminasi limbah industri, rumah tangga dan limbah pertanian. Adapun parameter kualitas air seperti suhu, pH, keberadaan senyawa nitrogen, oksigen terlarut dan sebagainya harus berada dalam kisaran yang mampu mendukung kehidupan dan pertumbuhan spesies yang dibudidayakan. Pemilihan lokasi yang benar adalah suatu hal yang sangat penting karena hal ini mempengaruhi keberlanjutan kegiatan secara ekonomis Lawson, 1995. Meskipun demikian, ketersediaan wilayah yang sesuai untuk kegiatan budidaya pada saat ini mulai berkurang dikarenakan menurunnya kualitas air. Sehingga, persyaratan pertama untuk keberlanjutan kegiatan budidaya adalah tersedianya sistem alokasi sumberdaya untuk budidaya. Sistem yang demikian harus diterapkan dalam konteks pendekatan perencanaan terpadu dibandingkan hanya menciptakan serangkaian peraturan untuk menghindari kerusakan lingkungan Pe´rez et al., 2003. Sebelum melakukan analisis spasial, terlebih dahulu akan disajikan penjelasan dan data hasil pengukuran beberapa parameter terutama mengenai hidrooseanografi baik berupa fisik maupun kimia di kawasan Teluk Pelabuhan Ratu yang digunakan dalam analisis spasial. Secara fisik dan kimia kondisi Oseanografi di wilayah pesisir Pelabuhan Ratu dapat dijelaskan seperti adanya pasang-surut, kecepatan arus, suhu, gelombang, kecerahan, turbidity, kedalaman, salinitas, oksigen, BOD, COD, pH dan Amonia. Masing-masing parameter tersebut memberikan kekhasan pada wilayah pesisir dan lautan, terutama Teluk Pelabuhan Ratu. 67 4.2.a. Oksigen Terlarut Kandungan oksigen disuatu perairan tidaklah pernah konstan. Oksigen secara terus menerus diproduksi oleh alga dan tumbuhan akuatik lainnya serta terdifusi oleh angin dan gelombang. Selanjutnya oksigen tersebut berpindah melalui respirasi dari hewan air, bakteri pengurai baik untuk keperluan BOD dan COD. Jumlah oksigen yang dapat diserap oleh perairan berbeda-beda tergantung pada suhu, mineral-mineral terlarut yang ada di air dan elevasi suatu kawasan. Tingkat kejenuhan oksigen di perairan tropis jauh lebih rendah dibandingkan dengan perairan yang dingin. Sebagai contoh, perairan tawar di ketinggian yang sama dengan permukaan laut pada suhu 20 C dapat menahan oksigen 9,092 mgl. Peningkatan suhu air menjadi 30 C menjadikan air hanya mampu menahan 7,558 mgl. Peningkatan salinitas pada air yang sama sehingga menjadi 10 psu menyebabkan penurunan oksigen menjadi 7,155 mgl. Jika suhu dan salinitas perairan konstan, air dengan karakteristik yang sama seperti ini akan sedikit menahan oksigen pada ketinggian yang lebih tinggi. Karakteristik fisik inilah yang berkontribusi pada masalah penurunan oksigen di musim panas Fast, 1983. Sverdrup et al., 1972 mengemukakan tiga faktor yang mempengaruhi sebaran kandungan oksigen terlarut: 1. Suhu dan salinitas, kelarutan oksigen bebas dalam air laut akan menurun dengan meningkatnya suhu dan salinitas. 2. Aktivitas biologi yang berpengaruh nyata terhadap konsentrasi oksigen dan karbondioksida. 3. Arus dan proses percampuran yang cenderung mempengaruhi lewat gerakan massa air dan difusi. Dari laporan hasil penelitian dan analisa BLH Kabupaten Sukabumi 2003 menunjukkan bahwa oksigen terlarut rata-rata di wilayah pesisir Teluk Pelabuhan Ratu berkisar antara 12,0 – 12,2 mgl. Perubahan oksigen rata-rata di dekat pantai maupun di lepas pantai pada umumnya hampir merata. Disamping oksigen yang telah ada dalam massa air, oksigen dapat pula dihasilkan dari proses fotosintesis yang berlangsung, selain itu oksigen dapat pula dihasilkan oleh adanya pergerakan arus. Sebaliknya data oksigen yang didapat selama penelitian, kisaran oksigen terlarut yang terukur berkisar antara 7,31 – 8,03 mgl. Adanya perbedaan ini 68 diduga karena perbedaan waktu dan tempat pengukuran, pengukuran yang dilakukan peneliti berlangsung pada saat musim timur dan musim peralihan dimana kecepatan angin serta arus tidaklah terlalu cepat. Selain itu, penulis melakukan pengukuran pada jarak 100 – 250 m dari garis pantai. Penulis berasumsi bahwa pada jarak 100 – 250 m dari garis pantai kandungan oksigen masih dipengaruhi oleh angin dan aktivitas fotosintesis dari fitoplankton. Sedangkan pada jarak kurang dari 100 meter sudah terjadi pecahan gelombang, sehingga berkemungkinan kandungan oksigen menjadi meningkat hingga mencapai 12,00 – 12,2 mgl seperti yang terukur oleh BLH Kabupaten Sukabumi. Hasil pengukuran yang dilakukan oleh penulis ini sangat bersesuaian dengan pernyataan sebelumnya, yaitu hasil penelitian Fast 1983. Berikut ini akan disajikan gambar mengenai kisaran kandungan oksigen di perairan Teluk Pelabuhan Ratu selama penelitian. 5.00 5.50 6.00 6.50 7.00 7.50 8.00 8.50 P. Ratu Cisolok Ciemas ppm a 5.00 5.50 6.00 6.50 7.00 7.50 8.00 8.50 Agustus September Oktober November ppm P. Ratu Cisolok Ciemas b Gambar 7. a Kisaran Kandungan Oksigen di Teluk Pelabuhan Ratu berdasarkan stasiun pengamatan. b Kisaran Kandungan Oksigen di Teluk Pelabuhan Ratu berdasarkan waktu pengamatan Berdasarkan data pengukuran oksigen yang terdapat pada Gambar 7 a dan b serta diperjelas pada Lampiran 1 dapat dilihat bahwa kandungan oksigen 69 di perairan Teluk Pelabuhan Ratu berada pada kisaran yang optimal bagi pertumbuhan organisme perairan baik pada saat musim timur maupun musim peralihan. Gambar 7 a memperlihatkan bahwa kandungan Oksigen yang tertinggi ada pada stasiun pengamatan di Ciemas dan diikuti dengan Cisolok serta Pelabuhan Ratu. Hal ini terjadi diakibatkan pada kedua stasiun pengamatan yaitu Ciemas dan Cisolok memiliki kondisi perairan yang masih baik. Selain itu, kedua stasiun tersebut memilki hubungan yang dekat dengan Samudra Hindia, sehingga proses penggantian air dan sirkulasi massa air sangat cepat terjadi. Selanjutnya pada Gambar 7 b terjadi penurunan kandungan oksigen pada seluruh stasiun pengamatan di bulan November kecuali stasiun Pelabuhan Ratu yang kandungan oksigennya relatif konstan. Penurunan ini dikarenakan pada bulan November adalah musim peralihan dimana kondisi perairan relatif tenang. 4.2.b. Salinitas Dalam bidang perikanan, salinitas merupakan parameter oseanografi penting yang bersama-sama dengan parameter lainnya untuk menduga kawasan yang sesuai untuk pertumbuhan ikan dan organisme akuatik lainnya. Berdasarkan laporan hasil pengamatan diperoleh bahwa di wilayah pesisir Teluk Pelabuhan Ratu salinitas rata-rata sebesar 33,0 – 35 psu Irawan, 1992; Yorba, 1993; Marpaung, 1995; Pariwono et al., 1996. Keadaan kisaran perubahan salinitas tersebut relatif normal karena sejumlah besar organisme yang hidup di laut dapat bertahan pada batas toleransi kisaran salinitas berkisar antara 30 – 40 psu Odum, 1971. Berikut merupakan grafik hasil pengukuran salinitas di Teluk Pelabuhan Ratu selama bulan Agustus – November 2007. 32.00 32.50 33.00 33.50 34.00 34.50 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Stasiun ppt Gambar 8. Sebaran Kandungan Salinitas di Teluk Pelabuhan Ratu 70 Perairan Teluk Pelabuhan Ratu umumnya memiliki kandungan salinitas yang tinggi, hal ini disebabkan oleh pengaruh Samudra Hindia yang begitu besar ditambah lagi Teluk Pelabuhan Ratu bersifat terbuka. Sehingga perairannya memiliki kandungan salinitas yang sama dengan laut terbuka. Selama kegiatan survey yang dilakukan, peneliti mendapatkan kisaran salinitas di perairan Teluk Pelabuhan Ratu berkisar antara 33,00 – 34,00 psu Gambar 8. Nilai rata-rata salinitas di setiap stasiun pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 1 . 4.2.c. Suhu Perairan Suhu perairan merupakan parameter lingkungan yang memiliki pengaruh yang besar terhadap ikan dan bisa menjadi faktor utama yang mempengaruhi kelayakan ekologis dari kegiatan budidaya. Suhu yang melebihi atau kurang dari batas optimum dapat mempengaruhi hewan, memberikan pengaruh pada nafsu makan, pertumbuhan, reproduksi dan serangan penyakit Lawson, 1995. Rata- rata perubahan suhu perairan di wilayah pesisir Teluk Pelabuhan Ratu berkisar antara 28 – 29 C. Perubahan suhu rata-rata di dekat pantai berkisar antara 28,1 – 28,6 C, sedangkan suhu di lepas pantai berkisar antara 28,24 – 28,7 C BLH Kabupaten Sukabumi, 2003. Kisaran suhu yang terukur selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 9. 25.50 26.00 26.50 27.00 27.50 28.00 28.50 29.00 29.50 30.00 30.50 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Stasiun ºC Gambar 9 . Kisaran Suhu Perairan di Teluk Pelabuhan Ratu Secara umum suhu permukaan air di Teluk Pelabuhan Ratu berkisar antara 27 – 30 C Gambar 9 yang pengukurannya dilakukan pada saat pagi hingga sore hari pada setiap stasiun pengamatan. Kisaran suhu yang terukur selama penelitian ini merupakan kisaran suhu yang optimal bagi pertumbuhan ikan budidaya untuk jenis ikan tropis. 71 4.2.d. pH Derajat keasaman pH sangat berpengaruh terhadap kehidupan ikan, pH yang cocok untuk semua jenis ikan berkisar antara 6,5 – 8,5 Boyd, 1982. Akan tetapi, ada jenis ikan yang karena lingkungan hidupnya di perairan rawa, sehingga ikan ini mampu bertahan hidup pada kisaran pH 4 – 9. Derajat kemasaman pH perairan mempengaruhi daya tahan organisme, pada pH yang rendah, penyerapan oksigen terlarut oleh organisme akan terganggu, setiap organisme mempunyai pH yang optimum bagi kehidupannya. Perairan dengan pH yang lebih kecil dari 6,00 menyebabkan organisme yang menjadi makanan ikan tidak dapat bertahan hidup dengan baik. Sedangkan pada keadaan pH yang lebih tinggi dari 9,5 menyebabkan perairan tidak produktif Hickling, 1962. Perubahan pH perairan, baik kearah alkali maupun kearah asam akan mengganggu kehidupan ikan dan organisme akuatik lainnya. Nilai pH sangat penting diketahui karena banyak reaksi kimia dan biokimia yang terjadi pada pH tertentu. Perairan yang menerima limbah organik dalam jumlah yang besar berpotensi memiliki tingkat kemasaman yang tinggi Mahida, 1993. Hasil pengukuran pH untuk setiap stasiun pengamatan diperairan Teluk Pelabuhan Ratu dapat dilihat pada Gambar 10. 5.00 5.50 6.00 6.50 7.00 7.50 8.00 8.50 9.00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Stasiun Gambar10 . Nilai pH yang Terukur di Teluk Pelabuhan Ratu pH hasil pengukuran yang dilakukan di perairan Teluk Pelabuhan Ratu berkisar antara 7,00 – 8,50 Gambar 10, sedangkan untuk pH rata-rata dapat dilihat pada Lampiran 1. Selanjutnya, kisaran pH berdasarkan hasil penelitian Irawan, 1992; Yorba, 1993; Marpaung 1995; Desmawati, 2004; Muhazir, 2004 dan Mony 2006 juga menyajikan data kisaran pH yang sama. Jika dibandingkan dengan baku mutu pH perairan untuk biota laut berdasarkan Kep- 72 51MENKLH2004, nilai pH yang terukur masih berada dalam kisaran yang diinginkan yaitu 6,50 – 8,50. Hal ini mengindikasikan bahwa kualitas perairan ditinjau dari segi pH dapat dikatakan baik. 4.2.e. Kecapatan Arus Arus pantai dapat terjadi karena gelombang yang datang menuju pantai, dan hal ini mempengaruhi proses sedimentasi dan atrofi pantai. Pola arus pantai ini ditentukan oleh besarnya sudut yang dibentuk antara gelombang yang datang dengan garis pantai. Jika sudut datang cukup besar, maka akan terbentuk arus menyusur pantai Longshore current yang disebabkan oleh perbedaan tekanan hidrostatik. Berdasarkan hasil penelitian geologi kelautan diperairan pesisir Pelabuhan Ratu, arus permukaan dekat pantai Nearshore current bergerak ke Timur Laut mulai dari daerah Karanghawu sampai daerah Tanjung Karang dan berbelok ke Barat Laut mulai daerah Tanjung Pamipiran sampai daerah Pelabuhan Ratu serta arus berbelok lagi ke Timur Barat melalui daerah Citepus. Arus permukaan dekat pantai pada umumnya memperlihatkan pola pergerakan arus Barat Daya – Timur Laut dengan kecepatan rata-rata 0,4 mdet BLH Sukabumi, 2003. Grafik arah dan kecepatan arus yang terukur selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 11 a, b. 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 cmdet a 73 b Gambar 11 . a Grafik Kecepatan Arus di Teluk Pelabuhan Ratu. b Arah Arus di Teluk Pelabuhan Ratu Sumber: Japan Ocean Data Centre 74 Berdasarkan hasil pengamatan untuk setiap stasiun sampling yang dilakukan di Teluk Pelabuhan Ratu, kecepatan arus yang didapat berkisar antara 9,38 – 29,83 cmdet Gambar 11 a. Kecepatan arus terendah yaitu 9,38 cmdet di ambil pada saat peralihan antara pasang dan surut terjadi. Pada Gambar 11 b dapat kita lihat bahwa arus yang ada pada kawasan Ciemas dan Pelabuhan Ratu mengarah pada kawasan Cisolok dengan kecepatan 0,6 m det JODC. Arus yang terjadi di Teluk Pelabuhan Ratu lebih disebabkan oleh pasang surut dan angin yang bertiup di permukaan perairan. Pasang surut merupakan gaya penggerak utama sirkulasi massa air, sedangkan angin merupakan faktor utama yang menyebabkan terjadinya arus yang kuat di permukaan perairan teluk. 4.2.f. Amonia Ammonia merupakan bahan buangan terlarut dari metabolisme protein yang sering dipantau dalam kegiatan budidaya karena sifatnya yang sangat beracun bagi ikan. Ketika gas ammonia NH 3 terlarut dalam air, beberapa diantaranya bereaksi dengan air yang memberikan ion ammonia NH 4 + , sementara itu beberapa diantaranya menjadi NH 3 terlarut. Gabungan NH 3 dan NH 4 + menjadi total ammonia yang dapat dengan mudah diketahui dengan tes kit. pH dan suhu perairan menentukan sejumlah ammonia yang tidak terionisasi NH 3 dalam sistem budidaya. Ketika pH meningkat maka sejumlah NH 3 yang bersifat toksik juga meningkat serta dapat berbahaya bagi ikan. Sebagai contoh ketika ammonia NH 3 melebihi kadar 0,0125 mgl, ikan trout akan menunjukkan gejala penurunan pertumbuhan yang selanjutnya akan merusak ginjal, insang dan jaringan hati. Ikan-ikan memiliki toleransi yang berbeda terhadap kadar ammonia, ikan channel carfish mengalami kerusakan insang pada kadar ammonia 0,12 mgl. Beberapa ammonia dapat dipindahkan dari sistem budidaya melalui aerasi. Alternatif lain, ammonia dapat dipindahkan dari perairan terutama pada saat saluran pembuangan atau digunakan kembali melalui pertukaran ion dengan cara mengalirkan air melewati zeolit atau kolom pertukaran kation Mugg et al., 2003. Gambar 12 a, b memperlihatkan konsentrasi amonia yang terukur di Teluk Pelabuhan Ratu. 75 0.000 0.050 0.100 0.150 0.200 0.250 0.300 0.350 0.400 0.450 P. Ratu Cisolok Ciemas ppm a 0.000 0.050 0.100 0.150 0.200 0.250 0.300 0.350 Agustus September Oktober November ppm P. Ratu Cisolok Ciemas b Gambar 12 . a Grafik Kandungan Amonia di Teluk Pelabuhan Ratu berdasarkan stasiun pengamatan. b Grafik Kandungan Amonia di Teluk Pelabuhan Ratu berdasarkan waktu pengamatan Berdasarkan data yang didapat dilapangan dapat diketahui bahwa kisaran konsentrasi ammonia di Teluk Pelabuhan Ratu adalah 0,019 – 0,288 mgl Gambar 12 a dan b, sedangkan untuk rata-rata konsentrasi amonia adalah 0,13 – 0,18 mgl Lampiran 1. Konsentrasi ammonia yang tinggi terdapat di semua stasiun pengamatan yang dekat dengan aktivitas manusia dan kegiatan wisata Pelabuhan Ratu dan Cisolok. 4.2.g. Pasang-Surut Pasang Surut adalah proses naik-turunnya muka air laut diakibatkan oleh pengaruh gravitasi benda-benda angkasa, terutama bulan dan matahari. Karena posisi bulan dan matahari selalu berubah secara teratur, maka besarnya kisaran pasang-surut juga berubah mengikuti perubahan posisi benda-benda angkasa 76 tersebut. Pasang-Surut mempengaruhi arus dan sirkulasi perairan, terutama diperairan semi tertutup seperti selat dan teluk. Pengetahuan tentang tipe pasang- surut diperlukan untuk kegiatan pengembangan pantai maupun pengelolaan lingkungannya. Untuk mengetahui tipe pasang-surut diperairan Teluk Pelabuhan Ratu digunakan data pasang surut pelabuhan perikanan yang tercatat oleh stasiun pasang surut Bakosurtanal, yang memperlihatkan bahwa pasang – surut diperairan pesisir Pelabuhan Ratu bertipe campuran dengan unsur ganda lebih menonjol dengan bilangan E = 0,25. Hal ini menunjukkan bahwa perairan pesisir Pelabuhan Ratu pada umumnya mengalami dua kali pasang dan dua kali surut setiap harinya dengan ketinggian yang berbeda. Dari hasil pengamatan pasang surut yang dilakukan oleh Geologi Kelautan, kedudukan air terendah adalah 90 cm dan kedudukan air tertinggi mencapai 249 cm dengan tunggangan airnya adalah 159 cm BLH Kabupaten Sukabumi, 2003. Data pasang-surut yang dikeluarkan oleh Bakosurtanal pada saat peneliti melakukan kegiatan survey lapangan dapat dilihat pada Lampiran 2. 4.2.h. Kedalaman Batimetri Dengan batas 250 meter kearah laut, kedalaman wilayah pesisir Pelabuhan Ratu rata-rata berkisar antara 0 – 50 meter, pada kedalaman 10 meter di capai pada jarak 50 – 100 meter, kedalaman 25 meter dicapai pada jarak 100 – 150 meter dari garis pantai ke arah laut BLH Kabupaten Sukabumi, 2003. Pada saat melakukan survey di wilayah Cisolok dan Pelabuhan Ratu, data kedalaman yang di ukur berkisar antara ± 10 – 50 meter pada jarak 70 – 500 meter dari garis pantai. Sedangkan di wilayah Ciemas kedalaman ± 10 – 50 meter pada jarak 5 – 250 meter dari garis pantai Lampiran 1. Jarak ini sudah memadai untuk dilakukannya penempatan instalasi budidaya sistem keramba jaring apung. Hal ini berdasarkan pada pendapat Mayunar et al., 1995 bahwa perairan tempat keramba jaring apung sebaiknya bertopografi landai dengan kedalaman 6 – 8 m dan 7 – 15 m dari surut terendah Sunaryanto et al., 2001 serta 1 m jarak dari keramba kedasar perairan Sunyoto, 1993. Berikut akan disajikan peta mengenai kontur batimetri dari Teluk Pelabuhan Ratu. 77 Gambar 13 . Kontur Batimetri Teluk Pelabuhan Ratu 78 Berdasarkan Peta Batimetri pada Gambar 13 yang dikeluarkan oleh Dishidros Angkatan Laut Tanjung Priok, kedalaman teluk berkisar antara 0 – 1300 meter sehingga konturnya membentuk jurang yang dalam. Kedalaman 10 meter rata-rata hanya didapat hingga jarak ± 70 – 100 meter dari bibir pantai. 4.2.i. Gelombang Gelombang yang terbentuk pada umumnya disebabkan oleh adanya proses alih energi dari angin menuju permukaan laut. Gelombang ini merambat ke segala arah membawa energi yang kemudian dilepaskan ke pantai dalam bentuk hempasan ombak breakers. Gelombang yang mendekati pantai akan mengalami pembiasan refraction dan akan memusat convergence jika menemui cekungan. Gelombang yang menuju keperairan dangkal akan mengalami spilling, plunging, colloping dan surging Dahuri, 1998. Berikut ini akan disajikan gambar mengenai kisaran gelombang di perairan Teluk Pelabuhan Ratu selama penelitian. 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Stasiun cm Gambar 14 . Kisaran Gelombang di Teluk Pelabuhan Ratu Dari hasil pengamatan yang dilakukan di dapatkan data tinggi gelombang berkisar antara 15 – 65 cm pada jarak 70 – 500 meter dari garis pantai Gambar 14 , selanjutnya untuk rata-rata tinggi gelombang di perairan Teluk Pelabuhan Ratu dapat dilihat pada Lampiran 1. Tidak demikian halnya yang terukur pada daerah pecah gelombang seperti pada daerah karanghawu yang bisa mencapai 100 - 200 cm. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Irawan, 1992; Pariwono et al., 1996 menampilkan data tinggi gelombang Teluk Pelabuhan Ratu pada musim Barat rata-rata berkisar antara 70 – 150 m. Dengan demikian perairan Teluk Pelabuhan Ratu masih memiliki kondisi gelombang yang cukup aman bagi 79 penempatan instalasi keramba dan kegiatan budidaya baik itu di musim Timur maupun di musim Barat. Sifat-sifat gelombang dipengaruhi oleh: 1 Kecepatan angin, semakin kencang angin maka makin besar gelombang yang terbentuk serta memiliki kecepatan yang tinggi dan panjang gelombang yang besar; 2 Waktu dimana angin sedang bertiup, tinggi, kecepatan dan panjang gelombang seluruhnya cendrung meningkat sesuai dengan meningkatnya waktu pada saat angin pembangkit gelombang bertiup; 3 Jarak tanpa rintangan dimana angin sedang bertiup fetch, makin besar fetch pada suatu perairan lautan makin besar pula gelombang yang terbentuk Yuwono, 1984. Berdasarkan sifat-sifat gelombang tersebut, gelombang di wilayah pesisir Pelabuhan Ratu termasuk gelombang yang sedang sampai dengan besar. Fisiografi pantai yang beragam yaitu curam, datar dan berbatu menyebabkan ombak pecah di pinggir dan pada dinding batu. Gelombang besar terjadi selama musim Barat, selama musim Timur kondisi perairan Pelabuhan Ratu relatif tenang. Gambar 15 menunjukkan kondisi perairan dengan ombak yang tenang di kawasan Cisolok. Gambar 15 . Kondisi Gelombang di Perairan Teluk Pelabuhan Ratu 06Sept08 Gambar 15 dapat kita lihat bahwa kondisi perairan Teluk Pelabuhan Ratu yang tenang dengan ketinggian ombak yang rendah merupakan kawasan yang sangat sesuai untuk ditempatkannya instalasi budidaya perikanan dengan sistem Keramba Jaring Apung sebagai suatu kegiatan usaha yang memiliki prospek yang baik. 80 4.2.j. Kecerahan Air Salah satu indikator kualitas perairan ditinjau dari aspek lingkungan yang berkaitan dengan masyarakat yang tinggal disekitarnya dan ekosistem adalah kecerahan perairan. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kecerahan air laut di pesisir Teluk Pelabuhan Ratu pada umumnya adalah partikel lumpur yang dibawa oleh aliran sungai dan batu-batuan. Dari hasil pengamatan yang dilakukan di perairan Teluk Pelabuhan Ratu diperoleh bahwa tingkat kecerahan air laut dimana sinar matahari mampu menembus lapisan perairan sampai kedalaman 7 m pada jarak rata-rata 50 meter dari garis pantai pada kawasan Pelabuhan Ratu dan Cisolok. Sedangkan di kawasan Ciemas kecerahan 7 m pada jarak rata-rata 2 m dari garis pantai. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kondisi perairan Teluk Pelabuhan Ratu masih relatif baik serta belum tercemar oleh limbah organik. Walaupun demikian terdapat indikasi pembuangan limbah domestik yang suatu saat dapat meningkat jika tidak dilakukan penertiban dan pemantauan BLH Kabupaten Sukabumi, 2003. Berikut akan disajikan grafik hasil pengukuran kecerahan di perairan Teluk Pelabuhan Ratu. 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Stasiun meter Gambar 16 . Tingkat Kecerahan Perairan di Setiap Stasiun Pengamatan Berdasarkan hasil pengukuran kecerahan perairan disetiap stasiun pengamatan di Teluk Pelabuhan Ratu didapat bahwa kisaran rata-rata kecerahan ada pada 3,50 – 6,50 meter Gambar 16. Kecerahan yang rendah ini terukur pada stasiun pengamatan yang ada di Cisolok pada jarak ± 20 m dari garis pantai. Kecerahan yang rendah ini diakibatkan oleh partikel pasir yang terbawa oleh ombak sewaktu pecah di pantai. Tidak demikian halnya pada stasiun pengamatan 81 yang ada di Ciemas, kedalaman cahaya matahari yang menembus perairan bahkan bisa mencapai dasar. Hal ini dikarenakan pada pingggiran pantai di kawasan ciemas didominasi oleh bebatuan, sehingga kemungkinan partikel terlarut dan terbawa sewaktu ombak pecah di pantai kecil ditambah dengan aktivitas masyarakat dan kepadatan pemukiman yang masih rendah pada kawasan Ciemas. Gambar 17 memperlihatkan kondisi perairan kawasan Ciemas yang bersih dan jernih. Gambar 17 . Kondisi Perairan di Kawasan Ciemas 28Aug08 Gambar 17 memperlihatkan kondisi perairan teluk pada kawasan Ciemas yang bersih dengan level aktivitas manusia yang kecil. 4.2.k. TurbidityKekeruhan Kekeruhan yang terjadi di badan air lebih disebabkan oleh beranekaragamnya campuran partikel terlarut seperti liat, lempung, pasir halus dan bahan organik yang diuraikan oleh detritus, fitoplankton yang berada dipermukaan dan jenis organisme mikroskopis lainnya. Pada umumnya, kumpulan berbagai partikel ini berasal dari aliran yang terbawa dari darat dan juga berasal dari perairan itu sendiri, sehingga berdampak pada bervariasinya tingkat kekeruhan di suatu perairan dari waktu ke waktu, seperti pada saat musim penghujan, maka tingkat kekeruhan akan lebih tinggi dibandingkan dengan pada saat musim kemarau http:www.ourlake.orghtmlturbidity.html . Adanya perbedaan penyebab kekeruhan diperairan juga menjadi penyebab perubahan komposisi dari komunitas organisme perairan di badan air tersebut. Apabila kekeruhan terjadi akibat besarnya volume partikel sedimen yang 82 tersuspensi akan menjadi penyebab berkurangnya penetrasi cahaya, sehingga menghambat aktivitas fotosintesis fitoplankton, alga dan makropita yang berada jauh dari permukaan. Sedangkan jika kekeruhan lebih besar dipengaruhi oleh blooming alga, cahaya tidak akan jauh menembus kedalam badan air, sehingga produsen primer menjadi terbatas khususnya yang berada dilapisan paling atas. Cyanobacter blue-green algae sangat menyukai kondisi seperti ini dan secara perlahan mengapung di permukaan. Secara keseluruhan, adanya kekeruhan menyebabkan berkurangnya organisme yang melakukan fotosintesis untuk menyediakan makanan bagi kebanyakan invertebrata. Sehingga semua invertebrate mengalami penurunan yang menyebabkan turunnya populasi ikan diperairan http:www.ourlake.orghtmlturbidity.html . Gambar 18 a dan b merupakan grafik hasil pengukuran kekeruhan di setiap stasiun dan waktu pengamatan di Teluk Pelabuhan Ratu. 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 P Ratu Cisolok Ciemas NTU a 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 Agustus September Oktober November NTU P. Ratu Cisolok Ciemas b Gambar 18 . a Grafik Kekeruhan Perairan di Setiap Stasiun Pengamatan. b Grafik Kekeruhan Perairan di Setiap Waktu Pengamatan 83 Dari hasil pengukuran yang dilakukan seperti yang terlihat pada Gambar 18 a dan b, didapat nilai kekeruhan perairan Teluk Pelabuhan Ratu berkisar antara 1,50 – 3,75 NTU. Dari data ini kita dapat mengetahui bahwa kualitas perairan Teluk Pelabuhan Ratu dilihat dari kekeruhan kondisinya masih sangat baik. Pada lokasi pengamatan di pertengahan Kecamatan Ciemas hingga Kecamatan Pelabuhan Ratu kisaran kekeruhan berada pada 2,84 – 3,75 NTU, hal ini disebabkan masih adanya pengaruh limpasan dari Sungai Cimandiri dan arus yang tidak begitu kuat. Sedangkan untuk sebagian Kecamatan Pelabuhan Ratu sampai Kecamatan Cisolok serta sebagian Kecamatan Ciemas kisaran kekeruhannya adalah 1,50 – 2,83 NTU. Berikut ini akan disajikan gambar mengenai kondisi perairan Teluk Pelabuhan Ratu yang jernih khususnya kawasan Ciemas. Gambar 19 . Perairan Teluk Pelabuhan Ratu yang Jernih 06Nov08 Kondisi perairan yang jernih seperti yang terlihat pada Gambar 19 merupakan kondisi yang sangat baik untuk pengembangan kegiatan budidaya perikanan dengan sistem Keramba Jaring Apung. 4.2.l. COD Efendi 2003 menggambarkan COD sebagai jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat didegradasi secara biologis maupun yang sukar didegradasi secara biologis menjadi CO 2 dan H 2 O. Dalam hal ini pengukuran COD dimaksudkan untuk mengetahui kandungan bahan organik dan anorganik diperairan. Muatan bahan 84 organik yang ada dapat diketahui dengan menghitung konsentrasi oksigen berdasarkan reaksi dari suatu bahan oksidan kuat Alerts dan Santika, 1987. Gambar 20 a dan b memperlihatkan grafik konsentrasi COD di perairan Teluk Pelabuhan Ratu. 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00 P. Ratu Cisolok Ciemas ppm a 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 Agustus September Oktober November ppm P. Ratu Cisolok Ciemas b Gambar 20 . a Konsentrasi COD di Masing-masing Stasiun Pengamatan. b Konsentrasi COD di Masing-masing Waktu Pengamatan Sebaran COD di peraian Teluk Pelabuhan Ratu yang terukur berada pada kisaran nilai 11,75 – 16,38 mgl Gambar 20 a, b. Pengambilan sampel dilakukan pada saat pasang dan surut di kawasan yang relatif jauh dari garis pantai atau tepatnya pada jarak yang diperkirakan peneliti sesuai untuk unit keramba dapat ditempatkan. 4.2.m. BOD 5 Parameter yang dapat digunakan untuk menggambarkan keberadaan bahan organik diperairan adalah BOD. Semakin tinggi nilai BOD maka semakin tinggi pula aktivitas organisme untuk menguraikan bahan organik atau dapat dikatakan 85 pula semakin besar kandungan bahan organik diperairan tersebut. Nilai BOD tidak menunjukkan jumlah bahan organik yag sebenarnya, tetapi hanya mengukur secara kualitatif dengan melihat jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik. Kandungan bahan organik yang tinggi ditunjukkan dengan semakin sedikitnya sisa oksigen terlarut Efendi, 2003. Gambar 21 a dan b memperlihatkan grafik kisaran konsentrasi BOD di Teluk Pelabuhan Ratu selama masa penelitian. 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 P. Ratu Cisolok Ciemas ppm a 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 Agustus September Oktober November ppm P. Ratu Cisolok Ciemas b Gambar 21 . a Grafik Kisaran Kandungan BOD di Teluk Pelabuhan Ratu pada setiap Stasiun Pengamatan. b Grafik Kisaran Kandungan BOD di Teluk Pelabuhan Ratu pada setiap Waktu Pengamatan Kandungan BOD yang diamati di perairan Teluk Pelabuhan Ratu selama bulan Agustus hingga November 2007 berkisar antara 1,11 – 2,50 mgl Gambar 21 a, b , maka dapat dikatakan kondisi perairan teluk tersebut masih berada dalam kondisi yang baik dan tidak tercemar oleh bahan organik. Kisaran yang terlihat di grafik lebih dikarenakan jarak masing-masing stasiun yang relatif jauh dari garis pantai ± 50 – 250 m. Semakin jauh jarak stasiun dari garis pantai dan muara 86 sungai maka makin rendah pula kandungan bahan organik di perairan yang menyebabkan kandungan BOD perairan tersebut juga menjadi rendah. 4.2.n. Parameter BiologiHama Parameter biologi yang diamati oleh peneliti di kawasan Teluk Pelabuhan Ratu terbatas pada hama. Hal ini dikarenakan organisme budidaya yang ditebar memiliki ukuran yang sudah relatif besar dengan ukuran bobot 100 gram. Sehingga ikan yang dipelihara dapat langsung diberi pakan berupa pelet serta tidak memerlukan pakan alami berupa phytoplankton maupun zooplankton untuk memicu pertumbuhannya. Hama adalah organisme yang keberadaannya di dalam wadah produksi tidak dikehendaki karena bersifat kompetitor atau predator bagi ikan yang dibudidayakan. Hama ikan budidaya terdiri dari golongan ikan, reptil darat maupun yang hidup diperairan, mamalia darat dan sebagainya. Organisme yang tidak dikehendaki tersebut keberadaannya harus dihindarkan, ditekan ataupun diberantas sehingga tidak mengganggunggu aktivitas budidaya Effendi, 2004. Teluk Pelabuhan Ratu itu sendiri tidak dapat dipungkiri memiliki beberapa jenis hama yang potensial. Hama yang termasuk spesies ikan buntal penyebarannya hampir merata di seluruh perairan teluk, meskipun dalam jumlah yang relatif kecil. Ikan buntal ini tidak secara langsung memangsa organisme budidaya, akan tetapi lebih bersifat merusak instalasi budidaya terutama jaring keramba. Ikan ini memakan sisa-sisa pakan yang menempel di jaring hingga mencoba masuk ke dalam keramba, sehingga dengan gigi-gigi yang tajam ikan ini dapat merusak jaring dan berpotensi melepaskan organisme budidaya ke perairan lepas. Dari 10 nelayan yang diwawancarai penulis Lampiran 6, rata-rata mendapatkan 2 – 5 ekor ikan buntal yang tertangkap pada saat pengoperasian bagan apung. Selain ikan buntal, hama potensial lain adalah reptil darat berupa biawak, penyebarannya terbatas pada kawasan Ciemas. Spesies ini sangat jarang di temui pada saat melakukan survey, hanya ada 3 ekor yang ditemui di kawasan Ciemas, walaupun demikian reptil ini harus tetap diwaspadai. Setelah melihat dinamika nilai parameter biofisik perairan berikut akan ditampilkan tabel mengenai perhitungan analisis spasial penentuan lokasi dan kesesuaian lahan di Teluk Pelabuhan Ratu. 87 Tabel 10 . Hasil Perhitungan Matrik Kesesuaian Lahan Berdasarkan Lokasi Lokasi Parameter Kisaran yang Direkomendasikan S2 Kisaran Optimal S1 Nilai Skor Bobot Ni NiN maks x 100 Jumlah Keterangan Suhu ºC 25 – 29 29 – 30 28.25 4 3 12 12 Arus cmdet 20 – 24 25 – 30 17.47 2 3 6 6 Salinitas psu 29 – 30 atau 33 – 35 30 – 33 33.77 3 3 9 9 Oksigen mgl 5 – 7 atau 8 – 10 7 – 8 7.51 4 3 12 12 Amonia mgl 0,2 – 0,5 0 – 0,2 0.27 3 3 9 9 Kedalaman m 6 – 15 atau 25 – 40 15 – 25 27.00 3 2 6 6 Gelombang cm 30 – 50 10 – 30 39.44 3 2 6 6 pH 7,0 – 7,5 atau 8,0– 8,5 7,5 – 8,0 7.63 4 2 8 8 Kekeruhan NTU 5 – 30 5 2.41 4 1 4 4 Kecerahan m 3 – 5 ≥ 5 5.63 4 1 4 4 BOD5 mgl 25 – 45 25 1.60 4 1 4 4 Pelabuhan Ratu COD mgl 40 – 80 40 14.46 4 1 4 4 84 Sangat Sesuai Lokasi Parameter Kisaran yang Direkomendasikan S2 Kisaran Optimal S1 Nilai Skor Bobot Ni NiN maks x 100 Jumlah Keterangan Suhu ºC 25 – 29 29 – 30 29.06 4 3 12 12 Arus cmdet 20 – 24 25 – 30 15.19 2 3 6 6 Salinitas psu 29 – 30 atau 33 – 35 30 – 33 33.80 3 3 9 9 Oksigen mgl 5 – 7 atau 8 – 10 7 – 8 7.66 4 3 12 12 Amonia mgl 0,2 – 0,5 0 – 0,2 0.23 3 3 9 9 Kedalaman m 6 – 15 atau 25 – 40 15 – 25 20.00 4 2 8 8 Gelombang cm 30 – 50 10 – 30 40.69 3 2 6 6 pH 7,0 – 7,5 atau 8,0– 8,5 7,5 – 8,0 7.45 3 2 6 6 Kekeruhan NTU 5 – 30 5 2.96 4 1 4 4 Kecerahan m 3 – 5 ≥ 5 5.18 4 1 4 4 BOD5 mgl 25 – 45 25 1.53 4 1 4 4 Cisolok COD mgl 40 – 80 40 14.26 4 1 4 4 84 Sangat Sesuai 88 Lanjutan Tabel 10.... Lokasi Parameter Kisaran yang Direkomendasikan S2 Kisaran Optimal S1 Nilai Skor Bobot Ni NiN maks x 100 Jumlah Keterangan Suhu ºC 25 – 29 29 – 30 29.25 4 3 12 12 Arus cmdet 20 – 24 25 – 30 16.49 2 3 6 6 Salinitas psu 29 – 30 atau 33 – 35 30 – 33 33.61 3 3 9 9 Oksigen mgl 5 – 7 atau 8 – 10 7 – 8 7.79 4 3 12 12 Amonia mgl 0,2 – 0,5 0 – 0,2 0.21 3 3 9 9 Kedalaman m 6 – 15 atau 25 – 40 15 – 25 20.00 4 2 8 8 Gelombang cm 30 – 50 10 – 30 44.22 3 2 6 6 pH 7,0 – 7,5 atau 8,0– 8,5 7,5 – 8,0 8.00 4 2 8 8 Kekeruhan NTU 5 – 30 5 2.39 4 1 4 4 Kecerahan m 3 – 5 ≥ 5 5.88 4 1 4 4 BOD5 mgl 25 – 45 25 1.74 4 1 4 4 Ciemas COD mgl 40 – 80 40 14.36 4 1 4 4 86 Sangat Sesuai Sumber: Data Olahan, 2007 Keterangan: Nilai rata-rata hasil pengukuran kualitas air di setiap stasiun pengamatan 89

4.3. Analisis Kesesuaian Lahan