Estimasi Beban Limbah HASIL

91

4.4. Estimasi Beban Limbah

Buangan limbah dari kegiatan budidaya ke lingkungan perairan dapat dikategorikan sebagai buangan yang secara terus-menerus dilakukan akibat produksi budidaya, buangan dalam waktu tertentu dari kegiatan budidaya dan buangan dalam waktu tertentu berupa bahan kimia. Buangan limbah meliputi bahan organik terlarut dan partikel serta nutrien anorganik. Campuran berbagai partikel organik terlarut dalam bentuk feses, sisa pakan dan pakan yang jatuh mengandung protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan zat pewarna. Beberapa buangan anorganik juga dilepaskan terutama ammonia, bikarbonat, phosfat dan urea. Limbah buangan dari kegiatan budidaya meliputi sisa pengolahan ikan dan pembuangan ikan yang mati dan pemberian berupa silase. Buangan anorganik dalam hal ini termasuk deterjen dan buangan hasil dari pencucian keramba berupa antifoulant dan logam berat. Kebanyakan berbagai macam buangan berupa inorganik tersebut dibuang dari kegiatan budidaya diluar kegiatan pemeliharaan. Pelepasan bahan kimia dari lokasi produksi terutama terdiri dari obat-obatan dan antifoulant Read dan Fernandes, 2003. Dampak dari setiap jenis limbah yang dilepas kekolom perairan tergantung pada kondisi hidrograpik, kondisi topografi dasar perairan dan geografi suatu kawasan. Produk terlarut berupa ammonia, phosphor, karbon organik terlarut termasuk nitrogen organik terlarut dan phosphor organik terlarut dan pelepasan lemak dari makanan yang dapat membentuk lapisan pada permukaan perairan Black, 2001. Dampak lingkungan dari produk terlarut ini tergantung pada tingkat dimana nutrien diuraikan sebelum diasimilasi oleh ekosistem pelagis. Pada lingkungan yang kapasitas pertukaran airnya lemah, ada tingkat resiko yang sangat tinggi dari akumulasi nutrien di satu kawasan hipertrofikasi. Diperairan dangkal, dengan kondisi arus yang lemah, partikel limbah buangan dari kegiatan budidaya akan mengendap di dasar yang jaraknya dekat dengan titik buangan. Sehingga produksi yang dilakukan secara terus menerus akan memberikan resiko pada cepatnya akumulasi lokal dari bahan-bahan limbah yang terdapat didasar perairan Fernandes et al., 2002. Endapan dari bahan organik yang ada di bawah keramba dan resultan perubahan pada kondisi sedimen merupakan hal yang paling nyata dan merupakan penelitian dampak yang terbaik 92 dari budidaya ikan laut. Hal ini merupakan bagian yang berkaitan pada kenyataan bahwa pengaruh-pengaruh ini sedikit berbeda akibat berbedanya bentuk bahan organik yang dibuang keperairan Samuelsen et al., 1988. Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi seberapa besar material tersebut memperkaya sedimen yang berada di bawah keramba adalah arus pasang surut, masukan limbah, kedalaman perairan, komposisi, ukuran dan sifat bahan-bahan partikel yang dikeluarkan, suhu dan salinitas perairan laut, kecepatan angin dan keadaan gelombang Provost, 1996. Buangan limbah yang masuk keperairan yang lebih dalam atau dimana kondisi dibawahnya disapu dengan baik oleh arus yang kuat, akan disebar keseluruh wilayah perairan yang luas. The Scottish Environment Protection Agency’s yang pokok perhatiannya pada peningkatan nutrien yang dapat menghasilkan peningkatan populasi fitoplankton di kawasan yang memiliki resiko yang tinggi akibat karakteristik flushing yang rendah, penurunan kandungan oksigen di dasar basin suatu teluk yang memang secara alami memiliki kandungan oksigen yang rendah, obat- obatan dan bahan kimia yang mungkin terakumulasi di dalam sedimen atau yang ditransportasikan kekawasan yang luas, treatment antifoulant yang menghasilkan kandungan berlebih berupa Zn, Cu pada sedimen dan perairan akibat pencucian jaring keramba dan penguraian limbah organik menyebabkan degradasi baik secara biologi dan sedimen Henderson dan Davies, 2000. Dampak lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan pengembangan perikanan budidaya dengan sistem apapun tergantung pada intensitas usaha, beban limbah alami maupun limbah budidaya yang dihasilkan, laju pergantian air, kapasitas assimilasi dan karakteristik lainnya yang sangat mempengaruhi daya dukung dan daya pulih perairan tersebut. Dengan demikian, tingkat teknologi yang akan dikembangkan harus sesuai dengan kondisi perairan, sehingga resiko kegagalan relatif rendah dan hasil yang didapat bisa berlangsung secara berkesinambungan Ali, 2003. Ada tiga jenis limbah polutan utama yang dapat dihasilkan oleh fasilitas budidaya yaitu: bahan kimia pembersih fasilitas budidaya, obat-obatan untuk pengendalian penyakit dan hasil buangan metabolisme seperti feses, ammonia dan makanan yang tidak dimakan yang berupa bahan terlarut dan padatan tersuspensi 93 Mugg et al., 2003. Dalam penelitin ini, jenis limbah yang diamati adalah limbah yang dihasilkan oleh kegiatan budidaya ikan dalam keramba dan yang berasal dari kegiatan non keramba serta hanya dibatasi pada kandungan nitrogen.

4.4.1. Estimasi Beban Limbah Keramba Jaring Apung

Besarnya suatu dampak tergantung pada banyak faktor seperti skala dan frekuensi suatu aktivitas, kondisi biologi dan oseanografi dimana kegiatan itu berlangsung dan gabungan pengaruh di masa lalu, pengaruh saat ini dan kegiatan yang akan berlangsung di kawasan tersebut. Pada akhirnya, penentuan apakah dampak lingkungan akan terjadi hanya dapat di duga melalui beberapa proses kajian mengenai dampak lingkungan secara komprehensif Milewski, 2001. Langkah pertama dalam menentukan rencana pengelolaan limbah adalah menghitung jumlah potensial makanan yang tidak dimakan dan seberapa banyak feses yang dihasilkan oleh organisme yang dibudidayakan. Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi kecernaan pakan, tetapi komposisi dan bahan alami yang digunakan dalam makanan dan proses yang terlibat dalam penyiapannya merupakan hal yang terpenting Mugg et al., 2003. Pendekatan estimasi beban limbah budidaya yang diterapkan dalam studi ini mengacu pada penelitian sebelumnya Usman et al., 2002 dan merupakan pengembangan formula estimasi dari beban pakan yang masuk keperairan. Usman et al., 2002 yang menghitung beban limbah budidaya untuk senyawa nitrogen dengan cara sebagai berikut: ¾ Kebutuhan pakan untuk produksi 1 ton ikan kerapu = 2.200 kg. ¾ Dari analisa proksimat didapat kandungan N pelet tergantung merk pakan ikan kerapu = 181,5 kg N2.200 kg pelet. ¾ Pakan sebagai uneaten food = 200 kg dengan N = 16,5 kg. ¾ Pakan yang dimakan = 2.000 kg dengan N = 165 kg; dikeluarkan melalui feses tidak tercerna = 840 kg dengan N = 26,7 kg; pakan yang dicerna = 1160 kg dengan N = 138,3 kg dimana sebagian akan dibuang melalui ekskresi dan panas = 107,8 kg N dan tersimpan dalam daging = 30,5 kg N. ¾ Jumlah loading N keperairan = 16,5 kg + 26,7 kg + 107,8 kg = 151 kg N. Penelitian ini terbatas pada kegiatan pembesaran ikan kerapu dengan bobot individu ikan rata-rata 100 g sampai berat konsumsi yaitu 500 g dengan lama 94 pemeliharaan 6 bulan 180 hari. Alasan yang mendasari pembatasan ini adalah keumuman yang dipakai oleh para pengusaha perikanan dalam membudidayakan ikan kerapu dengan sistem keramba jaring apung. Dalam penelitian ini diasumsikan bahwa ukuran 1 unit keramba yang dipakai adalah 3 x 3 x 3 m 3 dengan pada tebar 20 ekorm 3 . Berdasarkan luas lahan kesesuaian untuk budidaya sistem keramba jaring apung yang didapat, maka nilai estimasi beban limbah yang masuk ke perairan Teluk Pelabuhan Ratu adalah sebagai berikut: 1. Diketahui: Luas lahan yang sangat sesuai 8.500 ha Pemanfaatan sebesar 10 dari luasan 1 unit keramba terdiri dari 10 keramba berukuran 3 x 3 x 3 m 3 Padat penebaran sebanyak 20 ekorm 3 SR 80 dengan bobot akhir 500 gekor 1 ha = 10000 m 2 x 100 10 , jika ukuran keramba 9 m 2 , maka: = 111 9 1000 2 2 = m m , sehingga dalam 1 ha terdapat ± 100 buah keramba Jadi, dari luasan sebesar 7.585,42 ha terdapat ± 758.542 keramba atau sebanyak 75.854,2 unit dengan padat penebaran yang dilakukan adalah sebanyak 20 ekorm 3 . Dalam tulisan ini satu unit keramba terdiri dari 10 buah petakan keramba dengan ketentuan 9 buah keramba dimanfaatkan sebagai sarana produksi dan 1 petakan keramba dijadikan sebagai rumah jaga atau digunakan untuk keperluan lainnya. Sehingga setiap unit keramba hanya ada 9 keramba yang dioperasikan untuk membudidayakan ikan kerapu. Jika dalam 1 unit keramba serentak ditebar dengan benih ikan, sehingga 1 unit keramba berisi ± 4.050 ekor ikan kerapu. Selama masa pemeliharaan diasumsikan tingkat kelulushidupan ikan sebesar 80, sehingga pada saat pemanenan diperkirakan total biomass ikan kerapu adalah 3.240 ekor. Jika bobot individu ikan 500gekor maka dalam satu siklus pemeliharaan 6 bulan didapat total produksi sebesar 1,62 ton ikan kerapu. 2. Diketahui produksi total 1,62 ton ikan kerapu dengan kebutuhan pakan sebanyak 2,2 ton untuk memproduksi 1 ton ikan dengan kandungan N sebesar 95 8,25 . Dengan demikian, jumlah pakan yang dibutuhkan untuk produksi ikan sebanyak 1,62 ton adalah 3,56 ton pakan dengan N sebesar 0,29 ton. 3. Pakan sebagai Uneaten Food Dari sejumlah pakan yang diberikan, tidak dimakan oleh ikan sebesar 9 dengan kandungan N sebesar 8,25 , sehingga dapat dilakukan perhitungan sebagai berikut: UF = 3,56 x 100 9 = 0,32 ton N = 0,32 x 100 25 , 8 = 0,03 ton 4. Jika diketahui pakan yang dimakan oleh ikan sebanyak 91 dengan kandungan N sebesar 8,25 ; dengan demikian dari 3,56 ton pakan yang diberi pada ikan budidaya selama enam bulan masa pemeliharaan yang dimakan adalah 3,24 ton dengan kandungan N sebesar 0,27 ton. 5. Banyaknya feses yang dikeluarkan oleh ikan yang dipelihara adalah sekitar 42 dari pakan yang dimakan dengan kandungan N sebesar 3,2 ; sehingga dari pakan sebanyak 3,24 ton yang dimakan oleh ikan, yang dikeluarkan menjadi feses sebanyak 1,36 ton dengan kandungan N sebesar 0,04 ton. 6. Sejumlah pakan yang dimakan oleh ikan, yang dicerna hanya 58 dengan kandungan N sebesar 11,9 . Dengan demikian, dari 3,24 ton pakan yang dimakan oleh ikan, yang dicerna adalah sebesar 1,88 ton dengan kandungan N sebesar 0,22 ton. 7. Dari sejumlah pakan yang dicerna, dikeluarkan oleh ikan berupa panas dan ekskresi lain di dapat kandungan N-nya sebesar 9,29 serta kandungan N yang tersimpan dalam daging sebesar 2,63 . Sehingga dari 1,88 ton pakan yang dicerna, yang dikeluarkan berupa panas dan ekskresi lain memiliki N sebesar 0,17 ton; yang tersimpan dalam daging sebesar 0,05 ton N. 8. Sehingga jumlah total loading N dari kegiatan budidaya sistem keramba jaring apung keperairan selama masa pemeliharaan adalah sebesar 0,24 ton N yang di dapat dari hasil penjumlahan total nitrogen pakan yang menjadi uneaten food dengan nitrogen pakan yang dikeluarkan berupa feses dan nitrogen pakan yang dikeluarkan berupa panas serta ekskresi lainnya. Secara singkat perhitungan ini dapat dilihat pada Tabel 11. 96 Tabel 11 . Estimasi Beban Limbah Kegiatan Budidaya Perikanan Sistem KJA Variabel Bobot ton N ton Jumlah Total Pakan untuk 1,62 ton ikan 2.2 tontiap produksi 1 ton ikan dengan N 8,25 3,56 0,29 Uneaten Food 9 dari total pakan dengan kandungan N 8,25 0,32 0,03 Pakan yang Dimakan 91 dari pakan yang diberi dengan N 8,25 3,24 0,27 Feses 42 dari pakan yang dimakan dengan N 3,2 1,36 0,04 Tercerna 58 dari pakan yang dimakan dengan N 11,9 1,88 0,22 Ekskresi 9,29 dari pakan yang dimakan - 0,17 N dalam Daging 2,63 dari pakan yang dimakan - 0,05 Loading N UF+Feses+Ekskresi - 0,24 Sumber : Usman et al., 2001 Tabel 11 memperlihatkan secara ringkas mengenai banyaknya bahan organik beserta jumlah Nitrogen yang masuk keperairan yang berasal dari kegiatan budidaya perikanan dengan sistem keramba jarring apung. Adapun cara lain untuk menghitung loading nutrien ke dalam perairan selain yang dilakukan oleh Usman et al., 2001, dapat juga dilakukan dengan beberapa cara seperti berikut ini: ™ Formula Ackefors dan Enell 1994, yaitu: ton Nitrogen = A x Cd Nitrogen – B x Cf Nitrogen ton Nitrogen adalah Loading Nitrogen ke dalam perairan; A adalah bobot basah pelet yang digunakan kadar air 8 – 10 ; B adalah bobot basah ikan yang diproduksi; Cd Nitrogen adalah kandungan Nitrogen dari pelet berat basah dan Cf Nitrogen adalah kandungan Nitrogen dari karkas ikan berat basah. Berdasarkan luas perairan efektif untuk kegiatan budidaya keramba jaring apung di perairan Teluk Pelabuhan Ratu yaitu 7.585,42 ha dengan pemanfaatan sebesar 10 per hektar Hanafi et al., 2001, maka jumlah keramba yang dapat dikembangkan adalah sebanyak 75.854,2 unit dengan jumlah untuk masing- masing unit adalah 10 keramba dengan ukuran 3 x 3 x 3 m 3 . Jika masing-masing keramba diterapkan padat penebaran sebanyak 20 ekorm 3 dengan ukuran 100 gekor selama 6 bulan pemeliharaan atau mencapai berat 500 gekor dengan tingkat kelulushidupan rata-rata adalah 80 . Sehingga jumlah ikan yang ada untuk 10 unitha luasan lahan selama 6 bulan pemeliharaan berjumlah 4.050 ekor dengan berat total biomass adalah 1,62 ton serta memerlukan pakan sebanyak 3,56 ton. Selama pemeliharaan, tiap ton ikan yang dihasilkan menghabiskan pakan 97 sebanyak 2,2 ton dengan kandungan N sebesar 8,25 dan N karkas ikan sebesar 2,63 . Berdasarkan penjabaran prediksi ini, maka: ton Nitrogen = A x Cd Nitrogen – B x Cf Nitrogen = 3,56 x 100 25 , 8 – 1,62 x 100 63 , 2 = 0,29 – 0,04 = 0,25 ton Jumlah loading nitrogen dari kegiatan pembesaran ikan kerapu dengan sistem budidaya keramba jaring apung yang masuk kedalam perairan Teluk Pelabuhan Ratu adalah sebesar 0,25 ton Nunit 6 bulan. ™ Perhitungan Nitrogen dari beban pakan yang masuk keperairan menggunakan formula Ackefors dan Enell 1994, yaitu: ton N adalah jumlah Nitrogen yang dilepaskan keperairan; ∑ = n i i bp 1 adalah beban pakan yang masuk keperairan dari n keramba; Pr adalah kandungan protein dalam pakan berat basah dan 6,25 adalah konstanta faktor perkalian protein kasar. Jika selama pemeliharaan menggunakan pakan sebanyak 35,64 ton dengan kandungan protein pakan sebesar 40, maka: 25 . 6 43 , 1 N ton = = 0,23 ton Berdasarkan formula yang dikembangkan oleh Usman et al., 2001 dan Ackefors dan Enell 1994, dapat diduga bahwa selama 6 bulan pemeliharaan ikan dengan sistem keramba jaring apung dapat menghasilkan loading nitrogen keperairan sebanyak 0,23 – 0,25 ton Nunit6 bulan pemeliharaan. Jumlah buangan nitrogen keperairan ini memiliki kemungkinan untuk bertambah dan juga 6,25 Pr bp N ton n 1 i i ∑ = × = 6,25 100 40 3,56 N ton × = 98 berkurang jika 1 Padat tebar ditingkatkan ataupun diturunkan; 2 Tingkat kelulushidupan ikan yang dipelihara meningkat ataupun menurun; 3 Penebaran ikan dilakukan tidak secara serentak; 4 Frekuensi dari pengoperasian kegiatan budidaya. Bertambah dan berkurangnya masukan nitrogen keperairan sangat erat kaitannya dengan jumlah pakan yang diberi serta tingkat kecernaan pakan oleh ikan yang dipelihara. Untuk menghitung loading total bahan organik digunakan formula perhitungan yang mengacu pada formula Iwana 1991 dalam Barg 1992, yaitu: TO = TU + TF TO adalah total limbah bahan organik; TU adalah total pakan yang tidak dimakan dan TF adalah total feses yang dibuang. Maka: TO = 0,32 + 1,36 = 1,68 ton Perhitungan masukan total bahan organik yang dikemukakan oleh Iwana 1991 dalam Barg 1992 merupakan murni bahan organik selama masa pemeliharaan ikan hingga waktu pemanenan. Dalam formula ini tidak diketahui berapa kandungan nitrogen yang diasumsikan dalam total buangan bahan organik tersebut, sehingga sulit untuk memprediksi berapa kandungan nitrogen yang dilepaskan diperairan. Akan tetapi, jika mengacu pada perhitungan kandungan nitrogen pada formula sebelumnya Usaman et al., 2001, maka nitrogen yang dilepaskan keperairan akibat kegiatan budidaya sistem keramba jaring apung adalah sebesar 0,07 ton Nunit6 bulan pemeliharaan atau lebih kecil dibandingkan prediksi total nitrogen sebelumnya yaitu sebesar 0,24 ton Nunit6 bulan pemeliharaan.

4.4.2. Estimasi Beban Limbah Non Keramba Jaring Apung

Untuk memprediksi masukan limbah yang berasal dari non kegiatan budidaya sistem keramba jarring apung, terlebih dahulu harus mengetahui seberapa besar level aktivitas yang ada di suatu kawasan dalam hal ini Teluk Pelabuhan Ratu, selanjutnya level aktivitas tersebut dikalikan dengan koefisien limbah yang diambil dari hasil kajian para peneliti sebelumnya. Untuk lebih jelasnya mengenai estimasi beban limbah kegiatan non keramba jaring apung dapat dilihat pada Tabel 12. 99 Tabel 12 . Estimasi buangan limbah non KJA di Teluk Pelabuhan Ratu Aktivitas Ekonomi Koefisien Limbah Pustaka Level Aktivitas Total N kgtahun Rumah Tangga a. Limbah Padat b. Sampah 1,86 kgNorangthn 4 kgNorangthn 1 3 51.336 95.484,96 205.344 Peternakan a. Sapi b. Kambing c. Ayam 43,8 kgNekorthn 4 kgNekorthn 0,3 kgNekorthn 4 4 5 - - - - - - Akuakultur a. Tambak Udang b. Tambak Bandeng c. Hatchery 4,7 kgNtonthn 2,9 kgNtonthn 2,21 kgNjuta ekorthn 6 7 7 - - 740.350 - - 1.636.173,5 Lahan Pertanian 0,04 kgNton 2 29059 1.162,36 Jumlah 1.938.164,82 Sumber: Data olahan, 2008 Tabel 12 memperlihatkan perhitungan limbah yang dihasilkan oleh kegiatan non budidaya. Limbah yang berasal dari rumah tangga, hatchery dan pertanian dihitung dengan mengalikan level aktivitas yang diperoleh dari data sekunder dengan koefisien bahan limbah yang dikutip dari beberapa literatur. Total limbah yang dihasilkan oleh aktivitas non budidaya keramba jaring apung adalah 1.938.164,82 kgtahun. Total limbah nitrogen ini didapat dari 10 desa Tabel 8 yang penduduknya bermukim di kawasan pesisir Teluk Pelabuhan Ratu. Penentuan setiap level aktivitas mengacu pada data-data sekunder dari statistik kecamatan dan desa. Hasil akhir dari rangkaian model loading nutrien antropogenik diatas adalah ditemukannya nilai sebaran konsentrasi nitrat dari rumah tangga, pembenihan, serta kegiatan pertanian yang masuk keperairan pesisir Teluk Pelabuhan Ratu. Formula yang dipakai di dalam perhitungan model ini didasarkan atas perhitungan nutrifikasi N dengan nutrient loading model yang dimodifikasi dan dikembangkan oleh Barg 1992, yaitu: Ec = V F x N Ec adalah konsentrasi N dalam air mgl; N adalah jumlah nitrogen yang masuk keperairan g produksi 1,62 ton; F adalah flushing time dan V adalah volume perairan m 3 . Flushing time F dapat dihitung dengan pendekatan tidal exchange method sebagai berikut: 100 F = 1D; D = Vh x T Vh Vh 1 − D adalah dilution rate ; Vh adalah volume perairan pada pasang tertinggi m 3 ; V1 adalah volume perairan pada surut terendah m 3 dan T adalah periode pasang surut hari. Berdasarkan data perairan yang diperoleh di Teluk Pelabuhan Ratu, maka: D = 3 3 000m 9.132.570. 25 , m 672.570.00 x = 0,29 per hari Sehingga dengan demikian didapat nilai F = 0,29 1 = 3,39 hari Dari nilai yang didapat, maka: Ec = 3 .000 62.126.000 39 , 3 210 . 327 . 969 m x gr = 0,05 grm 3 atau 0,05 mgl Perhitungan dengan nutrient loading model akan menghasilkan nilai konsentrasi N dalam perairan akibat masukan N limbah budidaya dan non budidaya. Nilai N ini selanjutnya dihubungkan dengan nilai N baku mutu perairan untuk budidaya Kementrian Lingkungan Hidup, 2004, untuk mendapatkan nilai kapasitas optimal produksi budidaya P opt dengan pengertian bahwa nilai konsentrasi N berasal dari limbah produksi 1,62 ton kerapu ditambah dengan nilai N akibat masukan kegiatan antropogenik, maka produksi optimal P opt dapat diduga dengan cara sebagai berikut: P opt = lp bm N N P opt adalah produksi optimal yang dapat dicapai; N bm adalah N baku mutu perairan 0,3 mgl batas N yang disyaratkan KLH, 2004 dan N lp adalah N limbah produksi 1,62 ton kerapuunit keramba. Sehingga Produksi optimal untuk N baku mutu 0,3 mgl adalah P opt = 05 , 3 , = 5,5 unit keramba Produksi optimal untuk setiap hektar lahan budidaya adalah 5,5 dikalikan dengan 1,62 ton, sehingga produksi ikan yang dihasilkan adalah 9,18 ton. Dengan demikian, produksi ikan kerapu untuk setiap hektar lahan budidaya yang 101 ditempatkan pada wilayah yang sangat sesuai adalah 9,18 ton ikan kerapuha6 bulan pemeliharaan. Sedangkan apabila kita mengacu pada pendekatan pemakaian perairan efektif 10 dari luas lahan yang sangat sesuai seperti yang dikemukakan oleh Hanafi et al., 2001 di dapat total produksi sebesar 16,2 tonunit keramba6 bulan pemeliharaan. Kedua pendekatan ini dapat dipakai untuk tujuan pemanfaatan kawasan pesisir yang berkelanjutan khususnya untuk kegiatan budidaya laut sistem keramba jaring apung karena masing-masing pendekatan ini memperhitungkan segi daya dukung lingkungan. Banyaknya masukan nitrogen keperairan ini tidaklah berada dalam bentuk yang konstan, melainkan akan diperlakukan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh perairan itu sendiri. Hal ini sesuai dengan pendapat Romimohtarto 1991 yang menyatakan bahwa limbah dari sistem budidaya keramba jaring apung yang masuk keperairan pesisir dan lautan secara alami akan diproses melalui tahapan berikut: 1 Terjadi pengenceran dan penyebaran melalui proses turbulensi dan adanya fenomena arus pasang-surut; 2 Terjadi proses pemekatan oleh plankton serta proses fisik dan kimiawi dengan cara diserap, mengendap di dasar perairan dan pertukaran ion.

4.5. Analisis Jarak Sebaran Limbah