37 Kesesuaian lahan land suitability merupakan kecocokan adaptability
suatu lahan untuk tujuan penggunaan tertentu, melalui penentuan nilai kelas lahan serta pola tata guna lahan yang dihubungkan dengan potensi wilayahnya,
sehingga dapat diusahakan penggunaan lahan yang lebih terarah berikut usaha pemeliharaan kelestariannya. Penilaian kesesuaian lahan merupakan suatu
penilaian sistematik dari lahan dan menggolong-golongkannya kedalam kategori berdasarkan persamaan sifat atau kualitas lahan yang mempengaruhi kesesuaian
lahan bagi suatu usaha atau penggunaan tertentu Hardjowigeno, 2001. Daya dukung lingkungan sangat erat kaitannya dengan kapasitas assimilasi
dari lingkungan yang menggambarkan jumlah limbah yang dapat dibuang kedalam lingkungan tanpa menyebabkan polusi. Kemampuan assimilasi
merupakan ukuran kemampuan air atau sumber air dalam menerima pencemaran limbah tanpa menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air yang ditetapkan
sesuai peruntukkannya UNEP, 1993. Penjelasan tersebut apabila diterapkan sebagai daya dukung lingkungan pesisir menjadi kemampuan badan air atau
peraian di kawasan pesisir dalam menerima limbah organik, termasuk didalamnya adalah kemampuan mendaur ulang atau mengassimilasi limbah tersebut sehingga
tidak mencemari lingkungan perairan yang berakibat pada terganggunya keseimbangan ekologis suatu perairan Widigdo, 2000.
2.7. Estimasi Beban Limbah
Kuantitas dan komposisi dari makanan yang tidak dimakan dan feses yang dihasilkan oleh ikan peliharaan tergantung pada sejumlah faktor termasuk
diantaranya jenis pakan basah dan kering, jumlah ikan yang dipelihara disetiap keramba, kesehatan ikan yang dipelihara ikan yang sakit cendrung kekurangan
selera makan, frekuensi pemberian pakan, jenis metode pemberian pakan secara otomatis atau manual dan rasio konversi makanan. Tidak seperti kegiatan
peternakan, budidaya ikan tidak memerlukan pengelolaan limbah. Dalam budidaya ikan laut, keramba dibatasi oleh jaring yang memiliki ukuran mata
jaring tertentu. Buangan limbah dari kegiatan budidaya dikeluarkan langsung kelingkungan sekitarnya. Besarnya dampak ekologi dari limbah tersebut terhadap
lingkungan akan tergantung pada: 1 ukuran unit keramba yang beroperasi jumlah keramba yang beroperasi; 2 kepadatan ikan untuk setiap keramba; 3
38 durasi pengoperasian keramba pada suatu tempat; 4 kondisi fisik dan oseanografi
yang berkaitan dengan tempat kegiatan keramba berlangsung; 5 biota yang menghuni kawasan tersebut; dan 6 kapasitas assimilasi dari lingkungan dimana
kegiatan keramba ditempatkan Milewski, 2001. Limbah pakan dapat dikurangi melalui peningkatan stabilitas pakan,
mengurangi tingkat tenggelamnya pakan dan menyediakan ukuran pakan yang sesuai dengan ukuran ikan pada setiap tahapan yang berbeda dari kegiatan
budidaya. Buangan amonia dari ikan merupakan fungsi dari penyerapan protein dan dapat dijaga agar tetap rendah. Pakan yang memiliki tingkat kecernaan yang
tinggi, pengoptimalan rasio protein energi dapat diterapkan untuk masing-masing spesies budidaya dan setiap tahap pengembangan. Kebutuhan energi ikan dapat
dicukupi melalui pemberian karbohidrat dan lemak, sehingga protein dapat bertahan untuk pembentukan jaringan tubuh. Hal ini telah ditunjukkan melalui
retensi protein dari ikan Sparatus aurata yang dapat ditingkatkan dari 24,30 menjadi 31,30 dengan cara meningkatkan kandungan lemak pakan menjadi
37 Kissil dan Lupatsch, 1992. Sebenarnya, pengurangan N dalam pakan hanya dapat dicapai jika menggunakan pakan buatan. Kesulitan menggunakan
formulasi pakan buatan adalah masih banyaknya penggunaan ikan rucah. Alasan mengapa penggunaan ikan rucah masih banyak dilakukan karena masih rendahnya
pemahaman mengenai kebutuhan nutrisi untuk berbagai jenis ikan budidaya. Kualitas pakan jelas merupakan faktor utama karena pakan mempengaruhi
pertumbuhan ikan secara keseluruhan pertumbuhan harian dan konversi makanan, kesehatan ikan, buangan limbah fekal dan limbah pakan, dan jumlah
total phosphor yang pada akhirnya dilepaskan keperairan Goddard, 1996; Steffens, 1996; Gatlin dan Hardy, 2002.
Penelitian yang dilakukan oleh Guo dan Li 2003 memperlihatkan total nitrogen di sekitar keramba yang terukur kandungannya hampir sama dalam jarak
yang relatif jauh yaitu sekitar 50 – 130 m. Sementara itu, kandungan Chlorofil-a di sekitar keramba berbeda dengan yang ada dilokasi lain yang tidak
diperuntukkan sebagai kawasan budidaya. Demikian pula dengan biomassa rotifer yang lebih rendah pada lokasi keramba dan lebih tinggi pada kawasan yang jauh
dari keramba. Cladocera juga memperlihatkan kecendrungan yang berlawanan,
39 pada akhir penelitian hanya ditemukan dua spesies Branchiura sowerbyi dan
Sphaerium lacustre yang ditemukan tepat di bawah keramba yang sebelumnya
berjumlah 13 spesies dan tujuh spesies ditemukan di luar kawasan keramba. Pengaruh banyaknya masukan nutrien pada badan air, mencirikan adanya
suatu peningkatan terhadap rendahnya tingkat oksigen terlarut pada area yang luas, lebih tingginya kandungan BOD dan konsentrasi ammonia di dalam kolom
perairan. Hal ini seperti yang dilakukan oleh Warren dan Hansen 1982 yang menggunakan pakan buatan. Ternyata pakan buatan secara signifikan mengurangi
masukan polutan ke sekitar perairan. Berbedanya spesies ikan yang dipelihara memungkinkan berbedanya tingkat ekskresi ammonia, hal ini juga bergantung
pada tingkat pertumbuhan dan konsumsi makanan. Sebagai contoh, tingkat ekskresi amonia dari ikan kakap Lutjanius argentimaculatus sebesar 558 mgkg
berat tubuhtahun, lebih besar 50 dibandingkan dengan ikan kerapu Epinephelus areolatus 375 mgkg berat tubuhtahun pada saat kedua spesies
ikan tersebut diberi sejumlah pakan yang sama Leung, 1996. Penurunan oksigen terlarut dan peningkatan BOD, nutrien P, N organik
maupun anorganik dan total C secara umum ditemukan di kolom perairan disekitar keramba Muller dan Varadi, 1980; Bergheim et al., 1982; Beveridge
dan Muir, 1982; Enell, 1982, 1987; Penczak et al., 1982; Enell dan Lof, 1983; Beveridge, 1985, 1986; Molver et al., 1988. Oksigen terlarut kembali normal
pada jarak sejauh 30 m dari kegiatan budidaya ikan dalam keramba Gowen dan Bradbury, 1987 tetapi kandungan oksigen berkurang hingga jarak 1 km jika
kegiatan keramba tersebut menggunakan pakan ikan rucah dan kondisi kawasan budidaya yang buruk Wu et al., 1994. Perubahan padatan terlarut, penurunan
koefisien cahaya yang masuk, klorofil-a dan phaeopigmen dianggap merupakan dampak yang kurang signifikan atau bersifat lokal Beveridge et al., 1994; Wu et
al., 1994.
Nutrien-nutrien terlarut tidak secara keseluruhan buruk bagi lingkungan. Phytoplankton yang merupakan tanaman mikroskopis yang menjadi dasar rantai
makanan memerlukan nutrien untuk pertumbuhan, dengan meningkatnya produsen primer maka kelebihan nutrien tersebut dapat memicu produktifitas total
dari suatu sistem, khususnya spesies komersial penting yang diinginkan. Ketika
40 adanya peningkatan produksi primer maka kemungkinan blooming alga
berbahaya juga terjadi. Pada saat ini tidak ada bukti yang nyata bahwa kegiatan budidaya telah memicu munculnya alga beracun secara besar-besaran seperti red
tide , tetapi tetap saja resiko kemungkinan munculnya harus dipertimbangkan.
Akan tetapi, alga non toksik juga dapat berbahaya jika tidak ada yang mengkonsumsinya, ketika alga non toksik ini mati dan mengendap didasar akan
diuraikan oleh bakteri dan dapat memicu masalah terjadinya anoksia seperti yang disebabkan oleh pelet dan limbah pakan. Perhitungan kapasitas dari badan
perairan untuk mengasimilasi penambahan nutrien tanpa menimbulkan dampak masih merupakan suatu hal yang langka Silvert, 2001.
Untuk mengurangi dampak terjadinya loading nutrien yang berlebih keperairan, maka perlu dikaji mengenai kapasitas assimilasi dari suatu badan
perairan dimana kegiatan budidaya akan ditempatkan. Kapasitas assimilasi digambarkan sebagai kemampuan suatu kawasan untuk mempertahankan
kesehatan lingkungan dan mengakomodasi sejumlah limbah GESAMP IMOFAOUNESCO-IOCWMOWHOIAEAUNUNEP
Joint Group of Experts on the Scientific Aspects of Marine Environmental Protection
, 1986. Model pendekatan secara matematik telah digunakan dalam upaya untuk
menentukan kapasitas assimilasi dan beberapa model saat ini digunakan di Scotlandia oleh SEPA untuk menetapkan dan mengatur konsentrasi buangan
terutama yang berupa bahan kimia, obat-obatan dan nutrien untuk memprediksi kondisi suatu lingkungan Henderson et al., 2001. Ada juga desakan perlunya
peningkatan pengawasan konsentrasi nutrien, bahan kimia dan obat-obatan untuk keperluan validasi dari model pendugaan. Masalah penentuan kapasitas assimilasi
untuk kegiatan budidaya dalam hal nutrien merupakan masalah yang kompleks dengan adanya fakta bahwa sulitnya untuk mencirikan masukan nutrien dari
keramba ikan budidaya dengan masukan nutrien yang berasal dari hutan dan kegiatan pertanian. Sehingga perlu adanya pendekatan yang holistik untuk
mengelola polutan di wilayah pesisir, khususnya yang mengacu pada pemodelan masukan nutrien dan penentuan kapasitas assimilasi SEPA, 2002.
Daya dukung perairan tergantung pada kecepatan flushing, arus dan kapasitas assimilasi badan air terhadap polutan. Konsumsi oksigen dari spesies
41 ikan yang dipelihara berkisar antara 83 hingga lebih besar dari 400 g O
2
th Wu, 1990b; McLean et al., 1993. Dengan asumsi oksigen terlarut diperairan laut
adalah 7 mgl, lebih kurang 17 – 53 m
3
air laut yang bersih dibutuhkan untuk mengganti konsumsi oksigen untuk 1 ton ikan budidaya dan tidak menyertakan
kebutuhan oksigen yang digunakan untuk menguraikan limbah dari kegiatan budidaya Beveridge et al., 1994. Pada sistem budidaya ikan dalam keramba di
perairan laut terbuka, produksi ikan sebesar 200 tontahun memerlukan kecepatan arus sebesar 1 m
3
detik Tervet, 1981. Pada area dimana pertukaran air lambat, maka produksi ikan seharusnya dikurangi Heinig, 2001.
Kerusakan lingkungan sangat dipengaruhi oleh konsentrasi bahan organik yang tinggi dalam sedimen yang mungkin akan mempengaruhi kesehatan ikan-
ikan yang dipelihara dan akan mengurangi keuntungan. Oleh karena itu, keramba apung harus diletakkan pada tempat dimana kedalaman perairan mampu
mempertukarkan air secara maksimal dan menjaga bagian dasar tetap memiliki kondisi substrat yang baik pada suhu terendah dan juga tak kalah penting adalah
mengetahui batimetri perairan Beveridge, 1996. Selain limbah yang dikeluarkan oleh organisme budidaya, limbah yang
berasal dari suatu pulau juga meski diketahui. Sayangnya tidak ada pengukuran yang secara langsung mengetahui kuantitas dan kualitas buangan limbah dari
suatu pulau. Walaupun demikian, untuk menghitung kesesuian dari kegiatan budidaya ikan dalam keramba di perairan yang tertutup, dan sulit untuk
mengeluarkan limbah, ada tiga faktor yang harus dipertimbangkan untuk karakteristik buangan limbah buangan limbah domestik tanpa pembuangan
limbah yang berasal dari aktivitas industri antara lain adalah: jumlah orang yang berada di wilayah pesisir, keberadaan atau ketiadaan perlakuan-perlakuan sebelum
limbah tersebut dibuang keperairan. Sejumlah orang yang terkait pada masing- masing sektor menentukan kuantitas limbah yang dibuang kelaut. Keberadaan dan
ketiadaan perlakauan-perlakuan sebelum pembuangan limbah akan menentukan bahaya potensial yang akan dialami Pe´rez et al., 2003.
2.8. Sistem Informasi Geografis SIG dan Penginderaan Jarak Jauh