Pengembangan Wilayah Pesisir dan Lautan

13 cooling water dari air laut untuk berbagai jenis pabrik dan pembangkit tenaga listrik, dan bahan baku industri lainnya Anutha dan Johnson 1996. 3. Ketiga, wilayah pesisir pada umumnya memiliki panorama keindahan yang dapat dijadikan objek rekreasi dan pariwisata yang sangat menarik dan menguntungkan lucrative, seperti pasir putih untuk berjemur, perairan pesisir untuk renang, selancar, berperahu, terumbu karang serta keindahan bawah laut lainnya untuk pariwisata selam dan snorkling da Silva, 2002.

2.2. Pengembangan Wilayah Pesisir dan Lautan

Prasetyawati 2001 memberikan pengertian tentang pengembangan sebagai suatu proses yang membawa peningkatan kemampuan penduduk mengenai lingkungan sosial yang disertai dengan meningkatnya taraf hidup mereka sebagai akibat dari pengusahaan mereka, dengan demikian pengembangan adalah suatu proses yang menuju pada suatu kemajuan. Dengan disahkannya UU No. 221999 tentang Pemerintah Daerah yang telah diganti dengan UU No. 32 tahun 2004 pasal 18 ayat 4 tentang pengelolaan kawasan pesisir, maka kewenangan dan kewajiban pengembangan kawasan sekarang ini berada pada Pemerintah KabupatenKota. Peran Pemerintah Pusat adalah menyusun Norma, Standar, Pedoman dan Manual disamping memfasilitasi dan meningkatkan kapasitas aparat pemerintah daerah. Sedangkan kewenangan pemerintah daerah dalam kaitannya dengan pengembangan kawasan adalah sangat luas, antara lain: 1 Menetapkan target pertumbuhan; 2 Menetapkan tahap dan langkah pembangunan kawasan dan kedaerahan, sesuai dengan potensi yang dimilikinya; 3 Menetapkan persetujuan kerjasama regional di bidang perdagangan yang berlandaskan pada produksi lokal yang dihasilkan oleh sentra- sentra komoditas tertentu; 4 Melakukan berbagai macam negosiasi yang bertujuan mewujudkan konsepsi pertumbuhan ekonomi regional; 5 Menetapkan institusi-institusi pendukung kebijakan untuk pertumbuhan ekonomi regional; 6 Mengembangkan sistem informasi untuk promosi kegiatan-kegiatan ekonomi regional. Pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan di Indonesia dewasa ini telah menganut sistem desentralisasi. Dasar desentralisasi pembangunan perikanan adalah UU No. 322004 tentang Pemerintah Daerah sebagai pengganti 14 UU No. 221999. Pada pasal 18 ayat 1 dinyatakan bahwa daerah yang memiliki wilayah laut, diberikan kewenangan untuk mengelola sumberdaya laut di wilayah laut. Sedangkan kewenangan daerah dalam pengelolaan sumberdaya laut dijelaskan pada ayat 3 tiga meliputi: 1 Eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan laut; 2 Pengaturan administratif; 3 Pengaturan tata ruang; 4 Penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh pemerintah pusat; 5 Ikut serta dalam pemeliharaan keamanan; 6 Ikut serta dalam pertahanan kedaulatan negara. Selanjutnya menurut Sondita 2001 pengembangan dalam hal pembangunan ekonomi dampaknya dapat dilihat pada: 1 Industri perikanan tangkap; 2 Perikanan rakyat; 3 Wisata massal dan ekowisata serta wisata bahari; 4 Perikanan budidaya; 5 Perhubungan laut dan pembangunan pelabuhan; 6 Pertambangan lepas pantai; 7 Penelitian kelautan; 8 Akses terhadap sumberdaya genétika. Tertulis dalam naskah Pidato Presiden Republik Indonesia 2004 yang berisi bahwa pembangunan kelautan diarahkan untuk: 1 Mengelola dan mendayagunakan potensi sumberdaya laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil secara lestari berbasis masyarakat; 2 Membangun sistem pengendalian dan pengawasan dalam pengelolaan sumberdaya laut dan pesisir yang disertai dengan penegakan hukum yang ketat; 3 Meningkatkan upaya konservasi laut, pesisir dan pulau- pulau kecil serta merehabilitasi ekosistem yang rusak, seperti terumbu karang, mangrove, padang lamun dan estuaria; 4 Mengendalikan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup di wilayah pesisir, laut, perairan tawar danau, situ, perairan umum dan pulau-pulau kecil; 5 Menjalin kerja sama regional dan internasional untuk menyelesaikan batas laut dengan negara tetangga; 6 Memperkuat kapasitas instrumen pendukung pembangunan kelautan yang meliputi iptek, SDM, kelembagaan dan peraturan perundangan; 7 Meningkatkan riset dan pengembangan teknologi kelautan; 8 Mengembangkan upaya mitigasi lingkungan laut dan pesisir, meningkatkan keselamatan kerja dan meminimalkan resiko terhadap bencana alam laut bagi masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; dan 9 Menggiatkan kemitraan untuk meningkatkan peran 15 aktif masyarakat dan swasta dalam pengelolaan sumberdaya laut, pesisir dan pulau-pulau kecil. Menurut Kusumastanto 2000 agar pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya kelautan mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pesisir nelayan, maka langkah-langkah strategis yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Pembangunan desa pantai dan pemberian insentif kepada masyarakat pesisir untuk meningkatkan produktivitasnya. Insentif yang diberikan meliputi kemudahan terhadap pengembangan usaha seperti perizinan, subsidi, pinjaman dan menjaga kestabilan harga. 2. Pendekatan aktivitas sekunder seperti budidaya tambak, budidaya rumput laut dan industri pengolahan. Upaya untuk menggalakkan aktivitas sekunder tersebut juga harus disertai dengan kemudahan dalam pemberian perizinan, subsidi dan bantuan dana kemitraan dengan pengusaha besar dan pemasaran. 3. Pembentukan lembaga yang sesuai dengan karakteristik usaha dan peningkatan kegiatan usaha nelayan, khususnya untuk pengembangan perikanan dan aktivitas-aktivitas sekunder yang mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraaan masyarakat pesisir atau nelayan. 4. Penataan perairan pesisir dan lautan secara lokal untuk menentukan daerah penangkapan antara perikanan skala kecil dan perikanan skala besar. Strategi penataan ruang perairan pesisir untuk daerah penangkapan adalah menetapkan zonasi atau peta operasional untuk setiap usaha perikanan berdasarkan kemampuan operasi perikanan rakyat dan industri yang dilengkapi aspek hukum, termasuk pengaturan dan sanksi. Menurut WCED 1987; Anutha dan Johnson 1996 istilah pengembangan berkelanjutan berarti mengelola pengguna, mengembangkan dan melindungi sumberdaya fisik dan alami atau pada satu tingkatan dimana keberadaan seseorang dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sosial, ekonomi, kesejahteraan budaya, kesehatan dan keamanan sewaktu: 1 menopang potensi sumberdaya alam dan fisik untuk memenuhi kebutuhan generasi yang akan datang; 2 perlindungan kebutuhan hidup berupa kapasitas udara, air, tanah dan ekosistem; 3 mencegah, memperbaiki atau memitigasi setiap dampak yang 16 kurang baik terhadap lingkungan. Tujuannya adalah memadukan pembangunan dengan lingkungan sejak awal proses penyusunan kebijaksanaan dan pengambilan keputusan yang strategik sampai kepada penerapannya di lapangan Aryanto, 2003. Pembangunan yang komprehensif menurut Asian Development Bank ADB dalam Nikijuluw 1995 adalah pembangunan dengan memiliki ciri-ciri 1 berbasis lokal; 2 berorientasi pada peningkatan kesejahteraan; 3 berbasis kemitraan; 4 secara holistik; dan 5 berkelanjutan. Pengelolaan berbasis masyarakat setempat atau biasa disebut Community-Based Management CBM. Pemanfaatan secara lestari hanya akan dicapai jika sumberdaya dikelola secara baik, proporsional dan transparan. Sumberdaya yang dimaksud adalah sumberdaya manusia, alam, buatan dan sosial Keraf, 2000. Menurut Nikijuluw 1995 pendekatan pengelolaan sumberdaya alam sangat didukung oleh tujuan jangka panjang pembangunan wilayah pesisir dan bahari di Indonesia antara lain: a Peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui perluasan lapangan kerja dan kesempatan usaha, b Pengembangan program dan kegiatan yang mengarah kepada peningkatan pemanfaatan sumberdaya di wilayah pesisir dan lautan secara optimal dan lestari, c Peningkatan kemampuan peran serta masyarakat pantai dalam pelestarian lingkungan, d Peningkatan pendidikan, latihan, riset dan pengembangan di wilayah pesisir dan lautan. Tentang pembangunan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan sustainable, maka Albertson 1999 dalam risetnya menyebutkan dimensi- dimensi: 1. Environmental Sustainability: perlindungan untuk generasi mendatang. 2. Economic Sustainability: setiap pengembangan variabel secara ekonomi. 3. Socio-Cultural Sustainability: setiap inovasi harus harmoni antara pengetahuan lokal sosial-budaya, praktek, pengetahuan dan teknologi tepat guna Hardin, 1985. 4. Political Sustainability: keterkaitan birokrasi pemerintah dan masyarakat. Para pemimpin formal dan informal untuk suatu sektor tertentu dalam masyarakat lokal harus mampu menjalin komunikasi dengan struktur-struktur 17 politik dan birokrasi. Hilangnya keterkaitan birokrasi terjadi karena tidak adanya perantara interface. Sama halnya dengan pendapat Fauzi dan Anna 2002 yang menyatakan bahwa konsep pembangunan perikanan yang berkelanjutan sendiri mengandung aspek: 1. Ecological sustainability keberlanjutan ekologi. Dalam pandangan ini memelihara keberlanjutan stokbiomass sehingga tidak melewati daya dukungya, serta meningkatkan kapasitas dan kualitas dari ekosistim menjadi fokus utama. 2. Socioeconomic sustainabilty keberlanjutan sosioekonomi. Konsep ini mengandung makna bahwa pembangunan perikanan harus memperhatikan keberlanjutan dari kesejahteraan pelaku perikanan baik pada tingkat individu. Dengan kata lain mempertahankan atau mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat yang lebih tinggi merupakan fokus dalam kerangka keberlanjutan. 3. Community sustainability, mengandung makna bahwa keberlanjutan kesejahteraan dari sisi komunitas atau masyarakat haruslah menjadi perhatian membangunan perikanan yang berkelanjutan. 4. Institutional sustainability keberlanjutan kelembagaan. Dalam kerangka ini keberlanjutan kelembagaan yang menyangkut memelihara aspek finansial dan administrasi yang sehat merupakan prasyarat dari ketiga pembangunan berkelanjutan di atas. Pendapat serupa dikemukakan oleh Arrow et al., 1995; Dahuri 1998 dan Lim 1998 tentang garis besar konsep pembangunan berkelanjutan yang memiliki empat dimensi, yaitu ekologis, sosial ekonomi budaya, sosial politik, serta hukum dan kelembagaan untuk pemecahan masalah-masalah di wilayah pesisir.

2.3. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan