7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Wilayah Pesisir
Wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara ekosistem daratan dan lautan, yang saling berinteraksi dan membentuk suatu kondisi lingkungan
ekologis yang unik Dahuri et al., 1996; Brown, 1996. Definisi wilayah pesisir yang digunakan di Indonesia adalah daerah pertemuan antara daratan dan laut; ke
arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan
perembesan air asin; sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di daratan seperti
sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di daratan seperti penggundulan hutan dan pencemaran Soegiarto, 1976; Dahuri
et al., 2001 Gambar 2.
Gambar 2.
Skema Batas Wilayah Pesisir
Berdasarkan Gambar 2 dapat dilihat bahwa wilayah pesisir dimulai dari
lingkungan daratan hingga perairan laut. Sehingga harus dikelola secara terpadu dan bukan secara terpisah. Sementara itu, menurut berbagai pustaka utama tentang
pengelolaan wilayah pesisir, seperti Gartside 1988, Sorensen dan Creary 1990, Pernetta dan Elder 1993, Chua 1992, Clark 1996, Dahuri et al., 2001, dan
8 Brown 1996, bahwa penentuan batas-batas wilayah pesisir di dunia pada
umumnya berdasarkan pada tiga kriteria berikut: 1.
Garis linier secara arbiter tegak lurus terhadap garis pantai coastline atau shoreline
. Republik Rakyat Cina mendefinisikan wilayah pesisirnya sebagai suatu wilayah peralihan antara ekosistem darat dan lautan, ke arah darat
mencakup lahan darat sejauh 15 km dari garis pantai, dan ke arah laut meliputi perairan laut sejauh 15 km dari garis pantai Zhijie dan Cote, 1990.
2. Batas-batas adiministrasi dan hukum. Negara bagian Washington, Amerika
Serikat; Australia Selatan; dan Queensland, batas ke arah laut dari wilayah pesisirnya adalah sejauh 3 mil laut dari garis dasar coastal baseline
Sorensen dan Mc.Creary, 1990.
3.
Karakteristik dan dinamika ekologis biofisik, yakni atas dasar sebaran spasial dari karakteristik alamiah natural features atau kesatuan proses-
proses ekologis seperti aliran air sungai, migrasi biota, dan pasang surut. Contoh batas satuan pengelolaan wilayah pesisir menurut kriteria ketiga ini
adalah: batasan menurut Daerah Aliran Sungai catchment area atau watershed
Rais et al., 2004; Chua, 2006. Ciri-ciri Wilayah Pesisir meliputi antara lain:
1. Wilayah yang sangat dinamis dengan perubahan-perubahan biologis, kimiawi
dan geologis yang sangat cepat Tulungen, 2001. 2.
Tempat dimana terdapat ekosistem yang produktif dan beragam dan merupakan tempat bertelur, tempat asuhan dan berlindung berbagai jenis
spesies organisme perairan Tulungen, 2001; Dahuri et al., 2001 3.
Ekosistemnya yang terdiri dari terumbu karang, hutan bakau, pantai dan pasir, muara sungai, lamun dan sebagainya yang merupakan pelindung alam yang
penting dari erosi, banjir dan badai serta dapat berperan dalam mengurangi dampak polusi dari daratan ke laut Tulungen, 2001; Dahuri et al., 2001; Idris
et al., 2007.
4. Sebagai tempat tinggal manusia, untuk sarana transportasi, dan tempat berlibur
atau rekreasi UN, 2002a; UNEP, 2002a; da Silva, 2002. Ekosistem alamiah pada butir 3, seperti ekosistem pesisir dan lautan,
menyediakan tempat fungsi utama yang sangat diperlukan bagi kesinambungan
9 pembangunan ekonomi dan kelangsungan hidup umat manusia itu sendiri
Ortolano, 1984; de Groot, 1992. Pertama adalah sebagai penyedia sumberdaya alam dapat pulih seperti hutan, ikan, dan energi matahari dan sumberdaya alam
tak dapat pulih termasuk bahan tambang dan mineral yang diperlukan untuk bahan baku pangan, papan, transportasi, industri dan kegiatan manusia lainnya.
Kedua sebagai penyedia ruang space untuk tempat tinggal permukiman;
melakukan kegiatan budidaya pertanian dalam arti luas termasuk perikanan dan peternakan dan industri; rekreasi dan pariwisata; perlindungan alam; dan lain-lain.
Ketiga sebagai penampung atau penyerap limbah residu sebagai hasil samping
dari kegiatan konsumsi, produksi pabrikasi, dan transportasi yang dilakukan oleh manusia. Keempat sebagai penyedia jasa-jasa kenyamanan amenities dan
jasa-jasa pendukung kehidupan life-suport services, seperti udara bersih, siklus hidrologi, siklus hara, keanekaragaman hayati biodiversity, alur ruaya
migratory routes berbagai jenis fauna dan lain sebagainya. Wilayah pesisir merupakan kawasan yang paling padat dihuni oleh manusia
serta tempat berlangsung berbagai macam kegiatan pembangunan. Konsentrasi kehidupan manusia dan berbagai kegiatan pembangunan di wilayah tersebut
disebabkan oleh tiga alasan ekonomi yang kuat, yaitu bahwa wilayah pesisir merupakan kawasan yang paling produktif di bumi, wilayah pesisir menyediakan
kemudahan bagi berbagai kegiatan, dan wilayah pesisir memiliki pesona yang menarik bagi obyek pariwisata. Hal-hal tersebut menyebabkan kawasan pesisir di
dunia termasuk Indonesia mengalami tekanan ekologis yang parah dan kompleks sehingga menjadi rusak. Di Indonesia kerusakan wilayah ini terutama disebabkan
oleh pola pembangunan yang terlalu berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, tanpa ada perhatian yang memadai terhadap karakteristik, fungsi dan dinamika
ekosistem. Padahal wilayah pesisir dan lautan beserta segenap sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang terkandung di dalamnya diharapkan akan menjadi
tumpuan pembangunan nasional. Oleh karena itu diperlukan perbaikan yang mendasar di dalam perencanaan dan pengelolaan pembangunan sumberdaya alam
pesisir. Pola pembangunan yang hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi perlu diganti dengan pembangunan berkelanjutan. Pendekatan dan praktek
pengelolaan pembangunan wilayah pesisir yang selama ini dilaksanakan secara
10 sektoral dan terpilah-pilah, perlu diperbaiki melalui pendekatan pengelolaan
secara terpadu. Dahuri, 1998; IOC, 1999; UNEP, 2002a. Beberapa contoh kegiatan pembangunan yang banyak dikembangkan di
wilayah pesisir adalah: 1 Pengembangan kawasan pemukiman di pesisir. Sejalan dengan semakin
meningkatnya pertumbuhan penduduk, maka semakin meningkat pula kebutuhan fasilitas tempat tinggal yang menuntut adanya pengembangan
kawasan pemukiman. Kecenderungan yang ada saat ini bahwa pengembangan kawasan pemukiman banyak dilakukan di kawasan pesisir. Sayangnya
pengembangan kawasan pemukiman yang dilakukan hanya mempertimbangkan kepentingan jangka pendek tanpa memperhatikan
kelestarian lingkungan untuk masa mendatang. Dengan pengembangan kawasan pemukiman ini, maka dampak lain yang mungkin timbul adalah
pencemaran perairan oleh limbah rumah tangga, jika tidak diantisipasi dengan pengembangan penanganan limbah secara terpadu Dahuri et al., 2001; UN,
2002a; UNEP 2002a. 2 Pengembangan lahan pertambakan. Pembukaan lahan mangrove menjadi
kawasan pertambakan terjadi secara besar-besaran sejak tahun 1980 yang dipicu oleh membaiknya harga udang di pasar internasional dan dilarangnya
penggunaan trawl di Indonesia. Kegiatan ini dilakukan baik dalam skala besar industri maupun skala kecil masyarakat setempat. Kegiatan ini tidak hanya
berdampak terhadap hilangnya fungsi fisik dan biologis ekosistem mangrove, tetapi juga kegiatan budidaya memberikan dampak terhadap kualitas perairan
baik berupa peningkatan kekeruhan maupun peningkatan bahan-bahan organik dalam lingkungan perairan pesisir FAO, 2001; Dahuri et al., 2001; WRI,
2002. 3 Kegiatan pengilangan minyak di wilayah pesisir. Kegiatan ini juga berpotensi
memberikan dampak negatif terhadap kualitas perairan pesisir. Beberapa kasus yang terjadi di wilayah pesisir menunjukkan tingginya pencemaran
minyak yang berasal dari kegiatan ini, seperti yang terjadi di Teluk Balikpapan Dahuri et al., 2001; UN, 2002a; Idris et al., 2007.
11 4 Kegiatan reklamasi di wilayah pesisir. Reklamasi seteliti apapun
perencanannya, tetap akan mengubah kondisi dan ekosistem pesisir dan ekosistem buatan yang baru tentunya tidak akan sebaik yang alamiah. Secara
garis besar reklamasi pantai memberikan dampak antara lain: Pertama,
reklamasi pesisir demi memperoleh lahan lebih luas merupakan kegiatan paling buruk yang mengubah bentang alam asli pantai dan wilayah pesisir.
Perubahan bentang alam ini akan berakibat pula terhadap perubahan hidro- oseanografi terutama arus dan gelombang laut yang tentunya akan menjadi
ancaman besar bagi beberapa wilayah pesisir kota. Kedua, hilangnya potensi
sumberdaya hayati pesisir terutama beberapa biota laut yang selama ini dimanfaatkan oleh masyarakat nelayan, dan dampak selanjutnya adalah
kemungkinan berkurangnya hasil tangkapan nelayan. Secara umum ekosistem seperti padang lamun, terumbu karang, dan lainnya diketahui memiliki fungsi
ekologi yang sangat penting. Ekosistem-ekosistem ini menjadi urat nadi kehidupan sebagian besar biota laut seperti ikan, udang, moluska, dan lainnya,
baik sebagai tempat bertelur pemijahan maupun tempat mencari makan feeding ground dan tempat pembesaran nursery ground. Untuk itu, bila
ekosistem pesisir ini rusak maka fungsi–fungsi tersebut di atas akan hilang, apalagi aktivitas seperti alih fungsi suatu wilayah pesisir, di mana secara fisik
akan mengalami tekanan yang sangat besar dan dampaknya akan semakin luas
dan kompleks. Ketiga, kemungkinan besar akan terjadi perubahan dan
perpindahan sedimen yang sebelumnya tertampung pada wilayah reklamasi. Pengerukan dan penimbunan dalam proses reklamasi pantai dapat
menyebabkan perubahan arus laut sekitarnya yang selanjutnya akan mengubah
pola sedimentasi. Keempat, reklamasi berdampak terhadap rusaknya
ekosistem mangrove dan terumbu karang, yang selanjutnya akan mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan sumberdaya ikan serta erosi
pantai Bryant et al., 1998; Dahuri et al., 2001; WRI, 2001; Fortes, 2001. 5 Kegiatan industri yang dikembangkan di wilayah pesisir. Kegiatan ini
ditujukan untuk a meningkatkan dan memperkokoh program industrialisasi dalam rangka mengantisipasi pergeseran struktur ekonomi nasional dari
dominan primary based industry menuju secondary based industry dan
12 tertiary based industry
; dan b menyediakan kawasan industri yang memiliki akses yang baik terhadap bahan baku, air untuk proses produksi dan
pembuangan limbah dan transportasi produk maupun bahan baku Dahuri et al.,
2001; UN, 2002a; Idris et al., 2007. 6 Kegiatan rekreasi dan pariwisata bahari yang banyak dikembangkan di
wilayah pesisir misalnya pengembangan wisata bahari di Taman Nasional Laut Bunaken yang juga berfungsi untuk kawasan lindung bagi biota yang
hidup pada ekosistem terumbu karang akan dapat merusak ekosistem pesisir yang ada UN, 2002a; da Silva, 2002.
7 Kegiatan pertanian dan perkebunan di lahan atas. Secara langsung atau pun tidak langsung akan memberikan dampak negatif terhadap wilayah pesisir.
Pembukaan lahan untuk kegiatan ini akan meningkatkan laju sedimentasi di wilayah pesisir, khususnya di muara-muara sungai. Kegiatan pertanian juga
meningkatkan kandungan nutrien ke dalam perairan. Apabila peningkatan ini cukup tinggi, maka akan berpotensi menimbulkan eutrofikasi di perairan
pesisir Seitzinger dan Kroeze 1998; Kroeze dan Seitzinger 1998; Dahuri et al., 2001.
Konsentrasi kehidupan umat manusia dan berbagai kegiatan pembangunan di wilayah pesisir bukanlah suatu kebetulan, melainkan disebabkan oleh tiga
alasan ekonomis economic rationality yang kuat, antara lain: 1.
Pertama, wilayah pesisir merupakan salah satu kawasan yang secara biologis paling produktif. Berbagai ekosistem dengan produktivitas hayati tertinggi,
seperti hutan mangrove, padang lamun, terumbu karang dan estuaria berada di wilayah pesisir. Lebih dari 90 total produksi perikanan dunia sekitar 82 juta
ton, baik melalui kegiatan penangkapan maupun budidaya, berasal dari wilayah pesisir FAO, 1998.
2. Kedua, wilayah pesisir menyediakan berbagai kemudahan accessibilities
yang paling praktis dan relatif lebih murah bagi kegiatan industri, pemukiman dan kegiatan pembangunan lainnya, dibandingkan dengan yang dapat
disediakan oleh daerah lahan atas up-land areas. Kemudahan tersebut berupa media transportasi, tempat pembuangan limbah, bahan baku air pendingin
13 cooling water dari air laut untuk berbagai jenis pabrik dan pembangkit
tenaga listrik, dan bahan baku industri lainnya Anutha dan Johnson 1996. 3.
Ketiga, wilayah pesisir pada umumnya memiliki panorama keindahan yang dapat dijadikan objek rekreasi dan pariwisata yang sangat menarik dan
menguntungkan lucrative, seperti pasir putih untuk berjemur, perairan pesisir untuk renang, selancar, berperahu, terumbu karang serta keindahan bawah laut
lainnya untuk pariwisata selam dan snorkling da Silva, 2002.
2.2. Pengembangan Wilayah Pesisir dan Lautan