Pandangan Fuqaha Terhadap Basmalah
Dalam pengamatan Imam Malik terhadap pengamalan penduduk Madinah, beliau menemukan bahwa imam atau masyarakat umum tidak membaca basmalah
ketika membaca surat al-Fâtihah.
63
Imam Syafi’i menilai basmalah sebagai ayat pertama dari surat al-Fâtihah dan karena salat tidak sah tanpa membaca al-Fâtihah, maka basmalah harus
dibaca ketika membaca al-Fâtihah, alasannya cukup banyak.
64
Fakhruddin ar-Razi menguraikan tidak kurang dari lima belas dalil tentang basmalah dalam surat al-Fâtihah. Antara lain riwayat Abu Hurairah yang
menyatakan bahwa Nabi SAW. Bersabda: “Al- Fâtiẖah terdiri dari tujuh ayat,
awalnya adalah Bismillâhirrahmânirrahîm ” HR. Ath-Thabarani dan Ibn
Mardawaih. Demikian juga informasi istri nabi, Ummu Salamah yang menyatakan bahwa Rasulullah membaca al-Fâtihah termasuk basmalah. HR.
Abû Dâwud dan Ahmad Ibn Hambali
65
Sebagian ulama tampak menolak pendapat Imam Syafi’i dengan menyatakan bahwa jika basmalah merupakan satu ayat pada selain surat al-Naml,
niscaya akan dijelaskan oleh Rasulullah SAW., sebab al- Qur’an diriwayatkan
secara mutawatir. Itulah pertanyaan al-Qadhi yang membantah pendapat Imam Syafi’i, dan menduga bahwa penolakan ini adalah sebuah kebenaran yang qat’i
pasti.
66
63
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Vol. 1, h. 26
64
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Vol. 1, h. 27
65
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Vol. 1, h. 27
66
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid terj. Beni Sarbeni, dkk Jakarta: Pustaka Azzam, 2006 cet. Ke-1, jilid 1, h. 260
Lalu Abu Hamid al- Ghazali membenarkan pendapat Imam Syafi’i, ia
mengatakan bahwa jika basmalah bukan salah satu ayat al- Qur’an, niscaya
Rasulullah SAW. memberikan penjelasan yang demikian.
67
Imam al-Bukhârî juga meriwayatkan bahwa sahabat Nabi, Anas Ibn Malik ditanya bagaimana Rasulullah membaca al-
Qur’an, kemudian Anas menjawab:
ُمتَناَك ُُةَءاَرِق
َُِِّلا ىَلَص
َُُللا ُِميَلَع
َُمَلَسَو َُلاَقَ ف
ُمتَناَك اًدَم
َُُث َُأَرَ ق
{ ُِممسِب
َُِللا ُِنَمَْرلا
ُِميِحَرلا }
ُيدََُ ُِممسِبِب
َُِللا ُيدَََُو
ُِنَمَْرلاِب ُيدَََُو
ُِميِحَرلاِب
68
“Bacaan beliau
adalah panjang.”
Lalu ia
pun membaca:
Bismillâhirrahmânirrahîm .” Anas menjelaskan, “Beliau memanjangkan bacaan,
Bismillâh dan juga memanjangkan bacaan, ar-Rahmân serta bacaan, ar-Rahîm. HR. Al-
Bukhârî Selain itu telah menjadi kesepakatan bahwa seluruh umat Islam, mengakui
segala yang tercantum dalam al- Qur’an sehingga bacaan âmîn pada akhir surat al-
Fâtihah ketika salat pun tidak dianggap oleh ulama sebagai bagian dari al- Qur’an.
Imam Nawawi telah menjelaskan hal itu dalam Majmu 3289. Beliau mengatakan, pendapat madzhab kami adalah bahwa
Bismillâhirrahmânirrahîm merupakan ayat yang sempurna dari awal surat al-Fâtihah dan dalam hal ini tidak
ada perbedaan pendapat para imam madzhab Syafi’iyah.
69
Para ahli qira’at Makkah dan Kufah telah memastikan, bahwa basmalah merupakan salah satu ayat dari surat al-Fâtihah tapi bukan merupakan salah satu
ayat dari surat-surat lainnya. Mereka berkata, “Dituliskannya basmalah pada
permulaan setiap surat itu, hanya sebagai pemisah antar surat dan untuk mendapatkan keberkahannya.”
70
67
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid terj. Beni Sarbeni dkk, h. 260
68
Imam al- Bukhārī, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, Juz-15, hadis 4658, h. 466
69
Imam an-Nawawi, Raudhatuth Thalibin terj. Muhyiddin Mas Rida dkk, jilid 1, h. 517
70
Muhammad bin Ali bin Muhammad al-Syaukani, Tafsîr Fat ẖ al-Qadîr Mesir: Dâr al-
Hadîts, 1413 H1993 M juz 1, h. 63
Imam Hanafi berpendapat bahwa basmalah merupakan salah satu ayat dari al-
Qur’an yang berdiri sendiri di awalnya dan bukan bagian dari surat apapun, tapi ditulis pada setiap surat untuk memisahkan satu surat dengan surat berikutnya.
71
Muslim meriwayatkan dari al-Mukhtar bin Fulful dari Anas bahwa Nabi SAW bersabda :
ُمتَلَزَ ن َُيَلَع
اًفِنآ ٌُةَروُس
ُِممسِب َُِللا
ُِنَمَْرلا ُِميِحَرلا
اَنِإ َُكاَم يَطمعَأ
َُرَ ثموَكملا
“Tadi baru saja turun surat al-Kautsar Bismillâhirrahmânirrahîm, sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak.” QS. Al-
Kautsar. HR. Muslim.
Juga ada riwayat dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Rasulullah SAW tidak mengetahui pemisahan surat kecuali diturunkan
Bismillâhirrahmânirrahîm .” HR.
Abû Dâwud dan Al-Hakim. Ini juga merupakan pendapat Ibnu al-Mubarak dan Dâud az-Zahiri, dan
inilah yang mansus jadi pendapat resmi dari Ahmad. Abu Bakr ar-Razi berkata, “Inilah yang cocok dengan pendapat madzhab.”
Menurut Fuad bin Siraj ‘Abdul Ghafar beliau mengatakan, bahwa yang
rajih menurutnya adalah apa yang dikatakan oleh Ibnu Quddamah dalam kitabnya Ikhtiyarat; ijmak dengan penulisan basmalah sebagai ayat pada awal surat al-
Fâtihah dan merupakan bagian darinya, walaupun mereka berbeda pendapat tentang basmalah sebagai bagian dari setiap surat. Yang rajih adalah bahwa
basmalah itu merupakan ayat dari al- Qur’an. Diletakkannya basmalah itu untuk
71
Abu Ath-Thayyib Muhammad Syamsul Haq Al- ‘Azhim Abadi, Aunul Ma’bud; Syarah
Sunan Abû Dâwud terj. Anshari Taslim, h. 446
membedakan antara setiap surat, dengan menganggapnya sebagai ayat pada awal surat al-Fâtihah dan bagian dari surat an-Naml.
72
Al-Mundziri berkata, perlu diketahui bahwa umat sudah sepakat bahwa yang menetapkan basmalah bagian dari al-
Qur’an ataupun yang menafikannya tidaklah kafir, karena para ulama sendiri masih berbeda pendapat mengenai hal
ini. Berbeda dengan orang yang menafikan atau mengingkari satu huruf dari al- Qur’an yang telah disepakati keberadaannya sebagai ayat al-Qur’an, atau
menetapkan ada ayat tambahan yang belum pernah ditetapkan orang di masa lalu, maka yang seperti ini kafir menurut
ijma’.
73
Selain berbeda seputar apakah basmalah bagian dari surat al-Fâtihah dan bagian dari setiap surat. Para fuqaha juga berbeda pendapat tentang membaca
keras atau menyamarkan basmalah dalam salat. Ulama pengikut madzhab Hanafi dan Hanabilah berpendapat bahwa disunahkan untuk membaca secara samar pada
salat yang sirriyah dan jahriyah, baik pada awal surat al-Fâtihah atau pada surat setelahnya. Imam al-Tirmîdzî
mengatakan, “Wajib atasnya beramal menurut kebanyakan ilmuwan dari para sahabat Nabi SAW. di antara mereka adalah Abu
Bakar, Umar, Utsman, Ali dan selain mereka. Dan setelah mereka juga para tabi
’in, demikian dikatakan Sufyan ats-Tsauri, Ibnu Mubarak, Ahmad dan Ishak. Mereka berpendapat bahwa
Bismillâhirrahmânirrahîm tidak dibaca keras. Mereka berkata, “Dia membacanya dengan pelan.” Kebanyakan ulama Malikiyah
berpendapat memakruhkan
bacaan pembuka
pada salat
dengan Bismillâhirrahmânirrahîm pada surat al-Fâtihah dan pada surat setelahnya, baik
72
Imam an-Nawawi, Raudhatuth Thalibin terj. Muhyiddin Mas Rida dkk, jilid 1, h. 518
73
Abu Ath-Thayyib Muhammad Syamsul Haq Al- ‘Azhim Abadi, Aunul Ma’bud; Syarah
Sunan Abû Dâwud terj. Anshari Taslim Jakarta: Pustaka Azzam, 2009 Cet. Ke-1, Jilid 3, h. 469
secara sirr maupun jahr. Al-Qarafi dari kalangan ulama Malikiyah berpendapat; hendaklah memulai surat al-Fâtihah dengan basmalah secara sirr, dan makruh
hukumnya untuk mengeraskannya. Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa bahwa sunnah hukumnya dengan men-jahr-kan tasmiyah pada salat yang di-jahr-kan,
yaitu pada surat al-Fâtihah dan surat setelahnya.
74
Fuad bin Siraj ‘Abdul Ghafar, beliau mengatakan “Yang rajih adalah membacanya dengan menyamarkan karena banyaknya dalil yang menunjukkan
untuk membaca secara samar. Namun terkadang mengeraskannya adalah karena ta’lim atau pengajaran. Apabila kebanyakan dalil itu lemah, dan tidak sahîẖ. Ibnu
Qayyim rahimahullâh mengatakan bahwa ketika itu Nabi SAW. mengeraskan bacaan basmalah dan terkadang ia menyembunyikannya dan itu lebih banyak
dilakukannya dari pada mengeraskannya. Tidak ada keraguan bahwa ia tidak selalu mengeraskan pada salat lima waktu sehari semalam selamanya, baik ketika
berada ditempatnya atau sedang musafir. Akan tetapi para Khulafa’urrasyidin menyembunyikannya begitu juga mayoritas para sahabatnya, juga warga suatu
negeri ketika ada angin besar. Yang demikian ini merupakan kondisi yang kering sehingga membutuhkan ketetapan dalam hal ini dengan lafazh-lafazh yang umum
dan hadis-hadis yang lemah, maka yang sahîh dari hadis-hadis itu adalah tidak sahîh, dan kejelasan dari hadis-hadis itu juga tidak tidak sahîh.
75
74
Imam an-Nawawi, Raudhatuth Thalibin terj. Muhyiddin Mas Rida dkk, jilid 1, h. 519
75
Lihat Al- Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah 16181-182, Ikhtiyarat Ibnu Qudamah
al-Fiqhiyah 1319-321, Zadul Ma’ad karya Ibnu Qayyim 1206-207, dan Sitt Rasa’il karya Imam
Adz-Dzahabi 165-192 dengan tahqiq Syaikh Jasim ad-Dusiri. menurut Raudhatuth Thalibin karya Imam An-Nawawi.
Ibnu Hazm berkata, “Mereka Imam Malik dan Imam Asy-Syafi’i mengungkapkan banyak sekali dalil yang tidak sahî
ẖ berupa atsar yang tidak pantas menjadi hujjah bagi pendapat dua golongan madzhab ini.”
76
Misalnya riwayat yang bersumber dari Anas bahwa Rasulullah SAW., Abu Bakar, Umar dan Utsman mengawali salatnya dengan bacaan
Alhamdulill âhirabbil’âlamîn tanpa membaca basmalah, baik sebelum maupun
sesudah al-Fâtihah. Demikian pula dengan riwayat yang bersumber dari Abu Hurairah.
77
Ibnu Hazm berkata, “Semua hadis-hadis ini tidak sah dijadikan dalil. Karena di dalam hadis-hadis ini tidak tercantum larangan dari Rasulullah SAW.
untuk membaca
Bismillâhirrahmânirrahîm, hadis-hadis tersebut hanya menjelaskan bahwa Rasulullah SAW. tidak membacanya.”
78
Hadis-hadis ini bertentangan dengan hadis-hadis lain, di antaranya, hadis yang kami riwayatkan dari jalur periwayatan Ahmad bin Hanbal, dia berkata,
Waki menceritakan kepada kami, Syu’bah menceritakan kepada kami dari Qat
adah dari Anas, dia berkata, “Aku salat di belakang Rasulullah SAW., Abu Bakar, Umar dan ‘Utsman. Mereka tidak mengeraskan bacaan
Bismillâhirrahmânirrahîm .”
79
Kami juga meriwayatkan dengan teks berbunyi, “Maka mereka tidak
mengeraskan bacaan Bismillâhirrahmânirrahîm
.” Ini menunjukkan bahwa mereka
membaca Bismillâhirrahmânirrahîm,
namun menyembunyikan
76
Ibnu Hazm, al-Muhalla terj. Abu Usamah Fathurrahman Jakarta: Pustaka Azzam, 2008 cet. Ke-1, jilid 3, h.383
77
Ibnu Hazm, al-Muhalla terj. Abu Usamah Fathurrahman, h. 383
78
Ibnu Hazm, al-Muhalla terj. Abu Usamah Fathurrahman, h. 384
79
Ibnu Hazm, al-Muhalla terj. Abu Usamah Fathurrahman, h. 384
bacaannya. Ini juga sekaligus menetapkan wajibnya membaca basmalah. Demikian pula dengan hadis-hadis yang lainnya.
80
Menurut Ibnu Hazm, pendapat yang benar dalam masalah ini adalah bahwa nash hadis telah nyata mewajibkan membaca
Ummul Qur’an. Tidak ada seorang umat Islam pun yang berselisih pendapat, bahkan mereka sepakat bahwa
semua bacaan dipastikan kebenarannya dan kesemuanya disampaikan kepada Rasulullah SAW. melalui malaikat Jibril yang menerima langsung dari Allâh
SWT. Bacaan-bacaan tersebut disampaikan secara turun-temurun dari generasi ke generasi oleh sejumlah manusia yang tidak terhitung banyaknya. Karena semua
bacaan ini adalah sebuah kebenaran, maka diwajibkan bagi manusia untuk memilih bacaan mana yang akan dia baca. Bacaan
Bismillâhirrahmânirrahîm ’
yang terdapat pada qira’at yang sahîh tergolong satu ayat dari Ummul Qur’an, dan qira’at sahîh yang lain tidak termasuk satu ayat dari Ummul Qur’an.
81