Etika berbisnis dalam perspektif hadis: studi atas hadis tentang ihtikar

(1)

ETIKA BERBISNIS DALAM PERSPEKTIF HADIS: STUDI

ATAS HADIS TENTANG

IḤTIKĀ

R

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)

Oleh:

SYARIFATUNNISA NIM. 1110034000110

PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

i

I

Li'

ETIKA

BERBISNIS

DALAM

PERSPEKTIF,

HADIS:

STUDI

ATAS

IIADIS

TENTATIG

IHTIKAR

Skripsi

Skripsi Ini Iliajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Theologi titam ( S.Th.I )

OIeh: I

Svarifatunnisa i:

FIIM: U10034000110

Disetujui OIeh

Pembimbing:

NIP : 19650817 200003 I 00I

JURUSAN TAFSIR TIADIS

I.'AKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1436 H t2014 M

,i\


(3)

LEMBARPERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

Nama

NIM

Fakultas/Jurusan Judul Skripsi

Syarifatunnisa 1110034000110

:

Ushuluddin/TafsirHadis

:

Etika Berbisnis Dalam Perspektif Hadis: Studi Atas Hadis Tentang

Ihtikar

Dengan kesadaran dan tanggung jawab yang besar terhadap pengembangan keilmuan, penulis menyatakan bahwa:

1.

Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu

persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

J.

Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian

ini telah

saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya, maka saya

bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hiday,ullah.

Jakarta,l8 Desember 2014 2.


(4)

Skripsi yang berjudul ETIKA BISMS PERSPEKTIF HADIS: STUDI ATAS HADIS TENTANG IIITIKAR, telah diujikan di dalam sidang Munaqasyah Fakultas Ushuluddin UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, pada tanggal 18 Desember 2014. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata Satu (Sl) pada Jurusan Tafsir Hadis.

Ketua Merangkap Anggota,

Jakarta, 18 Desernber 2014

Sekretaris Merangkap Anggota,

hn^fi,fi

tt2-V*

t

Jauhar Azizy. MA NrP. 19820821 200801 1 012

Anggota Dr. M. Suryadirfita, M.-A

NrP. 19600908 198903 1 005

hammhd Edtkhi- MA

700t12 199603 2 401 9600902 198703 1 00r

Muhammad Zuhdi. M. Ag


(5)

i

ABSTRAK

Syarifatunnisa

“Etika Berbisnis Perspektif Hadis : Studi Atas Hadis Tentang Iḥtikār”. Dibawah bimbingan Dr. Muhammad Zuhdi, M. Ag. Jakarta: Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Monopoli pasar dalam hadis sering diidentikan dengan perilaku iḥtikār yang diartikan

menimbun atau menahan. Walaupun tidak semua monopoli dan menimbun termasuk kedalam iḥtikār. Tetapi tindakan iḥtikār sudah pasti ada usaha memonopoli dan

menimbun di dalamnya. Islam tidak melarang seseorang melakukan aktivitas bisnis, baik dalam kondisi dia merupakan satu-satunya penjual (monopoli) ataupun ada penjual lain. Islam juga tidak melarang seseorang menyimpan stock barang untuk keperluan persediaan selama itu dalam koridor tidak merugikan orang banyak. Pada dasarnya monopoli merupakan bahasa modern yang dikenal dengan perilaku penguasaan pasar, atau menjual sendiri barang tertentu tanpa ada yang menyaingi. Baik itu karena tidak ada yang dapat menyaingi, ataupun karena ditutupnya jalan persaingan oleh seorang monopolis dengan caranya sendiri baik itu benar atau tidak. Rasul mengatakan bahwa seseorang yang monopoli ataupun menimbun dengan tujuan ihtikar akan mendapatkan hukuman kebangkrutan dan sebuah penyakit. karena

tindakan tersebut dapat merusak mekanisme pasar. Tindakan monopoli bisa dikatakana ihtikar jika barang yang dimonopoli adalah barang yang memang

benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat baik itu makanan ataupun minyak bumi. Maka untuk menghindari hal merugikan itu seorang pebisnis perlu pempunyai sikap toleransi untuk bisa lebih menghargai orang lain dan mekanisme pasar yang berlaku. Disini penulis sengaja meneliti hadis tentang etika berbisnis yang bisa mencegah terjadinya monopoli yang tidak beraturan seperti larangan iḥtikār. Agar dapat

mengetahui sejauh mana larangan tersebut berlaku, sehingga tidak menciptakan kesalah fahaman terhadap masyarakat yang belum faham akan etika-etika bisnis tersebut. Dan guna menciptakan bisnis yang baik, solid, dan menciptakan persaingan bisnis yang sehat tanpa adanya saling menghabisi lahan antar pebisnis. Penelitian yang digunakan adalah library reseach dimana penjelasannya ada di dalam skripsi.

Penelitian ini telah menghasilkan kesimpulan yang meyakinkan para pembaca akan maksud bagaimana hadis berbicara tentang monopoli dan menimbun bisa dikatakan


(6)

ii

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Berkat rahmat, hidayah beserta karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan penuh keyakinan bahwa skripsi ini akan bermanfaat bagi penulis dan para pembacanya, mîn.

Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada nabi kita Muhammad SAW. Yang telah membenarkan, menerangkan, dan meluruskan jalan-jalan menuju kebahagian dunia maupun akhirat.

Terimakasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang berpartisipasi dalam penulisan skripsi ini. Ungkapan terimakasih ini penulis sampaikan kepada:

1. Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah, bapak Prof. Dr. Masri Mansoer, MA beserta jajarannya

2. Ketua Jurusan Tafsir Hadis, ibu Dr. Lilik Ummi Kaltsum, M. Ag, beserta jajarannya

3. Bapak Muhammad Zuhdi, M. Ag, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan saran-saran dan arahan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

4. Seluruh Dosen Fakultas Usuluddin UIN Syarif Hidayatullah, yang telah memberikan ilmunya yang sangat bermanfaat kepada penulis.

5. Pimpinan beserta seluruh staf akademik Fakultas Ushuludin juga Pimpinan beserta seluruh staf Akademik Pusat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Pimpinan beserta staf Perpustakaan Fakultas Ushuludddin dan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang membantu penulis dalam pencarian referensi.

7. Kedua orang tua yang sangat penulis cintai, ayahanda tercinta Apa H. Aep Saepulloh dan Ibunda tercinta Mamah Hj. Iis Hasanah yang selalu


(7)

iii

mendukung, mendo‟akan, menasihati dan memperhatikan kondisi anaknya. Memberikan, semua yang berguna baik moril ataupun materil. Juga selalu mendidik anaknya dari kecil, baik jarak jauh maupun dekat agar anaknya sehat lahir maupun batin. Sehingga, apa yang orang tua penulis berikan untuk membentuk penulis agar menjadi anak yang berbakti dan berguna.

8. Saudara/i yang penulis cintai, yang selalu memberikan dukungan dan kebahagiaan untuk penulis. Kakak-kakak penulis teh Weni Fitriani Mawaddah dan a Ateng Jaelani, teh Ita Novitasari dan a Eman Suherman. Juga untuk adik-adik penulis yaitu ujang Acef Fahmi Fauzi, ujang Asep Manarul Hidayah, neng Azmi Restu Utami, neng Indah Riqatul Fu‟adah, dan si bungsu ujang Muhammad Nazwan Najmul Munir. Dan juga untuk keponakan-keponanakan teh Natisya dan de Adinda. Dan Seluruh anggota keluarga H. Junaedi dan Bapak Hadori.

9. Sahabat hati penulis Muhammad Ruslan yang selama ini juga ikut

mendukung, mendo‟akan, mengingatkan, dan berusaha menyempatkan waktunya di sela-sela kesibukan dalam pekerjaannya untuk membantu dan memperhatikan kondisi penulis.

10.Sahabat-sahabat penulis yang selalu memberi semangat, saling berbagi ilmu dan pengalamannya, anggota „cewek-cewek berbakat‟ dan „Para Pencari Dosen‟ yaitu teman sekamar penulis Sa‟adatul Jannah, dan teman seperjuangan dari sekolah sampai kuliah Ai Popon Fatimah dan Dede Rihana, juga ditambah kehadiran teman-teman yang menambah warna kebahagiaan dalam perjuangan belajar di Universitas tercinta Hani Hilyati Ubaidah, Annisa, Ai Nurfatwa, Nurlaily, Noviyanti, dan Ina Nurjannah. 11.Para Pengajar beserta teman-teman angkatan 2008, 2009, 2011, dan

khususnya angkatan 2010 keluarga Mahasantri Pesantren Luhur Sabilussalam.


(8)

iv

12.Teman-teman kelas Tafsir Hadis A,B,C dan special Class “D” Dani Kamal, Ghozali, Inggit, Khafidzoh, Siti Marzuqoh, Ulfatunnajah dan yang lainnya.

13.Sahabat/i PMII KOMFUSPERTUM Eneng Ima St Madihah, Danisi, bang Helmy, bang Luthfi, Azzam, Dedi, Fauzi, Firman, Jumadi, Miftah, Angga, Reza H, Jajang, beserta jajarannya.

14.Teman-teman KKN MENARA 2013, Ayu Safitri, Asih Lestari, Nida Alawiyah, Ahmad Karomain, Eristia Mulyawan, Reza Zainuar Pahlevi, Muhammad Qolbi, dan yang lainnya

15.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan yang juga ikut membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Teruntuk semua pihak di atas semoga dalam lindungan Allah SWT dan apa yang diberikan kepada penulis dapat diterima dan dibalas oleh-Nya,

mîn.

Jakarta, 18 Desember 2014

Penulis.


(9)

v

PEDOMAN TRANSLITERASI

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

ا Tidak dilambangkan

ب B be

ت T te

ث Ts Te dan es

ج J je

ح Ḥ H dengan titik bawah

خ Kh Ka dan ha

د D de

ذ Dz de dan zet

ر R er

ز Z zet

س S es

ش Sy Es dan ye

ص Ṣ Es dengan titik di bawah

ض ḏ De dengan garis di bawah

ط ṭ Te dengan titik di bawah

ظ ẕ Zet dengan garis di bawah

ع ، Koma terbalik di atas hadap kanan

غ Gh Ge dan ha

ف F ef

ق Q ki

ك K ka

ل L el

م M em

ن N en

و W we

ه H ha

ء ` A postrof

ي Y ye

Vokal Tunggal

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

َ

--- A fatḫah

َ

--- I Kasrah

َ


(10)

vi Vokal Rangkap

TandaVokal Arab TandaVokal Latin Keterangan

ََ

---ي Ai a dan i

ََ

---و Au a dan u

Vokal Panjang

TandaVokal Arab TandaVokal Latin Keterangan

َ

ا a dengan garis di atas

َ

ي Î i dengan topi di atas

َ

و Û u dengan topi di atas

Kata Sandang

Kata sandang

لا

(alif lam ma’rifah) dengan al-, misalnya

(

نأرقلا

)

al-Qur’an.

Kata sandang ini menggunakan huruf kecil, kecuali bila berada pada awal kalimat.

Syaddah (Tasydid)

Syaddah atau Tasydid dilambangkan dengan huruf ganda, misalnya


(11)

vii DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………. i

PEDOMAN TRANSLITERASI………. iv

ABSTRAK……… vi

DAFTAR ISI………. vii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……… 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah………..…………. 7

C. Tinjauan Pustaka………... 7

D. Tujuan dan Kegunaan Penulisan………... 8

E. Metodologi penelitian……….……….. 9

F. Sistematika Penulisan……… 10

BAB II. TINJAUAN UMUM MENGENAI I TIK R DAN ETIKA BISNIS A. Pengertian Iḥtikār……… 13


(12)

viii

C. Pengertian Etika Bisnis………. 19

D. Macam-macam Etika Dalam Berbisnis……… 24

BAB III. HADIS-HADIS TENTANG I TIK R A. Larangan Melakukan Iḥtikār……….……….. 32

B. Hukuman Bagi Orang Yang Melakukan Iḥtikār…………. 36

C. Jenis Barang Dagangan Yang Tidak Boleh Diiḥtikār…….. 41

D. Cara Menghindari Diri Dari Perilaku Iḥtikār………….….. 45

BAB IV. PENUTUP A. Kesimpulan……… 52

B. Saran………. 53

DAFTAR PUSTAKA……….. 54


(13)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hadis merupakan salah satu sumber pokok dalam Islam setelah al-Qur‟ān. Hadis juga sebagai penjelas al-Qur‟ān, agar manusia tahu dengan jelas bagaimana cara melaksanakan perintah yang ada di dalam al-Qur‟ān, karena hadis berasal dari Rasul dan Rasul merupakan panutan dalam pelaksanaan ibadah kepada Allah. Firman-Nya dalam surat al-Nisā‟ : 59.













َها























ِها











ِهاِب























Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur‟ān) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.1

Hadis dijadikan rujukan setelah al-Qur‟ān untuk seluruh umat muslim termasuk salah satunya rujukan dalam hal bisnis. Dimana pemahaman bisnis dewasa ini kebanyakan diukur hanya dari aspek materi semata, padahal ukuran materi bukanlah segala-galanya. Seluruh aktivitas manusia dalam konteks bisnis

1


(14)

sebenarnya masuk ke dalam salah satu cara untuk ibadah. Karena dengan cara tersebut dapat memberikan pemahaman untuk kita bahwa usaha dan jerih payah dalam berbisnis salah satunya dalam bentuk berdagang ataupun yang lainnya dapat dilakukan dengan kejujuran dan keadilan. Inilah salah satu nilai ibadah yang ada di dalam bisnis. 2

Bisnis merupakan segala bentuk kegiatan yang dilakukan untuk kebutuhan manusia agar menghasilkan keuntungan untuk mencukupi biaya hidupnya.

Nabi Muhammad Saw sebagai teladan telah mampu memposisikan dirinya sebagai pelaku bisnis ideal yang jujur, adil, dan berkarakter perlu diikuti oleh para pelaku bisnis era sekarang. Dimana sistem bisnis masa sekarang ini penuh dengan kompetisi pasar yang ketat dan tak terkendali. Sehingga di luar kendali mengabaikan norma-norma kebenaran (etika Islami)3, dan menyebabkan ketidakseimbangan dalam pasar.

Ketidakseimbangan dalam pasar seperti monopoli yang tidak beraturan biasanya terjadi karena kecurangan dengan cara menimbun barang dagangan yang dibutuhkan sampai konsumen benar-benar sangat membutuhkannya, apabila orang-orang telah menaikkan harga yang paling mahal maka mereka baru akan mengeluarkan barang dagangannya tersebut dari tempat penyimpanannya (iḥtikār).

Hal itu biasanya dilakukan oleh seorang individu atau suatu kelompok produsen

2 Abdul Aziz,

Etika Bisnis Perspektif Islam, ( Bandung: Alfabeta, 2013 ) h. iii. 3 Abdul Aziz,


(15)

3

juga para pemasar dengan menyembunyikan barang dagangan dan tidak menawarkannya kecuali harganya telah naik. 4 Hal ini jelas dapat menyebabkan mekanisme pasar tersebut rusak dan tidak beraturan.

Padahal Allah Swt berfirman dalam Surat Al-Syu„arā ayat 1835:

ُْوَ ثْعَ تَََُوُْمُهَءاَيْشَاَُساّنلاُأوُشَخْبَ تُ َََو

اُ

َُنْيِدِسْفُمُِضْرََاُىف

“Janganlah kalian kurangi apa-apa yang menjadi hak orang lain, dan jangan pula membuat kerusakan di muka bumi.”

Dan Rasulullah SAW bersabda 6:

ُُنْباُ َوُهَوُىَيْحَيُْنَعُ ل ََِبَُنْباُيِنْعَ يُُناَمْيَلُسُاَنَ ثَدَحُ بَنْعَ قُِنْبَُةَمَلْسَمُُنْبُِهَللاُُدْبَعُاَنَ ثَدَح

َُناَكُ َلاَقُ ديِعَسُ

ُُنْبُُديِعَس

ُ

َُمَلَسَوُِهْيَلَعُُهَللاُىَلَصُِهَللاُُلوُسَرَُلاَقَُلاَقُاًرَمْعَمَُنَأُُثِدَحُيُِبَيَسُمْلا

ٌُئِطاَخَُوُهَ فَُرَكَتْحاُْنَم

7

Telah menceritakan kepada kami „Abdullah Ibn Maslamah Ibn Qa‟nab telah menceritakan kepada kami Sulaiman yaitu Ibnu Bilāl dari Yahyā yaitu Ibnu Sa‟îd- dia berkata, Sa‟îd Ibn Musayyab menceritakan bahwa Ma‟mar berkata, Rasulullah syallallahu „alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa menimbun barang, maka dia berdosa."

4 Didin hafidhuddin dkk

, Peran nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, ( Jakarta: Robbani Press, 1995 ) h. 285

5

Al-Qur’ān al-Karim dan Terjemahannya, (Bandung: MQS Publisying, 1987) h. 374.

6 Abu al-Ḥusain Muslim bin Hajjāj ibn Muslim al-Qusyairî Al-Naisaburî, Jamî’ al -Syahih , ( Beirut: Dâr al-fikr ) h. 754

Diriwayatkan bahwa „Umar Ibn Khaab keluar bersama dengan para sahabat, lalu ia melihat makanan yang sangat banyak yang di letakkan di gerbang pintu masuk kota Makkāh, lalu ia bertanya: makanan apa ini?. Mereka menjawab: dagangan untuk kita. Lalu ia berkata: semoga Allah memberkahi barang dagangan ini dan orang yang menjualnya. Dikatakan kepadanya: sesungguhnya ini adalah barang timbunan ia bertanya: siapa yang menimbunnya?. Lalu menjawab:

Si Fulān, budak „Utsmān dan si fulān budak anda. Maka ia memanggil keduanya bertanya: apa yang membuat kalian menimbun makanan kaum muslimin? Keduanya menjawab: kami membeli dengan harta kami, dan kami menjualnya. „Umar berkata: aku mendengar Rasululah SAW

bersabda : “barang siapa yang menimbun makanan kaum muslimin, maka ia tidak akan mati hingga

Allah menimpakan kepadanya penyakit lepra dan kebangkrutan. Dan Rasulullah SAW juga bersabda: Importir yang mendapatkan rezeki (berkah). Sedangkan orang yang menimbun barang akan di laknat.

7 Al-Imam Abî Husain Muslim bin Al-Hajjāj Al-Qussyairî Al-Na‟Isā bûrî, Syahîh Muslîm, ( Al-Qāhiroh: Maktabah Al-Sakafa Al-Dinaya, 2009) h. 417.


(16)

Ibn Qudamah mengatakan bahwa Sa‟îd Ibn Al-Musayyab seorang Tabi‟în kalangan tua yang juga meriwayatlkan hadis ini dari Ma‟mar, pernah menimbun minyak nabati.8

Akan tetapi Al-Syaukānî mengatakan bahwa hadis di atas konteksnya adalah haramnya menahan (menimbun) barang dagangan tanpa membedakan apakah itu makanan manusia ataupun makanan ternak.9 Jadi, menurutnya segala bentuk makanan manusia jika ditimbun tetap tidak boleh karena penimbunan jelas menjadi salah satu penyebab iḥtikār.

Hadis di atas adalah salah satu hadis etika bisnis. Dimana di dalamnya terdapat larangan terhadap perilaku iḥtikār. Dan hal itu terjadi apabila seseoarang

menimbun disaat masyarakat benar-benar membutuhkan barang yang dimonopoli tersebut. Lalu bagaimana statusnya penahanan ataupun penimbunan yang dilakukan disaat barang dagangan itu tidak sangat dibutuhkan dan pasar tetap teratur?

Sebagai seorang muslim, kita telah diajarkan banyak etika oleh nabi dalam hal apapun, termasuk salah satunya dalam cara bisnis dagang yang baik. Menciptakan bisnis yang terhindar dari perilaku ihtikār dengan sikap saling menyayangi pada kebaikan satu sama lain (toleransi). Sehingga, apa yang

8 Ansyari Taslim

, terj. Al-Mughnî (Ibnu Qudamah), ( Jakarta: Pustaka Azzam, 2008) h. 753.

9Muhammad Ibn „Alî Ibn Muhammad Al-Syaukānî,

Nail Al-Auṭār, ( Beirut: Dār Ehia al-Toura al-„Arabî, 1999 ) h. 244. Terj. Amir Hamzah dkk , terj.Ringkasan Nail al-Authār, ( Jakarta: Pustaka Azzam, 2006 ) h. 106.


(17)

5

dilakukan oleh seorang pebisnis itu tidak merugikan dirinya sendiri dan orang banyak. Maka cara menciptakan pasar yang adil dan seimbang adalah dengan menghargai kehadiran satu sama lain.

Rasulullah SAW bersabda10:

َُكْنُمْلاُُنْبُُدَمَحُمُيِنَثَدَحَُلاَقُ فِرَطُمُُنْبُُدَمَحُمَُناَسَغُوُبَأُاَنَ ثَدَحُ شاَيَعُُنْبُ يِلَعُاَنَ ثَدَح

ُِدْبَعُِنْبُِرِباَجُْنَعُِرِد

ُ َلاَقَُمَلَسَوُِهْيَلَعُُهَللاُىَلَصُِهَللاُ َلوُسَرَُنَأُاَمُهْ نَعُُهَللاَُيِضَرُِهَللا

َُمِحَر

ُ

ُىَرَ تْشاُاَذِإَوَُعاَبُاَذِإُاًحْمَسُ ًَُجَرُُهَللا

ىَضَتْ قاُاَذِإَو

11

Telah menceritakan kepada kami „Alî Ibn „Ayyasy telah menceritakan kepada kami Abû Ghossān Muhammad Ibn Muṭorrif berkata, telah menceritakan kepada saya Muhammad Ibn Al Munkadir dari Jābir Ibn „Abdullah radliallahu „anhu bahwa Rasulullah syallallahu „alaihi wasallam bersabda: "Allah merahmati orang yang memudahkan ketika menjual dan membeli dan juga orang yang meminta haknya"

Keseimbangan dapat tercipta apabila dalam pemasaran bisnis tidak ada yang dizalimi dan tidak adanya distorsi pasar12, dimana hal itulah yang

10Abû „Abdullah Muhammad bin Ismā„il bin Ibrāhîm Al-Bukhārî,

Al-Jāmi’ al-Bukhāri (Sahih al-Bukhāri),(Bairut: Dār al-Fikr)

ُوُرْمَعُاَنَ ثَدَح ُُنْبُُدَمَحُمَُناَسَغُوُبَأُاَنَ ثَدَحُيِبَأُاَنَ ثَدَحُ يِصْمِحْلاُ راَنيِدُِنْبُِريِثَكُِنْبُِديِعَسُِنْبَُناَمْثُعُُنْب

ُ ُِدَمَحُمُْنَعُ فِرَطُم

َُوُِهْيَلَعُُهَللاُىَلَصُِهَللاُ ُلوُسَرُ َلاَقُ َلاَقُِهَللاُِدْبَعُِنْبُِرِباَجُْنَعُِرِدَكْنُمْلاُِنْب ُاَذِإُاًحْمَسَُعاَبُاَذِإُاًحْمَسُاًدْبَعُُهَللاَُمِحَرَُمَلَس

ىَضَتْ قاُاَذِإُاًحْمَسُىَرَ تْشا

Ibnu Majjah juga meriwayatkan: Telah menceritakan kepada kami „ Amru bin „Utsman bin Sa„îd bin Katsîr bin Dinār Al Himsyi berkata, telah menceritakan kepada kami Bapakku berkata, telah menceritakan kepada kami Abû Ghassān Muhammad bin Muṭarrif dari Muhammad

bin Al Munkadir dari Jābir bin „Abdullah ia berkata, "Rasulullah sallallahu „alaihi wasallam bersabda: "Allah menyayangi seorang hamba yang murah hati jika berjualan, bermurah hati jika membeli dan bermurah hati jika memutuskan."

Imām Abî „Abdillah Muhammad ibn Zayd Al-Qazwîni, Sunan Ibn Mājah Jilid 3, (Al-Qahiroh: Dār Ibn Haitsam:2005 ) h. 20.

11Abû „Abdullah Muhammad bin Ismā‟il bin Ibrāhim Al-Bukhārî,

Al-Jamîal-Bukhāri (Ṣahîh al-Bukhāri), ( Bairut: Dār al-Fikr) h. 391

12 Adiwarman A. karim,

Ekonomi Mikro Islami Edisi Ketiga, ( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007 ) h. 6.


(18)

menyebabkan rusaknya mekanisme pasar yang dapat merugikan orang banyak. Artinya tingkat keseimbangan yang terbebas dari distorsi pasar akan menjamin tingkat keadilan.13

Pertanyaan yang cukup signifikan yaitu pertanyaan yang muncul ketika melihat para pebisnis muslim yang berpengalaman. Mereka bertransaksi dengan cara yang tidak islami (ẕalim). Kemudian ada yang mengambil keuntungan dengan cara yang baṭil. Seperti, memilih bersaing dalam dunia bisnis modern yang banyak menganut sistem pasar kapitalis dari pada mengikuti sistem pasar Islami. Mereka lebih mementingkan keuntungan dunia, tanpa memikirkan keberkahan dari bisnisnya tersebut yang juga akan menguuntungkannya di akhirat.

Sebagaimana dijelaskan beberapa penjelasan dan masalah-masalah di atas, maka disini penulis merasa perlu melakukan penelitian kualitatif mengenai sistem bisnis yang beretika khususnya tentang praktek iḥtikār, dengan tujuan

upaya memberikan kesadaran dan membantu membawa kembali bentuk bisnis yang beretika islami, guna memberikan sedikit informasi akan bebisnis yang bisa menjadi kebaikan di dunia dan akhirat. Maka penulis ingin menyusun skripsi dengan judul “ETIKA BERBISNIS PERSPEKTIF HADIS: STUDI ATAS HADIS TENTANG IḤTIKĀR”.

Distorsi pasar adalah ketidak seimbangan pasar yang disebabkan oleh setiap tindakan perekonomian yang tidak diperbolehkan dalam islam

13 Adiwarman A. karim,

Ekonomi Mikro Islami Edisi Ketiga, ( Jakarta: PT. RajaGrafindo persada, 2007 ) h. 6.


(19)

7

B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah

Untuk Pembatasan masalah penulis akan mengamati beberapa hadis dari

Kutub al-Tis’ah yaitu hadis-hadis tentang iḥtikār, yang diantaranya hadis tentang

larangan melakukan iḥtikār riwayat Abû Daûd, Hadis tentang hukuman bagi

pelaku iḥtikār riwayat Ahmad Ibn Hanbal, Jenis makanan yang tidak boleh di

iḥtikār riwayat yang juga riwayat Ahmad Ibn Hanbal, dan satu lagi hadis tentang

salah satu sifat yang dapat menghindari diri dari perilaku iḥtikār yaitu hadis

tentang toleransi hadis riwayat al- Bukhārî, dalam hadis tentang toleransi ini seluruhnya akan berfokus kepada pembahasan tentang sikap samhan anta penjual dan pembeli. Pencarian hadis melalui kamus hadis al-Mu’jam al-Mufaḥras

dibantu dengan pencarian digital Lidwa Sembilan Imam Hadis.

Dengan perumusan masalahnya yaitu, “bagaimana menimbun ataupun monopoli yang termasuk ke dalam kategori iḥtikārmenurut hadis?”

C. Tinjauan Pustaka

Berdasarkan hasil penulususran yang saya dapatkan, ada tesis yang ditulis oleh Hilman Muharam tahun 2005 dengan judul “Etika Bisnis Perspektif Hadis” di dalamnya membahas tentang beberapa hadis dari al-Kutûb al-Sittah mengenai

etika bisnis. Selain itu di dalam tesisnya pun begitu lengkap membahas beberapa hadis yang berhubungan dengan etika bisnis dari berbgai macam bentuk bisnis terutama bisnis yang berkaitan erat dengan masalah jual beli dalam pasar.


(20)

Di dalam tesis tersebut secara garis besar menjelaskan semua hadis yang berkaitan dengan etika bisnis dalam hadis, salah satunya yaitu membahas tentang hadis yang berkaitan erat dengan praktik monopoli pasar. Akan tetapi di dalam penulisan tesis tersebut, tidak spesifik kepada salah satu bisnis termasuk juga tidak membahas monopoli dan tidak spesifik membahas tentang praktik-praktik yang termasuk kepada monopoli. Karena pembahasan di dalam tesisnya rata membahas semua hadis tentang etika bisnis dari semua bentuk bisnis secara umum.

Sebagaimana sudah dijelaskan di atas, maka disini penulis akan menekankan pembahasan hadis-hadis etika bisnis ini lebih kepada hadis-hadis yang sangat dekat kaitannya dengan prilaku monopoli pasar secara spesifik.

D.Tujuan dan Kegunaan Penulisan

Tujuan Penulisannya yaitu: untuk menyebutkan hadis-hadis yang berkaitan dengan iḥtikār untuk kemudian di paparkan maksudnya.

Adapun kegunaan penulisan ini diantaranya:

1. Secara akademik, penelitian ini bisa memberikan pencerahan untuk masyarakat dan bermanfaat sehingga dapat di jadikan sedikit panduan dalam kegiatan ataupun aktifitas mereka dalam berbisnis.

2. Sebagai syarat memperoleh gelar Strata-1 bidang Theologi Islam pada program studi Tafsir Hadis di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.


(21)

9

E. Metodologi Penelitian

Dalam menulis skripsi ini penulis akan menggunakan metode penelitian kualitatif, dimana untuk langkah-langkahnnya yaitu:

1. Metode Pengumpulan Data

Penulis menggunakan penelitian kepustakaan (library research) dengan

mengumpulkan sumber-sumber data dari bahan-bahan tertulis. Seperti hadis-hadistentang iḥtikār, yang diantaranya hadis tentang larangan melakukan iḥtikār

riwayat Abû Daûd, Hadis tentang hukuman bagi pelaku iḥtikārriwayat Ahmad Ibn

Hanbal, Jenis makanan yang tidak boleh di iḥtikār riwayat yang juga riwayat

Ahmad Ibn Hanbal, dan satu lagi hadis tentang salah satu sifat yang dapat

menghindari diri dari perilaku iḥtikār yaitu hadis tentang toleransi hadis riwayat

al- Bukhārî dimana yang akan dibahas dalam hadis ini adalah toleransi antar penjual, dan toleransi antar pembeli. Pencarian hadis melalui kamus hadis

al-Mu’jam al-Mufaḥras dibantu dengan pencarian digital Lidwa Sembilan Imam

Hadis, Syarh Hadis ( Fath al-Bārî, Nail al-Auṭār, al-mughnî, dan lainnya ), Kamus

Umum Bahasa Arab dan Indonesia juga menggunakan buku-buku Ilmu Pengetahuan Agama Islam maupun Ilmu Pengetahuan Umum bidang Ekonomi yang berkaitan dengan topik pembahasan.

Metode kajian yang digunakan adalah tematik. Dimana kajian penelitian tematik ini adalah mengumpulkan hadis-hadis yang terkait dengan satu topik atau satu tujuan kemudian disusun sesuai dengan sabab wurudnya dan pemahamannya


(22)

yang disertai dengan penjelasan, pengungkapan dan penafsiran tentang masalah tertentu tersebut. 14

2. Metode Pembahasan

Untuk pembahasannya, penulis akan mengambil beberapa hadis dari banyaknya hadis-hadis tentang etika berbisnis yang sangat dekat kaitannya dengan monopoli, mendeskripsikan hadis-hadis tentang monopoli pasar kemudian di analisis berdasarkan pada tema. Karena itu dalam metode pembahasan digunakan metode deskripsi-analisis.

3. Metode Penulisan

Untuk metode penulisannya akan mengacu kepada buku Pedoman Akademik Fakultas Usyuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta Tahun 2010/2011.

F. Sistematika Penelitian

Untuk memudahkan pembahasan penulis membagi pembahsan ini ke dalam empat bab yang di antaranya:

BAB I, Pendahuluan, Merupakan bab yang akan menentukan isi dan konsep penyusunan skripsi ini. Pembahasannya terdiri dari latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalahnya, tinjauan pustaka membadndingkan tulisan

14 Abdul hay al-Farmawi,

al-Biydah fi al-Tafsir al-Maudu’I Dirasah Manhajiyah Maudu’iyyah. Terj. Rosehan Anwar dan Maman Abdul Jalil, Metode Tafsir Maudhui, (Bandung, Pustaka Setia, 2002 ) h. 44.


(23)

11

penulis dengan tulisan yang di buat oleh penulis lain dalam karyanya, tujuan dan kegunaan penulisan, metodologi penelitian yang di gunakan dalam penyusunsan, serta sistematika penulisan.

BAB II, Tinjauan Umum Mengenai Iḥtikār Dan Etika Bisnis.

Pembahasannya terdiri dari beberapa pengertian yang diantaranya yaitu:

Pertama, Pengertian dari Iḥtikār isinya beberapa teori yang berkaitan dengan

tentang Iḥtikārseperti maksud dari Iḥtikāritu sendiri, monopoli, dan pasar. Agar

mengetahui maksud dari kata-kata yang akan di bahas dan setelah pengertiannya baru akan di sebutkan Ciri dan Bentuk Monopoli.

Kedua, Pengertian dari Etika Bisnis dimana penjelasannya di urutkan dari

pengertian etika dan pengertian bisnis, dan Macam-Macam Etika Bisnis.

BAB III, Hadis-Hadis Tentang Iḥtikār. Berisikan hadis-hadis yang

berkaitan dengan monopoli menggunakan metode tematik. Yang akan dibahas tersebut diantaranya yaitu Hadis Tentang Larangan Melakukan Iḥtikār untuk

peringatan awal tentang perilaku Iḥtikār yang diakibatkan oleh adanya monopoli

yang tidak beraturan, setelah mengetahui peringatannya, hadis selanjutnya adalah peringatan bagi yang melanggarnya yaitu Hukuman Bagi Orang Yang Melakukan

Iḥtikār, dan informasi mengenai Jenis Barang Dagangan Yang Tidak Boleh

Diiḥtikār, dan satu lagi hadis tentang toleransi merupakan hadis yang sangat

berkaitan dengan iḥtikār agar dapat ditumbukan dalam jiwa pebisnis untuk

menjauhkan diri dari perilaku iḥtikār, dalam hadis tersebut yang akan sebagian


(24)

BAB IV, Penutup, yang terdiri dari kesimpulan, menjawab rumusan masalah pada pendahuluan sebagaimana penjelasan dalam skripsi, dan saran untuk para pembaca skripsi.


(25)

13 BAB II

TINJAUAN UMUM MENGENAI I TIK R DAN ETIKA BISNIS

A. Pengertian Iḥtikār

Kata َرَكَتْحِا artinya menyimpan, menumpuk-numpuk barang1, menahan2. Ada juga kalangan ekonom yang mengartikan langsung kata Iḥtikār dengan

monopoli.3

Iḥtikār ini seringkali diterjemahkan sebagai monopoli dan atau

penimbunan. Padahal sebenarnya tidak semua bentuk monopoli atau penimbunan dibahasakan iḥtikār. Dalam Islam siapapun boleh bebisnis tanpa peduli apakah dia

satu-satunya penjual (monopoli) atau ada penjual lain. Menyimpan barang untuk keperluan persediaanpun tidak dipermasalahkan dan malah diperbolehkan. Karena yang tidak diperbolehkan adalah iḥtikār.4

Monopoli dalam kamus bahasa Indonesia artinya berdagang sendiri

(orang lain atau kongsi lain tidak boleh ikut serta), hak tunggal yang diberikan kepada seseorang atau segolongan saja5. Dalam Undang-undang No. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, monopoli di definisikan sebagai suatu bentuk penguasaan atas produksi dan atau pemasaran

1 Mahmud Yunus,

kamus Arab-Indonesia, ( Jakarta: PT Hidakarya Agung, 1989) h. 106. 2 Adib Bisri dan Munawwir A. Fatah

, Kamus Indonesia-Arab Arab-Indonesia Al-Bisri, ( Surabaya: Pustaka Progressif, 199 ) h. 127.

3 Adiwarman A. karim,

Ekonomi Mikro Islami Edisi Ketiga, ( Jakarta: PT. RajaGrafindo persada, 2007 ) h. 294.

4 Adiwarman A Karim

, Ekonomi Mikro Islami Edisi Ketiga, ( Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007 ) h. 185.

5

Kamus Umum Bahasa Indonesia edisi ketiga pusat bahasa departemen pendidikan nasional, (Jakarta: Balai Pustaka, 2006) h. 774.


(26)

barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku atau satu kelompok usaha.6

Sedangkan dalam bukunya Adiwarman A Karim mengatakan bahwa monopoli secara harfiah berarti di pasar hanya ada satu penjual. Frank Fisher menjelaskan kekuatan monopoli sebagai kemampuan bertindak (dalam menentukan harga ) dengan caranya sendiri, sedangkan Besanko menjelaskan monopoli sebagai penjual yang menghadapi kecil atau tidak ada persaingan.7

Iḥtikār dilarang karena seorang muḥtakir mengambil keuntungan selalu

diatas keuntungan normal yang berlaku pada saat itu, dengan cara menjual sedikit barang untuk mendapatkan harga yang tinggi, atau monopoli yang tidak beraturan

(iḥtikār) disebut dengan monopoly’s rent-seeking.8

Monopoli adalah suatu praktek dalam bisnis di mana hanya ada satu pelaku atau satu kelompok yang menguasai atas produksi dan pemasaran barang tertentu.

Monopoli pasar mungkin jarang sekali kita dengar, tapi adanya monopli barang dagangan dalam pasar sering kita temukan. Yang terkenal dalam dunia pemasaran jaman sekarang adalah adanya Pasar monopoli yang mana monopoli itu sendiri dari bahasa Yunani: monos, satu dan polein, menjual adalah suatu

6 Surya Vahdiantara,

skripsi: Monopoli PT. Jamsostek (Persero) Pada Asuransi Jaminan Sosial Tenaga Kerja Ditinjau Dari Konsep Islam Mengenai Takaful Al-IjtimaI (2012) h. 37. Buku Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Anti Monopoli, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002) h. 12.

7 Adiwarman A Karim

, Ekonomi Mikro Islami Edisi Ketiga, ( Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007 ) h. 173.

8 Adiwarman A Karim

, Ekonomi Mikro Islami Edisi Ketiga, ( Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007 ) h. 185.


(27)

15

bentuk pasar di mana hanya terdapat satu penjual yang menguasai pasar. Penentu harga pada pasar ini adalah seorang penjual atau sering disebut sebagai "monopolis". 9

Dalam kenyataannya banyak yang sering menerjemahkan langsung monopoli ini dengan prilaku yang menyimpang dan tidak selaras dengan aturan yang berlaku, walaupun tidak semua bentuk monopoli itu menyimpang.

Sudah lumrah di dalam pasar ada beberapa penjual yang sama barang dagangannya di dalam pasar tersebut. Mereka bersaing dengan berbagai cara berjualan mereka, untuk mendapatkan pelanggan yang banyak agar barang dagangannya laku keras bshkan tidak peduli itu halalatau haram. Sehingga dalam pembagian bentuknyapun pun pasar terdiri dari pasar bersaing sempurna dan pasar bersaing tidak sempurna. Di mana maksud dari pasar itu sendiri dalam kamus

bahasa Indonesia artinya tempat orang berjual beli, tempat berjual beli yang

diadakan oleh perkumpulan.10

Adapun pasar menurut kajian ekonomi memiliki pengertian yaitu suatu tempat atau proses interaksi antara penjual dan pembeli dari suatu barang/jasa tertentu, sehingga akhirnya dapat menetapkan harga keseimbangan (harga pasar) dan jumlah yang diperdagangkan. Jadi setiap proses yang mempertemukan antara

9 Wikipedia, “monopoli dalam pasar”, diakses pada tanggal 27 0ktober 2014 dari

http://id.wikipedia.org/wiki/Pasar_monopoli

10

Kamus Umum Bahasa Indonesia edisi ketiga pusat bahasa departemen pendidikan nasional, (Jakarta: Balai Pustaka, 2006) h. 846.


(28)

pembeli dan penjual, maka akan membentuk harga yang disepakati antara pembeli dan penjual. 11

Sedangkan menurut Adiwarman A Karim Pasar adalah tempat atau keadaan yang mempertemukan antara permintaan (pembeli) dan penawaran (penjual) untuk setiap jenis barang, jasa atau sumber daya. 12

Struktur pasar memiliki pengertian penggolongan produsen kepada beberapa bentuk pasar berdasarkan pada ciri-ciri seperti jenis produk yang dihasilkan, banyaknya perusahaan dalam industri, mudah tidaknya keluar atau masuk ke dalam industri dan peranan iklan dalam kegiatan. Pada analisis ekonomi, hal ini dibedakan menjadi pasar persaingan sempurna dan pasar persaingan tidak sempurna, di mana pasar persaingan tidak sempurna terdiri dari pasar monopoli, pasar monopolistik13, dan pasar oligopoli14.15.

Pasar persaingan sempurna adalah suatu bentuk interaksi antara penjual dan pembeli di mana jumlah penjual dan pembeli sedemikian rupa banyaknya dan tidak terbatas.16 Dan dalam pasar ini sedikit sekali kesempatan seseorang untuk

11 Eko Suprayitno,

Ekonomi Mikro Perspektif Islam , ( Malang: UIN-Malang Press, 2008 ) h. 205.

12 Adiwarman Karim,

Ekonomi Mikro Islam cetakan kedua, ( Jakarta: IIIT Indonesia, 2003 ) h. 81.

Monopolistik adalah suatu bentuk interaksi antara penjual dan pembeli Diana terdapat sejumlah besar penjual yang menawarkan barang yang sama.

14 Oligopoli adalah keadaan di mana hanya ada beberapa penjual yang menguasai pasar

baik secara idependen maupun secara diam-diam.

Eko Suprayitno, Ekonomi Mikro Perspektif Islam. ( Malang : UIN Malang Press, 2008 ) h. 218, 226.

15 Eko Suprayitno

, Ekonomi Mikro Perspektif Islam, ( Malang: UIN-Malang Press, 2008 ) h. 206.

16 Eko Suprayitno

, Ekonomi Mikro Perspektif Islam, ( Malang: UIN-Malang Press, 2008 ) h. 206.


(29)

17

memonopoli barang dagangannya, termasuk sedikitnya kesempatan seseorang untuk melakkukan Iḥtikār

Berarti karena banyak penjual jadi seorang pembeli mempunyai banyak pilihan dan penjualpun punya hak untuk menjualkan barang yang sama tanpa ada batasan khusus dengan menggunakan harga yang berlaku di pasar.

Sedangkan pasar bersaing tidak sempurna terjadi karena terdiferensiasinya produk yang dijual memberikan peluang bagi penjual untuk menjual barangnya dengan harga yang berbeda dengan barang lain yang ada di pasar.17 Dan pedagang lain mempunyai kesulitan untuk bebas keluar masuk pasar, sehingga konsumen pun tidak mempunyai banyak pilihan. Dengan cara yang seperti itu bisa membuka kesempatan seseorang untuk melakukan praktek Iḥtikār.

Jika seorang pengusaha ingin berbisnis dan ingin terjun ke dalam pasar persaingan tidak sempurna itu bisa saja, tapi tetap saja harus mempunyai modal yang besar dan mental yang kuat dalam pemasaran persaingan tidak sempurna. Karena tidak mudah pengusaha baru masuk dalam pasar persaingan tidak sempurna ini, melihat banyak sekali perusahaan yang lebih dulu maju dan lebih besar sudah ada dalam pasar tersebut.

Tetapi perlu diingat lagi bahwa Islam tidak memperbolehkan transaksi ataupun prilaku hal-hal yang bisa merugikan orang lain dengan cara yang baṭil. Jika pasar persaingan tidak sempurna itu terdapat unsur-unsur yang merugikan khalayak banyak maka tidak diperkenankan seorang muslim masuk kedalam

17 Adiwarman A. karim,

Ekonomi Mikro Islami Edisi Ketiga, ( Jakarta: PT. RajaGrafindo persada, 2007 ) h. 170.


(30)

persaingan yang tidak sehat tersebut karena walaupun keuntungannya mungkin bisa melimpah, tapi karena kebaṭilannyalah keberkahan dalam berbisnis tersebut menjadi berkurang.

Sebagai penentu harga (price-maker), seorang monopolis dapat menaikan

atau mengurangi harga dengan cara menentukan jumlah barang yang akan diproduksi. Semakin sedikit barang yang diproduksi, semakin mahal harga barang tersebut, begitu pula sebaliknya. Walaupun demikian, penjual juga memiliki suatu keterbatasan dalam penetapan harga. Apabila penetapan harga terlalu mahal, maka orang akan menunda pembelian atau berusaha mencari atau membuat barang subtitusi (pengganti) produk tersebut atau lebih buruk lagi mencarinya di pasar gelap (black market).18

Jadi, Iḥtikār maksudnya menahan suatu barang agar langka dipasaran dan menjadi mahal harganya. Yang tersurat dari hadis Al-Imam Muslim adalah bahwa menimbun bahan makanan dan juga lainnya adalah terlarang.19 Adapun monopoli tidak akan termasuk Iḥtikār selama jalur mekanisme pasar itu baik, yaitu pembeli

dan penjual seimbang banyaknya. Seimbang dalam artian pembeli tidak kesusahan untuk mendapatkan barang yang dibutuhkannya dengan harga yang wajar karena tidak hanya terdapat pada satu penjual saja.

18 Wikipedia, “monopoli dalam pasar”, diakses pada tanggal 27 0ktober 2014 dari

http://id.wikipedia.org/wiki/Pasar_monopoli

19 Imam Saefudin,

Sistem, Prinsip Dan Tujuan Ekonomi Islam, ( Bandung : CV. Pustaka Setia, 1999 ) h. h. 229.


(31)

19

B. Ciri dan bentuk monopoli Pasar

Ada beberapa argument yang dapat disampaikan terkait bentuk monopoli yang secara alamiahnya ada dan tidak berdampak perilaku iḥtikār, yaitu: 20

a) Monopoli yang dapat terwujud dari pemberian hak paten oleh Negara. Selain itu ada pula monopoli yang dikenal dengan trade secret, yakni monopoli yang

terjadi karena teknologi rahasianya yang tidak dapat diikuti oleh produk lain, sehingga tanpa harus mendapat pengakuan dari Negara teknologi ini sudah bisa memonopoli dengan sendirinya.

b) Monopoli yang terjadi karena pemberian Negara. Di Indonesia hal ini sangat jelas dan dapat di lihat dalam pelaksanaan Undang-undang dasar pasal 33 ayat 2 dan 3. Yaitu Pasal 33 UUD 1945 merupakan salah satu undang-undang yang mengatur tentang Pengertian Perekonomian, Pemanfaatan SDA, dan Prinsip Perekonomian Nasional, yang bunyinya sebagai berikut: ayat 2 “cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara”. Ayat 3 “ bumi, air dan kekayaan alam yang terkadnung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.21

c) Monopoli yang terjadi karena berbagai faktor, sehingga penilaian bentuk pasar pada suatu daerah akan sangat mempengaruhi terbentuknya monopoli.

Lebih lanjut, Masyhuri menjelaskan mengenai ciri-ciri monopoli yakni:22

20 Masyhuri,

Ekonomi Mikro, ( Malang: UIN Malang Press, 2007) h. 213.

21Si Mbah “Undang-Undang Pasal 33 ayat 2 dan 3” diakses tanggal 12 desember 2014,

dari http://www.si-pedia.com/2014/03/bunyi-pasal-33-uud-1945-1-5-dan-pembahasannya.html

22 Masyhuri,


(32)

a. Hanya ada satu penjual;

b. Tidak ada barang substitusi yang dekat;

c. Sangat sulitnya penjual (usaha) baru barang tertentu masuk masuk..

C. Pengertian Etika Bisnis

Pengertian Etika Bisnis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, paling

tidak ada tiga pengertian, sebagai berikut: pertama, ilmu tentang apa yang baik

dan tentang apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlaq); kedua,

kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlaq; ketiga, nilai mengenai

benar dan salah yang dianut suatu golongan masyarakat. 23Etika juga berasal dari bahasa yunani yaitu ethos, yang berarti adat istiadat atau kebiasaan . 24

Menelusuri asal usul etika tak lepas dari asli katanya yaitu ethos dalam

bahasa yunani yang berarti kebiasaan (custom) atau karakter (character). Dalam

kata lain berarti “ṭe distingui ing character, sentiment, moral nature, or guiding

beliefs of a person, group, or instituation.” (karakter istimewa, sentiment, tabi‟at

moral, atau keyakinan yang membimbing seseorang, kelompok atau institusi). 25 Sementara itu ethics yang menjadi padanan dari etika, secara

terminologisnya adalah studi sistematis tentang tabiat, konsep nilai, baik, buruk, harus, benar,salah dan lain sebagainya dan prinsip-prinsip umum yang

23 Deptartemen Pendidikan dan Kebudayaan,

Kamus Besar Bahasa Indonesia, ( Jakarta: Balai Pustaka, 1998 ) h. 237.

24 Buchori Alma,

Dasar-Dasar Etika Bisnis Islam, ( Bandung: CV. Alfabeta, 2003) h. 54.

25 Faisal badru, dkk, “Etika Bisnis Dalam Islam” (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005) h.


(33)

21

membenarkan kita untuk mengaplikasikannya atas apa saja. Di sini etika dapat dimaknai sebagai moralitas seseorang dan di saat bersamaan juga sebagai filosofinya dalam berprilaku.26

Sepintas bahwa etika sama dengan akhlaq. Persamaan itu memang

ada, karena keduanya membahas baik buruknya tingkah laku manusia. Tujuan etika dalam pandangan filsafat ialah mendapatkan ide yang sama bagi seluruh manusia di setiap waktu dan tempat tentang ukuran tingkah laku yang baik dan buruk sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran manusia. Akan tetapi untuk mencapai tujuan itu, etika mengalami kesulitan, karena pandangan masing-masing golongan di dunia ini tentang baik dan buruk mempunyai ukuran (kriteria) yang berlainan. Setiap golongan mempunyai konsepsi sendiri-sendiri. 27.

Jika ada tersirat dalam hatinya bahwa perbuatan yang ia lakukan kurang baik, maka jika ia lakukan juga, maka dia sudah melakukan pelanggaran baik yang bersifat pelanggaran etika ataupun moral. Dunia bisnis yang baik yang ingin mendapat riḍa Allah haruslah menjunjung tinggi nilai-nilai etika dan moral ini sehingga usaha dan hasil dari usaha yang ia lakukan merupakan hasil yang bersih dan mendapat berkah baik di dunia maupun diakhirat.28

Nampaknya konsep halal dan haram masuk juga ke wilayah kajian etika, sekalipun dalam kehidupan sehari-hari dan kajian akademik masuk wilayah fikih. Menurut hemat Muḥammad Djakfar, pada hakikatnya secara substansial antara

26 Faisal badru, dkk,

Etika Bisnis Dalam Islam, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005) h. 4. 27 Hilman Muharam,

Tesis:Etika Bisnis Perspektif hadis, ( UIN Jakarta:2005 ) h. 19. 28 Buchori Alma,

Dasar-Dasar Etika Bisnis Islam, ( Bandung: CV Alfabeta, 2003 ) h. 54-55


(34)

wilayah etika dan hukum adalah sama. Batas antara keduanya sangatlah tipis dan hampir tidak bisa dipisahkan. Hukum membicarakan sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan dengan mencantumkan sangsi yang eksplisist sedangkan etika membicarakan sesuatu yang baik dan tidak baik dengan sangsi moral yang tidak eksplisitkan. Namun demikian dalam Islam, pelanggaran terhadap kedua wilayah itu semuanya tidak lepas dari sanksi akhirat sebagaimana yang dijanjikan oleh al-Qur‟ān dan Hadith Nabi Saw. Justru karena pertimbangan inilah nampaknya Ahmad memasukkan konsep halal dan haram ke dalam wilayah kajian etika. 29

Perbedaan antara moral dengan etika adalah, kalau dalam pembicaraan etika untuk menentukan nilai perbuatan manusia baik atau buruk, tolak ukur atau sumber yang digunakan adalah akal fikiran. Sedangkan dalam pembicaraan moral tolak ukur yang digunakan adalah norma-norma yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung di masyarakat. Mengenai istilah akhlak, etika dan moral dapat dilihat perbedaannnya dari objeknya, di mana akhlak lebih menitikberatkan perbuatan terhadap manusia kepada Tuhan. Sedangkan etika dan moral hanya menitik beratkan perbuatan terhadap sesame manusia saja. 30

Etika, moral, dan akhlak persamaannya yaitu, menentukan hukum atau nilaidari suatu perbuatan yang dilakukan manusia untuk ditentukan baik buruknya. Kesemua istilah tersebut sama-sama menghendaki terciptanya keadaan masyarakat

29 Muammad Djakfar,

Agama, Etika, Dan Ekonomi, ( Malang: UIN Malang Press, 2007) h. 148.

30Ismail, “perbedaan etika, moral, dan akhlak” daiakses tanggal 13 desember 2014, dari


(35)

23

yang baik, teratur, aman, damai dan tentram sehingga sejahtera batiniah dan lahiriahnya.31

Sedangkan Bisnis Dalam Kamus Besar bahas Indonesia dikemukakan

bahwa bisnis adalah usaha dagang; usaha komersial dalam dunia perdagangan; bidang usaha.32

Kata bisnis dalam bahasa Indonesia diserap dari kata “business” dari bahasa inggris yang berarti kesibukan. Dan bisnis menurut istilah adalah keadaan di mana seseorang atau sekelompok orang sibuk melakukan pekerjaan yang menghasilkan keuntungan. Bisnis dalam arti luas adalah istilah umum yang menggambarkan semua aktivitas dan institusi yang memproduksi barang dan jasa dalam kehidupan sehari-hari. Bisnis merupakan suatu organisasi yang menyediakan barang dan jasa yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan. 33

Menurut Abdul Aziz mengungkapkan dalam bukunya bahwa bisnis adalah kegiatan yang dilakukan individu atau sekelompok orang (organisasi) yang menciptakan nilai melalui penciptaan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan memperoleh keuntungan dari transaksi. Bisnis adalah bagian dari kegiatan ekonomi yang berarti usaha. Bisnis merupakan aspek penting dalam kehidupan yang semua orang pasti mengenalnya karena itu ada suatu pendapat bahwa bisnis adalah bisnis. Bisnis jangan dicampurakan dengan etika. 34

31Ismail, “perbedaan etika, moral, dan akhlak” daiakses tanggal 13 desember 2014, dari

http://ismailmg677.wordpress.com/2014/01/08/perbedaan-antara-akhlak-etia-dan -moral/

32 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,

Kamus Besar Bahasa Indonesia, ( Jakarta: balai Pustaka, 1998 ) h. 121.

33 Abdul Aziz,

Etika Bisnis Perspektif Islam, ( Bandung: Alfabeta, 2013 ) h. 28. 34 Abdul Aziz,


(36)

Bisnis adalah suatu kata yang populer dalam kehidupan sehari-hari. Dalam zaman yang modern ini dunia bisnis semakin kompleks, dan membutuhkan banyak waktu bagi yang mempelajarinya serta mempraktekannya sampai berhasil. Bisnis meliputi sejumlah total usaha yang meliputi pertanian, produksi, konstruksi, distribusi, transportasi, komunikasi, usaha jasa dan pemerintahan yang bergerak dalam bidang membuat dan memasarkan barang dan jasa ke konsumen.35

Jadi, etika bisnis merupakan seperangkat nilai tentang baik, buruk, benar, dan salah dalam dunia bisnis berdasarkan pada prinsip-prinsip moralitas, dalam arti lain etika bisnis berarti seperangkat prinsip dan norma di mana para pelaku bisnis harus komit padanya dalam bertransaksi, berprilaku, dan bekerja sama guna mencapai daratan atau tujuan-tujuan bisnisnya dengan selamat.36

Etika Bisnis adalah suatu proses dan upaya untuk mengetahui hal-hal yang benar dan yang salah, boleh dan tidak, halal dan haram dalam berbisnis dan kemudian melakukan hal yang sesuai dengan aturan agar sesuai dengan hal-hal yang dibenarkan, dibolehkan, dan dihalalkan dalam berbisnis.

Etika bisnis perspektif hadis, lebih mengedepankan aturan Islam yang telah Rasulullah ajarkan dan beliau katakan dalam sabdanya. Yaitu berarti pemikiran atau refleksi tentang moralitas dalam ekonomi dan bisnis. Moralitas disini berarti aspek baik atau buruk, benar atau salah, terpuji atau tercela, wajar

35 Buchori Alma,

Dasar-Dasar Etika Bisnis Islam, ( Bandung: CV Alfabeta, 2003 ) h. 90.

36 Faisal Badrun, dkk,

Etika Bisnis Dalam Islam, ( Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005 ) h. 13.


(37)

25

atau tidak wajar, pantas atau tidak pantas, dan halal atau haram perilaku manusia dalam berbisnis. 37

D. Macam-Macam Etika Bisnis

Bisnis yang beretika harus mempunyai visi dan misi semangat spiritual yang menyebarkan kebaikan bukan kejahatan.

Seperti apa yang dimiliki dan dijalankan dalam bisnis Nabi Muḥammad Saw adalah: 38

Pertama: Ṣiddiq ( benar, jujur ). Dalam berbisnis Nabi Muḥammad selalu

dikenal sebagai seorang pemasar yang jujur dan benar dalam menginformasikan produknya.

Kedua: Amanah (Tanggung Jawab, Kepercayaan), seorang pebisnis

haruslah dapat dipercaya. Dapat bertanggung jawab atas kepercayaan yang diberikan pelanggan akan kualitas barang dagangannya.

Ketiga:Faṭanah (Kecerdikan, Kebijaksanaan, Intelektualitas), memimpin

bisnisnya menggunakan bisnisnya dengan mampu memahami, menghayati, dan mengenal tanggung jawab bisnisnya dengan sangat baik. Dengan ini pebisnis dapat menumbuhkan kreativitas dan kemampuan dalam melakukan berbagai inovasi yang bermanfaat bagi perusahaan sehingga bisa menjadi pebisnis yang sukses.

37 Faisal Badrun, dkk,

Etika Bisnis Dalam Islam, ( Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005 ) h. 62.

38 Hermawan Kartajaya dan Muammad Syakir Sula,

Syariah Marketing, ( Bandung: PT Mizan Pustaka, 2008 ) h. xxvi


(38)

Keempat: Tabligh (komunikasi, keterbukaan, pemasaran) mampu

menyampaikan keunggulan barang dagangan dengan bahasa yang menarik tanpa di buat-buat dan sesuai dengan faktanya, tepat sasaran bahasanya tanpa meninggalkan kejujuran dan kebenaran.

Selain itu, dibawah ini Sembilan prinsip-prinsip bagi seorang pebisnis salah satunya pemasar menurut Muḥammad Syakir Sula dan Hermanwan Kartajaya dalam menjalankan fungsi-fungsi pemasaran yang yaitu39:

1. Memiliki Kepribadian Spiritual (Takwa)

Semua kegiatan bisnis hendaklah selaras dengan moralitas dan nilai utama yang digariskan oleh al-Qur‟ān . Al-Qur‟ān dan hadis menegaskan bahwa setiap tindakan dan transaksi hendaknya ditujukan untuk tujuan hidup yang lebih mulia. Umat muslim diperintahkan untuk mencari kebahagiaan akhirat dengan cara menggunakan nikmat yang Allah karuniakan kepadanya dengan jalan yang sebaik-baiknya.

2. Berperilaku Baik dan Simpatik

Hal ini adalah fondasi dasar dan inti dari kebaikan tingkah laku. Sifat ini sangat dihargai dengan nilai yang tinggi, dan mencakup semua sisi manusia. Sifat ini adalah sifat Allah yang harus dimiliki oleh kaum muslim. Banyak ayat dalam al-Qur‟ān dan hadis-hadis Rasulullah yang memerintahkan kaum muslim untuk bermurah hati. Al-Qur‟ān menegaskan bahwa Rasulullah adalah manusia yang sangat pengasih dan murah hati. Akan di bahas di bab selanjutnya.

39 Hermawan Kartajaya dan Muammad Syakir Sula

, Syariah Marketing, (Bandung : PT Mizan Pustaka, 2008 ) h. 68.


(39)

27

3. Berlaku Adil dalam Bisnis

Lawan dari sifat adil adalah zalim, dan Islam telah mengharamkan setiap hubungan bisnis yang mengandung kezaliman dan mewajibkan terpenuhinya keadilan yang teraplikasikan dalam setiap hubungan dagang dan kontrak-kontrak bisnis. Menghindari hal-hal yang tidak jelas.

4. Bersikap Melayani dan Rendah Hati

Sikap ini merupakan sikap utama dari seorang pebisnis. Tanpa sikap di atas dia bukanlah seorang yang berjiwa pebisnis. Melekat dalam sikap ini adalah sikap sopan, santun, dan rendah hati. Orang yang beriman diperintahkan untuk bermurah hati, sopan, dan bersahabat saat berelasi dengan mitra bisnisnya.

5. Menepati Janji dan Tidak Curang

Sikap curang adalah sikap yang menimbulkan keserakahan yang menyebabkan ketidakseimbangan bisnis demi memperoleh untung yang lebih besar, bisa muncul dalam menentukan harga, takaran, ukuran, dan timbangan. Menjaga kepercayaan seorang pelanggan adalah cara untuk menghindari diri dari kecurangan yang dilakukan oleh diri sendiri ataupun orang lain. Bisnis Islami memang terkesan berat bagi yang terbiasa melakukan kecurangan, tetapi ringan bagi mereka yang tidak melakukan kecurangan, begitu juga bagi para professional yang biasa menjunjung nilai-nilai moral,

6. Jujur dan Terpercaya

Sebagaimana di jelaskan dalam salah satu sifat nabi di atas. 7. Tidak Suka Berburuk Sangka


(40)

Saling menghormati satu sama lain merupakan ajaran Nabi Muḥammad Saw yang harus diimplementasikan dalam perilaku bisnis modern.

8. Tidak Suka Menjelek-jelekan

Tidak boleh satu pengusaha menjelekkan pengusaha yang lain hanya bermotifkan persaingan bisnis.

9. Tidak Melakukan Sogok

Menyuap sudah jelas hukumnya haram, dan menyuap termasuk dalam kategori makan harta orang lain dengan cara yang baṭil. Dan Islam jelas melarang orang Islam menyuap penguasa dan pembantu-pembantunya.

Selain itu dalam etika lainnya kita harus menjaga kestabilitasan pasar dan tidak membuat kerusakan dalam mekanisme pasar. Sebagaimana Adiwarman A Karim mengatakan beberapa hal yang harus di hindari agar mekanisme pasar stabil dan tidak terjadi distorsi dalam pasar adalah40:

Pertama, Menghindari Najasy ( menyuruh orang lain untuk pura-pura

menawar), Nabi Saw bersabda:

َُيِضَرَُةَرْ يَرُهُيِبَأُْنَعُِجَرْعَْْاُْنَعُِداَنِزلاُيِبَأُْنَعٌُكِلاَمُاَنَرَ بْخَأَُفُسوُيُُنْبُِهَللاُُدْبَعُاَنَ ثَدَح

َُلوُسَرَُنَأُُهْنَعُُهَللاُ

ُْمُكُضْعَ بُْعِبَيُ َََوَُناَبْك رلاُاْوَقَلَ تُ َََُلاَقَُمَلَسَوُِهْيَلَعُُهَللاُىَلَصُِهَللا

ُ ضْعَ بُِعْيَ بُىَلَع

اوُشَجاَنَ تُ َََو

ُ

ٌُرِضاَحُْعِبَيُ َََو

َُأُاَهَ يِضَرُْنِإُاَهَ بِلَتْحَيُْنَأَُدْعَ بُِنْيَرَظَنلاُِرْيَخِبَُوُهَ فُاَهَعاَتْ باُْنَمَوَُمَنَغْلاُاو رَصُتُ َََوُ داَبِل

ُاَهَدَرُاَهَطِخَسُْنِإَوُاَهَكَسْم

ُ رْمَتُْنِمُاًعاَصَو

41

ُ

Telah menceritakan kepada kami, „Abdullah Ibn Yusuf telah mengabarkan kepada kami Malik dari Abû Az Zanād dari Al A'rāj dari Abû Hurairah raḍiallāhu 'anhu

40 Adiwarman A. karim,

Ekonomi Mikro Islami Edisi Ketiga, ( Jakarta: PT. RajaGrafindo persada, 2007 ) h.181.

41 Abû „Abdullāh Muḥammad bin Ismā‟il bin Ibrāhîm Al-Bukhārî,

Al-Jāmi’ al -Bukhāri (Sahih al-Bukhāri), ( Bairut: Dar al-Fikr ) h 404.


(41)

29

bahwa Rasulullah ṣallallahu „alaihi wasallam bersabda: "Janganlah kalian mencegat rombongan dagang (sebelum sampai di pasar) dan jangan pula sebagian kalian membeli barang yang dibeli orang lain (sedang ditawar) dan janganlah melebihkan harga tawaran barang (yang sedang ditawar orang lain, dengan maksud menipu pembeli) dan janganlah orang kota membeli buat orang desa. Janganlah kalian menahan susu dari unta dan kambing (yang kurus dengan maksud menipu calon pembeli). Maka siapa yang membelinya setelah itu maka dia punya hak pilih, bila dia rela maka diambilnya dan bila dia tidak suka dikembalikannya dengan menambah satu a' kurma".

Kedua, menghindari talaqqî rukbān (mencegat pedagang dusun masuk

pasar), Nabi Saw Bersabda :42

َُبِلٌُرِضاَحُُعيِبَيُ ََُُهُلْوَ قُاَمُ ساَبَعُِنْب َُُِتْلُقَ فَُلاَقُ داَبِلٌُرِضاَحُْعِبَيُ َََوَُناَبْك رلاُاْوَقَلَ تُ ََ

ُ دا

“ Janganlah kalian menyongsong rombongan yang berkendaraan (pedagang dari dusun yang menuju ke pasar) dan janganlah orang kota melakukan jual beli untuk orang dusun (orang yang tidak mengetahui harga pasar).

penegasannya

اًراَسْمِسُُهَلُُنوُكَيُ ََ

ُ

„Tidaklah menjadi makelar baginya. ‟

Talaqqî Rukbān adalah tindakan yang dilakukan oleh pedagang kota (atau

pihak yang lebih memliki informasi yang lebih lengkap) membeli barang petani (atau produsen yang tidak memiliki informasi yang benar tentang harga dipasar) yang masih di luar kota, untuk mendapatkan harga yang lebih murah dari harga pasar yang sesungguhnya, dan Rasulullah melarang hal ini.

Transaksi ini dilarang karena dua hal:43

1. Rekayasa penawaran. Yaitu mencegah masuknya barang ke pasar.

42 Abû „Abdullāh Muammad bin Ismā‟il bin Ibrāhim Al-Bukhārî,

Al-Jāmi’ al-Bukhārî (Sahih al-Bukhārî), ( Bairut: Dar al-Fikr ) h 404.

43 Adiwarman A. karim,

Ekonomi Mikro Islami Edisi Ketiga, ( Jakarta: PT. RajaGrafindo persada, 2007 ) h. 96.


(42)

2. Mencegah penjual dari luar kota untuk mengetahui harga pasar yang berlaku.

Allah berfirman dalam surat Hûd ayat 18 :44





















































“Dan siapakah yang lebih dẓalim daripada orang yang mengada-adakan suatu kebohongan terhadap Allah? Mereka itu akan di hadapkan kepada Tuhan mereka, dan para saksi akan berkata “Orang-orang inilah yangtelah berbohong terhadap Tuhan mereka. Ingatlah, Laknat Allah di timpakkan kepada orang-orang yang dẓalim. “

Dari Abû Dāud melalui Jalur Al-Makkî: “Sesungguhnya seorang dusun menceritakan kepadanya, bahwasannya dia datang membawa air susu miliknya pada masa Rasulullah Saw, lalu dia mampir di tempat Talḥah bin „Ubaidillāh.

Maka dia berkata: “Sesungguhnya Rasulullah Saw melarang orang kota

melakukan jual beli untuk orang dusun, tetapi pergilah ke pasar dan perhatikan siapa yang mau membelinya, lalu musyawarahkan denganku hingga aku memerintahkanmu untuk menjualnya atau melarangmu”.45

Maksud dari pelarangan untuk menghadang kafilah yang akan berdagang adalah alasannya lagi-lagi agar tidak ada yang di ẓalimi dalam transaksi tersebut, sehingga langkah lebih bagusnya membiarkan orang dusun itu untuk mengetahui harga pasar terlebih dahulu (masuk pasar terlebih dahulu), bahkan jika kita sudah tahu, malah kita lebih baik memberitahunya dengan benar akan kualitas dan harga barang dagangan yang ia jual di pasaran.

44

Al-Qur’ān ul Karim dan Terjemahannya, (Bandung: MQS Publisying, 1987) h. 223. 45 Amiruddin,

terj. Fath Al-Bāri (penjelasan kitab Ṣahîh Al-Bukhārî) jilid 12, ( Jakarta: Pustaka Azzam, 2010 ) h. 264.


(43)

31

Menurut Ibnu Qudamah pun mengatakan, jika ada penghadangan makan si penjual mempunyai hak khiyār untuk menentukan apakah barang dagangannya jadi di jual atau tidak walaupun barang tersebut sudah di beli (tertipu). 46

Hal demikian terjadi untuk menciptakan keadilan terhadap orang yang belum tahu informasi pasar. Dan secara tidak langsung penghadangan orang dusun bisa di manfaatkan oleh para pemasar yang membeli borongan dengan maksud memonopoli pasar tanpa si petani ketahui bahwa barang dagangannya itu bisa di jual dengan harga yang lebih dari pada penipu itu tawarkan. Seseorang yang memonopoli pasar mempunyai cara mendapatkan keuntungan dengan membeli barang perniagaan (Iḥtikār) untuk didagangkan kembali atau menimbnnya agar

keberadaannya sedikit di pasar lalu harganya naik dan tinggi bagi si pembeli dan dia bisa mengatur harga dengan memanfaatkan kelangkaan tersebut. .

Allah dan Rasul-Nya selalu memerintahkan kita untuk saling dalam hal positif salah satunya dalam saling membantu dalam berbisnis.

Talaqqî Rukbān di perbolehkan jika memang sudah ada kesepakatan di

awal, kemudian si pembeli menginformasikan terlebih dahulu. Karena intinya orang dusun itu adalah orang yang tidak tahu informasi pasar, mau orang desa ataupun orang kampung. Dan kewajiban kita jika mau bertransaksi atau berbisnis dengan mereka, harus memberikan informasi yang benar.

Dan Ketiga, menghindari iḥtikār ( monopoli yang tidak beraturan).

hadisnya akan di bahas dalam bab selanjutnya.

46 Anshari Taslim

, terj. Al-Mughnî (Ibnu Qudamah), ( Jakarta: Pustaka Azzam, 2008 ) h. 747.


(44)

32

Pada bab ini penulis akan membahas hadis-hadis tentang Iḥtikār dimana

hadis-hadis tersebut diurutkan berdasarkan permasalahannya. Hadis tersebut ditelusuri dengan menggunakan kamus hadis al-Mu’jam al-Mufaḥras Li Alfaẓ

al-Hadits al-Nabawî dibantu denganpencarian digital Lidwa 9 Imam Hadis.

Hadis tentang larangan melakukan iḥtikār riwayat Abû Daûd, Hadis

tentang hukuman bagi pelaku iḥtikār riwayat Aḥmad Ibn Ḥanbal, Jenis makanan

yang tidak boleh di iḥtikār riwayat yang juga riwayat Aḥmad Ibn Ḥanbal, dan satu

lagi hadis tentang salah satu sifat yang dapat menghindari diri dari perilaku iḥtikār

yaitu hadis tentang toleransi hadis riwayat al- Bukhārî. Pencarian hadis melalui kamus hadis al-Mu’jam al-Mufaḥras dibantu dengan pencarian digital Lidwa

Sembilan Imam Hadis. Dan dibawah ini hadis-hadisnya.

A. Larangan Melakukan Iḥtikār

Penulusuran matan hadis ini penulis mengutip kata yang ditelusuri adalah kata

ُ ٌئِطاَخُ ََِإُ ُرِكَتْحَيُ ََ

1. Dalam kamus hadis al-Mu’jam al-Mufaḥras dibantu

dengan pencarian digital Lidwa 9 Imam Hadis.

1 A.J. Wensick,


(1)

Pendapat Ulama: Menurut Ibnu Hājar beliau Tsiqah tsabat dan

seorang ahli ibadah, menurut Muslim Tsiqah ma’mun, menurut Al-Nasā‟I

Tsiqah Tsabat, menurut Abû Hātim Ṣadûq.

Guru-gurunya: Aḥmad Ibn Ḥanbal, Yazîd Ibn Harun, „Abdullāh Ibn

Musa, dan lain-lain.

Murid-muridnya: Ibrāhîm Ibn Iṣāq al-HarAbîy, Tirmîẓî, „„Abdullāh

Ibn Aḥmad Ibn Ḥanbal, dan lain-lain.

Yazîd Ibn Harun

Mu ammad Ibn Ishāq Ibn Yasar

Mu ammad Ibn Ibrāhîm Ibn al-Harits Ibn Khalid

Sa‘îd Ibn Al Musayyab Ibn Hazan Ibn Abî Wahab Ibn ‘AmrûMa‘mar Ibn ‘AbdullāhIbn Nafi‘ Ibn Ma‘mar Nadlolah

5. Riwayat Ad-Darimî

ُِنْبُِديِعَسُْنَعَُميِهاَرْ بِإُِنْبُِدَمَحُمُْنَعَُقَحْسِإُُنْبُُدَمَحُمُاَنَ ثَدَحُ دِلاَخُُنْبُُدَمْحَأُاَنَ ثَدَح

ُِنْبُِرَمْعَمُْنَعُ ِبَيَسُمْلا

ُوُقَ يَُمَلَسَوُِهْيَلَعُُهَللاُىَلَصُِهَللاَُلوُسَرُُتْعِمَسَُلاَقُِيِوَدَعْلاَُةَلْضَنُِنْبُِعِفاَنُِنْبُِهَللاُِدْبَع

ٌُئِطاَخُ ََِإُُرِكَتْحَيُ ََُُل

ُِنْيَ تَرَم

35

Telah menceritakan kepada kami Aḥmad Ibn Khalid telah menceritakan kepada

kami Muḥammad Ibn Iṣāq dari Muḥammad Ibn Ibrāhîm dari Sa‟îd Ibn Al

Musayyab dari Ma'mar Ibn „Abdullāh Ibn Nafi' Ibn Nadhlah Al 'Adawi, ia

berkata; aku mendengar Rasulullah ṣallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak

menimbun kecuali ia akan berdosa." Beliau mengucapkan hingga dua kali

.

Al-Dārimî, ‘Abdullāh Ibn ‘Abdurrahman Ibn al-FadhlIbn Bahram Ibn

‘Abdul amad Al-Darimi al-Taimî, 36

35 Al-Darimi, „Abdullāh Ibn „;Abdurrahman Ibn al-Fadhlbin Bahram Ibn „Abdulṣṣamad Al-Darimî al-Taimî , terj Naṣiruddin al-Albani. Aḥmad Hotib dan Faṭurrahman,

Sunan Al-Darimi, ( Jakarta : Pustaka Azzam, 2007 ) h. 566.

36


(2)

Pendapat Ulama : „Abdurrahman Ibn Abî Hātim mengatakan dari ayahnya bahwa beliau seorangn imam ahli di zamannya, Imam ahlu Hadits.

Guru-gurunya : Asyhal Ibn Hātim , Aḥmad Ibn Ishāq al-hadhrami,

Aḥmad Ibn Humaid al-Kufi, dan lain-lain.

Murid-muridnya : Muslim, Abû Dāud, Tirmîẓî, dan lain-lain.

Tidak ditemukan

A mad Ibn Khalid Ibn Musa Ibn Mu ammad37. Wafat tahun 214 H.

Pendapat Ulama : Abû Zur‟ah dan YaḥyāIbn Ma‟în “Tsiqah

Guru-gurunya :Muhmmad Ibn Iṣāq, Yûnus Ibn Abî Ishāq, „Abdul

„Azîz Ibn „Abdullāh Ibn Abî Salamah, dan lain-lain. bh

Murid-muridnya : Bukhārî, Muḥammad Ibn Khalid, ad-Darimi, dan

lain-lain.

Mu ammad Ibn IshāqMu ammad Ibn IbrāhîmSa’îd Al-Musayyab

Ma‘mar Ibn ‘Abdillah Ibn Nafi‘ Ibn Nadhalah al-‘Adawi. 6. Riwayat Imam A mad Ibn anbal.

Musnad Penduduk Makkāh Bab Hadits Ma‟mar Ibn „„Abdullāh RA no 15198

ُِنْبُِديِعَسُْنَعُِيِمْيَ تلاَُميِهاَرْ بِإُِنْبُِدَمَحُمُْنَعَُقاَحْسِإُُنْبُُدَمَحُمُاَنَ ثَدَحُ َلاَقُُديِزَيُاَنَ ثَدَح

ُِرَمْعَمُْنَعُ ِبَيَسُمْلا

َُلوُسَرُُتْعِمَسَُلاَقُِيِشَرُقْلاَُةَلْضَنُِنْبُِهَللاُِدْبَعُِنْب

ُ

ُُطاَخَْْاُ ََِإُُرِكَتْحَيُ ََُُلوُقَ يَُمَلَسَوُِهْيَلَعُُهَللاُىَلَصُِهَللا

38

37

Tahẓib al-Kamal Jilid 1, h. 299.

38 Imam Amad Ibn anbal,


(3)

Telah menceritakan kepada kami Yazîd berkata; telah menceritakan kepada kami

Muḥammad Ibn Iṣāq dari Muḥammad Ibn Ibrāhîm At-Taimî dari Sa‟îd Ibn

Musayyab dari Ma'mar Ibn „Abdullāh Ibn Nadllah Al Qurasyi berkata: saya telah

mendengar Rasulullah Ṣallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Tidak boleh ditimbun

kecuali minyak."

A mad Ibn anbal, Imam Abû ‘Abdillah Ibn Mu ammad Ibn anbal al-Marwazy.39Wafat tahun 241 H.

Guru-Gurunya : Banyak meriwayatkan hadits dari Yazîd Ibn Harun,

dari „Abdah Ibn Sulaimān, dari Muḥammad Ibn Ja‟far, Hammād, Abû Aḥmad,

Iṣāq dan lain- lain.

Murid-muridnya : Bukhārî, Muslim, Ibnu Abî Dunya, dan lain-lain.

Yazîd Ibn Harun Mu ammad Ibn Ishāq

Mu ammad Ibn Ibrāhîm At-TaimîSa’îd Ibn al-Musayyab

Ma’mar Ibn ‘Abdullāh

ُِديِعَسُْنَعَُميِهاَرْ بِإُِنْبُِدَمَحُمُْنَعَُقاَحْسِإُُنْبُُدَمَحُمُاَنَ ثَدَحُ َلاَقَُناَمْيَلُسُُنْبُُةَدْبَعُاَنَ ثَدَح

ُْنَعُ ِبَيَسُمْلاُِنْب

ُْلاُِهَللاُِدْبَعُِنْبُِرَمْعَم

ُُطاَخَْْاُ ََِإُُرِكَتْحَيُ َََُمَلَسَوُِهْيَلَعُُهَللاُىَلَصُِهَللاُُلوُسَرَُلاَقَُلاَقُِيِوَدَع

40

Telah menceritakan kepada kami 'Abdah Ibn Sulaimān berkata; telah menceritakan

kepada kami Muḥammad Ibn Iṣāq dari Muḥammad Ibn Ibrāhîm dari Sa‟îd Ibn

Musayyab dari Ma'mar Ibn „Abdullāh Al 'Adawi berkata; Rasulullah

Ṣallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Tidak boleh ditimbun kecuali minyak."

A mad Ibn anbal

‘Abdah Ibn Sulaimān al-Kalabî.41

39 Fatchur Rahman,

Ikhtisar Musṭalahul hadits, ( Yogyakarta: PT. Al-Ma‟arif, 1995 ) h. 325.

40 Imam Amad Ibn anbal,

Musnad Aḥmad Ibn anbal, ( Saudi Arabia: Baitul

Ifkar, 1998 ) h. 709.

41


(4)

Pendapat Ulama : „Abdullāh Aḥmad Ibn „Abdullāh al-„Ijli

mengatakan “tsiqah rajulun Ṣalih Ṣahib Qur’an Yaqra’, Muhaammad Ibn

Sa‟di, “Tsiqah”

Guru-gurunya : Hajjaj Ibn Dinar, „Ubaid Ibn „Umār, Muḥammad Ibn

Iṣāq, dan lain-lain.

Murid-muridnya : Aḥmad Ibn Ḥanbal, Syuja‟I Ibn Makhlad,

Muḥammad Ibn Sawwar, dan lain-lain.

Mu ammad Ibn IshāqMu ammad Ibn IbrāhîmSa’îd Ibn al-Musayyab Ma’mar Ibn ‘Abdillah

ُْيَ تلاَُميِهاَرْ بِإُِنْبُِدَمَحُمُ ْنَعَُقاَحْسِإُِنْبُِدَمَحُمُ ْنَعُُةَبْعُشُاَنَ ثَدَحُ رَفْعَجُُنْبُُدَمَحُمُاَنَ ثَدَح

ُِديِعَسُ ْنَعُِيِم

ُِنْب

ُُرِكَتْحَيُ َََُمَلَسَوُِهْيَلَعُُهَللاُىَلَصُِهَللاُُلوُسَرَُلاَقَُلاَقُ شْيَرُ قُْنِمُ لُجَرُ رَمْعَمُْنَعُ ِبَيَسُمْلا

ُُطاَخَْْاُ ََِإ

42

Telah menceritakan kepada kami Muḥammad Ibn Ja'far telah menceritakan kepada

kami Syu'bah dari Muḥammad Ibn Iṣāq dari Muḥammad Ibn Ibrāhîm At-Taimî

dari Sa‟îd Ibn Musayyab dari Ma'mar seorang laki-laki dari Quraiṣ, berkata;

Rasulullah Ṣallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Tidak boleh ditimbun kecuali

minyak."

A mad Ibn anbal

Mu ammad Ibn Ja’far al-Hiẓalî,43wafat tahun 193 H.

Pendapat Ulama : ada dalam ats-Tsiqat Ibn Hibban, „Abi Hātim

Ṣaduq,

Guru-gurunya :Ḥusain al-mu‟allim, Syu‟bah Ibn al-Hajjaj, Sufyān al

-Tsauri, dan lain-lain.

42 Imam Amad Ibn anbal,

Musnad Aḥmad Ibn anbal, ( Saudi Arabia: Baitul


(5)

Murid-muridnya : Aḥmad Ibn Ḥanbal, Iṣaq Ibn Rahwîah, „Ali Ibn al -Madini, dan lain-lain.

Syu’bah Ibn al-Hajjaj Ibn al-Wardi al-‘Ataki al-Azdi44

Pendapat Ulama:

Guru-gurunya : Aban Ibn Taghlab, Ibrāhîm Ibn Muhajir, Ibrāhîm Ibn

maimun, Muḥammad Ibn Iṣāq Ibn yassar, danlain-lain.

Murid-muridnya : Muhammaad Ibn Ishāq, Muḥammad Ibn Ja‟far

Ghundar, „Isa Ibn Yûnus, dan lain-lain.

Mu ammad Ibn IshāqMu ammad Ibn IbrāhîmSaîd Ibn Al-Musayyab

Ma’mar

44


(6)

ٌُدِلاَخ

ُُبْهَو

ىَيْحَيُِنْبُوِرْمَع

ىَيْحَي

ُُمِتاَح

ُُناَمْيَلُس

ُُديِعَس

ُُدْبَع

ُ

ُِهَللا

ُ

يمراد

ُ رَفْعَجُُنْبُُدَمَحُم

لبنحُنبُدمحا

هجامُنبا

يذيمرت

دوادُوبا

مِلْسُم

َُن ََْجَعُِنْبُِدَمَحُم

ُ دِلاَخُُنْبُُدَمْحَأ

َُةَبْيَشُيِبَأُُنْبُِرْكَبُوُبَأ

ُِدْبَعُِنْبُِرَمْعَم

َُةَلْضَنُِنْبُِهَللا

َُقَحْسِإُِنْبُِدَمَحُم

ُ روُصْنَمُُنْبُُقَحْسِإ

ُُةَدْبَع

-

---َُنوُراَهُُنْبُُديِزَي

ُ ءاَطَعُِنْبُوِرْمَعُِنْبُِدَمَحُم

َُميِهاَرْ بِإُِنْبُِدَمَحُم