32,61 persen pada tahun 2010 dan tingkat keuntungan terendah yang diterima sebesar 24,26 persen pada tahun 2008.
Pengukuran X-Eff diperoleh dari perbandingan nilai tambah dengan nilai input dalam industri makanan. Pada Lampiran 4 dapat dilihat
nilai rata-rata X-Eff dari tahun 2007 sampai 2013 sebesar 43,31 persen. Nilai X-Eff rata-rata tertinggi pada industri makanan berada pada tahun
2010 sebesar 54,56 persen sedangkan terendah pada tahun 2008 sebesar 36,34 persen. Sementara itu dilihat dari Lampiran 5, nilai Growth dari
tahun 2007 sampai 2013 mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Rata-rata tingkat pertumbuhan yang diperoleh adalah sebesar 5,63 persen dengan
tingkat pertumbuhan tertinggi pada tahun 2013 sebesar 10,71 persen.
4.3 Pembahasan
4.3.1 Struktur Industri Makanan di Indonesia
Berdasarkan hasil penelitian, untuk analisis struktur industri makanan di Indonesia periode 2007-2013 dinyatakan bahwa industri
makanan berada pada struktur oligopoli yang longgar dengan nilai rata- rata CR5 sebesar 7,4 persen atau berada pada kondisi pasar oligopoli
longgar yang cenderung kepada persaingan monopolistik. Artinya kesepakatan diantara perusahaan dalam suatu industri untuk menetapkan
harga sangat sulit dilakukan Jaya, 2001. Tingkat konsentrasi memiliki pengaruh negatif dengan persaingan.
Nilai CR5 yang rendah berarti tingkat persaingan yang tinggi. Hal ini
membuat pesaing baru mudah masuk ke dalam industri makanan karena struktur pasar yang terbentuk juga cenderung kepada struktur persaingan
monopolistik. Terlebih lagi, industri makanan adalah salah satu industri yang cukup menggiurkan bagi para produsen baru, meskipun memiliki
pangsa pasar yang tidak besar, industri makanan merupakan industri strategis dalam sektor perindustrian.. Ini juga menjadi slah satu penyebab
tingginya tingkat persaingan dalam industri ini.
4.3.2 Perilaku Industri Makanan di Indonesia
Analisis perilaku pasar dilakukan secara deskriptif dengan mengacu pada struktur pasar yang telah ditentukan sebelumnya.
Berdasarkan hasil analisis, struktur pasar dalam industri makanan di Indonesia adalah bersifat oligopoli longgar yang cenderung kepada
persaingan monopolistik. Hal ini akan menimbulkan beberapa perilaku yang dilakukan oleh para pelaku industri pada industri makanan di
Indonesia. Perilaku yang dilakukan tersebut antara lain adalah strategi produk, harga, dan promosi. Pada industri ini, diperkenalkan adanya
strategi diferensiasi dan inovasi produk yang dijual oleh perusahaan dalam industri makanan sehingga keuntungan meningkat dari perusahaan
bertambah sejalan dengan meningkatnya kemampuan produsen untuk memperluas bagian pasarnya melalui keunggulan produk yang
dimilikinya. Namun jika strategi ini tidak handal lagi, bisa saja posisi industri sudah berada diambang kerugian. Dalam industri makanan,
perusahaan bersifat ”price takers”, Penetapan harga oleh suatu perusahaan
dalam industri makanan akan dipengaruhi oleh penetapan harga oleh pesaingnya. Jika salah satu perusahaan pesaing menurunkan harga
produknya, maka bisa dipastikan bahwa perusahaan lain akan ikut menurunkan harga agar produknya tetap laku di pasaran. Mengingat
industri makanan berada pada struktur persaingan oligopoli sedang bahkan cenderung bersifat longgar, maka perilaku konsumen masih
diperhitungkan dalam menentukan harga. Adanya penetapan harga tersebut membuat produsen harus bersaing secara sehat, sehingga
perusahaan-perusahaan dalam industri makanan kurang potensial untuk melakukan kolusi.
Sedang untuk strategi promosi yang diterapkan dalam industri ini adalah melalui media untuk diperkenalkan kepada masyarakat, baik media
cetak maupun elektronik. Dari cara menyajikan atau display product juga bisa dijadikan strategi untuk mempromosikan produk makanan ringan.
Saat ini, promosi yang dilakukan oleh para perusahaan dalam industri makanan tidak hanya terbatas pada media cetak, media elektronik,
media social dan display product. Strategi promosi yang saat ini juga banyak dilakukan adalah discount atau potongan harga. Misalnya dengan
pembelian 2 bungkus jenis snack A, akan mendapat potongan senilai Rp x. atau dengan pembelian 2 bungkus jenis snack B, maka konsumen akan
mendapat gratis minuman ringan dari perusahaan sejenis.
4.3.3 Kinerja Industri Makanan di Indonesia