Structure, Conduct dan Performance Industri Makanan di Indonesia

(1)

SKRIPSI

STRUCTURE-CONDUCT-PERFORMANCE INDUSTRI MAKANAN

DI INDONESIA

OLEH

DIAN NOVA YOLANDA A 110501115

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis struktur, perilaku, dan kinerja industri makanan serta pengaruh rasio konsentrasi (CR4), efisiensi

(XEF), dan pertumbuhan output (growth) terhadap Price Cost Margin (PCM) industri makanan di Indonesia berupa data sekunder. Data time series periode tahunan yaitu tahun 2007 sampai tahun 2013 (7 tahun). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data nilai output, nilai input, nilai tambah, dan upah yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan literatur yang berkaitan dengan penelitian ini.

Metode yang digunakan adalah pendekatan Structure Conduct Performance (SCP) untuk menganalisis struktur, perilaku dan kinerja industri makanan. Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis perilaku industri makanan dan analisis kuantitatif untuk mengetahui struktur dan kinerja dari industri makanan di Indonesia. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan software Microsoft Office Excel2007.

Hasil analisis SCP ditemukan bahwa struktur industri pada industri makanan di Indonesia adalah struktur oligopoli longgar, dengan nilai rata-rata CR4

sebesar 7,4 persen. Analisis perilaku dalam industri makanan dapat dilihat dari strategi produk, harga, dan promosi. Strategi produk dilakukan melalui strategi diferensiasi dan inovasi produk, dan penetapan harga berdasarkan harga dari perusahaan pesaing. Sedangkan strategi promosi dilakukan melalui media cetak dan elektronik, serta display product. Dari segi kinerja industri TPT dapat dilihat dari PCM, efisiensi (XEF), dan pertumbuhan output (growth).

Kata Kunci: Structure-Conduct-Performance (SCP), rasio konsentrasi (CR4), efisiensi (XEF), pertumbuhan output, Price Cost Margin (PCM),


(3)

ABSTRACT

The purpose of this study is to analyze structure, conduct, and performance food industry and also effect of concentration ratio (CR4), efficiency (XEF),

growth output, to Price Cost Margin (PCM) in food industry in Indonesia. The type data at research is secondary. Time series data with an annual from 2007 until 2013. The data used in this research is output value, input value, value added, and wages earned from Badan Pusat Statistik (BPS) and literature related to this study.

The method used SCP analysis for analyze structure, conduct, and performance of food industry. The descriptive analysis is used to analyze conduct of food industry and quantitative analysis is used to analize structure and performance of food industry in Indonesia. The data process by using software Microsoft Office Excel 7.

The result of SCP analysis found that the industrial structure of food industry in Indonesia is a loose oligopoly structure, with an average value of CR4

of 7,4 percent. Analysis of conduct of food industry seen strategy of product, price, and promotion. Strategy of product is done by differentiation and innovation of products and pricing based on the price of . While strategy of promotion is done by print media, electronic, and a fashion show. In terms of performance can be seen from PCM, efficiency (XEF), and growth.

Keywords: Structure-Conduct-Performance (SCP), concentration ratio (CR4), efficiency (XEF), growth output, Price Cost Margin (PCM),


(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNya yang diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Structure, Conduct dan Performance Industri Makanan di Indonesia” ini.

Skripsi ini penulis persembahkan khusus buat orangtua tercinta Ayahanda Alm. Mansyur Rasid Aritonang dan Ibunda Hasridawati Tambunan, dan kedua adik tersayang, Sindi Lioni A, dan Rio Ilhamda A, penulis mengucapkan terima kasih banyak atas dukungan, semangat, perhatian, dan bantuan materil yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan perkuliahan dan skripsi ini.

Penulis telah banyak menerima bimbingan, saran, motivasi dan doa dari berbagai pihak selama penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan, yaitu kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Azar Maksum, M.Ec., Ac., Ak., CA sebagai Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec dan Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si sebagai Ketua dan Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Irsyad Lubis SE, Msoc, Sc, PhD dan Bapak Paidi Hidayat, SE,

M.Si sebagai Ketua dan Sekretaris Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.


(5)

4. Bapak Kasyful Mahalli, SE, M.Si sebagai Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

5. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec dan Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si sebagai Dosen Penguji yang telah banyak memberikan petunjuk, saran dan kritik yang membangun pada penulis.

6. Seluruh Staff Pengajar dan Staff Administrasi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara yang selama ini telah mendidik dan membimbing penulis dengan baik.

7. Segenap sahabat-sahabat tercinta Adrian Astaman Harahap, Desy Monica Ginting, SE, Shara Cynthia Sitanggang, Chintya Iman Sari, Helmina Lestari, Yera Ryzki Ananda, Aqmarina dan Hayu Diningtyas yang telah memberikan dukungan moril kepada penulis selama masa pengerjaan skripsi ini.

8. Teman terbaik, M. Rizky Maulana Alfad yang selalu memberikan dukungan kepada penulis dalam setiap proses penyusunan skripsi.

9. Seluruh teman-teman di Ekonomi Pembangunan angkatan 2011 dan pihak-pihak yang telah banyak membantu baik secara langsung ataupun tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini.

10.Dan segenap keluarga besar yang senantiasa selalu memberikan dukungan moril dan materil dan bimbingan serta arahan selama penulis menyusun skripsi.


(6)

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangannya. Oleh karena itu saran dan kritik untuk perbaikan skripsi ini sangat diharapkan penulis. Akhirnya semoga karya kecil ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak-pihak yang membutuhkan.

Medan, April 2015 Penulis,

Dian Nova Yolanda A NIM. 110501115


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ……… i

ABSTRACT ……….. ii

KATA PENGANTAR ………. iii

DAFTAR ISI ……….. vi

DAFTAR TABEL ………. viii

DAFTAR GAMBAR ……….…… ix

DAFTAR SINGKATAN ……… .. x

DAFTAR LAMPIRAN ……….…… xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 6

1.3 Tujuan Penelitian 7

1.4 Manfaat Penelitian 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Ekonomi Industri 9

2.2 Structure-Conduct-Performance (SCP) 10

2.2.1 Pendekatan SCP 10

2.2.2 Structure 12

2.2.3 Conduct 18

2.2.4 Performance 21

2.3 Hubungan antara Structure – Conduct -

Performance 22

2.3.1 Structure-Conduct 22

2.3.2 Conduct-Performance 23

2.3.3 Structure-Performance 23

2.4 Penelitian Terdahulu 24

2.5 Kerangka Pemikiran 26

2.6 Hipotesis Penelitian 27

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data 28

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 28

3.3 Batasan Operasional 28

3.4 Metode Analisis Data 29

3.4.1 Analisis Struktur Pasar 29

3.4.1.1 Pangsa Pasar 29

3.4.1.2 Konsentrasi Pasar 30

3.4.2 Analisis Perilaku Pasar 30

3.4.3 Analisis Kinerja Pasar 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Industri Makanan di Indonesia 32


(8)

4.1.2 Perkembangan Industri Makanan

di Indonesia 34

4.1.3 Kondisi Industri Makanan Ringan Saat Ini 38

4.2 Hasil Analisis 42

4.2.1 Analisis Struktur Industri Makanan

Ringan 42

4.2.1.1 Analisis Pangsa Pasar 43 4.2.1.2 Analisis Konsentrasi Industri

Makanan di Indonesia 44

4.2.2 Analisis Perilaku Industri Makanan

Di Indonesia 45

4.2.2.1 Strategi Produk 46

4.2.2.2 Strategi Harga 48

4.2.2.3 Strategi Promosi 49

4.2.3 Analisis Kinerja Industri Makanan

Di Indonesia 51

4.3 Pembahasan 52

4.3.1 Struktur Industri Makanan diIndonesia 52 4.3.2 Perilaku Industri Makanan di Indonesia 53 4.3.3 Kinerja Industri Makanan di Indonesia 55 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 58

5.2 Saran 59

DAFTAR PUSTAKA 60


(9)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

1.1 PDB Industri Pengolahan di Indonesia

dari Tahun 2007-2013 (Milyar Rupiah) 3 1.2 Persentase Pengeluaran Untuk Konsumsi

Makanan di Indonesia 5

2.1 Tipe-tipe Struktur Pasar 11

2.2 Tipe-tipe Pasar 14

4.1 Pertumbuhan Industri Makanan dan Minuman 34 4.2 Jumlah Perusahaan Industri Besar dan Sedang


(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1 Hubungan Stucture-Conduct-Performance (SCP) 12

2.2 Kerangka Konseptual 27

4.1 Grafik Pangsa Pasar 5 Perusahaan Terbesar

Industri Makanan di Indonesia 44

4.2 Grafik Tingkat CR5 industri makanan di Indonesia 45


(11)

DAFTAR SINGKATAN BKPM : Badan Koordinasi Penanaman Modal BPS : Badan Pusat Statistik

CR5 : Concentration Ratio 5 Perusahaan Terbesar

FB : Facebook

GAPMMI : Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia GMP : Good Manufacturing Practice

HACCP : Hazard Analysis Critical Control Point KPPU : Komisi Pengawasan Persaingan Usaha PCM : Price Cost Margin

PDB : Produk Domestik Bruto PMA : Penanaman Modal Asing

PMDN : Penanaman Modal Dalam Negeri SCP : Structure-Conduct-Performance SNI : Standar Nasional Indonesia XEF : Efisiensi-X (Efisiensi Internal)


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman

1 Jumlah Output dan Jumlah Perusahaan dalam

Industri Makanan di Indonesia 63

2 Nilai CR5 Industri Makanan di Indonesia 63

3 Pangsa Pasar Masing-masing Perusahaan Makanan

Terbesar di Indonesia (2007-2013) 64 4 Nilai Efisiensi-X Industri Makanan di Indonesia 65 5 Nilai Pertumbuhan Output (Growth) Industri

Makanan di Indonesia 65

6 Nilai Price Cost Margin (PCM) Industri

Makanan di Indonesia 66

7 Pengeluaran per Kapita Sebulan Menurut

Kelompok Barang 66


(13)

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis struktur, perilaku, dan kinerja industri makanan serta pengaruh rasio konsentrasi (CR4), efisiensi

(XEF), dan pertumbuhan output (growth) terhadap Price Cost Margin (PCM) industri makanan di Indonesia berupa data sekunder. Data time series periode tahunan yaitu tahun 2007 sampai tahun 2013 (7 tahun). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data nilai output, nilai input, nilai tambah, dan upah yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan literatur yang berkaitan dengan penelitian ini.

Metode yang digunakan adalah pendekatan Structure Conduct Performance (SCP) untuk menganalisis struktur, perilaku dan kinerja industri makanan. Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis perilaku industri makanan dan analisis kuantitatif untuk mengetahui struktur dan kinerja dari industri makanan di Indonesia. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan software Microsoft Office Excel2007.

Hasil analisis SCP ditemukan bahwa struktur industri pada industri makanan di Indonesia adalah struktur oligopoli longgar, dengan nilai rata-rata CR4

sebesar 7,4 persen. Analisis perilaku dalam industri makanan dapat dilihat dari strategi produk, harga, dan promosi. Strategi produk dilakukan melalui strategi diferensiasi dan inovasi produk, dan penetapan harga berdasarkan harga dari perusahaan pesaing. Sedangkan strategi promosi dilakukan melalui media cetak dan elektronik, serta display product. Dari segi kinerja industri TPT dapat dilihat dari PCM, efisiensi (XEF), dan pertumbuhan output (growth).

Kata Kunci: Structure-Conduct-Performance (SCP), rasio konsentrasi (CR4), efisiensi (XEF), pertumbuhan output, Price Cost Margin (PCM),


(14)

ABSTRACT

The purpose of this study is to analyze structure, conduct, and performance food industry and also effect of concentration ratio (CR4), efficiency (XEF),

growth output, to Price Cost Margin (PCM) in food industry in Indonesia. The type data at research is secondary. Time series data with an annual from 2007 until 2013. The data used in this research is output value, input value, value added, and wages earned from Badan Pusat Statistik (BPS) and literature related to this study.

The method used SCP analysis for analyze structure, conduct, and performance of food industry. The descriptive analysis is used to analyze conduct of food industry and quantitative analysis is used to analize structure and performance of food industry in Indonesia. The data process by using software Microsoft Office Excel 7.

The result of SCP analysis found that the industrial structure of food industry in Indonesia is a loose oligopoly structure, with an average value of CR4

of 7,4 percent. Analysis of conduct of food industry seen strategy of product, price, and promotion. Strategy of product is done by differentiation and innovation of products and pricing based on the price of . While strategy of promotion is done by print media, electronic, and a fashion show. In terms of performance can be seen from PCM, efficiency (XEF), and growth.

Keywords: Structure-Conduct-Performance (SCP), concentration ratio (CR4), efficiency (XEF), growth output, Price Cost Margin (PCM),


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di era globalisasi ini, negara-negara di berbagai belahan dunia berlomba-lomba untuk memajukan seluruh sektor yang terdapat di dalam negara untuk memajukan nama negara tersebut. Tidak terkecuali dalam sektor industri. Saat ini sektor perindustrian di seluruh dunia sangat berkembang pesat. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan teknologi dalam bidang perindustrian yang semakin lama semakin canggih. Akan tetapi meskipun banyak sekali kelebihan-kelebihan yang dirasakan dalam sektor industri ini, ternyata ada dampak negatif yang dimiliki oleh sektor perindustrian.

Pada beberapa negara yang tergolong maju, peranan sektor industri lebih dominan, dibandingkan dengan sektor pertanian. Sektor industri memegang peran kunci sebagai mesi pembangunan karena sektor industri memiliki beberapa kunggulan dibandingkan sektor lain, diantaranya nilai kapitalisasi modal yang tertanam sangat besar, kemampuan menyerap tenaga kerja yang besar, juga kemampuan menciptakan nilai tambah (value added creation) dari setiap input atau bahan dasar yang diolah. Pada negara-negara berkembang, peranan sektor industri juga menunjukkan kontribusi yang semakin tinggi. Kontribusi yang semakin tinggi dari sektro industri menyebabkan perubahan struktur perekonomian negara yang


(16)

bersangkutan baik secara perlahan atau cepat dari sektor pertanian ke sektor industri (Arsyad, 2004).

Kondisi perekonomian dari sebuah negara dilihat dari nilai pendapatan nasional yang dipengaruhi oleh berbagai sektor industri yang ada di dalamnya. Salah satu indikator ekonomi makro untuk mengetahui peranan dan kontribusi suatu sektor usaha terhadap pendapatan nasional adalah Produk Domestik Bruto (PDB).

Industri pengolahan merupakan salah satu sektor yang memberikan sumbangan cukup besar pada PDB Indonesia. Industri pengolahan dapat dikelompokkan menjadi dua macam yaitu industri pengolah migas serta industri pengolahan non migas. Industri Makanan, Minuman dan Tembakau merupakan salah satu subsektor dari industri pengolahan non migas yang memiliki peranan sangat penting dalam menopang perekonomian di Indonesia.

Industri makanan dan minuman (mamin) saat ini menduduki posisi strategis dalam penyediaan produk siap saji yang aman, bergizi dan bermutu. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan, Pangan olahan adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan.


(17)

Industri ini juga merupakan salah satu sektor strategis yang memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian nasional. Kontribusi industri pengolahan (migas dan non migas) terhadap PDB nasional pada triwulan III tahun 2014 sebesar 23,3% atau Rp. 612,4 triliun, dan industri non migas berkontribusi sebesar 88% terhadap industri pengolahan itu sendiri.

Pertumbuhan industri non migas sebagian besar ditopang oleh pertumbuhan industri makanan, minuman dan tembakau, yang pada triwulan I 2014 mencapai sebesar 9,42% atau mengalami kenaikan cukup tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan yang sama tahun 2013 sebesar 4,13%. (BPS, 2014)

Peningkatan tersebut menunjukkan bahwa sektor industri makanan, minuman dan tembakau mempunyai peran yang cukup besar dalam pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Untuk perkembangan pertumbuhan Industri Makanan, Minuman dan Tembakau dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 1.1 PDB Industri Pengolahan di Indonesia dari Tahun 2007-2014 (dalam Milyar Rp)

Subsektor 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

3. INDUSTRI PENGOLAHAN 1 068 653.9 1 376 441.7 1 477 541.5 1 599 073.1 1 806 140.5 1 972 523.6 2 152 802.8 2 394 004.9 a. Indstr Migas 182

324.3 237 771.6 209 841.1 214 432.7 253 078.6 254 556.7 267 003.5 290 286.4 b. Indstr

Non-Migas 886 329.6 1 138 670.1 1 267 700.4 1 384 640.4 1 553 061.9 1 717 966.9 1 885 799.3 2 103 718.5 1). Mamin dan

tembakau 264 100.5 346 185.6 420 363.3 465 367.9 546 752.0 623 194.6 674 269.4 776 857.7 Sumber: BPS, 2014


(18)

Berdasarkan data dari BPS, subsektor Industri Makanan, Minuman dan Tembakau merupakan penyumbang terbesar untuk PDB di Indonesia. Subsektor ini terus mengalam peningkatan dari tahun ke tahun (2009-2013). Pada tahun 2009, subsektor makanan, minuman dan tembakau memberikan kontribusi sebesar 420.363,3 (dalam milyar) terhadap PDB Indonesia.

Peluang bisnis makanan ringan tidak pernah ada matinya selama masyarakat masih suka makan makanan ringan. Menurut Surat Keputusan kepala Bagian Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK 00.05.52.4040 tanggal 9 Oktober 2006 tentang kategori pangan adalah semua makanan ringan yang berbahan dasar kentang, umbi, serealia, tepung atau pati (dari umbi dan kacang) dalam bentuk keripik, kerupuk, jipang. Volume kebutuhan makanan dan minuman di indonesia akan terus meningkat setiap tahunnya. Kecenderungan kenaikan ini disebabkan oleh faktor demografi dan perkembangan jumlah penduduk Indonesia yang cukup besar dan pertumbuhannya pun cukup signifikan. Kebutuhan masyarakat akan makanan dan minuman pun turut meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk sehingga industri ini masih dapat terus dikembangkan.

Perkembangan zaman, teknologi, dan perekonomian membuat pola hidup masyarakat dalam berkonsumsi turut berubah. Kepraktisan merupakan hal penting yang menjadi pertimbangan dalam berkonsumsi.


(19)

Produk-produk yang bersifat siap saji mulai diminati di pasar, salah satunya adalah makanan ringan.

Tabel 1.2

Persentase Pengeluaran Untuk Konsumsi Makanan di Indonesia (2007-2013)

Tahun Pengeluaran (%)

2007 49.24

2008 50.17

2009 50.62

2010 51.43

2011 48.96

2012 49.89

2013 48.92

Rata-rata 49.89

Sumber : BPS, diolah (2007-2013)

Berbagai jenis dan merk makan ringan mulai bermunculan dan bersaing ketat sebagai dampak dari terus meningkatnya konsumsi makanan itu sendiri. Industri makanan pun semakin banyak diminati oleh para pengembang usaha yang menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah perusahaan serupa yang masuk pasar sehingga persaingan antar industri makanan, baik produsen lokal maupun perusahaan multinasional semakn meningkat.

Namun, produk makanan olahan impor secara terus-menerus mengalir ke Indonesia dan menjadi alternatif baru bagi konsumen lokal, kondisi ini menjadi tantangan bagi industri lokal, yang diwajibkan untuk terus meningkatkan daya saing mereka untuk bertahan hidup, tumbuh dan berkembang dalam pasar yang kompetitif.


(20)

Salah satu cara untuk meningkatkan daya saing produk adalah untuk penggunaan bahan-bahan faktor produksi secara efisien dan efektif untuk menemukan serta menghasilkan kualitas makanan yang baik, selera dan produk yang terjangkau.

Saat ini, Indonesia masih menghadapai kendala teknologi dalam industri pengolahan makanan, terutama dalam hal distribusi. Banyak produk makanan Indonesia rusak di tengah perjalanan karena teknologi penyimpanan dan infrastruktur yang tidak memadai. Infrastruktur yang baik adalah salah satu solusi dalam mengatasi masalah distribusi makanan, guna mendapatkan produk yang masih terjaga kualitasnya hingga ke tangan pembeli.

Di Indonesia, ada sebuah asosiasi yang menaungi para pengusaha makanan dan minuman (mamin). Asosiasi tersebut bernama GAPMMI (Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia). GAPMMI didirikan pada tanggal 15 April 1976 dan ada lebih dari 400 perusahaan yang menjadi anggotanya. Selain itu, ada sebanyak 61 perusahaan berada di bawah binaan Direktorat Industri Makanan Hasil Laut dan Perikanan dan Direktorat Industri Minuman dan Tembakau.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, dapat diambil beberapa perumusan masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini, diantaranya adalah :


(21)

1. Bagaimana kinerja industri makanan di Indonesia ? 2. Bagaimana struktur pasar industri makanan di Indonesia ?

3. Bagaimana perilaku perusahaan yang ada dalam industri makanan di Indonesia ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis kondisi yang terjadi pada Industri Makanan di Indonesia. Berdasarkan perumusan masalah yang telah diungkapkan sebelumnya, maka tujuan spesifik dari skripsi ini adalah :

1. Mengetahui Kinerja Indusrti Makanan di Indonesia

2. Menganalisis Struktur Pasar dalam Industri Makanan di Indonesia 3. Menganalisis Perilaku Perusahaan Industri Makanan di Indonesia

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang penulis harapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagi Pelaku Ekonomi

Khususnya bagi pelaku industri makanan untuk melakukan persaingan yang sehat yang berbasis pada ketentuan-ketentuan dasar persaingan.


(22)

Sebagai bahan studi dan tambahan literatur bagi mahasiswa/i Fakultas ekonomi Universitas Sumatera Utara khususnya mahasiswa/i jurusan ekonomi pembangunan.

3. Bagi Penulis

Menambah pengetahuan penulis dan sebagai pelengkap salah satu syarat menyelesaikan kuliah di Fakultas ekonomi, jurusan ekonomi pembangunan khususnya.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Ekonomi Industri

Secara mikro, industri adalah kumpulan dari perusahaan-perusahaan yang menghasilkan barang-barang yang homogen, atau barang-barang yang mempunyai sifat saling mengganti yang sangat erat. Secara makro, industri adalah kegiatan ekonomi yang menciptakan nilai tambah (Hasibuan, 1994).

Ekonomi Industri merupakan suatu keahlian khusus dalam ilmu ekonomi. Ekonomi Industri menelaah struktur pasar dan perusahaan yang secara relatif lebih menekankna pada studi empiris dari faktor-faktor yang mempengaruhi struktur pasar, perilaku pasar dan kinerja pasar. Dalam ekonomi industri terdapat dua sisi yang menarik, di satu sisi ekonomi industri merupakan seperangkat konsep dan analisa mengenai persaingan dan monopolo dwngan berbagia macam pasar yang berada di antara keduanya. Di sisi lain, ekonomi industri juga berkaitan dengan pasar riil yyang sangat diramaikan oleh adanya persaingan antar perusahaan (Jaya, 2001).

Beberapa alasan Ekonomi Industri menjadi semakin penting untuk dipelajari, baik di negara-negara maju maupun di negara yang sedang berkembang. Pertama, praktek-praktek struktur pasar yang semakin terkonsentrasi dalam kegiatan bisnis dan praktek-praktek perilakunya menimbulkan kerugian bagi konsumen. Kedua, semakin tinggi konsentrasi industri cenderung mengurangi persaingan antar perusahaan sehingga menciptakan perilaku yang kurang efisien. Ketiga, konsentrasi industri yang tinggi membawa konsentrasi


(24)

kekayaan yang melemahkan usaha-usaha pemerataan, baik dilihat dari pemerataan pendapatan, kesempatan kerja, maupun kesempatan berusaha. Keempat, kaitan struktur industri dengan penyelesaian masalah-masalah ekonomi membawa lebih jauh intervensi pemerintah. Kelima, kajian-kajian tentang struktur-perilaku dan kinerja industri tidak terlepas dari masalah-masalah produksi dan distribusi (Hasibuan, 1994).

2.2 Structure – Conduct – Perfomance (SCP)

2.2.1 Pendekatan SCP

Mason dan Bain dalam Lipczynski (2005) menjelaskan struktur pasar mempengaruhi perilaku perusahaan, dari perilaku ini akan menimbulkan strategi untuk mencapai kinerja perusahaan yang lebih baik. Dengan melihat struktur, perusahaan akan mengetahui kekuatan dari sautu perusahaan. Perusahaan akan menetapkan strategi-strategi yang sesuai dengan kekuatan perusahaan pesaing. Strategi-strategi ini yang akan mempengaruhi kinerja perusahaan. Sederhananya, pendekatan SCP ini digunkan untuk mengetahui kondisi struktur dan persaingan usaha dalam suatu industri dilihat dari struktur industri, perilaku perusahaan, dan kinerja perusahaan.

Pendekatan ini awalnya digunakan pemerintah untuk menganlisis keadaan suatu industri sehingga dapat melakukan pengawasan terhadap perusahaan yang akan merugikan konsumen. Dalam perkembangannya, pendekatan ini digunakan untuk


(25)

menjalankan perusahaan sesuai dengan kondisi pasar. Hubungan variabel ini adalah linier yaitu struktur mempengaruhi perilaku, perilaku mempengaruhi kinerja. Pada perkembangannya, hubungan ini bisa dibalik dan saling mempengaruhi.

Beberapa aspek yang dipelajari dalam kaitannya dengan struktur-perilaku-kinerja industri.

1. Aspek kebebasan memilih dan berusaha walaupun masih ada intervensi pemerintah yang pada akhirnya akan berubah menjadi suatu bentuk persaingan,

2. Aspek peluang yang sama, baik dalam pengertian sebagai pembeli dan penjual, maupun dalam kesempatan, dan pemerataan pendapatan,

3. Aspek keadilan dan kewajaran terhadap praktek-praktek bisnis yaitu melalui pelarangan praktek-praktek bisnis yang tidak wajar dan adanya kepastian hukum,

4. Aspek kesejahteraan masyarakat, yaitu efisiensi alokasi sumber-sumber ekonomi, kesempatan kerja, kestabilan harga, kesehatan, dan lingkungan yang bersih,

5. Aspek kemajuan, yaitu adanya kebebasan, keadilan dan kesejahteraan.


(26)

Gambar 2.1 menunjukkan hubungan antara Structure – Conduct – Perfomance seperti yang dikutip dari Talattov (2010) :

Gambar 2.1

Hubungan Structure – Conduct – Perfomance (SCP)

Sumber : Talattov, 2010

2.2.2 Struktur (Structure)

Defenisi pasar adalah sebagai suatu kelompok penjual dan pembeli yang mmpertukarkan barang yang dapat disubstitusikan. Kemampuan substitusi barang merupakan kunci pokok sehingga ekonomi muncul sebagai daya tarik bagi pasar-pasar individu. Tiap pasar dibatasi oleh dua dimensi yaitu jenis produk dan daerah geografis (Jaya, 2010). Struktur pasar merupakan suatu variabel yang digunakan untuk menentukan perilaku perusahaan dan interaksi antara perilaku dan struktur pasar menentukan kinerja. Selanjutnya kinerja mempunyai pengaruh terhadap pembentukan struktur. Dalam struktur pasar selain memperhatikan jumlah perusahaan juga harus memperhatikan ukuran atau besaran distribusi dari perusahaan tersebut.

Secara teoritis struktur pasar dapat dibedakan menjadi dua yaitu pasar persaingan sempurna dan pasar persaingan tidak sempurna. Pasar persaingan tidak sempurna dibedakan menjadi tiga yaitu pasar persaingan monopoli, oligopoli dan monopolistik. Struktur pasar dapat dilihat dari tiga

CONDUCT PERFORMANCE


(27)

hal yaitu jumlah perusahaan, tipe produksi dan hambatan masuk (Hasibuan, 1994). Ringkasan tipe-tipe struktur pasar dapat dilihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1

Tipe-Tipe Struktur Pasar

Tipe Pasar Jumlah

Perusahaan Tipe Produksi Hambatan Masuk 1. Persaingan Sempurna

Banyak Homogen Bebas 2. Persaingan Tidak

Sempurna a. Persaingan Monopolistik b. Oligopoli c. Monopoli Banyak Sedikit Satu atau Kolusi Diferensiasi Diferensiasi Diferensiasi Bebas Terbatas Sangat terbatas

Sumber: Hasibuan, 1994

Dalam struktur pasar terdapat beberapa elemen-elemen yang termasuk didalamnya yaitu pangsa pasar, konsentrasi pasar dan hambatan-hambatan untuk masuk. Ketiga elemen tersebut akan dijelaskan lebih lanjut dibawah ini.

a. Pangsa Pasar (Market Share)

Pangsa pasar adalah perbandingan antara hasil penjualan suatu perusahaan dengan total penjualan industri. Setiap perusahaan memiliki pangsa pasarnya sendiri, dan besarnya berkisar antara 0 hingga 100 persen dari total penjualan seluruh pasar. Pangsa pasar dapat dihitung dengan beberapa cara yaitu berdasarkan nilai penjualan, unit penjualan, unit produksi dan kapasitas produksi. Pada produk yang bersifat homogen biasanya


(28)

pangsa pasar diukur dengan menggunakan unit atau volume penjualan sedangkan pada pasar yang produknya heterogen, pangsa pasar dihitung terhadap total penjualan.

Pangsa pasar merupakan salah satu aspek yang penting untuk diperhatikan oleh suatu perusahaan karena secara umum terdapat korelasi yang postif antara pangsa pasar dengan profitabilitas atau keuntungan (Yunianti, 2001). Perusahaan dengan pangsa pasar lebih baik akan mendapatkan keuntungan dari penjuakan produk atau kenaikan harga sahamnya sehingga dapat dikatakan bahwa pangsa pasar merupakan tujuan atau motivasi suatu perusahaan.

Tabel 2.2 Tipe-tipe Pasar

Tipe Pasar Kondisi Utama Contoh

Monopoli murni Suatu perusahaan yang memiliki 100 persen dari pangsa pasar

PLN, TELKOM, PAM Perusahaan yang

dominan

(Dominant firm)

Suatu perusahaan yang memiliki 50-100 persen dari pangsa pasar dan tanpa pesaing yang kuat

Surat kabar lokal atau nasional, film kodak, batu baterai.

Oligopoli ketat Penggabungan empat perusahaan terbesar yang memiliki pangsa pasar 60-100 persen. Kesepakata diantara mereka untuk menetapkan harga relatif mudah

Bank-bank lokal, siaran tv, bola lampu, sabun, toko buku, rokok, kretek dan semen

Oligopoli loggar Penggabungan empat perusahaan terbesar yang memiliki pangsa pasar 40-60 persen. Kesepakata diantara mereka untuk menetapkan harga sebenarnya tidak mungkin.

Kayu, perkakas rumah tangga, mesin-mesin kecil, perangkat keras, majalah, obat-obatan. Persaingan

monopolistik

Banyak pesaing yang efektif, tidak satupun yang memiliki lebih dari 10 persen pangsa pasar.

Pedagang eceran, penjual pakaian

Persaingan murni Lebih dari 50 persen pesaing yang mana tidak satupun yang memiliki pangsa pasar yang berarti

Sapi dan unggas


(29)

Semakin besar pangsa pasar maka semakin besar pula hak monopoli bagi perusahaan yang bersangkutan. Derajat kekuatan pasar pada umunya akan muncul ketika pangsa pasar mencapai 15 persen, pada tingkatan yang lebih tinggi yaitu 25-30 persen derajat monopoli akan menjadi signifikan, dan pada tingkat 50-60 persen biasanya perusahaan mempunyai kekuatan pasar yang sangat besar. Kesukesan perusahaan biasanya selain digambarkan oleh profit tetapi juga oleh besarnya pangsa pasar.

b. Konsentrasi Pasar (Concentrate)

Konsentrasi (pemusatan) merupakan tingkat oligopoli dimana kombinasi pangsa pasar dari perusahaan-perusahaan oligopoli tersebut membentuk suatu tingkatan pemusatan dalam pasar. Penerimaan rata-rata industri yang telah terkonsentrasi akan lebih tinggi daripada penghasilan dari jenis industri yang kurang terkonsentrasi.

Pengertian konsentrasi sangat erat hubungannya dengan pangsa pasar dari perusahaan-perusahaan yang ada dalam suatu industri. Hal ini dapat dimaklumi karena konsentrasi adalah besarnya pangsa pasar yang dikuasai oleh perusahaan relatif terhadap pangsa pasar total yang biasanya diambil dari pangsa pasar perusahaan terbesar dalam industri dimana perusahaan-perusahaan tersebut berada. Semakin besar pangsa pasar yang


(30)

dikuasai oleh perusahaan-perusahaan tesebut relatif terhadap pasar total, maka dapat dikatakan bahwa industri tersebut mempunyai tingkat konsentrasi yang tinggi.

c. Hambatan Untuk Masuk (Barrier To Entry)

Menurut Asian Development Bank (2001) barrier to entry dapat didefenisikan sebagai setiap bentuk karakteristik pasar yang menghambat pendatang (entrant) baru untuk bersaing atas dasar yang sama dengan perusahaan yang sudah ada. Dalam defenisi ini, kombinasi biaya yang hilang (sunk cost) dan skala ekonomi dapat menjadi barrier to entry.

Menurut Bain (1956) penentu utama kondisi entry adalah skala ekonomi yang besar, diferensiasi produk dan keuntungan biaya absolut anatara perusahaan yang ada dengan yang baru. Kondisi entry sangat menentukan degree of competition (tingkat kompetisi)baik yang aktual maupun yang potensial sehingga dapat diduga mempengaruhi kinerja dan struktur. Pesaing potemsial adalah perusahaan-perusahaan di luar pasar yang mempunyai kemungkinan untuk masuk dan menjadi pesaing yang sebenarnya (Jaya, 2001).

Menurut Geroski dalam Satriawan dan Wigati, (2002) entry dapat didefenisikan sebagai :


(31)

(2) Entry ditandai dengan didirikannya perusahaan baru dalam industri yang serupa oleh perusahaan yang masih beroperasi dalam industri tersebut;

(3) Pengambilalihan (akuisisi) suatu perusahaan oleh perusahaan lain satu lingkup industri;

(4) Penggabungan beberapa macam produk oleh perusahaan yang masih beroperasi dalam industri tersebut sehingga menciptakan pangsa pasar baru;

(5) Masuknya perusahaan yang dimiliki oleh pemodal asing ke industri dalam negeri.

Weiss (1965) mendefenisikan entry mencakup dua hal yaitu nama perusahaan baru dan terdapat bangunan baru dalam suatu industri. Sedangkan Besanko, Dranove, dan Shanley, (1996) menyatakan bahwa entry dapat didefenisikan sebagai masuknya suatu produk baru/jasa baru yang ditawarkan oleh perusahaan yang telah atau baru beroperasi ke dalam suatu pasar atau industri.

Ada beberapa hal umum mengenai hambatan masuk pasar yang harus diketahui. Pertama, hambatan-hambatan yang timbul dalam kondisi pasar yang mendasar, tidak hanya dalam bentuk perangkat legal maupun kondisi yang dapat berubah dengan cepat. Kedua, hambatan dibagi mulai dari tingkatan tanpa hambatan sama sekali seperti pasar


(32)

persaingan sempurna, hambatan rendah, hambatan sedang, sampai hambatan tingkat tinggi dimana tidak ada lagi jalan untuk masuk pasar, seperti pada pasar dimana terdapat perusahaan yang menjadi monopolis. Ketiga, hambatan merupakan sesuatu yang kompleks. Petanan hambatan untuk masuk pasar masih diperdebatkan. Beberapa ahli ekonomi memandangnya sebagai suatu yang penting. Tetapi pandagan utama saat ini menyatakan rintangan-rintangan dan pesaing-pesaing baru merupakan hal kedua yang mungkin memodifikasi pengaruh pangsa pasar dan pemusatan. Hanya dalam kasus tertentu pesaing yang potensial menguasai pasar.

Shepherd dalam Juwita (2004) membagi hambatan utnuk masuk menjadi dua jenis, yaitu hambatan eksogen dan hambatan endogen.

2.2.3 Perilaku (Conduct)

Perilaku pasar yang dimaksud adalah pola tanggapan dan penyesuaian yang dilakukan suatu perusahaan di dalam pasar untuk mencapai tujuannya. Perilaku pasar terkait dengan tindakan apa yang harus dilakukan suatu perusahaan dalam menghadapi pesaingnya terhadap harga, tingkat produksi, kualtas produk, tindakan promosi, dan hal lainnya yang bekaian dengan kegiatan operasional perusahaan (Greer, 1992). Scherer (1990) menyataka


(33)

terdapat tiga kriteria untuk melihat peilaku industri yaitu strategi harga, kondisi entry dan tipe produk. Martin dalam Yunianti (2001) menyatakan bahwa perilaku strategis perusahaan hanya ada pasar oligopoli. Perilaku industri dapat dilihat pada strategi perusahaan dalam menentukan jumlah dominasi output, penentuan harga, advertensi, pemilihan teknologi, kegiatan dalam pasar dan juga dalam kebijakan produk. Sedangkan menurut Jaya (2001) pada perusahaan ada beberapa perilaku yang terjadi antara lain penetapan harga, strategi produksi, kolusi dan penawaran vertikal.

Lipczynski (2005), mengemukakan 6 variabel utama perilku pelaku pasar (conduct) yaitu tujuan perusahaan, kebijakan harga, karakteristik produk, pengembangan produk, kolusi, dan merger. Disamping itu, perilaku perusahaan juga dapat diterangkan melalui strategi produk, strategi harga dan strategi promosi.

1. Strategi Produk

Strategi produk harus mengikuti perkembangan produk itu sendiri. Dikatakan pula bahwa suatu produk memiliki daur hidup tersendiri yang terdiri dari fase pengembangan perkenalan, pertumbuhan, kedewasaan, dan penurunan. Siklus hidup produk merupakan jalur yang akan ditempuh oleh penjualan dan keuntungan produk selama hidupnya (Kotler dan Armstrong, 2006). Strategi produk dapat dilakukan dengan cara differensiasi produk dan strategi pengiklanan. Hal ini dilakukan selain untuk


(34)

membuat produk lebih dikenal karena memiliki cirri khas, juga agar produk dapat laku di pasaran.

2. Strategi Harga

Dalam pasar persaingan sempurna, harga ditentukan oleh pasar. Perusahaan tidak dapat mempengaruhi harga atau disebut pula price takers. Dalam pasar persaingan tidak sempurna (monopoli, monopsoni, ologopoli, dan oligopsoni) perusahaan dapat menentukan harga. Dalam pasar monopoli dan oligopoli dikenal adanya istilah diskriminasi harga dengan memaksimumkan keuntungan dan menciptakan suatu penghalang bagi perusahaan baru yang akan masuk ke pasar monopsoni maupun oligopsoni.

3. Strategi Promosi

Promosi merupakan salah satu perilaku perusahaan yang memaksimalkan keuntungan. Strategi promosi yang dijalankan perusahaan dalam industrinya adalah melalui promosi dalam bentuk iklan, distribusi produk, diskon atau potongan harga, product display di tempat penjualan, serta kegiatan-kegiatan lainnya.

Promosi dapat dikatakan efektif jika dapat membuat konsumen mengetahui kelebihan dari suatu produk dibandingkan produk lain sehingga dapat mendorong mereka untuk membeli produk.


(35)

2.2.4 Kinerja (Performance)

Setiap perusahaan pasti akan mempunyai tujuan untuk menguasai pasar, tujuan itu yang disebut dengan kinerja. Kinerja pasar dapat diartikan sebagai sebuah usaha yang disesuaikan dengan struktur dan perilaku pasar dengan tujuan akhir memperoleh keuntungan. Secara lebih rinci kinerja dapat dilihat dari laba, efisiensi, pertumbuhan (termasuk peluasan pasar), kesempatan kerja, prestise profesional, kesejahteraan personalia, dan juga kebanggaan kelompok. Kinerja tergabung antara kinerja ekonomi dan non ekonomi (Hasibuan, 1994). Kinerja dalam kaitannya dengan ekonomi memiliki banyak aspek, namun biasanya dipusatkan pada tiga aspek pokok yaitu, efisiensi, kemajuan teknologi, dan keseimbangan dalam distribusi (Jaya, 2001).

Menurut Jaya (2001) ada 4 tujuan kinerja, yaitu : 1. Efisiensi dalam pengalokasian sumberdaya 2. Kemajuan teknologi dan penggunaannya 3. Keseimbangan dan distribusi

4. Dimensi lain berupa kebebasan individu dalam memilih, keamanan dari bahaya yang mengancam dan keanekaragaman budaya yang ada

Daryanto (2004) mengungkapkan yang dimaksud dengan kinerja adalah :


(36)

1. Apakah perusahaan-perusahaan meningkatkan kesejahteraan ekonomi ?

2. Apakah mereka bekerja secara efisien, menghindari pemborosan faktor-faktor produksi yang langka sifatnya ?

3. Apakah alokasi faktor-faktor produksi telah efisien secara ekonomis?

4. Apakah perusahaan-perusahaan secara efektif meningkatkan kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi ?

Menurut Jaya (2001) dalam kinerja pasar terdapat konsekuensi dan kekuatan pasar yaitu kemampuan perusahaan-perusahaan untuk mempengaruhi harga produk-produk yang mereka jual kepada konsumen. Pada kenyataannya kekuatan pasar dapat mempengaruhi secara mencolok terhadap harga, keuntungan, inovasi, keadilan dan nilai-nilai lainnya. Dalam kinerja juga memperhatikan pertumbuhan dan kelayakan, hal ini dikarenakan pertumbuhan dan kelayakan membutuhkan usaha yang cermat, menunjukkan bagian-bagiannya dan kemungkinan pengaruh-pengaruh monopoli yang ditimbulkannya.

2.3 Hubungan antara Structure – Conduct - Performance 2.3.1 Structure – Conduct

Hubungan antara struktur dan perilaku adalah hubungan linier. Market share perusahaan akan menimbulkan hambatan masuk bagi perusahaan lainnya sehingga perusahaan-perusahaan


(37)

akan melakukan kerjasama baik dalam bentuk kartel, kolusi maupun merger. Jika beberapa perusahaan itu melakukan kerjasama maka akan menimbulkan kekuatan gabungan antar perusahaan sehingga membuat perusahaan lain tidak dapat masuk ke dalam pasar.

2.3.2 Conduct – Performance

Hubungan antara perilaku dan kinerja adalah hubungan linier. Perilaku perusahaan seperti kebijakan harga, kerjasama, dan pengembangan produk adalah perilaku perusahaan untuk memenuhi tujuan perusahaan yang biasanya bertujuan untuk memaksimumkan keuntungan dan efisiensi. Sehingga jika tujuan perusahaan adalah keuntungan maksimum, maka perusahaa akan melakukan kebijakan harga. Jika tujuan perusahaan adalah efisiensi, maka perusahaan akan melakukan strategi kerjasama dan pengembangan produk.

2.3.3 Structure – Performance

Hubungan antara struktur dan kinerja adalah hubungan linier. Semakin besar kekuatan perusahaan atau sekelompok perusahaan yang melakukan kartel, semakin besar tingkat efisiensi biaya. Semakin efisien itulah yang menyebabkan banyak


(38)

perusahaan yang bersaing, maka keuntungan perusahaan akan semakin meningkat.

2.4 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang membahas analisis industri dengan pendekatan Structure – Conduct – Performance ataupun yang terkait dengan penelitian ini adalah :

1. Citra. (2006). Analisis Industri Mie Instan Di Indonesia.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis industri mie instan di Indonesia dengan pendekatan Struktur – Perilaku – Kinerja. Metode yang digunakan adalah ordinary least square (OLS) .Variabel bebas yang digunakan adalah rasio konsentrasi lima perusahaan terbesar (CR5), nilai

efisiensi-X, produktivitas, jumlah ekspor, jumlah impor dan pertumbuhan . Variabel terikatnya adalah proksi dari keuntungan industri yaitu (PCM) . Hasil penelitian ini menunjukkan struktur pasar industri mie instan di Indonesia adalah oligopoli ketat. Dari hasil regresi diperoleh bahwa CR5

berdampak negatif dan tidak signifikan terhdap PCM. Sedangkan variabel efisiensi-X signifikan terhadap PCM.

2. Sunengcih. (2009). Analisis Industri Minuman Ringan di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis industri minuman ringan di Indonesia dengan pendekatan Struktur – Perilaku – Kinerja. Metode yang digunakan adalah ordinary least square (OLS) .Variabel bebas yang


(39)

digunakan adalah rasio konsentrasi lima perusahaan terbesar (CR5) , nilai

efisiensi-X, pertumbuhan output (growth) dan jumlah perusahaan (Usaha). Variabel terikatnya adalah proksi dari keuntungan industri yaitu (PCM) . Hasil penelitian ini menunjukkan struktur pasar industri minuman ringan di Indonesia adalah oligopoli sedang. Dari hasil regresi diperoleh bahwa CR5 dan Growth tidak berpengaruh signifikan terhdap PCM. Sedangkan

variabel efisiensi-X dan Usaha signifikan terhadap PCM.

3. Sarifah. (2007). Analisis Industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) di Indonesia

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis industri air minum dalam kemasan di Indonesia dengan pendekatan Struktur – Perilaku – Kinerja. Metode yang digunakan adalah ordinary least square (OLS) .Variabel bebas yang digunakan adalah rasio konsentrasi lima perusahaan terbesar (CR5) , nilai efisiensi-X dan pertumbuhan output (growth) . Variabel

terikatnya adalah proksi dari keuntungan industri yaitu (PCM) . Hasil penelitian ini menunjukkan struktur pasar industri air minum dalam kemasan di Indonesia adalah oligopoli longgar. Dari hasil analisis hubungan antara struktur dan faktor lainnya yang mempengaruhi kinerja, variabel yang berpengaruh adalah variabel X-Eff, dan variabel CR5,


(40)

2.5 Kerangka Pemikiran

Dalam penelitian mengenai industri makanan ini akan dijelaskan mengenai struktur pasar, perilaku dan kinerja perusahaan yang terdapat dalam pasar. Pada model SCP dikatakan bahwa struktur akan mempengaruhi perilaku perusahaan yang ada di dalamnya, kemudian perilaku akan mempengaruhi kinerja dari indutri. Struktur pasar dianalisis menggunakan pangsa pasar, tingkat konsentrasi lima perusahaan terbesar (CR5). Konsentrasi ini akan menunjukkan bentuk pasar

yang dihadapi oleh industri.

Struktur pasar akan berdampak pada perilaku industri. Perilaku dalam penelitian ini dianalisis secara deskriptif. Perilaku yang terjadi dianalisis dengan melihat strategi produk, strategi harga, strategi promosi,dan kemungkinan terjadinya kolusi oleh perusahaan dalam memasarkan produknya. Perilaku pasar akan berdampak pada kinerja industri.

Kemudian akan dilihat bagaimana kinerja industri yag ditinjau dari PCM, X-Eff, dan growth,. PCM digunakan sebagai proksi yang mencerminkan tingkat keuntungan dari suatu industri.. Pada struktur pasar, variabel yang digunakan adalah CR5 dan variabel lain yang diduga dapat berpengaruh terhadap keuntungan

antara lain X-Eff dan pertumbuhan output (growth), dengan nilai X-Eff yang tinggi diduga dapat meningkatkan keuntungan. Adapun kerangka konseptual dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :


(41)

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual

2.6 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan permasalahan dan kerangka pemikiran yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat dirumuskan hipotesa sebagai berikut : 1. Struktur pasar industri makanan di Indonesia merupakan struktur

persaingan oligopoli.

2. Struktur pasar yang ada menyebabkan adanya perilaku tertentu pada industri makanan seperti penetapan strategi harga, produk, dan promosi.

3. Industri makanan di Indonesia memiliki nilai PCM (keuntungan) yang

cukup tinggi dengan pengaruh positif dari X-Eff dan Growth .

Industri Makanan di Indonesia

Performance PCM Efisiensi-X

Growth Conduct

Strategi Produk Strategi Harga Strategi Promosi Structure

Pangsa pasar Konsentrasi (CR5)


(42)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini sepenuhnya adalah merupakan jenis data sekunder atau jenis data yang telah diolah oleh lembaga-lembaga pemerintah maupun non-pemerintah. Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), yakni data nilai output, nilai input, nilai tambah, dan upah, dan beberapa data yang bersumber dari perpustakaan dan hasil penelitian terdahulu, serta berbagai media elektronik lainnya. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan software Microsoft Office Excel 2007.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada salah satu industri pengolahan yaitu Industri Makanan yang diperoleh dari data statistik industri besar dan sedang yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Waktu penelitian yang diambil adalah selama 7 tahun dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2013.

3.3 Batasan Operasional

Batasan operasional digunakan untuk menghindari kerancuan dalam membahas dan menganalisis permasalahan dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Penelitian ini dibatasi pada masalah sebagai berikut:

a. Struktur industri makanan diukur dengan menggunakan CR5.


(43)

c. Kinerja industri makanan diukur melalui PCM, Efisiensi-X, dan Growth.

3.4 Metode Analisis Data

Analisis data dilakukan baik secara deskriptif dengan memberikan gambaran hasil, maupun secara kuantitatif dengan melihat variabel-variabel yang berhubungan. Metode deskriptif digunakan untuk menganalisis perilaku industri makanan di Indonesia. Sementara metode kuantitatif adalah dengan menggunakan pendekatan SCP, untuk menganalisis struktur industri dan kinerja industri.

Variabel-variabel yang digunakan dalam analisis penelitian ini adalah PCM, CR5, Efisiensi-X, dan Growth.

3.4.1 Analisis Struktur Pasar

Struktur industri yang digunakan untuk menganalisis seberapa jauh konsentrasi perubahan terbesar dalam industri makanan di Indonesia.

3.4.1.1 Pangsa Pasar

Pangsa pasar perusahaan berkisa antara 0 sampai 100 persen dari total penjualan seluruh pasar.

Msi = ������ x 100% (3.1)

Dimana:

Msi = pangsa pasar perusahaan i (persen),

Si = penjuaan perusahaan i (juta rupiah),


(44)

3.4.1.2 Konsentrasi Pasar

Rasio konsentrasi umum yang digunakan adalah CR5, yang

menunjukkan pangsa pasar lima perusahaan terbesar dalam industri. Semakin besar angka persentasenya (mendekati 100 persen) berarti semakin besarkonsentrasi industri dari produk tersebut. Jika rasio konsentrasi suatu industri mencapai 100 persen maka bentuk pasarnya dalah monopoli (Jaya, 2001).

CR5 =

output 5 perusahaan terbesar

total perusahaan (3.2)

3.4.2 Analisis Perilaku Pasar

Perilaku industri makanan di Indonesia dianalisis secara mendalam dan obyektif dengan menggunakan analisis deskriptif yang berdasarkan observasi atas data primer dan data sekunder yang diperoleh melalui literatur-literatur yang diperoleh dan penelitian kepustakaan. Elemen-elemen dalam perilaku industri antara lain strategi produk, strategi harga, dan strategi promosi.

3.4.3 Analisis Kinerja Pasar

Analisis kinerja industri pada penelitian ini dilakukan menggunakan analisis price cost margin (PCM). PCM ini digunakan untuk mengetahui hubungan struktur pasar terhadap kinerja perusahaan. Adapun kajian mengenai variabel-variabel bebas adalah sebagai berikut :


(45)

PCM = Nilai tambah – upah (1) Nilai barang yang dihasilkan

Pangsa Pasar (CR5) =

output 5 perusahaan terbesar

total perusahaan (2)

Efisiensi-X = Nilai Tambah Industri (3) Nilai Input

Growth = Nilai output thn t – nilai output thn (t-1) (4) Nilai barang dihasilkan tahun t-1

Price Cost Margin (PCM) merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja industri makanan. Five Concentration Ratio (CR5) adalah alat untuk mengukur besarnya konsentrasi penjualan empat

perusahaan terbesar dalam total pendapatan penjualan dari industri makanan. Extra Efisiensi (X-Efff) merupakan kemampuan industri makanan untuk menghasilkan nilai tambah terhadap biaya input perusahaan. Efisiensi ini diukur dengan menggunakan perbandingan antara nilai tambah industri dengan biaya input. Growth adalah pertumbuhan nilai barang yang dihasilkan yang diukur melalui perbandingan selisih output tahunan dengan nilai output tahun sebelumnya.


(46)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Industri Makanan di Indonesia 4.1.1.Defenisi Makanan Ringan

Makanan ringan adalah makanan yang dikonsumsi diluar jam makan utama (pagi,siang,malam). Makanan ringan ini dimaksudkan untuk menunda lapar sementara, dan memberi supply energi sementara pada tubuh. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), makanan ringan merupakan makanan yg bukan berupa nasi (spt kue-kue) sbg makanan selingan di antara waktu-waktu makan; kudapan. Ada beberapa makanan ringan yang biasa dijumpai dalam masyarakat seperti kue, cookies atau kue kering, juga makanan ringan siap konsumsi yang diproduksi di pabrik-pabrik yang banyak beredar di took-toko. Bahkan buah-buahan juga dapat termasuk dalam katagori makanan ringan bagi masyarakat yang menjalankan program hidup sehat.

Produk yang termasuk dalam kategori makanan ringan seperti yang telah diesbutkan pada bab sebelumnya, menurut Surat Keputusan kepala Bagian Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK 00.05.52.4040 tanggal 9 Oktober 2006 tentang kategori pangan adalah semua makanan ringan yang berbahan dasar kentang, umbi, serealia, tepung atau pati (dari umbi dan kacang) dalam bentuk keripik, kerupuk,


(47)

jipang. Selain itu pangan olahan yang berbasis ikan (dalam bentuk kerupuk atau keripik) juga masuk ke dalam kategori makanan ringan.

Makanan ringan, dewasa ini sudah menjadi bagian yang tak terlepaskan dari kehidupan masyarakat sehari-hari. Terutama kalangan remaja dan anak-anak. Snack merupakan makanan ringan yang dikonsumsi dalam waktu antara ketiga makanan utama dalam sehari (Muchtadi, 1998). Selain sebagai penunda lapar, makanan ringan juga berfungsi sebagai pereda stress, serta media berinteraksi. Makanan ringan ini termasuk makanan yang sangat digemari karena praktis untuk dikonsumsi dan bermacam-macam jenisnya.

Makanan ringan di Indonesia mulai populer saat dikenalkan oleh Belanda pada jaman penjajahannya. Makanan ringan di jaman itu dinikmati saat minum teh di sore hari berupa kue-kue basah. Snack saat ini tersedia dalam berbagai jenis, baik kue, cookies atau kue kering, juga makanan ringan siap konsumsi yang diproduksi di pabrik-pabrik yang banyak beredar di toko-toko, dan tidak lagi dikonsumsi di sore hari namun di berbagai waktu baik pagi, siang ataupun malam. Makanan ringan juga bisa dibedakan menjadi dua macam berdasarkan bahan baku yang digunakannya. Kelompok pertama yaitu kelompok makanan ringan yang menggunakan satu bahan pecita rasa seperti garam, gula, dan bumbu lainnya. Kelompok kedua yaitu kelompok makanan ringan yang mengguna kan bahan baku dan bahan tambahan lain yang dicampur untuk memperoleh produk yang mempunyai nilai gizi yang baik, daya cerna dan mutu fisik yang lebih


(48)

tinggi. Campuran dari beberapa sumber pati seperti gandum, jagung dan beras, bahkan dicampur pula dengan kacang-kacangan seperti kedelai dan lainnya.

Makanan atau minuman yang dijual di tempat umum, terlebih dahulu telah dipersiapkan atau dimasak di tempat produksi, di rumah atau di tempat berjualan sehingga makanan tersebut sudah siap untuk dimakan.

4.1.2 Perkembangan Industri Makanan Ringan di Indonesia

Industri makanan ringan mampu bertahan dalam kondisi apapun, termasuk ketika krisis perekonomian. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan industri makanan dari tahun ke tahun menunjukkan pertumbuhan yang positif. Walaupun sempat terjadi penurunan pada tahun-tahun tertentu, namun penurunan tersebut tidak begitu besar. Hal ini terbukti dengan angka pertumbuhan industri makanan dalam tabel di bawah ini

Tabel 4.1

Pertumbuhan Industri Makanan dan Minuman Tahun Growth (%)

2007 5.57 2008 3.01 2009 1.34 2010 4.45 2011 5.56 2012 8.75 2013 10.73 Rata-rata 5.63


(49)

Sedangkan untuk jumlah perusahaannya sendiri, sektor industri makanan mengalami penurunan di beberapa tahun tertentu, namun kembali meningkat dalam tahun-tahun selanjutnya, seperti yang terlihat dalam tabel dibawah ini.

Tabel 4.2

Jumlah Perusahaan Industri Besar dan Sedang Menurut Subsektor, 2008-2013

Subsektor 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Makanan 5728 5545 5428 5463 5662 5852

Minuman 327 323 328 335 345 348

Pengolahan Tembakau

1134 1053 981 989 945 949 Tekstil 2450 2366 2333 2251 2246 2232 Pakaian Jadi 2604 2395 2242 2222 2248 2353

Sumber : BPS, diolah

Selain jumlah pelaku bisnis yang mengalami peningkatan, omsetnya juga mengalami pertumbuhan yang cukup positif. Saat ini berbagai macam produk makanan dan minuman mulai diinovasikan menjadi aneka menu baru yang ditawarkan pelaku usaha untuk memanjakan para konsumennya. Bahkan sekarang banyak pengusaha yang berhasil mengembangkan usahanya menjadi menawarkan nilai investasi yang beragam, dari mulai jutaan rupiah hingga ratusan juta rupiah.

Tentunya kondisi tersebut tidak hanya memberikan keuntungan bagi para pelaku usaha di bidang makanan dan minuman, namun juga menyerap jumlah tenaga kerja yang cukup besar dan membukakan peluang


(50)

usaha baru bagi para pemula yang tertarik berinvestasi di bidang industri ini.

Pertumbuhan industri makanan dan minuman akan tetap baik bahkan terus mengalami kenaikan pada tahun-tahun mendatang. Industri makanan masih akan tetap menjadi andalan sektor industri pengolahan non migas. Pertumbuhan industri makanan dan minuman tetap tumbuh dan menjadi sektor andalan karena didukung oleh kuatnya permintaan di dalam negeri yang diakibatkan oleh semakin meningkatnya konsumen kelas menengah di dalam negeri.

Semakin besar dan terbukanya pasar di dalam negeri akan menjadi sebuah daya tarik, namun menimbulkan ancaman masuknya produk sejenis dari negara lain. Oleh karena itu, diperlukan upaya yang serius dalam meningkatkan daya saing, dengan mengatasi sejumlah permasalahan seperti infrastruktur, kompetensi dan produktivitas tenaga kerja, iklim investasi dan teknologi serta kondisi kelembagaan birokrasi.

Penurunan daya saing industri di pasar internasional yang disebabkan oleh meningkatnya biaya energi, ekonomi biaya tinggi, penyelundupan serta belum memadainya pelayanan publik, serta terbatasnya infrastruktur juga harus segera diatasi guna membatasi kuota masuknya jenis produk makanan ringan impor ke dalam negeri.

Tantangan industri makanan dan minuman saat ini adalah banyaknya produk ilegal dan produk impor kualitas rendah dengan harga


(51)

murah. Permintaan produk makanan yang mengalami peningkatan pada tahun 2012 membuat pangsa pasar makanan khususnya produk impor ikut terkerek naik, akibat meningkatnya permintaan tesebut maka pangsa pasar makanan impor juga naik 8%.

Pasar industri makanan dan minuman juga sempat terganggu akibat isu negatif penggunaan bahan tambahan pangan yang menggangu kesehatan, pencantuman label peringatan kandung kholesterol, gula dan isu-isu cukai minuman berkarbonasi.

Industri makanan dan minuman (mamin) saat ini menduduki posisi strategis dalam penyediaan produk siap saji yang aman, bergizi dan bermutu., dalam rangka memenuhi ketiga aspek utama dan untuk menepis isu negative tentang gangguan kesehatan akibat bahan tambahan pangan dan makanan ringan, maka langkah mendesak yang harus dilakukan antara lain mendorong penerapan SNI, Good Manufacturing Practices (GMP), dan Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP), Food Hygiene, Food Safety, Food Sanitation, penerapan Standar Pangan Internasional (CODEX Alimentarius).

Membaiknya iklim berusaha di Indonesia dirasakan oleh pelaku industri makanan dan minuman seiring meredanya tensi politik paska Pemilihan Presiden 2014 yang lalu. Tahun ini, nilai investasi di industri pengolahan makanan dan minuman diprediksi tumbuh sampai 22 persen.


(52)

Diperkirakan investasi tahun ini mencapai Rp 55 triliun, meningkat dibandingkan proyeksi tahun lalu Rp 45 triliun. Porsi penanaman modal asing (PMA) akan mendominasi investasi di industri makanan dan minuman pada tahun depan.Komposisinya diperkirakan 60 persen PMA dan 40 persen berasal dari perusahaan dalam negeri (penanaman modal dalam negeri/PMDN).

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi penanaman modal langsung pada selama periode Januari-September 2014 mencapai Rp 342,7 triliun atau tumbuh 16,8 persen dibandingkan dengan pencapaian periode yang sama tahun lalu Rp 293,3 triliun. Investasi langsung di industri pengolahan makanan berkontribusi 11,9 persen atau sebesar Rp 40,7 triliun. Komposisinya adalah PMDN sebesar Rp 14 triliun, sedangkan PMA US$ 2,5 miliar atau sekitar Rp 25 trilyun.

Perusahaan makanan dan minuman asal Jepang dalam dua tahun terakhir memang gencar melebarkan sayap bisnisnya ke Indonesia. Menurut Ketua GAPMMI, ada 10 perusahaan besar asal Jepang yang masuk ke sektor makanan dan minuman. Antara Iain Suntory, Asahi, Glico, Morinaga, Ito En, UHA, Mitsubishi,Yamazaki, dan Kanematsu.

4.1.3 Kondisi Industri Makanan Ringan Saat Ini

Makanan ringan lebih sering diidentikkan dengan snack siap saji yang biasa dijual di supermarket-supermarket atau bahkan took-toko kecil


(53)

di pinggir jalan. Sedangkan dalam konetks sesungguhnya, makanan ringan ini tidak melulu mengacu pada jenis makanan tersebut. Berdasarkan Surat Keputusan kepala Bagian Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK 00.05.52.4040 tanggal 9 Oktober 2006 tentang kategori pangan adalah semua makanan ringan yang berbahan dasar kentang, umbi, serealia, tepung atau pati (dari umbi dan kacang) dalam bentuk keripik, kerupuk, jipang. Selain itu pangan olahan yang berbasis ikan (dalam bentuk kerupuk atau keripik) dan kacang olahan juga masuk ke dalam kategori makanan ringan.

PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk atau lebih sering disebut Indofood adalah salah satu produsen makanan ringan yang terpercaya sejak tahun 1990, dan terus berkembang sampai saat sekarang, produknya akan sering kita temukan di toko-toko, mini market dan super market bahkan beberapa dari produk ternamanya sudah diekspor ke beberapa negara. Indofood didirikan pada tahun 1990 oleh Sudono Salim ini awalnya bernama PT.Panganjaya Inti Kusuma, yang kemudian berganti nama menjadi PT.Indofood Sukses Makmur Tbk pada tahun 1994. Selain PT. Indofood, PT. Mayora Indah dengan produk biscuit kemasannya juga sangat dikenal konsumen makanan ringan.

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menargetkan industri makanan dan minuman nasional tahun ini akan tumbuh sebesar 8,15%. Target pertumbuhan yang dicanangkan itu di bawah realisasi pertumbuhan industri makanan dan minuman pada tahun 2014 lalu yang mencapai


(54)

9,19%. Target pertumbuhan 8,15% ini adalah berdasarkan rencana strategis.

Pertumbuhan industri makanan dan minuman pada tahun ini akan didorong oleh peningkatan utilisasi industri. Saat ini utilisasi industri makanan dan minuman belum mencapai 100%. Demi memacu pertumbuhan sebesar itu, imbuh dia, utilisasi produksi setidaknya harus dipacu menjadi sekitar 87% dari tingkat utilisasi saat ini.

Selain peningkatan utilisasi, realisasi investasi yang merupakan hasil konstruksi sejak 1,5-2 tahun lalu menurut dia juga akan mendorong pertumbuhan industri makanan dan minuman tahun ini.

Industri makanan dan minuman (mamin) saat ini kesulitan mencari alternatif bahan baku yang selama ini diimpor. Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) menyebabkan ongkos pembelian bahan baku membengkak. Selama ini bahan baku seperti terigu dan gula 100% masih berasal dari luar negeri. Hal ini dikarenakan industri dalam negeri belum mampu memproduksi bahan baku yang mereka butuhkan dan juga bahan baku tersebut belum ada alternative penggantinya. Produk makanan dan minuman berbeda kadar kandungan dalam negerinya. Ada produk yang membutuhkan gula atau terigu dalam jumlah besar, dan ada pula yang membutuhkannya dalam kadar yang sedikit. Tergantung dari jenis produk itu sendiri, jika produknya jenis snack yang lebih banyak pakai terigu dan gula, maka akan lebih banyak


(55)

impor. Tapi jika jenis produknya the (minuman), maka impornya sedikit, karena lebih banyak menggunakan air sebagai bahan dasarnya.

Selain itu, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) baru-baru ini juga semakin membuat pengusaha makanan dan minuman (mamin) dilema menaikkan harga produk. Sebab, kenaikan tersebut akan berpengaruh terhadap daya beli masyarakat. Merosotnya nilai tukar rupiah sangat berpengaruh terhadap harga pokok produksi. Pengusaha terpaksa menaikkan biaya pokok produksi untuk menghindari kerugian.

Di samping ketidakmampuan industri menemukan alternative utnuk gula dan terigu yang digunakan untuk proses produksinya, industri makanan dan minuman juga kekurangan bahan baku garam. kebutuhan garam untuk produksi makanan dan minuman sebenarnya kecil. Kebutuhan garam di dalam negeri sekitar 3 juta ton pertahun, dan untuk produksi makanan dan minuman sekitar 450.000 ton pertahun, sedangkan produksi garam di Indonesia saat ini hanya mencapai sekitar 1,4-1,5 juta ton pertahun. Meskipun kebutuhannya sedikit, tetapi garam sangat penting untuk produksi makanan dan juga beberapa jenis minuman. Sayangnya saat ini kuota impor garam dibatasi, padahal untuk produksi makanan dan minuman harus menggunakan garam impor, karena garam yang dibutuhkan untuk produksi harus memiliki kandungan NHCL 98 persen


(56)

dan kadar air 0,25 persen. Sedangkan yang diproduksi di dalam negeri NHCL hanya 94-95 persen dan kadar airnya mencapai 5-7 persen.

Beberapa industri yang bergabung di GAPMMI sudah mulai mengeluhkan stok garam yang mulai habis, terutama industri yang memproduksi bumbu-bumbu, termasuk di dalamnya produksi bumbu mi instan. Tidak hanya itu, industri yang memproduksi biskuit dan industri makanan lain juga meresahkan stok garam ini. Industri makanan terancam berhenti produksi kalau tidak ada garam.

Hingga triwulan ketiga 2014, pertumbuhan industri makanan di Indonesia hanya mengalami pertumbuhan sebesar 2,3 persen (BPS). Hal ini dikarenakan adanya penurunan pertumbuhan industri ini pada Januari dan Juli 2014.

Mengenai proyeksi pertumbuhan industri non-migas tahun 2015, dapat disampaikan bahwa dengan melihat cukup baiknya kinerja sektor industri non-migas dalam tiga tahun terakhir ini, dan dengan meningkatnya investasi beberapa tahun terakhir, maka pada tahun 2015 pertumbuhan indutri non-migas diperkirakan dapat mencapai 6,1%. Cabang industri yang diperkirakan akan tetap tumbuh tinggi antara lain Industri Makanan, Minuman dan Tembakau, Industri Barang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya, serta Industri Alat Angkut, Mesin dan Peralatan. Dengan pertumbuhan industri non-migas tersebut, pertumbuhan ekonomi (PDB) diperkirakan dapat mencapai 5,3% sampai 5,7% pada tahun 2015.


(57)

4.2 Hasil Analisis

4.2.1 Analisis Struktur Industri Makanan Ringan

Kondisi struktur persaingan pasar dalam industri ini dapat dianalisis dengan menggunakan pangsa pasar masing-masing perusahaan dalam industri yang bersangkutan, namun karena adanya keterbatasan dalam publikasi data masing-masing perusahaan, maka struktur pasar dalam perusahaan ini dianalisis melalui konsentrasi lima perusahaan terbesar (CR5) dalam industri makanan.

4.2.1.1 Analisis Pangsa Pasar

Pangsa pasar merupakan kecenderungan perusahaan dalam menguasai pasar makanan ringan di Indonesia. Data yang digunakan dalam perhitungan pangsa pasar adalah data output terbesar dari perusahaan-perusahaan makanan tiap tahunnya. Data pangsa pasar tiap perusahaan dapat dilihat pada Lampiran 3

Pada tahun 2007, PT. Unilever menguasai pangsa pasar industri makanan ringan sebesar 3.7 persen diikuti oleh PT. Mayora pada peringkat kedua. Namun di tahun 2011, posisi kedua ditempati oleh PT. Indofood yang mulai berkembang pesat . Hingga tahun 2013, peringkat pertama pangsa pasar industri makanan masih dikuasai oleh perusahaan ternama ini.


(58)

Sumber : BEI, diolah

Gambar 4.1

Pangsa Pasar 5 Perusahaan Terbesar Industri Makanan di Indonesia

4.2.1.2Analisis Konsentrasi Industri Makanan di Indonesia

Persaingan dalam industri sangat mempengaruhi kebijakan dan kinerja perusahaan. Dalam persaingan yang sempurna, biasanya memaksa perusahaan menjadi follower, termasuk dalam harga produknya. Sedang dalam persaingan yang oligopolis, perusahaan mempunyai kekuatan yang cukup besar untuk mempengaruhi pasar. Tingkat konsentrasi dipandang sebagai indikator untuk menilai sehatnya satu industri. Penelitian ini menggunakan perhitungan konsentrasi rasio (CR5). CR5 diperoleh

dengan mengukur besarnya kontribusi output yang dihasilkan oleh lima perusahaan terbesar terhadap total output industri. Data CR5

dalam industri makanan ringan dapat dilihat pada Lampiran 3. 0

0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 5

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Pangsa Pasar 5 Perusahaan Terbesar


(59)

Berdasarkan hasil penelitian pada Lampiran 2, rata-rata rasio lima perusahaan terbesar (CR5) dalam industri makanan

selama periode 2007-2013 adalah sebesar 7,4 persen atau berada pada kondisi pasar oligopoli longgar, artinya banyak pesaing yang efektif. Selama tahun 2007 hingga 2013, rata-rata rasio lima perusahaan terbesar (CR5) industri makanan berada di bawah 10%.

Dan CR5 tertinggi terjadi pada tahun 2013, yakni sebesar 10,2%.

Sumber : BPS, diolah

Gambar 4.2

Grafik tingkat CR5 industri makanan di Indonesia

4.2.2 Analisis Perilaku Industri Makanan di Indonesia

Analisis perilaku pasar dalam industri ini dilakukan secara deskriptif dengan mengacu pada struktur pasar yang telah ada. Berdasarkan hasil analisis, struktur pasar dalam industri makanan di

0 2 4 6 8 10 12

CR5


(60)

Indonesia adalah bersifat oligopoli longgar yang cenderung kepada persaingan monopolistik. Hal ini akan menimbulkan beberapa perilaku yang dilakukan oleh para pelaku industri pada industri Makanan di Indonesia. Perilaku yang dilakukan tersebut antara lain adalah strategi produk, harga, dan promosi.

4.2.2.1 Strategi Produk

Menurut Jaya (2001), strategi produk harus mengikuti perkembangan produk itu sendiri. Kotler dan Armstrong, (2006) menyatakan bahwa suatu produk memiliki daur hidup tersendiri yang terdiri dari 5 fase, yaitu pengembangan, perkenalan, pertumbuhan, kedewasaan, dan penurunan. Produk yang masih baru masuk ke dalam pasar pada awalnya akan memiliki tingkat penjualan yang rendah karena konsumen belum mengenal produk tersebut sehingga perusahaan akan melakukan upaya-upaya untuk memasarkan produk, guna meningkatkan nilai penjualan hingga pada kondisi penjualan tertinggi perusahaan melalui strategi pemasaran dari perusahaan.

Dalam memperkenalkan produk, Perusahaan tidak bisa lagi berpikir untuk memberikan nama asal saja untuk brand-nya, tanpa selanjutnya dipelihara atau dikembangkan. Terlebih jika ingin masuk pasar global, maka brand itu sangat penting. Saat ini juga banyak brand asing masuk ke Indonesia namun tetap bekerja sama


(61)

dengan perusahaan lokal. Karena mereka ini sudah mempunyai brand image yang kuat, maka akan lebih mudah memasuki pasar. Dalam setahun terakhir ini, ada cukup banyak brand baru yang bermunculan, terutama yang brand asing. Kemunculan merek-merek baru ini memang menjadi fenomena tersendiri, dan ini terjadi bukan hanya di (industri) makanan dan minuman saja, namun juga terjadi di industri lainnya.

Tingginya nilai penjualan suatu produk dapat diartikan sebagai tingginya permintaan akan produk tersebut. Kondisi ini akan memancing datangnya perusahaan-perusahaan lain yang memproduksi produk serupa sehingga jumlah pesaing akan bertambah banyak. Jika sebuah perusahaan tidak dapat mempertahankan dan meningkatkan kinerjanya, maka penjualan produk akan terus menurun dan mencapai titik akhir dari siklus produk

Masalah penurunan nilai penjualan produk ini harus segera diatasi, jika tidak, keberlangsungan usaha suatu perusahaan akan terancam dan dapat menyebabkan kebangkrutan bagi perusahaan tersebut. Ada beberapa cara yang dapat ditempuh perusahaan untuk meningkatkan kembali penjualannya yaitu melalui pengembangan atau pembaharuan produk yang telah ada, penciptaan produk baru yang benar-benar berbeda dari produk sebelumnya, dan diferensiasi produk dengan tidak hanya memproduksi satu jenis


(62)

produk saja tapi juga merambah produk lain yang potensial untuk diminati konsumen.

4.2.2.2 Strategi Harga

Struktur pasar dalam industri makanan yang bersifat oligopoli longgar, dan ini membuat perusahaan dalam industri ini kurang potensial untuk melakukan kolusi. Mereka tetap harus mempertimbangkan willingness to pay masyarakat yang masih memiliki kekuatan dalam mempengaruhi penetapan harga. Artinya perusahaan tidak bisa menentukan harga sesuai dengan keinginan mereka. Penetapan harga pada perusahaan dalam industri makanan dipengaruhi oleh penetapan harga dari pesaing, terbukti pada harga-harga makanan ringan yang tidak berbeda jauh antara yang satu dan lainnya selama produk tersebut masih sejenis. Contohnya harga snack Taro yang merupakan produk keluaran Unilever dengan berat bersih 40g Rp 3.750,00 dan harga snack Cheetos yang merupakan produk Indofood, dengan rasa dan ukuran yang sama di banderol dengan harga Rp 3.300,00. Penentuan harga oleh produsen juga dapat dipertimbangkan dari perilaku konsumen. Beberapa konsumen berasumsi bahwa semakin mahal harga produk maka semakin baik kualitasnya. Namun bukan berarti konsumen akan selalu memilih produk yang berharga mahal, sebagian akan memilih untuk mencari produk yang serupa namun dengan harga yang lebih murah.


(63)

Tidak hanya dipengaruhi oleh harga pesaing, Dalam industri makanan dan minuman, brand sangat penting karena saat ini sudah menjadi kewajiban bagi produsen makanan dan minuman untuk mengembangkan brand-nya. Dalam dunia modern, terutama di era konsumeritas seperti sekarang ini brand building itu sangat penting dalam penjualan. Terbukti beberapa produk dengan brand-brand terkenal, bisa menjual produknya (dengan harga) sedikit lebih mahal, itu karena brand-nya cukup baik dan mutunya dijaga. Jadi dapat dikatakan bahwa brand selain mampu meningkatkan penjualan suatu produk, juga mampu mempengaruhi penetapan harga dari produk tersebut.

4.2.2.3 Strategi Promosi

Untuk terus dapat bertahan dalam dunia ekonomi, Industri haruslah mendapatkan keuntungan dari aktivitas produksinya. Guna mendapat keuntungan, output dari perusahaan tersebut tentu harus laku di pasaran dan dikenal masyarakat secara luas. Dan cara terbaik agar suatu produk dapat dikenal masyarakat adalah dengan mempromosikan produk tersebut, tidak hanya melalui media cetak, juga melalui media elektronik. Strategi promosi ini dilakukan untuk menginformasikan kepada konsumen tentang adanya suatu produk di pasar dan bertujuan menarik minat konsumen akan produk tersebut. Strategi promosi yang dijalankan perusahaan makanan ringan dalam industrinya adalah melalui promosi dalam


(64)

bentuk iklan, distribusi produk, diskon atau potongan harga, product display di tempat penjualan, serta kegiatan-kegiatan lainnya. Sebuah strategi promosi dapat dikatakan efektif jika dampak dari promosi tersebut dapat membuat konsumen mengetahui kelebihan dari suatu produk dibandingkan produk lain sehingga dapat

mendorong mereka untuk membeli produk tersebut. Strategi promosi

yang paling banyak digunakan adalah iklan karena dianggap paling berperan dalam menunjang keberhasilan usaha meningkatkan jumlah penjualan. Iklan dilakukan di berbagai media diantaranya televisi, radio, majalah, koran, katalog, poster, dan papan reklame.

Media lain yang digunakan dalam mempromosikan produk selain media cetak dan elektronik adalah melalui tempat dimana produk tersebut dijual. Cara ini dinamakan product display, yakni

cara penyajian di tempat penjualan yang harus dibuat semenarik mungkin agar menarik minat beli calon konsumen, misalnya di

supermarket, hypermarket, toko, warung dan lain-lain.

Saat ini produsen harus lebih aktif mengomunikasikan brand-nya ke konsumen. Zaman sekarang, biaya promosi tidak harus mahal, tidak hanya dengan iklan di televisi, koran, dan lainnya yang bisa menelan biaya besar, tapi juga bisa melalui media-media yang tidak berbayar, seperti Facebook (FB), Twitter, dan lain-lain. Media ini juga sudah banyak dimanfaatkan oleh berbagai brand untuk berpromosi. Tidak hanya brand kecil dan


(65)

baru, tapi juga dimanfaatkan juga oleh brand-brand terkenal untuk berpromosi dan menjaga komunikasinya dengan konsumen. Hal ini merupakan salah satu cara promosi agar brand-nya tetap eksis. Karena ada beberapa brand yang terkenal lama lalu mati begitu saja karena biaya promosinya sudah tidak sebanding dengan hasil penjualannya.

4.2.3 Analisis Kinerja Industri Makanan di Indonesia

Penelitian ini menggunakan variabel Price Cost Margin (PCM), efisiensi (X-Eff), dan pertumbuhan output (growth) untuk menganalisis kinerja industri makanan di Indonesia. PCM menggambarkan proksi keuntungan yang diterima oleh suatu industri, X-Eff menunjukkan tingkat efisiensi suatu industri dalam meminimalisasi biaya produksinya, sedangkan growth menggambarkan pertumbuhan industri dari tahun ke tahun.

Nilai PCM diperoleh melalui perbandingan antara selisih nilai tambah dan upah dengan nilai output total dalam industri makanan. Berdasarkan hasil penelitian pada Lampiran 6, diketahui bahwa selama periode 2007-2013 rata-rata tingkat keuntungan yang diperoleh industri makanan mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Rata-rata tingkat keuntungan yang diperoleh tersebut adalah sebesar 27,09 persen. Tingkat keuntungan terbesar yang diperoleh selama periode tersebut adalah sebesar


(66)

32,61 persen pada tahun 2010 dan tingkat keuntungan terendah yang diterima sebesar 24,26 persen pada tahun 2008.

Pengukuran X-Eff diperoleh dari perbandingan nilai tambah dengan nilai input dalam industri makanan. Pada Lampiran 4 dapat dilihat nilai rata-rata X-Eff dari tahun 2007 sampai 2013 sebesar 43,31 persen. Nilai X-Eff rata-rata tertinggi pada industri makanan berada pada tahun 2010 sebesar 54,56 persen sedangkan terendah pada tahun 2008 sebesar 36,34 persen. Sementara itu dilihat dari Lampiran 5, nilai Growth dari tahun 2007 sampai 2013 mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Rata-rata tingkat pertumbuhan yang diperoleh adalah sebesar 5,63 persen dengan tingkat pertumbuhan tertinggi pada tahun 2013 sebesar 10,71 persen.

4.3 Pembahasan

4.3.1 Struktur Industri Makanan di Indonesia

Berdasarkan hasil penelitian, untuk analisis struktur industri makanan di Indonesia periode 2007-2013 dinyatakan bahwa industri makanan berada pada struktur oligopoli yang longgar dengan nilai rata-rata CR5 sebesar 7,4 persen atau berada pada kondisi pasar oligopoli longgar yang cenderung kepada persaingan monopolistik. Artinya kesepakatan diantara perusahaan dalam suatu industri untuk menetapkan harga sangat sulit dilakukan (Jaya, 2001).

Tingkat konsentrasi memiliki pengaruh negatif dengan persaingan. Nilai CR5 yang rendah berarti tingkat persaingan yang tinggi. Hal ini


(1)

Zulkarnaen, H. O. 2013. Analisis Strategi Pemasaran Pada Usaha Kecil

Menengah (UKM) Makanan Ringan ( Studi Penelitian UKM Snack

Barokah di Solo

)

[skripsi]. Fakultas Ekonomika Dan Bisnis. Universitas

Diponegoro, Semarang.


(2)

Lampiran 1

Jumlah Output (dalam Juta Rp) dan Jumlah Perusahaan

Dalam Industri Makanan di Indonesia (2000-2013)

Tahun

Jumlah Output

Jumlah Perusahaan

2000

92399

4661

2001

109578

4559

2002

133513

4551

2003

162388

4414

2004

171317

4639

2005

204053

4722

2006

264566

6615

2007

335547

6341

2008

438044

6063

2009

446558

5871

2010

444762

5579

2011

647344

5777

2012

718677

6007

2013

722022

6200

Sumber : BPS 2000-2013, diolah

Lampiran 2

CR

5

Industri Makanan di Indonesia (2007-2013)

Tahun

CR

5

(%)

2007

7.7

2008

4.7

2009

5.4

2010

6.4

2011

8.5

2012

8.8

2013

10.2

Rata-rata

7.4


(3)

Lampiran 3

Pangsa Pasar Masing-masing Perusahaan Makanan

Terbesar di Indonesia (2007-2013)

Tahun Nama Perusahaan Pangsa Pasar (%) CR4 (%)

2007

PT. UNILEVER 3.739

7.7

PT. INDOFOOD CBP 2.827

PT. MAYORA INDAH 0.843

PT. SIANTAR TOP 0.179

PT. TIGA PILAR SEJAHTERA 0.144

2008

PT. UNILEVER 3.556

4.7

PT. MAYORA INDAH 0.892

PT. SIANTAR TOP 0.143

PT. TIGA PILAR SEJAHTERA 0.112

PT. INDOFOOD CBP 0.003

2009

PT. UNILEVER 4.086

5.4

PT. MAYORA INDAH 1.070

PT. SIANTAR TOP 0.140

PT. TIGA PILAR SEJAHTERA 0.119

PT. INDOFOOD CBP 0.004

2010

PT. UNILEVER 4.427

6.4

PT. MAYORA INDAH 1.624

PT. SIANTAR TOP 0.171

PT. TIGA PILAR SEJAHTERA 0.159

PT. INDOFOOD CBP 0.004

2011

PT. UNILEVER 3.625

8.5

PT. INDOFOOD CBP 2.992

PT. MAYORA INDAH 1.46

PT. TIGA PILAR SEJAHTERA 0.271

PT. SIANTAR TOP 0.159

2012

PT. UNILEVER 3.799

8.8

PT. INDOFOOD CBP 3.002

PT. MAYORA INDAH 1.462

PT. TIGA PILAR SEJAHTERA 0.382

PT. SIANTAR TOP 0.179

2013

PT. UNILEVER 4.260

10.2

PT. INDOFOOD CBP 3.476

PT. MAYORA INDAH 1.662

PT. TIGA PILAR SEJAHTERA 0.562

PT. SIANTAR TOP 0.235


(4)

Nilai Efisiensi-X Industri Makanan di Indonesia (2007-2013)

Tahun

Nilai Tambah

Industri*

Nilai Input*

Efisiensi-X (%)

2007

94644

240 903

39.29

2008

116 763

321 281

36.34

2009

129 058

317 500

40.65

2010

156 994

287 768

54.56

2011

192 190

455 154

42.23

2012

222 838

495 838

44.94

2013

224 526

497 496

45.13

Rata-rata

43.31

*: dalam milyar rupiah

Sumber: BPS, 2007-2013, diolah.

Lampiran 5

Nilai Pertumbuhan Output

(Growth)

Industri Makanan di Indonesia

(2007-2013)

Tahun Growth (%)

2007 5.57

2008 3.01

2009 1.34

5.56 4.45

2011 5.56

2012 8.75

2013 10.73

Rata-rata 5.63

Sumber: BPS, 2007-2013, diolah


(5)

Lampiran 6

Nilai PCM Industri Makanan di Indonesia (2007-2013)

Tahun Nilai Tambah* Upah* Output Total* PCM (%)

2007 94644 9972 335547 25.23

2008 116 763 10 486 438 044 24.26

2009 129 058 11 457 446 558 26.33

2010 156 994 11 952 444 762 32.61

2011 192 190 24 284 647 344 25.94

2012 222 838 24 167 718 677 27.64

2013 224 526 25 371 722 022 27.58

Rata-rata 27.09

* : dalam milyar rupiah

Sumber : BPS. 2007-2013 (diolah)

Lampiran 7

Pengeluaran per Kapita Sebulan Menurut Kelompok Barang

Tahun Kelompok

Makanan Non-makanan 2007 Rp174,028.00 Rp179,393.00 2008 Rp193,828.00 Rp192,542.00 2009 Rp217,719.00 Rp212,345.00 2010 Rp254,520.00 Rp240,325.00 2011 Rp293,556.00 Rp300,108.00 2012 Rp323,478.00 Rp309,791.00 2013 Rp356,435.00 Rp347,126.00 Total Rp1,813,564.00 Rp1,781,630.00

Rp3,595,194.00 Sumber : BPS, 2007-2013 (diolah)


(6)

PDB* per Industri di Indonesia (2007-2013)

*: dalam milyar rupiah

Sumber : BPS, 2007-2013 (diolah)

Lapangan Usaha 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

1. PERTANIAN, PETERNAKAN,

541.931,5 716.656,2 857.196,8 985.470,5 1.091.447,1 1.193.452,9 1.311.037,3

2. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN

440.609,6 541.334,3 592.060,9 719.710,1 876.983,8 970.823,8 1.020.773.2

3. INDUSTRI PENGOLAHAN

1.068.653,9 1.376.441,7 1.477.541,5 1.599.073,1 1.806.140,5 1.972.523,6 2.152.592,9 a. Industri M i g a s 182.324,3 237.771,6 209.841,1 214.432,7 253.078,6 254.556,7 266.793,6 b. Industri tanpa

Migas

886.329,6 1.138.670,1 1.267.700,4 1.384.640,4 1.553.061,9 1.717. 966,9 1.885.799,3 1) Mamin &

Tembakau

264.100,5 346.185,6 420.363,3 465.367,9 546.752,0 623.194,6 674.269,4

2). Tekstil, Brg. kulit & Alas kaki

93.598,4 104.829,7 116.547,0 124.204,2 143.385,2 156.634,1 172.422,5 3). Brg. kayu &

Hasil hutan lainnya.

54.880,9 73.196,2 80.197,9 80.541,6 84.481,4 85.495,4 94.651,1

4). Kertas dan Barang cetakan

45.403,1 51.912,3 61.154,6 65.822,2 69.339,6 67.109,5 72.781,3 5). Pupuk, Kimia

& Barang dari karet

110 769.6 154.117,2 162.879,2 176.212,4 189.700,0 216.863,8 230.236,1 6). Semen & Brg.

Galian bukan logam

32.814,3 40.178,7 43.530,7 45.514,5 50.790,5 57.996,3 63.973,8 7). Logam Dasar

Besi & Baja

22.907,7 29.213,1 26.806,6 26.853,9 31.101,1 33.212,7 35.746,1 8). Alat Angk.,

Mesin & Prltn

254.278,4 329.911,7 346.403,0 389.600,1 426.233,7 465.889,1 529.828,8 9). Barang lainnya 7.576,7 9.125,6 9.818,1 10.523,6 11.278,4 11.571,4 11.890,2

4. LISTRIK, GAS, DAN AIR BERSIH

34.723,8 40.888,6 46.680,0 49.119,0 55.882,3 62.234,6 70.074,6

5. B A N G U N A N 304.996,8 419.711,9 555.192,5 660.890,5 753.554,6 844.090,9 907.267,0

6. PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN

592.304,1 691.487,5 744.513,5 882.487,2 1.023.724,8 1.148.690,6 1.301.506,3

7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI

264.263,3 312.190,2 353.739,7 423.172,2 491.287,0 549.105,4 636.888,4

8. KEUANGAN, PERSEWAAN & JASA PERSH.

305.213,5 368.129,7 405.162,0 466.563,8 535.152,9 598.523,2 683.009,8

9. JASA – JASA 398.196,7 481.848,3 574.116,5 660.365,5 785.014,1 889.994,4 1.000.822,7