4.3.3 Kinerja Industri Makanan di Indonesia
Sementara analisis kinerja industri makanan di Indonesia bisa diukur melalui tingkat keuntungan PCM, efisiensi, dan pertumbuhan
output growth. Untuk Tingkat keuntungan terbesar yang diperoleh industri makanan di Indonesia selama periode penelitian 2007-2013 adalah
sebesar 32,61 persen pada tahun 2010 dan tingkat keuntungan terendah yang diterima oleh industri ini adalah sebesar 24,26 persen pada tahun
2008. Penurunan tersebut disebabkan adanya peningkatan biaya input yang digunakan dalam proses produksi industri, sehingga meskipun tingkat
produksi mengalami peningkatan dari tahun 2007-2008 tetapi penggunaan biaya input yang digunakan lebih besar dari penggunaan output sehingga
tingkat keuntungan yang diperoleh industri makanan mengalami penurunan. Nilai rata-rata X-Eff dari tahun 2007 sampai 2013 sebesar
43,31 persen. Nilai X-Eff rata-rata tertinggi pada industri makanan berada pada tahun 2010 sebesar 54,56 persen. Nilai X-Eff yang tinggi tersebut
mencerminkan kemampuan industri untuk meminimumkan jumlah biaya input yang digunakan untuk proses produksi, artinya perusahaan dikelola
dengan sangat baik. Sementara nilai Growth dari tahun 2007 sampai 2013 mengalami fluktuasi yang cukup merata dengan rata-rata pertumbuhan
sebesar 5.56 persen selama 7 tahun. Berikut akan disajikan grafik mengenai fluktuasi PCM, X-Eff, dan pertumbuhan output growth dalam
industri makanan di Indonesia dari tahun 2007 hingga tahun 2013.
Sumber : BPS, diolah 2007-2013
Gambar 4.3 Fluktuasi PCM, X-Eff, dan Growth
Berdasarkan kinerja tahun lalu, data Badan Pusat Statistik BPS menyebutkan pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan sedang
pada kuartal I2014 menunjukkan adanya per tumbuhan produksi pada industri makanan sebesar 9 dibandingkan dengan periode yang sama
tahun sebelumnya, sedangkan kinerja industri makanan pada 2014 bertumbuh 10,56
Kalangan produsen makanan dan minuman khawatir bencana banjir memperburuk capaian kinerja kuartal I2015 yang diproyeksikan
tidak mengalami per tumbuhan dari periode yang sama tahun sebelumnya.Gangguan yang paling terasa adalah keterlambatan distribusi
produk, namun sejauh ini belum ada laporan mengenai gangguan aktivitas produk.
Growth ; 5,63
PCM ; 27,09 Nilai Efisiensi-X
; 43,31
10 20
30 40
50 60
2007 2008
2009 2010
2011 2012
2013
Setiap tahunnya, pasar produk makanan dan minuman mamin akan mengalami titik terendah setiap tahunnya pada bulan Januari dan
Februari, dan menjadi semakin terganggu jika bencana banjir terus hadir setiap tahunnya. Hal ini mengakibatkan kinerja kuartal I2015 akan
melambat, namun akan di perbaiki pada kuartal berikutnya, karena itu merupakan siklus industri mamin.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Dari hasil analisis yang dilakukan pada industri makanan di Indonesia, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Bentuk struktur pasar yang dimiliki oleh industri makanan di Indonesia
adalah struktur pasar oligopoli longgar. Struktur pasar ini menandakan bahwa tingkat konsentrasi dalam industri ini tidak terlalu tinggi, dan
jenis produk yang ada di pasaran adalah heterogen. 2.
Penetapan harga oleh suatu perusahaan dalam industri makanan akan dipengaruhi oleh penetapan harga oleh pesaingnya. Mengingat industri
makanan berada pada struktur persaingan oligopoli sedang bahkan cenderung bersifat longgar, maka perilaku konsumen masih
diperhitungkan dalam menentukan harga. 3.
Srategi produk yang dilakukan industri makanan adalah dengan melakukan diferensiasi dan inovasi produk yang berkualitas dan
bermutu tinggi. 4. Strategi promosi yang dilakukan pada setiap perusahaan makanan di
Indonesia adalah melalui, iklan media cetak dan media elektronik, discount,
dan display product. 5. Price Cost Margin dan tingkat efisiensi, sebagai indikator kinerja pada
industri makanan memiliki nilai rata-rata yang tidak terlalu tinggi. Semakin tinggi nilai Price Cost Margin maupun tingkat efisiensi,
maka kinerja dari suatu industri dikatakan semakin baik. Sementara nilai pertumbuhan output growth yang juga indikator kinerja
mengalami fluktuasi setiap tahunnya.
5.2 Saran