BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini sepenuhnya adalah merupakan jenis data sekunder atau jenis data yang telah diolah oleh lembaga-
lembaga pemerintah maupun non-pemerintah. Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik BPS, yakni data nilai output,
nilai input, nilai tambah, dan upah, dan beberapa data yang bersumber dari perpustakaan dan hasil penelitian terdahulu, serta berbagai media elektronik
lainnya. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan software Microsoft Office Excel 2007.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada salah satu industri pengolahan yaitu Industri Makanan yang diperoleh dari data statistik industri besar dan sedang yang
diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik BPS. Waktu penelitian yang diambil adalah selama 7 tahun dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2013.
3.3 Batasan Operasional
Batasan operasional digunakan untuk menghindari kerancuan dalam membahas dan menganalisis permasalahan dalam penelitian yang dilakukan oleh
peneliti. Penelitian ini dibatasi pada masalah sebagai berikut: a.
Struktur industri makanan diukur dengan menggunakan CR
5
. b.
Perilaku industri makanan dianalisis secara deskriptif.
c. Kinerja industri makanan diukur melalui PCM, Efisiensi-X, dan Growth.
3.4 Metode Analisis Data
Analisis data dilakukan baik secara deskriptif dengan memberikan gambaran hasil, maupun secara kuantitatif dengan melihat variabel-variabel yang
berhubungan. Metode deskriptif digunakan untuk menganalisis perilaku industri makanan di Indonesia. Sementara metode kuantitatif adalah dengan menggunakan
pendekatan SCP, untuk menganalisis struktur industri dan kinerja industri. Variabel-variabel yang digunakan dalam analisis penelitian ini adalah
PCM, CR
5
, Efisiensi-X, dan Growth.
3.4.1 Analisis Struktur Pasar
Struktur industri yang digunakan untuk menganalisis seberapa jauh konsentrasi perubahan terbesar dalam industri makanan di Indonesia.
3.4.1.1 Pangsa Pasar Pangsa pasar perusahaan berkisa antara 0 sampai 100
persen dari total penjualan seluruh pasar. Ms
i
=
�� ����
x 100
3.1
Dimana: Ms
i
= pangsa pasar perusahaan i persen, S
i
= penjuaan perusahaan i juta rupiah, S
tot
= penjualan total seluruh perusahaan juta rupiah.
3.4.1.2 Konsentrasi Pasar Rasio konsentrasi umum yang digunakan adalah CR
5
, yang menunjukkan pangsa pasar lima perusahaan terbesar dalam
industri. Semakin besar angka persentasenya mendekati 100 persen berarti semakin besarkonsentrasi industri dari produk
tersebut. Jika rasio konsentrasi suatu industri mencapai 100 persen maka bentuk pasarnya dalah monopoli Jaya, 2001.
CR
5
=
output 5 perusahaan terbesar total perusahaan
3.2
3.4.2 Analisis Perilaku Pasar
Perilaku industri makanan di Indonesia dianalisis secara mendalam dan obyektif dengan menggunakan analisis deskriptif
yang berdasarkan observasi atas data primer dan data sekunder yang diperoleh melalui literatur-literatur yang diperoleh dan
penelitian kepustakaan. Elemen-elemen dalam perilaku industri antara lain strategi produk, strategi harga, dan strategi promosi.
3.4.3 Analisis Kinerja Pasar
Analisis kinerja industri pada penelitian ini dilakukan menggunakan analisis price cost margin PCM. PCM ini
digunakan untuk mengetahui hubungan struktur pasar terhadap kinerja perusahaan. Adapun kajian mengenai variabel-variabel
bebas adalah sebagai berikut :
PCM = Nilai tambah – upah 1
Nilai barang yang dihasilkan
Pangsa Pasar CR
5
=
output 5 perusahaan terbesar total perusahaan
2
Efisiensi-X = Nilai Tambah Industri 3
Nilai Input Growth
= Nilai output thn t – nilai output thn t-1 4
Nilai barang dihasilkan tahun t-1
Price Cost Margin PCM merupakan indikator yang digunakan
untuk mengukur kinerja industri makanan. Five Concentration Ratio CR
5
adalah alat untuk mengukur besarnya konsentrasi penjualan empat perusahaan terbesar dalam total pendapatan penjualan dari industri
makanan. Extra Efisiensi X-Efff merupakan kemampuan industri makanan untuk menghasilkan nilai tambah terhadap biaya input
perusahaan. Efisiensi ini diukur dengan menggunakan perbandingan antara nilai tambah industri dengan biaya input. Growth adalah pertumbuhan
nilai barang yang dihasilkan yang diukur melalui perbandingan selisih output tahunan dengan nilai output tahun sebelumnya.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Industri Makanan di Indonesia
4.1.1.Defenisi Makanan Ringan Makanan ringan adalah makanan yang dikonsumsi diluar jam
makan utama pagi,siang,malam. Makanan ringan ini dimaksudkan untuk menunda lapar sementara, dan memberi supply energi sementara pada
tubuh. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI, makanan ringan merupakan makanan yg bukan berupa nasi spt kue-kue sbg makanan
selingan di antara waktu-waktu makan; kudapan. Ada beberapa makanan ringan yang biasa dijumpai dalam masyarakat seperti kue, cookies atau
kue kering, juga makanan ringan siap konsumsi yang diproduksi di pabrik- pabrik yang banyak beredar di took-toko. Bahkan buah-buahan juga dapat
termasuk dalam katagori makanan ringan bagi masyarakat yang menjalankan program hidup sehat.
Produk yang termasuk dalam kategori makanan ringan seperti yang telah diesbutkan pada bab sebelumnya, menurut Surat Keputusan kepala
Bagian Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK 00.05.52.4040 tanggal 9 Oktober 2006 tentang kategori pangan adalah
semua makanan ringan yang berbahan dasar kentang, umbi, serealia, tepung atau pati dari umbi dan kacang dalam bentuk keripik, kerupuk,
jipang. Selain itu pangan olahan yang berbasis ikan dalam bentuk kerupuk atau keripik juga masuk ke dalam kategori makanan ringan.
Makanan ringan, dewasa ini sudah menjadi bagian yang tak terlepaskan dari kehidupan masyarakat sehari-hari. Terutama kalangan
remaja dan anak-anak. Snack merupakan makanan ringan yang dikonsumsi dalam waktu antara ketiga makanan utama dalam sehari Muchtadi, 1998.
Selain sebagai penunda lapar, makanan ringan juga berfungsi sebagai pereda stress, serta media berinteraksi. Makanan ringan ini termasuk
makanan yang sangat digemari karena praktis untuk dikonsumsi dan bermacam-macam jenisnya.
Makanan ringan di Indonesia mulai populer saat dikenalkan oleh Belanda pada jaman penjajahannya. Makanan ringan di jaman itu
dinikmati saat minum teh di sore hari berupa kue-kue basah. Snack saat ini tersedia dalam berbagai jenis, baik kue, cookies atau kue kering, juga
makanan ringan siap konsumsi yang diproduksi di pabrik-pabrik yang banyak beredar di toko-toko, dan tidak lagi dikonsumsi di sore hari namun
di berbagai waktu baik pagi, siang ataupun malam.
Makanan ringan juga bisa dibedakan menjadi dua macam berdasarkan bahan baku yang
digunakannya. Kelompok pertama yaitu kelompok makanan ringan yang menggunakan satu bahan pecita rasa seperti garam, gula, dan bumbu lainnya.
Kelompok kedua yaitu kelompok makanan ringan yang mengguna kan bahan baku dan bahan tambahan lain yang dicampur untuk memperoleh produk
yang mempunyai nilai gizi yang baik, daya cerna dan mutu fisik yang lebih
tinggi. Campuran dari beberapa sumber pati seperti gandum, jagung dan beras, bahkan dicampur pula dengan kacang-kacangan seperti kedelai dan
lainnya.
Makanan atau minuman yang dijual di tempat umum, terlebih dahulu telah dipersiapkan atau dimasak di tempat produksi, di rumah atau
di tempat berjualan sehingga makanan tersebut sudah siap untuk dimakan. 4.1.2
Perkembangan Industri Makanan Ringan di Indonesia Industri makanan ringan mampu bertahan dalam kondisi apapun,
termasuk ketika krisis perekonomian. Menurut data Badan Pusat Statistik BPS, pertumbuhan industri makanan dari tahun ke tahun menunjukkan
pertumbuhan yang positif. Walaupun sempat terjadi penurunan pada tahun-tahun tertentu, namun penurunan tersebut tidak begitu besar. Hal ini
terbukti dengan angka pertumbuhan industri makanan dalam tabel di bawah ini
Tabel 4.1 Pertumbuhan Industri Makanan dan Minuman
Tahun Growth
2007 5.57
2008
3.01
2009 1.34
2010 4.45
2011
5.56
2012 8.75
2013 10.73
Rata-rata
5.63
Sumber: BPS, diolah
Sedangkan untuk jumlah perusahaannya sendiri, sektor industri makanan mengalami penurunan di beberapa tahun tertentu, namun
kembali meningkat dalam tahun-tahun selanjutnya, seperti yang terlihat dalam tabel dibawah ini.
Tabel 4.2 Jumlah Perusahaan Industri Besar dan Sedang Menurut Subsektor, 2008-2013
Subsektor 2008
2009 2010
2011 2012
2013
Makanan 5728
5545 5428
5463 5662
5852 Minuman
327 323
328 335
345 348
Pengolahan Tembakau
1134 1053
981 989
945 949
Tekstil 2450
2366 2333
2251 2246
2232 Pakaian Jadi
2604 2395
2242 2222
2248 2353
Sumber : BPS, diolah
Selain jumlah pelaku bisnis yang mengalami peningkatan, omsetnya juga mengalami pertumbuhan yang cukup positif. Saat ini
berbagai macam produk makanan dan minuman mulai diinovasikan menjadi aneka menu baru yang ditawarkan pelaku usaha untuk
memanjakan para konsumennya. Bahkan sekarang banyak pengusaha yang berhasil mengembangkan usahanya menjadi
bisnis waralaba dengan
menawarkan nilai investasi yang beragam, dari mulai jutaan rupiah hingga ratusan juta rupiah.
Tentunya kondisi tersebut tidak hanya memberikan keuntungan bagi para pelaku usaha di bidang makanan dan minuman, namun juga
menyerap jumlah tenaga kerja yang cukup besar dan membukakan peluang
usaha baru bagi para pemula yang tertarik berinvestasi di bidang industri ini.
Pertumbuhan industri makanan dan minuman akan tetap baik bahkan terus mengalami kenaikan pada tahun-tahun mendatang. Industri
makanan masih akan tetap menjadi andalan sektor industri pengolahan non migas. Pertumbuhan industri makanan dan minuman tetap tumbuh dan
menjadi sektor andalan karena didukung oleh kuatnya permintaan di dalam negeri yang diakibatkan oleh semakin meningkatnya konsumen
kelas menengah di dalam negeri. Semakin besar dan terbukanya pasar di dalam negeri akan menjadi
sebuah daya tarik, namun menimbulkan ancaman masuknya produk sejenis dari negara lain. Oleh karena itu, diperlukan upaya yang serius
dalam meningkatkan daya saing, dengan mengatasi sejumlah permasalahan seperti infrastruktur, kompetensi dan produktivitas tenaga
kerja, iklim investasi dan teknologi serta kondisi kelembagaan birokrasi. Penurunan daya saing industri di pasar internasional yang
disebabkan oleh meningkatnya biaya energi, ekonomi biaya tinggi, penyelundupan serta belum memadainya pelayanan publik, serta
terbatasnya infrastruktur juga harus segera diatasi guna membatasi kuota masuknya jenis produk makanan ringan impor ke dalam negeri.
Tantangan industri makanan dan minuman saat ini adalah banyaknya produk ilegal dan produk impor kualitas rendah dengan harga
murah. Permintaan produk makanan yang mengalami peningkatan pada
tahun 2012 membuat pangsa pasar makanan khususnya produk impor ikut terkerek naik, akibat meningkatnya permintaan tesebut maka pangsa pasar
makanan impor juga naik 8. Pasar industri makanan dan minuman juga sempat terganggu akibat
isu negatif penggunaan bahan tambahan pangan yang menggangu kesehatan, pencantuman label peringatan kandung kholesterol, gula dan
isu-isu cukai minuman berkarbonasi.
Industri makanan dan minuman mamin saat ini menduduki posisi strategis dalam penyediaan produk siap saji yang aman, bergizi dan
bermutu., dalam rangka memenuhi ketiga aspek utama dan untuk menepis isu negative tentang gangguan kesehatan akibat bahan tambahan pangan
dan makanan ringan, maka langkah mendesak yang harus dilakukan antara lain mendorong penerapan SNI, Good Manufacturing Practices GMP,
dan Hazard Analysis and Critical Control Point HACCP, Food Hygiene, Food Safety, Food Sanitation,
penerapan Standar Pangan Internasional CODEX Alimentarius.
Membaiknya iklim berusaha di Indonesia dirasakan oleh pelaku industri makanan dan minuman seiring meredanya tensi politik paska
Pemilihan Presiden 2014 yang lalu. Tahun ini, nilai investasi di industri pengolahan makanan dan minuman diprediksi tumbuh sampai 22 persen.
Diperkirakan investasi tahun ini mencapai Rp 55 triliun, meningkat dibandingkan proyeksi tahun lalu Rp 45 triliun. Porsi penanaman modal
asing PMA akan mendominasi investasi di industri makanan dan minuman pada tahun depan.Komposisinya diperkirakan 60 persen PMA
dan 40 persen berasal dari perusahaan dalam negeri penanaman modal dalam negeriPMDN.
Badan Koordinasi Penanaman Modal BKPM mencatat realisasi penanaman modal langsung pada selama periode Januari-September 2014
mencapai Rp 342,7 triliun atau tumbuh 16,8 persen dibandingkan dengan pencapaian periode yang sama tahun lalu Rp 293,3 triliun. Investasi
langsung di industri pengolahan makanan berkontribusi 11,9 persen atau sebesar Rp 40,7 triliun. Komposisinya adalah PMDN sebesar Rp 14
triliun, sedangkan PMA US 2,5 miliar atau sekitar Rp 25 trilyun. Perusahaan makanan dan minuman asal Jepang dalam dua tahun
terakhir memang gencar melebarkan sayap bisnisnya ke Indonesia. Menurut Ketua GAPMMI, ada 10 perusahaan besar asal Jepang yang
masuk ke sektor makanan dan minuman. Antara Iain Suntory, Asahi, Glico, Morinaga, Ito En, UHA, Mitsubishi,Yamazaki, dan Kanematsu.
4.1.3 Kondisi Industri Makanan Ringan Saat Ini
Makanan ringan lebih sering diidentikkan dengan snack siap saji yang biasa dijual di supermarket-supermarket atau bahkan took-toko kecil
di pinggir jalan. Sedangkan dalam konetks sesungguhnya, makanan ringan ini tidak melulu mengacu pada jenis makanan tersebut. Berdasarkan Surat
Keputusan kepala Bagian Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK 00.05.52.4040 tanggal 9 Oktober 2006 tentang kategori
pangan adalah semua makanan ringan yang berbahan dasar kentang, umbi, serealia, tepung atau pati dari umbi dan kacang dalam bentuk keripik,
kerupuk, jipang. Selain itu pangan olahan yang berbasis ikan dalam bentuk kerupuk atau keripik dan kacang olahan juga masuk ke dalam
kategori makanan ringan. PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk atau lebih sering disebut
Indofood adalah salah satu produsen makanan ringan yang terpercaya sejak tahun 1990, dan terus berkembang sampai saat sekarang, produknya
akan sering kita temukan di toko-toko, mini market dan super market bahkan beberapa dari produk ternamanya sudah diekspor ke beberapa
negara. Indofood didirikan pada tahun 1990 oleh Sudono Salim ini awalnya bernama PT.Panganjaya Inti Kusuma, yang kemudian berganti
nama menjadi PT.Indofood Sukses Makmur Tbk pada tahun 1994. Selain PT. Indofood, PT. Mayora Indah dengan produk biscuit kemasannya juga
sangat dikenal konsumen makanan ringan. Kementerian Perindustrian Kemenperin menargetkan industri
makanan dan minuman nasional tahun ini akan tumbuh sebesar 8,15. Target pertumbuhan yang dicanangkan itu di bawah realisasi pertumbuhan
industri makanan dan minuman pada tahun 2014 lalu yang mencapai
9,19. Target pertumbuhan 8,15 ini adalah berdasarkan rencana strategis.
Pertumbuhan industri makanan dan minuman pada tahun ini akan didorong oleh peningkatan utilisasi industri. Saat ini utilisasi industri
makanan dan minuman belum mencapai 100. Demi memacu pertumbuhan sebesar itu, imbuh dia, utilisasi produksi setidaknya harus
dipacu menjadi sekitar 87 dari tingkat utilisasi saat ini. Selain peningkatan utilisasi, realisasi investasi yang merupakan
hasil konstruksi sejak 1,5-2 tahun lalu menurut dia juga akan mendorong pertumbuhan industri makanan dan minuman tahun ini.
Industri makanan dan minuman mamin saat ini kesulitan mencari alternatif bahan baku yang selama ini diimpor. Pelemahan nilai tukar
rupiah terhadap dolar Amerika Serikat USD menyebabkan ongkos
pembelian bahan baku membengkak. Selama ini bahan baku seperti terigu dan gula 100 masih berasal dari luar negeri. Hal ini dikarenakan industri
dalam negeri belum mampu memproduksi bahan baku yang mereka butuhkan dan juga bahan baku tersebut belum ada alternative
penggantinya. Produk makanan dan minuman berbeda kadar kandungan dalam negerinya. Ada produk yang membutuhkan gula atau terigu dalam
jumlah besar, dan ada pula yang membutuhkannya dalam kadar yang sedikit. Tergantung dari jenis produk itu sendiri, jika produknya jenis
snack yang lebih banyak pakai terigu dan gula, maka akan lebih banyak
impor. Tapi jika jenis produknya the minuman, maka impornya sedikit, karena lebih banyak menggunakan air sebagai bahan dasarnya.
Selain itu, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika
Serikat USD baru-baru ini juga semakin membuat pengusaha makanan dan minuman mamin dilema menaikkan harga produk. Sebab, kenaikan
tersebut akan berpengaruh terhadap daya beli masyarakat. Merosotnya nilai tukar rupiah sangat berpengaruh terhadap harga pokok produksi.
Pengusaha terpaksa menaikkan biaya pokok produksi untuk menghindari kerugian.
Di samping ketidakmampuan industri menemukan alternative utnuk gula dan terigu yang digunakan untuk proses produksinya, industri
makanan dan minuman juga kekurangan bahan baku garam. kebutuhan garam untuk produksi makanan dan minuman sebenarnya kecil.
Kebutuhan garam di dalam negeri sekitar 3 juta ton pertahun, dan untuk produksi makanan dan minuman sekitar 450.000 ton pertahun, sedangkan
produksi garam di Indonesia saat ini hanya mencapai sekitar 1,4-1,5 juta ton pertahun. Meskipun kebutuhannya sedikit, tetapi garam sangat penting
untuk produksi makanan dan juga beberapa jenis minuman. Sayangnya saat ini kuota impor garam dibatasi, padahal untuk produksi makanan dan
minuman harus menggunakan garam impor, karena garam yang dibutuhkan untuk produksi harus memiliki kandungan NHCL 98 persen
dan kadar air 0,25 persen. Sedangkan yang diproduksi di dalam negeri NHCL hanya 94-95 persen dan kadar airnya mencapai 5-7 persen.
Beberapa industri yang bergabung di GAPMMI sudah mulai mengeluhkan stok garam yang mulai habis, terutama industri yang
memproduksi bumbu-bumbu, termasuk di dalamnya produksi bumbu mi instan. Tidak hanya itu, industri yang memproduksi biskuit dan industri
makanan lain juga meresahkan stok garam ini. Industri makanan terancam berhenti produksi kalau tidak ada garam.
Hingga triwulan ketiga 2014, pertumbuhan industri makanan di Indonesia hanya mengalami pertumbuhan sebesar 2,3 persen BPS. Hal
ini dikarenakan adanya penurunan pertumbuhan industri ini pada Januari dan Juli 2014.
Mengenai proyeksi pertumbuhan industri non-migas tahun 2015, dapat disampaikan bahwa dengan melihat cukup baiknya kinerja sektor
industri non-migas dalam tiga tahun terakhir ini, dan dengan meningkatnya investasi beberapa tahun terakhir, maka pada tahun 2015
pertumbuhan indutri non-migas diperkirakan dapat mencapai 6,1. Cabang industri yang diperkirakan akan tetap tumbuh tinggi antara lain
Industri Makanan, Minuman dan Tembakau, Industri Barang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya, serta Industri Alat Angkut, Mesin dan Peralatan.
Dengan pertumbuhan industri non-migas tersebut, pertumbuhan ekonomi PDB diperkirakan dapat mencapai 5,3 sampai 5,7 pada tahun 2015.
4.2 Hasil Analisis