Menurut Kompilasi Hukum Islam KHI

perlu mendapat penilaian dari pengadilan, maka suami tidak memerlukan persetujuan dari istri atau istri-istrinya. 44 Pada pasal 5 dan 2 di atas adalah persyaratan tentang poligami. Perlu kita ketahui bahwa pasal 4 adalah persyaratan alternatif, artinya salah satu harus ada untuk dapat mengajukan permohonan poligami. Sedangkan pasal 5 adalah persyaratan kumulatif di mana seluruhnya harus dapat dipenuhi suami yang akan melakukan poligami.

b. Menurut Kompilasi Hukum Islam KHI

KHI lahir dari keinginan untuk menyatukan hukum Islam yang tersebar di seluruh nusantara. Tujuan utamanya adalah selain mempositifkan syari’at Islam dalam bidang keperdataan ahwalusyakhsiyah, juga ingin mengkodifikasi dan menyamakan kitab fiqih yang akan dipakai di pengadilan. Karena pada saat itu terjadi keberagaman putusan pengadilan terhadap perkara yang serupa. Dengan tujuan tersebut maka timbullah keinginan penyeragaman dan kebonafitan hukum untuk umat Islam. 45 Kompilasi hukum Islam hadir pada tata hukum Nasional Indonesia melalui instrumen hukum dalam bentuk isntruksi presiden inpres No. 1 tahun 1991 tanggal 2 juli 1991. Terpilihnya instrumen inpres ini menimbulkan dua pandangan. Pandangan pertama melihat inpres tersebut mempunyai kemampuan mandiri untuk berlaku efektif di samping isntrumen lainnya, dan karenanya memiliki daya atur tersendiri dalam sistem hukum Nasional, sedangkan 44 Pasal 5 ayat 2 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan 45 Cik Hasan Bisri, Kompilasi Hukum Islam Dalam Peradilan Agama, Jakarta: Logos Wacana Ilmu. 1999 Cet kKe-2 h. 1-2 pandangan lain melihat bahwa inpres yang dimaksud dalam tata hukum Indonesia tidak terlihat dalam tata urutan peraturan perundangan nasional. Materi pokok poligami dalam kompilasi hukum Islam terdapat dalam buku I tentang perkawinan bab IX pasal 55-59 yang menerangkan cakupan untuk beristri lebih dari seorang. Secara umum ketentuan-ketentuan yang diatur KHI dalam bidang hukum perkawinan pada intinya merupaka penegasan ulang tentang hal-hal yang telah diatur dalam undang-undang No. 1 Tahun 1974 dan PP No. 9 tahun 1975. 46 Mengenai perihal poligami hal itu bisa dilihat pasal 57, 58 dan 59. Namun esensi yang dibangun KHI mengenai poligami terdapat pada pasal 55 lebih mengedepankan nilai keadilan suami bagi para istri. Berikut poligami dalam KHI tersebut: Pasal 55 menerangkan bahwa beristri lebih dari seorang pada satu waktu bersamaan terbatas hanya sampai empat orang istri dengan syarat utama dari seorang suami harus mempu berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya. Dan apabila syarat utama yang disebut tidak mungkin dipenuhi, suami dilarang beristri lebih dari seorang. Pasal 56 bahwa suami yang hendak beristri lebih dari satu orang harus mendapat izin dari pengadilan Agama dengan melakukan menurut tatacara sebagaimana diatur dalam Bab VIII peraturan pemerintah No 9 tahun 1975. Berikut juga menerangkan perkawinan yang dilakukan dengan istri kdua, ketiga, 46 Yahya Harahap, Informasi Materil Kompilasi Hukum Islam: Mempositifkan Abstraksi Hukum Islam, Dalam Brbagai Pandangan Terhadap Kompilasi Hukum Islam, Jakarta: 1991, h. 81 atau keempat tanpa izin dari pengadilan agama, tidak mempunyai kekuatan hukum tetap. Dalam pasal 57 pengadilan agama hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan beritri lebih dari satu orang apabila: a. Istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri b. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan c. Istri tidak dapat melairkan keturunan Pasal 58 menerangkan bahwa untuk memperoleh izin pengadilan agama, harus pula dipenuhi syarat-syarat yang ditentukan pada pasal 5 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 yaitu: a. Adanya persetujuan istri b. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup istri- istri dan anak-anak mereka. Kemudian mengatur mengenai persetujuan istri atau istri-istri dapat diberikan secara tertulis atau dengan lisan, tetapi sekalipun telah ada persetujuan tertulis, persetujuan ini dipertegas dengan persetujuan lisan istri pada sidang pengadilan agama dan perstujuan dimaksud tidak diperlukan bagi suami apabila istri atau itri-istrinya tidak mungkin dimintai persetujuanya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian atau apabila istri tidak ada kabar dari istri atau istri-istrinya sekurang-kurangnya 2 tahun atau karena sebab lain yang perlu mendapat penilaian hakim. Pasal 59 menerangkan dalam hal istri tidak mau memberikan persetujuan, dan permohonan izin untuk beristri lebih dari satu orang berdasarkan atas salah satu alas an yang diatur, pengadilan agama dapat menetapkan tentang pemberian izin setelah memeriksa dan mendengar istri yang bersangkutan di persidangan pengadilan agama dan terhadap penetapan ini istri atau suami dapat mengajukan banding atau kasasi. Permasalahan keadilan berpoligami dalam KHI merupakan concern KHI sendiri melihat permasalahn hukum Islam dalam pandangan fiqh yang ada. Manusia memang terbatas mengenai keadilan, akan tetapi tetap bias dinilai dengan pola berfikir positif dan realistis dalam kasus poligami. Hakim yang dipercaya sebagai orang yang dianggap penengah dalam masalah apapun tak luput dari kekurangan mengenai keadilan. Keadilan seorang hanya bisa dinilai oleh orang lain selain dirinya, maka timbul siapa orang dipercaya dalam hal ini. Jawaban yang kongkrit adalah hakim itu sendirilah yang disepakati publik menilai keadilan seseorang karena mempunyai keahlian yang telah dipelajari secara khusus mengenai masalah-masalah apapun. Penjabaran tersebut dimaksudkan untuk membawa ketentuan-ketentuan undang-undang No 1 tahun 1974 ke dalam ruang lingkup yang bernafas dan bernilai syari’at Islam. Ketentuan pokok yang bersifat umum dalam undang- undang no 1 tahun 1974 dijabarkan dan dirumuskan menjadi ketentuan yang bersifat khusus dan sebagai aturan hukum Islam yang diberlakukan khusus bagi mereka yang beragama Islam.

c. Menurut PP Nomor 9 Tahun 1975