Menurut PP Nomor 9 Tahun 1975

satu alas an yang diatur, pengadilan agama dapat menetapkan tentang pemberian izin setelah memeriksa dan mendengar istri yang bersangkutan di persidangan pengadilan agama dan terhadap penetapan ini istri atau suami dapat mengajukan banding atau kasasi. Permasalahan keadilan berpoligami dalam KHI merupakan concern KHI sendiri melihat permasalahn hukum Islam dalam pandangan fiqh yang ada. Manusia memang terbatas mengenai keadilan, akan tetapi tetap bias dinilai dengan pola berfikir positif dan realistis dalam kasus poligami. Hakim yang dipercaya sebagai orang yang dianggap penengah dalam masalah apapun tak luput dari kekurangan mengenai keadilan. Keadilan seorang hanya bisa dinilai oleh orang lain selain dirinya, maka timbul siapa orang dipercaya dalam hal ini. Jawaban yang kongkrit adalah hakim itu sendirilah yang disepakati publik menilai keadilan seseorang karena mempunyai keahlian yang telah dipelajari secara khusus mengenai masalah-masalah apapun. Penjabaran tersebut dimaksudkan untuk membawa ketentuan-ketentuan undang-undang No 1 tahun 1974 ke dalam ruang lingkup yang bernafas dan bernilai syari’at Islam. Ketentuan pokok yang bersifat umum dalam undang- undang no 1 tahun 1974 dijabarkan dan dirumuskan menjadi ketentuan yang bersifat khusus dan sebagai aturan hukum Islam yang diberlakukan khusus bagi mereka yang beragama Islam.

c. Menurut PP Nomor 9 Tahun 1975

Dalam penjelasan PP No. 9 tahun 1975 tentang pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974 menerangkan dalam pasal 40, 41, 42, 43 dan pasal 44. Dalam pasal 40 berbicara mengenai “apabila sorang suami bermaksud untuk beristri lebih dari seorang maka ia wajib mengajukan permohonan scara tertulis kepada pengadilan” dan pada pasal 41 pengadilan kemudian memeriksa mengenai: a. Ada atau tidaknya alasan yang memungkinkan seseorang suami kawin lagi b. Ada atau tidaknya persetujuan dari istri, baik persetujuan lisan maupun tertulis, apabila persetujuan itu merupakan persetujuan lisan, persetujuan itu harus diucapkan di depan sidang pengadilan. c. Ada atau tidaknya kemampuan suami untuk menjamin keperluan hidup istri-istri dan anak-anak. d. Ada atau tidak adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak ,mereka dengan persyaratan atau janji dari suami yang dibuat dalam bentuk yang ditetapkan untuk itu. Pasal 42 menerangkan dalam melakukan pemeriksaan mengenai hal-hal pada pasal 40 dan 41, pengadilan harus memanggil dan mendengar istri yang bersangkutan dan pemeriksaan pengadilan untuk itu dilakukan oleh hakim selambat-lambatnya 30 tiga puluh hari setelah diterimanya surat permohonan beserta lampiran-lamiranya. Pasal 43 menerangkan apabila pengadilan berpendapat bahwa cukup alasan bagi pemohon untuk beristri lebih dari seorang maka pengadilan memberikan putusannya yang berupa izin untuk beristri lebih dari seorang dan pasal 44 menerangkan bahwa pegawai pencatat nikah dilarang untuk melakukan pencatatan perkawinan seorang suami yang akan beristri lebih dari seorang sebelum adanya izin pengadilan seperti yang dimaksud dalam pasal 43. Undang-undang poligami di atas membolehkan untuk beristri lebih dari satu orang dengan ketentuan jumlah istri dalam waktu yang bersamaan. Akan tetapi terbatas hanya sampai empat orang. Adapun syarat yang harus dipenuhi di antaranya suami mampu berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya dalam hal nafkah dan keadilan. Apabila suami tidak bisa memanuhi, maka suami dilarang beristri lebih dari satu. Di samping itu suami harus terlebih dahulu mendapat izin dari pengadilan agama. Jika tanpa izin pengadilan agama maka perkawinan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum.

D. Hikmah Poligami