c. Pemohon sangat kawatir apabila antara pemohon dengan calon istri
pemohon tidak segera melangsungkan pernikahan akan terjadi hal-hal yang bertentangan dengan ketentuan hukum Islam.
Dalam hal ini tidak ada penjelasan atau alasan yang signifikan dengan pasal 4 ayat 2 undang-undang tetang perkawinan yang seharusnya salah satu harus
ada untuk dapat mengajukan permohonan poligami. Memang isteri telah memberikan pernyataan rela terhadap suami yang akan melangsungkan
pernikahan dengan istri ke dua dan pernyataan suami menjamin akan berlaku adil dengan melihat penghasilan lebih yang dimilikinya. Kemudian pembuktian yang
hanya berdasarkan kesaksian kepada para saksi saja, padahal pernikahan tersebut pemohon dan termohon telah hidup rukun sebagaimana layaknya suami istri dan
dikaruniai dua orang anak, maka seyogyanya hakim tidak terlalu mudah memberikan izin poligami kepada pemohon karena mungkin saja mendapat
tekanan dari suami supaya istri tersebut memberikan izin kepadanya. Untuk menjawab hal tersebut penulis menuangkan dalam sebuah skripsi
yang berjudul “ URGENSI IZIN ISTRI SECARA LISAN DAN TERTULIS DALAM
POLIGAMI” Analisis
putusan Pengandilan
Agama Rangkasbitung Perkara No. 0390pdt.G2013PA.Rks
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah
1. Pembatasan masalah
Agar pembahasan dalam skripsi ini tidak meluas dan menimbulkan interpretasi yang berbeda dari tujuan penulisan skripsi, maka penulis membatasi
masalah dalam skripsi ini pada persoalan poligami dalam penetapan perkara No. 0390pdt.G2013PA.Rks.
2. Perumusan Masalah
Menurut peraturan perundang-undangan, apabila seorang suami ingin melakukan poligami harus mendapatkan putusan izin dari pengadilan. Namun
pada kenyataanya banyak yang melakukan poligami tidak mendapat izin dari Pengandilan Agama. Untuk memudahkan penulis dalam penulisan skripsi ini,
maka rincian rumusan masalah skripsi ini adalah sebagai berikut: 1.
Apa urgensi izin isteri dalam poligami ? 2.
Mengapa Hakim Agama Rangkasbitung mengabulkan permohonan poligami ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah: a.
Untuk mengetahui bagaimana tata cara proses penetapan izin poligami yang dilakukan oleh majlis hakim di Pengadilan Agama Rangkasbitung.
b. Untuk mengetahui pula sejauhmana peranan pembuktian dalam penetapan
izin poligami c.
Untuk mengetahui seperti apa pertimbangan hukum yang digunakan hakim dalam menetapkan izin poligami
2. Manfaat Penelitian
a. Memberikan gambaran proses berjalannya sidang permohonan dari awal
diajukan pleh para pihak sampai pada tahap putusan
b. Memberikan pengetahuan secara mendalam mengenai pertimbangan
majlis hakim pada putusan penetapan permohonan izin poligami karena suami mampu berlaku adil
c. Menambah khazanah keilmuan yang secara spesifik membahas tentang
proses berjalannya suatu perkara perceraian di pengadilan agama dengan harapan akan menunjang kemampuan mahasiswa mengenai hukum formil
dan pengetahuan beracara di lingkungan peradilan agama
D. Studi Review Terdahulu
Beberapa penelitian yang penulis temukan yang membahas tentang kajian yang terkait dengan penelitian ini antara lain adalah:
1. Ratri Rahayu, izin poligami bagi PNS. Skripsi ini menjelaskan tentang izin
poligami bagi PNS, dalam skripsi yang penulis bahas menitik beratkan pada ketentuan berpoligami yakni harus ada izin dari pejabat yang berwenang dan
tidak tertera untuk melakukan sebuah uji materil. Namun pada kenyataanya dalam masyarakat di luar sana masih ada seorang pegawai negeri sipil yang
tidak sesuai dengan PP tersebut namun mengajukan uji materil. Studi terhadap putusan Mahkamah Agung, Fakultas Syariah dan Hukum 2012.
2. Aihmad Nafi’i, skripsi ini menjelaskan tentang konsep adil dalam izin
poligami. Skripsi ini fokus kepada dasar hukum dan pertimbangan- pertimbangan yang digunakan hakim Pengadilan Agama Bekasi dalam
mengabulkan permohonan izin piligami. Analisin yurisprudensi putusan pengadilan agama bekasi perkara nomor 205pdt.G2008 PA. Bks fakultas
syariah dan hukum. 2011
3. Ahmad Sufiyan, Skripsi ini menjelaskan tentang adil sebagai syarat
permohonan poligami. Skripsi ini fokus kepada pemahaman Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur tentang adil dalam poligami dam membahas mengenai
mampu berlaku adil yang menjadi salah satu syarat izin poligami dalam pasal 5 ayat 1 poin c undang-undang No. 1 tahun 1974 tetntang perkawinan. Studi atas
persepsi Hakim Pengadilan Agama Jakarta timur fakultas syariah dan 2011 E.
Kerangka Teori
Kata- kata poligami terdiri dari kata “poli” dan “gami”. Secara etimilogi,
poli artinya “banyak”, gami artinya “istri”. Jadi, poligami itu artinya beristri banyak. Secara terminologi, poligami yaitu “seorang laki-laki mempunyai lebih
dari satu istri”. Atau, “seorang laki-laki beristri lebih dari seorang, tapi dibatasi paling ba
nyak empat orang”
9
Poligami adalah sistem yang cukup dominan sebelum datangnya Islam, kemudian datanglah Islam dengan membolehkan poligami ketika poligami itu
merupakan sistem yang sangat kuat di dalam kehidupan masyarakat Arab, yang merupakan konsekuensi dari tabiat biologis dan realita sosial mereka. Islam yang
lurus tidak melarang poligami tetapi juga tidak membiarkan bebas tanpa aturan, akan tetapi Islam mengaturnya dengan syarat-syarat imaniah yang jelas
disebutkan dalam hukum-hukum al- Qur’an.
10
Allah SWT membolehkan berpoligami sampai 4 orang istri dengan syarat berlaku adil kepada mereka. Yaitu
adil dalam arti melayani istri, seperti urusan nafkah, tempat tinggal, giliran dan
9
Abdul Rahman Ghojali, Fikih Munakahat, Jakarta: Perdana Media Group, 2012. Cet ke-5 hal 129
10
Kamal Hilmi farhat, Poligami dalam Pandangan Islam, Nasrani dan Yahudi, Jakarta : Darul haq, 2007. Cet ke 1 hal 20
segala hal yang bersifat lahiriah. Hal ini sesuai dengan firman Allah surah an-Nisa ayat 3 :
”Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap hak-hak perempuan
yang yatim bilamana kamu mengawininya, Maka kawinilah wanita-wanita lain yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan
dapat Berlaku adil, Maka kawinilah seorang saja, atau budak-budak yang kamu
miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” Ada beberapa alasan dan syarat yang harus dipenuhi oleh seorang suami
yang berniat untuk melakukan poligami, sebagaimana dijelaskan dalam pasal 4 dan 5 UU perkawinan. Alasan yang diperbolehkan seorang suami melakukan
poligami adalah istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri, istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan istri tidak
dapat melahirkan keturunan. Adapun syarat yang harus dipenuhi adalah persetujuan dari istri atau istri-istri, kalau ada harus diucapkan di muka majelis
hakim, kemampuan dari material suami yang bermaksud untuk melakukan poligami dan jaminan berlaku adil terhadap istri-istrinya apabila ia sudah
menikah.
11
Apabila perkawinan poligami itu tidak dilaksanakan sebagaimana ketentuan undang-undang perkawinan, maka perkawinan poligami itu harus
dinyatakan tidak sah, dinyatakan batal demi hukum dan dianggap tidak terjadi. Bahkan pelakunya harus dikenakan sanksi yang diatur dalam pasal 44 dan 45
undang-undang perkawinan. Poligami bagi sebagian masyakatat kita khususnya
11
Yayan sopyan, Islam Negara : Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum Nasional, Jakarta PT. Wahana Semesta Intermedia. 2012. Cet ke II hal 111-112
bagi perempuan merupakan hal yang ditakuti. Adanya pembatasan poligami bertujuan untuk menghindari ekses negatif dalam menegakkan rumah tangga.
Percekcokan rumah tangga kerap terjadi dalam keluarga yang melakukan poligami. Pertengkaran antara suami istri, intri tua dan istri muda, anak dan bapak,
dan anak dari istri tua dan istri muda bukan hal yang baru, bahkan membahayakan dan mengancam kelangsungan hidup. Pembatasan poligami dalam undang-
undang ini merupakan langkah antisipasi terhadap perpecahan rumah tangga.
12
F. Metode Penelitian