Dasar Hukum dan Syarat Poligami

peraturan khusus yang dikeluarkan oleh gereja dan berjalan sampai pertengahan abad 11 M. 35 Dengan ini jelas bahwa poligami sudah menjadi kebudayaan pada masa sebelum Islam datang. Melihat kenyataan yang jelas-jelas merendahkan martabat kaum wanita itu, maka Islam melalui Nabi Muhammad saw sebagai Rasulnya, membenai dan mengadakan penataan terhadap adat istiadat yang benar-benar tidak mendatangkan kemaslahatan dan menruskan adat kebiasaan yang menjunjung tinggi martabat manusia, dalam hal ini termasuk masalah poligami yang tidak terbatas Islam membolehkan poligami dengan syarat adil, hal ini demi menjaga hak dan martabat wanita. 36 Dengan demikian jelaslah bahwa praktik poligami di masa Islam sangatlah berbeda dengan praktik poligami sebelumnya. Perbedaan itu menonjol pada dua hal. Pertama, pada bilangan itri, dari yang tidak terbatas hingga hanya terbatas sampai empat saja. Kedua, pada syarat poligami yaitu harus mampu berlaku adil.

B. Dasar Hukum dan Syarat Poligami

Allah SWT membolehkan poligami sampai 4 empat orang istri dengan syarat berlaku adil kepada mereka. Adapun adil dalam melayani istri, seperti urusan nafkah, tempat tinggal, pakaian, giliran dan segala hal yang bersifat lahiriah. Jika tidak bisa berlaku adil maka cukup satu orang istri saja 35 Gadis Arivia, Menggalang Perubahan Perlunya Persfektif Jender, YJP, Jakarta, 2004 h. 57 36 Musdah Mulia, Muslimah Reformis, Jakarta : Mian, 2004 monogami. 37 Hal ini berdasarkan firman Allah SWT dalam QS. An-Nisa ayat 3 yang berbunyi;                                “Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap hak-hak perempuan yang yatim bilamana kamu mengawininya, Maka kawinilah wanita- wanita lain yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil, Maka kawinilah seorang saja, atau budak- budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” Menurut Jumhur ulama, yang diuraikan oleh Ali al-Shabuni, ayat tersebut mengisyaratkan untuk kebolehan ibadah, bukan wajib. Hal serupa juga ditemui dalam ayat yang menyatakan tentang makan dan minum, seperti kuluu wasyrabuu. 38 Sementara Wahbah al-Zuhaily berpendapat, poligami terkait dengan syarat dan kondisi tertentu, sebab umum dan khusus. Sebab umum adalah ketika jumlah laki-laki lebih sedikit daripada jumlah permpuan, dan ini beraspek sosial spiritual atau kesempatan bagi perempuan untuk menikah dan menghindarkanya dari penyimpangan, penyakit berbahaya seperti aids atau untuk kepentingan dakwah dan sebagainya. Sementara sebab khusus adalah istri mandul atau sakit, suami membenci istrinya, sementara perceraian makruh, syahwat lelaki besar daripada perempuan. 39 37 Abd. Rahman Ghajali, Fiqih Munakahat, Jakarta : Prenada Media. 2003, Cet. Ke-1 h. 129-130 38 Ali al-Shabuni, Tafsir Ayat al- Ahkam Minal Qur’an, juz 1, h. 194 39 Wahbah al-Zuhaily, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, h. 162-167 Syarat Poligami Syariat Islam memperbolehkan poligami dengan batasan sampai empat orang dan mewajibkan berlaku adil kepada mereka, baik dalam urusan pangan, pakaian, tempat tinggal, serta lainya yang bersifat kebendaan tanpa membedakan antara istri yang kaya dengan istri yang miskin, yang berasal dari keturunan tinggi dengan yang rendah dari golongan bawah. Bila suami khawatir berbuat zalim dan tidak mampu memenuhi hak-hak mereka, maka ia diharamkan berpoligami. Bila yang sanggup dipenuhinya hanya tiga maka baginya haram menika dengan empat orang. Jika ia sanggup memenuhi hak dua orang istri maka haram baginya menikahi tiga orang. Begitu juga kalau ia khawatir berbuat zalim dengan mengawini dua orang perempuan, maka haram baginya melakukan poligami. 40 Sebagaimana firman Allah SWT.                                “Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap hak-hak perempuan yang yatim bilamana kamu mengawininya, Maka kawinilah wanita- wanita lain yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil, Maka kawinilah seorang saja, atau budak- budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” Dalam sebuah hadis Nabi saw. Juga disebutkan: “Dari Abu Hurairah r.a sesungguhnya nabi saw bersabda, “barang siapa yang mempunyai dua orang istri lalu memberatkan kepada salah satunya, maka ia akan datang hari kiamat nanti dengan punggung mirin g.” HR Abu Daud, Tirmizi, Nasa’i dan Hiban” 40 Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap, Jakarta: PT. RajaGrapindo Persada, 2009, h. 361-362 Keadilan yang diwajibkan oleh Allah dalam ayat di atas, tidaklah bertentangan dengan firman Allah SWT. Dalam surah An-Nisa: 129 :                          “dan kamu sekali-kali tidak akan dapat Berlaku adil di antara isteri-isterimu, walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung kepada yang kamu cintai, sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamu Mengadakan perbaikan dan memelihara diri dari kecurangan, Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Ayat tersebut seolah-olah bertentangan dalam masalah berlaku adil, pada ayat 3 surat An-nisa, diwajibkan berlaku adil sedangkan ayat 129 meniadakan berlaku adil. Pada hakikatnya, kedua ayat tersebut tidaklah bertentangan karena yang dituntut di sini adalah adil dalam masalah lahiriah bukan kemampuan manusia. Berlaku adil yang ditiadakan dalam ayat di atas adalah adil dalam masalah cinta dan kasih sayang. Abu Bakar bin Araby mengatakan bahwa memang benar apabila keadilan dalam cinta itu berada di luar kesanggupan manusia. Sebab, cinta itu adanya dalam genggaman Allah Swt. Yang mampu membolak baliknya menurut kehendakNya. Begitu juga dengan bersetubuh, terkadang ia bergairah dengan istri yang satu tetapi tidak begiu dengan itri yang lainya. 41 Dalam Undang-undang nomor 1 tahun 1974 Bab 1 pasal 4 dijelaskan pengadilan dapat memberikan izin kepada seseorang yang ingin melakukan poligami apabila terpenuhinya alsan-alasan sebagai berikut, yaitu; 41 Tihami dan sohari sahrani, Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap, Jakarta: PT. RajaGrapindo Persada, 2009, h. 363 1. Istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai seorang istri 2. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan 3. Istri tidak dapat melahirkan keturunan Atas dasar ketentuan di atas, tentu sedikit berbeda dengan ketentuan poligami yang berlaku dalam Islam, di mana, Islam hanya mensyaratkan adil sebagai syarat untuk melakukan poligami. Keadilan yang diwajibkan atas seorang suami adalah bersikap seimbang di antara para istrinya sesuai dengan kemampuanya yaitu dalam hal bermalam atau memberi makan, pakaian, tempat tinggal dan lain-lain. Bukan dalam masalah cinta dan kasih sayang yang memang berada dalam kemampuan manusia. Bersikap adil sebagai syrat utama dalam poligami tidak mudah, karena dalam perkawinan poligami terdapat hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh suami kepada istrinya yang lebih dari satu tersebut. Hal ini tidak akan mudah terpenuhi apabila suami tidak memiliki sifat dan sikap yang cukup layak untuk melakukan poligami.

C. Poligami Dalam Hukum Positif di Indonesia