BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Perbankan memiliki peranan yang sangat penting dalam menunjang berjalannya roda perekonomian dan pembangunan nasional mengingat fungsinya
sebagai lembaga intermediasi, penyelenggara transaksi pembayaran, serta alat transmisi kebijakan moneter.
Dunia perbankan merupakan salah satu institusi yang sangat berperan dalam bidang perekonomian suatu Negara, khususnya di bidang pembiayaan
perekonomian. Berdasarkan Undang-Undang No.10 tahun 1998 tentang perbankan, “bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak”. Kegiatan penghimpunan dana berasal dari bank itu sendiri, dari
deposannasabah, pinjaman dari bank lain maupun Bank Indonesia, dan dari sumber lainnya. Sedangkan, kegiatan penyaluran dana dapat dilakukan dalam
berbagai bentuk, misalnya penyaluran kredit, kegiatan investasi dalam bentuk aktiva tetap dan inventaris. Dengan demikian, bank merupakan bagian dari
lembaga keuangan yang memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang kelebihan dana dan menyalurkannya kembali kepada
masyarakat yang membutuhkan dana.
Menurut Malayu 2002, dana bank ini digolongkan atas: a. Lonable Funds, yaitu dana-dana yang selain digunakan untuk kredit
juga digunakan sebagai secondary reserves dan surat-surat berharga.
b.Unloable Funds, yaitu dan-dana yang digunakan semata-mata hanya sebagai primary reserves.
c. Equity Funds, yaitu dana-dana yang dapat dialokasikan terhadap aktiva tetap inventaris dan penyertaan.
Dana bank ini hanya berasal dari dua sumber saja, yaitu dana sendiri dan
dana asing. 1.
Dana sendiri dana intern, yaitu dana yang bersumber dari dalam bank, seperti setoran modalpenjualan saham, pemupukan cadangan, laba yang
ditahan, dan lain-lain. Dana ini sifatnya tetap. 2.
Dana asing dana ekstern, yaitu dana yang bersumber dari pihak ketiga seperti deposito, giro, call money, dan lain-lain. Dana ini sifatnya
sementara atau harus dikembalikan. Menurut Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia, untuk
menilai keuangan perbankan digunakan lima aspek penilaian bank yaitu Capital, Asset, Management, Earning, Liquidity. Dimana
Capital didasari kepada Capital Adequacy Ratio CAR, aspek Assets meliputi Return on Asets ROA dan Non Performing Loan NPL,
aspek Earnings meliputi Net Interest Margin NIM dan Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional BOPO, sedangkan
aspek Liquidity meliputi Loan to Deposit Ratio LDR dan Giro Wajib Minimum GWM.
Dengan semakin berkembangnya dunia perbankan yang disertai dengan krisis keuangan global, maka persaingan antar bank semakin ketat. Untuk
menjaga kelangsungan hidup bank dalam menghadapi persaingan yang ketat tersebut, maka diperlukan suatu penanganan dan pengelolaan sumber daya yang
dilakukan oleh pihak manajemen dengan baik agar dapat menghasilkan keputusan- keputusan yang menunjang terhadap pencapaian tujuan perusahaan di masa yang
akan datang. Pencapaian tujuan yang dimaksud tersebut pada suatu bank adalah memaksimalkan laba dengan mengelola modal yang dimiliki, menjaga kualitas
aset produktif dan non produktif yang dimiliki, serta mengelola dana masyarakat dengan baik.
Kinerja perusahaan merupakan sesuatu yang dihasilkan oleh suatu perusahaan dalam periode tertentu dengan mengacu pada standar yang ditetapkan.
“Kinerja suatu bank dapat dilihat dari aspek likuiditas, yaitu penilaian atas kemampuan bank untuk membayar semua hutang-hutangnya terutama simpanan
tabungan, giro, dan deposito pada saat ditagih dan dapat memenuhi setiap permohonan kredit Kasmir, 2008:50”.
Bank yang selalu dapat menjaga kinerjanya dengan baik terutama tingkat likuiditas yang baik, maka kemungkinan nilai saham dari bank yang bersangkutan
di pasar sekunder dan jumlah dana dari pihak ketiga yang berhasil dikumpulkan akan naik. “Kenaikan nilai saham dan jumlah dana pihak ketiga ini merupakan
salah satu indikator naiknya kepercayaan masyarakat kepada bank yang bersangkutan Azwir, 2006”.
Kepercayaan dan loyalitas pemilik dana terhadap bank merupakan faktor yang sangat membantu dan mempermudah pihak manajemen
bank untuk menyusun strategi bisnis yang baik. Sebaliknya para pemilik dana yang kurang menaruh kepercayaan kepada bank yang
bersangkutan maka loyalitasnya pun juga sangat tipis, hal ini sangat tidak menguntungkan bagi bank yang bersangkutan karena pemilik
dana ini sewaktu-waktu dapat menarik dananya dan memindahkannya ke bank lain Azwir, 2006.
Hubungan antara DPK dan kredit ditunjukkan oleh Loan to Deposit Ratio LDR. Loan to Deposit Ratio adalah rasio yang mengukur
perbandingan jumlah kredit yang diberikan bank dengan dana yang diterima oleh bank, yang menggambarkan kemampuan bank dalam
membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan
mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya Rivai, et al, 2007:394.
Semakin tinggi rasio, memberikan gambaran bahwa rendahnya kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan. LDR juga dapat menjadi indikator utama
dalam menilai fungsi intermediasi perbankan. Semakin tinggi penyaluran kredit menggunakan DPK, maka fungsi intermediasi perbankan berjalan dengan sangat
baik. Sebaliknya, rendahnya penyaluran kredit menggunakan DPK menunjukkan fungsi intermediasi tidak berjalan dengan lancar. Penyebab rendahnya LDR ialah
karena DPK tidak disalurkan kembali kepada masyarakat, melainkan digunakan untuk kepentingan lain seperti membeli inventaris dan lain-lain.
Jumlah kredit yang diberikan sebagai alat indikator yang dapat mempengaruhi Loan to Deposit Ratio LDR, semakin banyak jumlah kredit yang
diberikan semakin tinggi pula LDR, dan sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa saat jumlah kredit yang diberikan dan LDR tinggi maka laba yang diperoleh bank
melalui pendapatan bunga pun akan tinggi. Tingkat Loan to Deposit Ratio LDR suatu bank haruslah dijaga agar tidak
menjadi terlalu rendah ataupun terlalu tinggi. Untuk itu, diperlukan suatu standar mengenai tingkat LDR. Bank Indonesia selaku otoritas moneter menetapkan batas
LDR berada pada tingkat 85-100 dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 265BPPP tanggal 29 Mei 1993. Namun, per tanggal 1 Maret 2011, BI akan
memperlakukan peraturan Bank Indonesia No. 1219PBI2010 yang berisi ketentuan standar LDR pada tingkat 78-100.
Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada pertengahan tahun 1997 membawa dampak buruk bagi dunia perbankan di Indonesia. Krisis ekonomi
yang terjadi kala itu membuat sektor perbankan terpuruk dan memaksa pemerintah untuk melikuidasi bank-bank yang dinilai tidak sehat dan tidak layak
lagi untuk menjalankan usahanya. Demikian pula krisis keuangan global pada tahun 2008-2009 membawa dampak buruk pada sektor perbankan yaitu berimbas
pada penurunan ekspansi kredit perbankan. Dengan terjadinya berbagai krisis keuangan tersebut maka dapat menimbulkan krisis kepercayaan dari masyarakat
terhadap industri perbankan. Di tengah krisis multidimensi yang terjadi, industri perbankan harus menarik kembali nasabah ataupun calon nasabah untuk
menyimpan dananya di bank. Kepercayaan masyarakat yang kembali baik akan mendorong industri perbankan untuk lebih baik sehingga dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Bank harus tetap menjaga kepercayaan masyarakat supaya masyarakat tidak
ragu lagi dalam menyimpan dananya di bank. Semakin banyak masyarakat yang menyimpan dananya di bank maka akan meningkatkan penyaluran kredit oleh
bank kepada masyarakat. Hal ini sangat penting mengingat sumber utama pendapatan bank berasal dari kegiatan penyaluran kredit dalam bentuk pendapatan
bunga. Selain itu dengan meningkatnya penyaluran kredit oleh bank dapat mendorong pertumbuhan dan perkembangan ekonomi nasional karena
memudahkan berbagai pihak dalam menjalankan aktivitasnya khususnya bagi perusahaan, badan-badan pemerintah dan swasta, serta masyarakat dalam rangka
memenuhi kebutuhan dananya. Menurut Arisandi 2008 terdapat 4 alasan mengapa usaha bank terkonsentrasi dalam penyaluran kredit yaitu:
pertama, sifat usaha bank yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi antara unit surplus dengan unit defisit. Kedua, penyaluran
kredit memberikan spread yang pasti sehingga besarnya pendapatan dapat diperkirakan. Ketiga, melihat posisinya dalam pelaksanaan
kebijaksanaan moneter, perbankan merupakan sektor usaha yang kegiatannya paling diatur dan dibatasi. Keempat, sumber utama dana
bank berasal dari dana masyarakat sehingga secara moral mereka harus menyalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit.
Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No. 623DPNP tanggal 31 Mei 2004, “LDR dihitung dari pembagian kredit yang diberikan kepada pihak ketiga
tidak termasuk antarbank dengan Dana Pihak Ketiga DPK yang mencakup giro, tabungan, dan deposito tidak termasuk antarbank”. Berdasarkan pengertian
tersebut dapat diketahui bahwa apabila rasio LDR tinggi maka tingkat likuiditas bank rendah dan sebaliknya apabila rasio LDR rendah maka tingkat likuiditas
bank tinggi. Menurut Dendawijaya 2003 bahwa Capital Adequacy Ratio CAR adalah rasio yang memperlihatkan
seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung risiko kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain ikut dibiayai dari
dana modal sendiri bank disamping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber diluar bank, seperti dana masyarakat, pinjaman, dan
sebagainya.
Dengan demikian maka nilai CAR yang tinggi dapat mengindikasikan bahwa bank mempunyai modal yang cukup baik untuk menunjang operasionalnya
serta mampu dalam menanggung risiko-risiko yang terjadi khususnya dalam risiko kredit. Bank harus menjaga nilai CAR tetap optimal karena modal berperan
sangat penting dalam memperlancar operasional sebuah bank sehingga LDR akan meningkat sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan kredit perbankan. Sesuai
dengan aturan BI, besarnya CAR yang harus dicapai bank minimal 8. Sejalan dengan semakin kompleksnya produk yang ditawarkan oleh bank
maka semakin kompleks pula risiko yang akan ditimbulkan. Kredit merupakan
salah satu produk bank yang menjadi perhatian utama bank dimana terdapat kemungkinan akan adanya risiko gagal bayar atau yang disebut dengan Non
Performing Loan NPL. NPL ini menunjukkan kemampuan kolektibilitas bank dalam mengumpulkan kembali kredit yang telah dikeluarkan oleh bank sampai
terkumpul sepenuhnya. NPL merupakan persentase jumlah kredit bermasalah kurang lancar, diragukan, dan macet terhadap total kredit yang dikeluarkan oleh
bank. Semakin tinggi tingkat NPL menunjukkan bahwa bank tidak kompeten dalam mengelola kreditnya serta mengindikasikan bahwa tingkat risiko atas
pemberian kredit pada bank tersebut cukup tinggi. Tinggi rendahnya NPL dapat mempengaruhi kebijakan bank dalam menyalurkan kreditnya sehingga nantinya
akan mempengaruhi LDR. Menurut BI besarnya ketentuan tingkat maksimum NPL adalah 5.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya LDR adalah Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional BOPO. BOPO menurut kamus
keuangan adalah kelompok rasio yang mengukur efisiensi dan efektivitas operasional suatu perusahaan dengan jalur membandingkan satu terhadap lainnya.
Menurut Dendawijaya 2004, rasio biaya operasional digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya.
Semakin rendah BOPO berarti semakin efisien bank tersebut dalam mengendalikan biaya operasionalnya, dengan adanya efisiensi biaya maka
keuntungan yang diperoleh bank akan semakin besar. Semakin rendah BOPO maka akan meningkatkan LDR dan semakin tinggi BOPO maka akan menurunkan
LDR pada perbankan. Nilai rasio yang ideal berada antara 50- 75 sesuai dengan ketentuan BI.
Dalam rangka menjalankan kegiatan operasionalnya, bank harus memperhatikan aspek profitabilitas. Profitabilitas merupakan tolok ukur untuk
mengetahui laba yang dihasilkan oleh bank. Besar kecilnya laba yang dihasilkan oleh bank sangat dipengaruhi oleh kinerja bank dalam mengelola dana yang
dihimpun dari masyarakat. Bank yang mampu menghasilkan laba tinggi berarti bank tersebut dapat menjalankan usahanya secara efisien. Profitabilitas disini
dihitung menggunakan rasio Return On Asset ROA karena Bank Indonesia lebih mengutamakan nilai profitabilitas suatu bank yang diukur dengan assets yang
dananya sebagian besar berasal dari dana simpanan masyarakat Dendawijaya, 2003. Nilai ROA yang tinggi mengindikasikan bahwa bank memperoleh
labakeuntungan yang tinggi dan sebaliknya nilai ROA yang rendah mengindikasikan bahwa bank memperoleh labakeuntungan yang rendah. Tinggi
rendahnya ROA yang dihasilkan oleh bank akan berpengaruh terhadap besar kecilnya jumlah penyaluran kredit oleh bank, sejalan dengan meningkatnya kredit
maka akan meningkatkan LDR itu sendiri. Net Interest Margin NIM atau Marjin Bunga Bersih adalah Rasio yang
digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola aktiva produktifnya untuk menghasilkan pendapatan bunga bersih. Apabila LDR
semakin tinggi pada Bank akan memberikan resiko yang besar atas gagalnya kredit yang telah disalurkan kepada masyarakat. Standard yang ditetapkan BI
untuk rasio NIM adalah 6 keatas.
Menurut Kasmir 2004 “Dana Pihak Ketiga memiliki kontribusi terbesar dari beberapa sumber dana tersebut sehingga jumlah dana pihak ketiga yang
berhasil dihimpun oleh suatu bank akan mempengaruhi kemampuannya dalam menyalurkan kredit”. Kredit diberikan kepada para debitur yang telah memenuhi
syarat-syarat yang tercantum dalam perjanjian yang dilakukan antara pihak debitur dengan pihak bank.
Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.623DPNP, 31 Mei 2004, alasan dipilihnya Loan to Deposit Ratio LDR sebagai variable dependen
dikarenakan rasio dihitung dari pembagian kredit yang diberikan kepada pihak ketiga tidak termasuk antar bank dengan DPK yang mencakup giro, tabungan,
dan deposito tidak termasuk antar bank. Adanya katerbatasan data yang bersumber dari Annual Report yang
diterbitkan oleh perusahaan perbankan yang go public menyebabkan periode penelitian yang digunakan terbatas hingga tahun 2013. Nilai Loan to Deposit
Ratio LDR masing-masing Bank dari tahun 2009 hingga 2013 mengalami perubahan setiap periodenya. Hal ini diakibatkan dari tidak stabilnya tingkat
pertumbuhan bank dalam jangka panjang di Indonesia sehingga diperlukan prediksi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi Loan to Deposit Ratio LDR.
Tabel 1.1 berikut ini adalah kondisi Loan to Deposit Ratio LDR pada perusahaan perbankan yang go public tahun 2009 – 2013, yaitu:
Tabel 1.1 Loan to Deposit Ratio LDR Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di
Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 - 2013 dalam No
Nama Bank 2009
2010 2011
2012 2013
1 Bank Artha Graha Internasional, Tbk
84,04 76,13
82,21 87,42
88,87 2
Bank Bukopin Tbk 75,99
71,85 85,01
83,81 85,8
3 Bank Bumi Arta Tbk
50,58 54,18
67,53 77,95
83,96 4
Bank Capital Indonesia Tbk 49,65
50,6 44,24
59,06 63,35
5 Bank Central Asia Tbk
50,3 55,16
61,67 68,61
75,35 6
Bank CIMB Niaga Tbk 95,11
88,04 94,41
95,04 94,49
7 Bank Danamon Indonesia Tbk
88,8 93,8
98,3 100,57
95,06 8
Bank Ekonomi Raharja Tbk 45,54
62,44 70,06
81,82 83,07
9 Bank Himpunan Saudara 1906 Tbk
94,94 100,2
81,7 84,39
90,59 10
Bank ICB Bumi Putera Tbk 89,64
84,96 84,93
79,48 80,14
11 Bank Internasional Indonesia Tbk
82,93 89,03
95,07 92,97
93,24 12
Bank Mandiri Persero Tbk 59,15
65,44 71,65
77,66 82,97
13 Bank Mayapada Internasional Tbk
83,77 78,38
82,1 80,58
85,61 14
Bank Mega Tbk 56,82
56,03 63,75
52,39 57,41
15 Bank Mutiara Tbk
81,66 70,86
83,9 82,81
96,31 16
Bank Negara Indonesia Persero Tbk 64,1
70,15 70,37
73,51 85,3
17 Bank Nusantara Parahyangan Tbk
73,64 80,41
84,92 84,94
84,44 18
Bank OCBC NISP Tbk 73,26
77,96 87,04
86,79 92,49
19 Panin Bank Tbk
73,31 74,22
80,36 88,46
87,71 20
Permata Bank Tbk 90,6
87,46 83,06
89,52 89,26
21 Bank Rakyat Indonesia Persero Tbk
80,88 75,17
76,2 79,85
88,54 22
Bank Tabungan Negara Persero Tbk 101,29
108,42 102,57
100,9 104,42
23 Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk
85 91,39
85,1 86,18
88,33 24
Bank Victoria Internasional Tbk 50,43
40,22 63,62
67,59 74,02
25 Bank Windu Kentjana Internasional Tbk
65,81 81,29
79,3 80,22
82,73 26
Bank Rakyat Indonesia Agroniaga Tbk 80,99
86,68 65,79
82,48 87,11
27 Bank QNB Kesawan Tbk
66,97 71,65
75,48 87,37
113,3
Rata – Rata 73,89
75,63 78,53
81,93 86,43
Sumber : IDX Fact Book 2009-2013
Berdasarkan Tabel 1.1 dapat diketahui bahwa Loan to Deposit Ratio LDR pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada
tahun 2009 hingga 2013 mengalami peningkatan setiap tahunnya hingga
mencapai tingkat standard ukuran bank di indonesia yaitu 78-100. Tetapi rata-rata bank yang go public pada tahun 2009 yaitu 73,89 dan 2010 yaitu
75,63 belum mencapai tingkat standard ukuran bank di Indonesia yaitu 78-- 100. Bank yang LDRnya terlalu tinggi juga tidak selamanya baik karena berarti
likuiditasnya ketat juga berpotensi menimbulkan permasalahan ketika membutuhkan likuiditas disaat pasokan mengetat.
Prediksi terhadap Loan to Deposit Ratio LDR dapat dilakukan dengan melihat rasio keuangan perusahaan. Rasio-rasio keuangan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Capital Adequacy Ratio CAR, Non Performing Loan NPL, Operating ExpensesOperating Income BOPO, Return On Asset ROA,
Net Interest Margin NIM dan Dana Pihak Ketiga DPK karena rasio-rasio keuangan tersebut merupakan rasio yang digunakan oleh Bank Indonesia untuk
mengukur tingkat kesehatan bank yang ditinjau dari fungsi bank sebagai lembaga intermediary.
Kondisi Perkembangan CAR, NPL, BOPO, ROA, NIM dan DPK pada pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun
2009-2013, dapat dilihat pada Tabel 1.2 sebagai berikut:
Tabel 1.2 Rata- Rata CAR, NPL, BOPO, ROA, NIM dan DPK pada Perusahaan
Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 - 2013 dalam
Jenis Rasio 2009
2010 2011
2012 2013
Capital Adequacy Ratio CAR 17,76
15,98 15,91
15,79 16,09
Non Performing Loan NPL 4,18
3,52 2,41
2,02 2,04
Operating ExpensesOperating Income BOPO 87,21
83,31 83,24
81,1 85,03
Return On Asset ROA 1,72
2,65 3,42
2,18 1,77
Net Interest Margin NIM 5,83
5,87 7,64
5,85 5,46
Loan to Deposit Ratio LDR 73,89
75,63 78,53
81,93 84,43
Dana Pihak Ketiga DPK 24,68
25,14 20,17
18,81 18,49
Sumber : IDX Fact Book 2009-2013 Data Diolah
Berdasarkan perbandingan data diatas rata-rata nilai CAR pada perusahaan perbankan yang go public pada tahun 2009 hingga 2013 mengalami penurunan
dan kenaikan dan diikuti dengan LDR tahun 2008 hingga 2012 yang mengalami kenaikan setiap tahunnya. Hal ini bertentangan dengan teori dimana apabila CAR
mengalami peningkatan maka LDR akan juga mengalami kenaikan dan begitu juga sebaliknya.
Berdasarkan perbandingan data diatas rata-rata NPL pada perusahaan perbankan yang go public pada tahun 2009 hingga 2013 mengalami penurunan
setiap tahunnya. Fakta ini sejalan dengan teori dimana NPL menunjukan kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit yang bermasalah yang
diberikan oleh bank. Jika kredit macet menurun tiap tahunnya maka akan meningkatkan kemampuan bank dalam menyalurkan kreditnya, semakin rendah
rasio akan semakin baik kualitas kredit bank sehingga menyebabkan jumlah kredit bermasalah semakin sedikit dan kemungkinan suatu bank dalam kondisi yang
baik.
Berdasarkan perbandingan data diatas rata-rata BOPO pada perusahaan perbankan yang go public pada tahun 2009 hingga 2013 mengalami kenaikan dan
penurunan setiap tahunnya. Jika BOPO terlalu tingi tidak selamanya baik karena berarti likuiditasnya ketat juga berpotensi akan menimbulkan permasalahan yaitu
ketika membutuhkan likuiditas di saat pasokan mengetat.
Berdasarkan perbandingan data diatas rata-rata ROA pada perusahaan perbankan yang go public pada tahun 2009 hingga 2013 tidak stabil mengalami
kenaikan dan penurunan. Diikuti juga dengan rasio LDR yang mengalami kenaikan setiap tahun. Hal ini bertentangan dengan teori dimana apabila ROA
mengalami peningkatan maka LDR juga harus meningkat, sehingga tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut besar dan modal bank juga semakin besar.
Berdasarkan perbandingan data diatas rata-rata NIM pada perusahaan perbankan yang go public pada tahun 2009 hingga 2013 tidak stabil mengalami
kenaikan dan penurunan. Sedangkan LDR mengalami peningkatan tiap tahunnya. Hal ini tidak sesuai dengan teori dimana pada saat rasio NIM mengalami kenaikan
maka LDR juga akan mengalami kenaikan. Dapat dilihat dari tabel ketika NIM menurun LDR meningkat dan sebaliknya.
Berdasarkan perbandingan data diatas rata-rata LDR pada perusahaan perbankan yang go public pada tahun 2009 hingga 2013 mengalami kenaikan
setiap tahunnya hingga mencapai tingkat standard ukuran bank di indonesia yaitu 78-100.
Berdasarkan perbandingan data diatas rata-rata DPK pada perusahaan perbankan yang go public pada tahun 2009 hingga 2013 mengalami kenaikan dan
penurunan setiap tahunnya. Penelitian ini adalah replikasi atau pengembangan dari penelitian
terdahulu Seandy Nandadipa 2010 dengan judul “Analisis Pngaruh CAR, NPL, Inflasi, Pertumbuhan DPK, dan Exchange Rate Terhadap LDR” Studi Kasus
Pada Bank Umum di Indonesia Periode 2004-2008. Dari hasil penelitiannya menyebutkan bahwa secara parsial variabel Capital Adequacy Ratio CAR, Non
Performing Loan NPL, Inflasi, dan Exchange Rate berpengaruh negatif signifikan terhadap LDR, sedangkan Pertumbuhan DPK berpengaruh
berpengaruh positif tidak signifikan terhadap LDR. Sedangkan secara simultan semua variabel yakni CAR, NPL, Inflasi, pertumbuhan DPK, dan inflasi
berpengaruh signifikan terhadap LDR. Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang dilakukan peneliti
adalah pada variabel independennya variabel bebas, dan peneliti adalah pemula atau peneliti pertama yang melakukan penelitian ini dengan menambahkan
variabel pemoderasi yaitu Dana Pihak Ketiga, objek penelitian dan tahun penelitian.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh Rasio Capital Adequacy Ratio CAR, Non Performing Loan NPL, Operating
ExpensesOperating Income BOPO, Return On Asset ROA , dan Net Interest Margin NIM Terhadap Loan to Deposit Ratio LDR Dengan Dana
Pihak Ketiga DPK Sebagai Variabel Moderating.” Studi Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009-2013.
1.2. Rumusan Masalah