Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK), Loan to Deposit Ratio (LDR), dan Capital Adequacy Ratio (CAR) Terhadap Likuiditas Bank Umum di Indonesia

(1)

Universitas Sumatera Utara Fakultas Ekonomi

Medan

Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK), Loan to

Deposit Ratio (LDR), dan Capital Adequacy Ratio (CAR)

Terhadap Likuiditas Bank Umum di Indonesia

Skripsi Diajukan Oleh : Vina Gustria Tambunan

060501054

Ekonomi Pembangunan

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi


(2)

ABSTRACT

The aim of this research is to analyze the factors which influence liquidity sufficiency at public’s banks in Indonesia. The factors are Fund of Society, Loan to Deposit Ratio (LDR) and Capital Adequacy Ratio (CAR).

The data used in this research is time series data during quarterly I in 2003 until quarterly IV in 2008 which employ econometric model and using statistical analyse tools. The method used in this research is Ordinary Least Square (OLS). Based on the interpretation shows that determination coefficient (R2) is 92,42%. It means that independent variables, Fund of Society (X1), Loan to Deposit Ratio (X2) and Capital Adequacy Ratio (X3) affects the dependent variable (liquidity) as much as 92,42%. And the 7,58% remain is explained by other variables which is not included in this estimation model.

Result of regression show in the reality factor, Fund of Society doesn’t have significant influencing. Mean while, Loan to Deposit Ratio and Capital Adequacy Ratio has significant influence to the liquidity sufficiency at public’s bank in Indonesia.

Key words : Liquidity Sufficiency, Fund of Society, Loan to Deposit Ratio, and Capital Adequacy Ratio.


(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur, hormat dan terima kasih penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Adapun judul skripsi ini adalah “Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK), Loan to Deposit Ratio (LDR), dan Capital Adequacy Ratio (CAR) Terhadap Likuiditas Bank Umum di Indonesia”.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca sehingga dapat menambah pengetahuan serta perbaikan kedepannya.

Dalam kesempatan ini, penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini baik dalam dukungan doa, moril maupun bantuan materi terutama kepada :

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec, sebagai Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec, sebagai Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. A. Samad Zaino, MS sebagai Dosen Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan mulai dari awal pengerjaan sampai dengan terselesainya skripsi ini.


(4)

4. Bapak Drs. Arifin Siregar, M.Sp dan Bapak Syarief Fauzi, M.Ec selaku Dosen Pembanding yang telah banyak memberikan saran sampai selesainya skripsi ini.

5. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc, Ph.D selaku Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak dan Ibu Dosen Pengajar serta Staf Pegawai di Fakultas Ekonomi khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara.

7. Teristimewa kepada keluarga tercinta Ayahanda Togar Tambunan dan Ibunda Berti Br. Simanjuntak, S.Pd, serta kakak dan adik tercinta (k’Mediana, k’Vani dan ‘dek Gohan) terima kasih buat semua dukungan dan semagat yang diberikan kepada penulis.

8. Kepada sahabat-sahabatku terkasih di Be Blessed (Derma, Elida, Jenny, Natalin, dan Siska) terima kasih buat doa dan semangat yang telah kalian berikan, penulis sangat beruntung memiliki sahabat seperti kalian.

9. Kepada teman-temanku tercinta d’BC (Christin Siburian dan Regina Tarigan) yang senantiasa memberikan motivasi dan dukungannya untuk penulis selama pengerjaan skripsi ini. Terima kasih buat kebersamaan kita yang selalu berbagi baik dalam suka maupun duka. 10.Kepada teman-teman “EP 06” terkhusus buat Elay, Rere, Titin, Derma,

Valentina, Natalin, Arisandi, Albert, Andreas, Irwin dan teman-teman lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas


(5)

dukungan dan semangat serta keceriaan yang kalian berikan kepada penulis sehingga penulis dapat terus bersemangat dalam mengerjakan skripsi ini.

11.Teman-Teman Mahasiswa Fakultas Ekonomi, terutama Ekonomi Pembangunan Salute baik angkatan senior maupun junior dan seluruh pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu sebagai pemberi motivasi dalam mengerjakan skripsi ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca. Terima kasih.

Medan, Maret 2010 Penulis


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Hipotesis ... 7

1.4. Tujuan Penelitian ... 7

1.5. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II URAIAN TEORITIS ... 9

2.1. Bank ... 9

2.1.1 Pengertian Bank ... 9

2.1.2. Jenis-Jenis Bank ... 11

2.1.3 Kegiatan Bank Umum ... 18

2.1.4 Neraca Bank ... 21

2.1.5 Penilaian Kinerja Bank ... 22

2.1.6 Penilaian Tingkat Kesehatan Bank ... 23

2.1.7 Resiko Usaha Bank ... 29

2.2. Sumber-Sumber Dana Bank ... 31

2.3. Loan to Deposit Ratio (LDR) ... 38

2.4. Capital Adequa cy Ratio (CAR) ... 40

2.4.1 Perhitungan Rasio Kecukupan Modal (CAR) ... 40

2.4.2 Latar Belakang dan Standar CAR ... 41

2.4.3 Faktor-Faktor yang mempengaruhi CAR ... 43

2.5. Likuiditas Bank ... 45

2.5.1 Pengertian Likuiditas Bank ... 45

2.5.2 Sumber-Sumber Kebutuhan Likuiditas ... 46

2.5.3 Teori Manajemen Likuiditas ... 46

2.5.4 Rasio-Rasio Likuiditas ... 50

BAB III METODE PENELITIAN ... 52

3.1. Ruang Lingkup Peneltian ... 52

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 52

3.3. Metode dan Teknik Pengumpulan Data... 52

3.4. Pengolahan Data ... 53

3.5. Model Analisis Data ... 53

3.6. Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit) ... 54

3.6.1 Koefisien Determinasi (R-square) ... 54


(7)

3.6.3 Uji T-Statistik ... 56

3.7 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik... 58

3.7.1 Uji Multikolinearity ... 58

3.7.2 Autokorelasi (Serial Correlation) ... 58

3.8 Definisi Operasional ... 60

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 61

4.1. Gambaran Umum Negara Indonesia ... 61

4.1.1 Kondisi Geografis Indonesia ... 61

4.1.2 Keadaan Demografi di Indonesia... 62

4.2 Gambaran Umum Perekonomian Indonesia ... 63

4.3 Kedudukan Perbankan Dalam Sistem Perekonomian di Indonesia ... 65

4.4 Perkembangan Perbankan Dalam Perekonomian Indonesia . 66 4.5 Perkembangan Bank Umum di Indonesia... 68

4.6 Perkembangan Penghimpunan Dana Pihak Ketiga di Indonesia ... 71

4.7 Perkembangan Loan to Deposit Ratio (LDR) di Indonesia .. 74

4.8 Perkembangan Rasio Kecukupan Modal (CAR) di Indonesia 76 4.9 Perkembangan Likuiditas Bank Umum di Indonesia ... 78

4.10 Analisis Data ... 80

4.10.1 Analisis dan Pengumpulan Data ... 80

4.10.2 Interpretasi Model ... 81

4.10.3 Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit) ... 83

4.10.4 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 87

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 92

5.1. Kesimpulan ... 92

5.2. Saran ... 93

DAFTAR PUSTAKA ... ix LAMPIRAN


(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Faktor-Faktor Yang Dinilai dan Bobotnya ... 28

Tabel 4.1 Likuidasi 16 Bank Swasta ... 67

Tabel 4.2 Jumlah (Kantor) Bank Umum di Indonesia (1988-2007) ... 70

Tabel 4.3 Dana Pihak Ketiga Bank Umum di Indonesia (2003-2008) ... 72

Tabel 4.4 Loan to Deposit Ratio (LDR) Bank Umum di Indonesia (2003-2008) ... 75

Tabel 4.5 Capital Adequacy Ratio (CAR) Bank Umum di Indonesia (2003-2008) ... 76


(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 3.1 Uji F-Statistik ... 56

Gambar 3.2 Uji T-Statistik ... 57

Gambar 3.3 Uji Durbin-Watson ... 59

Gambar 4.1 Uji T-Statistik pada variabel X1 (dana pihak ketiga) ... 84

Gambar 4.2 Uji T-Statistik pada variabel X2 (loan to deposit ratio) ... 85

Gambar 4.3 Uji T-Statistik pada variabel X3 (capital adequacy ratio) ... 86

Gambar 4.4 Uji F-Statistik ... 87


(10)

ABSTRACT

The aim of this research is to analyze the factors which influence liquidity sufficiency at public’s banks in Indonesia. The factors are Fund of Society, Loan to Deposit Ratio (LDR) and Capital Adequacy Ratio (CAR).

The data used in this research is time series data during quarterly I in 2003 until quarterly IV in 2008 which employ econometric model and using statistical analyse tools. The method used in this research is Ordinary Least Square (OLS). Based on the interpretation shows that determination coefficient (R2) is 92,42%. It means that independent variables, Fund of Society (X1), Loan to Deposit Ratio (X2) and Capital Adequacy Ratio (X3) affects the dependent variable (liquidity) as much as 92,42%. And the 7,58% remain is explained by other variables which is not included in this estimation model.

Result of regression show in the reality factor, Fund of Society doesn’t have significant influencing. Mean while, Loan to Deposit Ratio and Capital Adequacy Ratio has significant influence to the liquidity sufficiency at public’s bank in Indonesia.

Key words : Liquidity Sufficiency, Fund of Society, Loan to Deposit Ratio, and Capital Adequacy Ratio.


(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bank sebagai lembaga keuangan yang memegang peranan penting dalam perekonomian di setiap negara, merupakan sebuah alat yang dapat mempengaruhi suatu pergerakan pertumbuhan perekonomian, dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak. Sebagai suatu badan usaha, bank tentunya mempunyai strategi dalam rangka mengefisienkan dana dari masyarakat seperti dengan pengembangan dan pemasaran produk-produk baru yang dapat memenuhi kebutuhan nasabahnya. Produk bank adalah jasa yang ditawarkan kepada nasabah dengan tujuan untuk dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan nasabah.

Secara umum, bank dikenal sebagai badan usaha yang kegiatannya menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak. Di samping itu, bank juga dikenal sebagai tempat untuk melakukan berbagai transaksi yang berhubungan dengan keuangan seperti tempat menukar uang, pengiriman uang, melakukan investasi, atau menerima segala macam bentuk pembayaran dan setoran seperti pembayaran listrik, telepon, air, pajak, dan pembayaran lainnya.

Peranan perbankan sangat mempengaruhi kegiatan perekonomian suatu negara. Dengan kata lain, kemajuan suatu bank di suatu negara dapat pula dijadikan ukuran kemajuan negara yang bersangkutan. Semakin maju negara tersebut, maka semakin besar pula peranan perbankan dalam mengendalikan


(12)

negara tersebut. Artinya keberadaan dunia perbankan semakin dibutuhkan oleh pemerintah dan masyarakatnya.

Secara makro, perbankan yang tidak sehat akan berdampak pada hilangnya kesempatan untuk membangun perekonomian yang baik, bahkan negara akan mengalami kerugian yang sangat besar. Demikian pula secara mikro, baik pemilik, pengurus, maupun karyawan dan pihak-pihak yang terkait yang memerlukan jasa bank akan ikut rugi. Bank-bank yang kinerjanya tidak baik akan mengganggu tingkat kesehatan bank tersebut yang berdampak pada kesulitan likuiditas.

Likuiditas merupakan indikator yang mengukur kemampuan bank untuk memenuhi atau membayar kewajiban jangka pendeknya atau kewajiban yang sudah jatuh tempo yang harus segera dipenuhi. Bank yang mampu memenuhi kewajiban keuangannya dengan tepat waktu berarti bank tersebut dalam keadaan likuid. (Juli Irmayanto,2009,89)

Dana bank adalah uang tunai yang dimiliki bank ataupun aktiva lancar yang dikuasai bank dan setiap waktu dapat digunakan untuk kegiatan operasionalnya. Dana bank yang digunakan sebagai modal operasional dapat bersumber dari modal sendiri (dana pihak I), dana pinjaman dari pihak luar (dana pihak II), serta dana dari masyarakat (dana pihak III). (M. Hasibuan,2001,56)

Rasio likuiditas dapat diketahui dengan Loan to Deposit Ratio (LDR). Rasio LDR merupakan rasio kredit yang diberikan terhadap dana pihak ketiga yang diterima oleh bank yang bersangkutan. LDR digunakan untuk mengukur atau mengetahui seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar semua dana


(13)

masyarakat serta modal sendiri dengan mengandalkan kredit yang telah didistribusikan ke masyarakat (Juli Irmayanto,2009,90)

Selain itu, menurut Pasal 29 ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia No.10/1998, bank juga harus menjaga rasio kecukupan modalnya atau CAR (Capital Adequacy Ratio). Modal juga merupakan aspek yang sangat penting untuk menilai kesehatan bank karena ini berhubungan dengan solvabilitas bank. Modal digunakan untuk menilai seberapa besar kemampuan bank untuk menanggung resiko-resiko yang mungkin akan terjadi.

Dari sisi penghimpunan dana, besarnya jumlah dan komposisi simpanan masyarakat yang berada dalam sistem perbankan memiliki pengaruh yang besar terhadap kestabilan industri perbankan. Penarikan dana masyarakat secara besar- besaran dalam waktu singkat memberikan dampak negatif pada aspek likuiditas bank. Dengan pendapatan yang relatif terbatas, struktur biaya bunga yang tinggi akan mengurangi rentabilitas bank bahkan mengakibatkan kerugian yang luar biasa seperti yang pernah terjadi pada industri perbankan Indonesia dalam kurun waktu 1997–1998.

Pada awal Juli 1997, terjadi gejolak nilai tukar. Bersamaan dengan itu, pemerintah melakukan pengetatan likuiditas. Kondisi ini memunculkan krisis kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional, terutama pasca pencabutan ijin usaha 16 bank pada tanggal 1 November 1997. Hal ini berdampak sangat buruk, terutama memicu terjadinya depresiasi kepercayaan terhadap perbankan. Sebagai dampak krisis kepercayaan itu, terjadi penarikan dana secara besar-besaran. Akibatnya, banyak bank yang mengalami kesulitan likuiditas yang sangat parah yang disusul dengan kelangkaan likuiditas perekonomian secara


(14)

keseluruhan. Keputusan likuidasi 16 bank pada tanggal 1 November 1997 dianggap sebagai pemicu krisis kepercayaan yang berlanjut dengan terpuruknya sektor perbankan.

Sementara itu, dari sisi penyaluran dana komposisi aktiva produktif juga turut menentukan ketahanan bank dalam menghadapi permasalahan yang berasal dari faktor eksternal perbankan. Misalnya dalam hal pemberian kredit, kinerja perkreditan akan sangat ditentukan oleh prospek industri yang diberikan kredit selain juga faktor-faktor ekonomi makro secara umum seperti laju inflasi dan fluktuasi nilai tukar. Di sisi lain, faktor pertumbuhan ekonomi pun seringkali mempengaruhi kebijakan alokasi kredit perbankan pada sektor-sektor tertentu, sehingga memberikan dampak adanya konsentrasi risiko pemberian kredit pada sektor usaha tertentu. Hal seperti ini pernah terjadi pada masa menjelang krisis perbankan, dimana pemberian kredit terkonsentrasi pada sektor properti yang pada waktu itu mengalami perkembangan yang sangat pesat.

Secara umum permasalahan yang timbul pada industri perbankan dapat berasal baik dari sisi internal maupun eksternal perbankan. Dari sisi internal perbankan, permasalahan yang timbul dapat dilihat dari perkembangan kinerja masing-masing bank. Sementara itu, kondisi ekonomi makro dan perkembangan kinerja industri yang dibiayai oleh kredit perbankan dapat menjadi indikator dari adanya potensi permasalahan yang dapat mempengaruhi kinerja perbankan yang berasal dari faktor eksternal.

Dengan memperhatikan keterkaitan faktor-faktor internal dan eksternal pada permasalahan industri perbankan, maka diperlukan suatu upaya pemantauan yang berkelanjutan atas faktor-faktor tertentu yang terkait secara langsung


(15)

maupun tidak langsung dengan kegiatan usaha perbankan tersebut. Dalam hal ini, diperlukan pemantauan berkelanjutan atas indikator-indikator internal perbankan, makroekonomi, maupun hal-hal lainnya yang secara nyata diyakini dapat memberikan informasi mengenai adanya permasalahan dalam industri perbankan. (Muliaman D. Hadad,2)

Memburuknya perekonomian di Indonesia juga tidak terlepas dari adanya krisis global yang berawal dari krisis sub-prime mortgage perumahan di Amerika Serikat pada bulan Juli 2007. Dalam kondisi ini, posisi pasar negara berkembang menjadi kurang beruntung karena para pemodal besar cenderung melikuidasi posisinya di negara berkembang untuk menutupi kerugiannya di tempat lain serta berpindah ke instrument yang dianggap lebih aman atau ke bentuk kas. Akibatnya likuiditas di pasar keuangan di berbagai negara termasuk Indonesia menjadi langka. Di Indonesia, pada saat bersamaan pertumbuhan ekonomi yang tinggi membutuhkan likuiditas yang lebih besar pula dan pada akhirnya berpengaruh terhadap likuiditas di pasar saham dan perbankan nasional. Secara makro keadaan dan prospek likuiditas Indonesia tetap terjaga di tengah gejolak pasar global dan pasar keuangan domestik yang telah membawa dampak kepada perkembangan indeks harga saham, pasar surat hutang, maupun nilai mata uang rupiah. Terjaganya likuiditas ditandai dengan gambaran APBN sampai dengan bulan agustus 2008 di mana realisasi Pendapatan Negara khususnya penerimaan pajak naik sebesar 46 % sehingga penerimaan negara keseluruhan melampaui target sebesar 68 % dari APBN. (Siaran Pers, 15 Sept 2008)

Perekonomian Indonesia saat ini dalam kondisi rentan untuk tumbuh lebih tinggi. Ekspansi perekonomian tidak sepadan dengan dukungan yang memadai


(16)

dari akumulasi dana masyarakat. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi belum optimal, tetapi inflasi sudah tinggi karena tekanan harga, apalagi dengan keadaan eksternal yang cepat memburuk. Dalam jangka pendek, prioritas ada pada pengendalian inflasi dan stabilitas nilai rupiah yang amat penting karena hal ini dapat menurunkan kepercayaan dengan cepat jika tidak ditangani dengan baik. Saat kondisi eksternal tidak pasti, fokus kebijakan di tingkat pemerintahan dan perbankan adalah pada stabilitas dan kepercayaan di dalam negeri.(Umar Juoro, Suara Karya, 8 Okt 2008)

Berdasarkan uraian-uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penulisan skripsi dengan judul “Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK),

Loan to Deposit Ratio (LDR), dan Capital Adequacy Ratio (CAR) Terhadap Likuiditas Bank Umum di Indonesia”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dalam penyusunan penelitian ini penulis terlebih dahulu merumuskan masalah sebagai dasar kajian penelitian yang dilakukan, yakni :

1. Bagaimanakah pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap Likuiditas Bank Umum yang ada di Indonesia?

2. Bagaimanakah pengaruh Loan to Deposit Ratio (LDR) terhadap Likuiditas Bank Umum yang ada di Indonesia?

3. Bagaimanakah pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap Likuiditas Bank Umum yang ada di Indonesia?


(17)

1.3 Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian yang ada, dimana kebenarannya masih perlu dikaji dan diteliti melalui data yang terkumpul. Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka penulis membuat hipotesis adalah sebagai berikut :

1. Dana Pihak Ketiga (DPK) memiliki pengaruh yang positif terhadap Likuiditas Bank Umum yang ada di Indonesia, ceteris paribus.

2. Loan to Deposit Ratio (LDR) memiliki pengaruh yang negatif terhadap Likuiditas Bank Umum yang ada di Indonesia, ceteris paribus.

3. Capital Adequacy Ratio (CAR) memiliki pengaruh yang positif terhadap Likuiditas Bank Umum yang ada di Indonesia, ceteris paribus.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap Likuiditas Bank Umum yang ada di Indonesia.

2. Untuk mengetahui pengaruh Loan to Deposit Ratio (LDR) terhadap Likuiditas Bank Umum yang ada di Indonesia.

3. Untuk mengetahui pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap Likuiditas Bank Umum yang ada di Indonesia.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi industri perbankan dalam hal mengelola kegiatannya, khususnya dalam hal likuiditas bank.


(18)

2. Memberikan sumbangan pemikiran ataupun ilmu pengetahuan bagi masyarakat maupun mahasiswa/i yang ingin melakukan penelitian selanjutnya.

3. Sebagai bahan studi dan tambahan literatur bagi mahasiswa/i Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan.

4. Sebagai tambahan wawasan dan ilmu pengetahuan di bidang penelitian bagi penulis.


(19)

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1. Bank

2.1.1. Pengertian Bank

Sejarah mencatat asal mula dikenalnya kegiatan perbankan adalah pada zaman kerajaan tempo dulu di daratan Eropa. Kemudian usaha perbankan ini berkembang ke Asia Barat oleh para pedagang. Perkembangan perbankan di Asia, Afrika, dan Amerika dibawa oleh bangsa Eropa pada saat melakukan penjajahan ke negara jajahannya baik di Asia, Afrika maupun Amerika.

Jika kita telusuri sejarah dikenalnya kegiatan perbankan dimulai dari jasa penukaran uang. Sehingga dalam sejarah perbankan, arti bank dikenal sebagai meja tempat menukarkan uang. Dalam perjalanan sejarah tempo dulu mungkin penukaran uangnya dilakukan antarkerajaan yang satu dengan kerajaan yang lain. Kegiatan penukaran uang ini sekarang dikenal nama dengan pedagang valuta asing (money changer).

Kemudian dalam perkembangan selanjutnya kegiatan operasional perbankan berlanjut lagi menjadi tempat penitipan uang atau yang disebut sekarang ini kegiatan simpanan. Berikutnya kegiatan perbankan bertambah dengan kegiatan peminjaman uang. Uang yang disimpan oleh masyarakat, oleh perbankan dipinjamkan kembali ke masyarakat yang membutuhkannya.

Jasa-jasa bank lainnya menyusul sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat yang semakin beragam. Akibat dari kebutuhan masarakat akan jasa keuangan semakin meningkat dan beragam, maka peranan dunia


(20)

perbankan semakin dibutuhkan oleh seluruh lapisan masyarakat baik yang berada di negara maju maupun negara berkembang. Bahkan dewasa ini perkembangan dunia perbankan semakin pesat dan modern, perbankan semakin mendominasi perkembangan ekonomi dan bisnis suatu negara. Bahkan aktivitas dan keberadaan perbankan sangat menentukan kemajuan suatu negara.

Menurut Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tanggal 10 November 1998 tentang Perbankan, yang dimaksud dengan BANK adalah “badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.

Dari pengertian di atas dapat dijelaskan secara lebih luas lagi bahwa bank merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan, artinya aktivitas perbankan selalu berkaitan dalam bidang keuangan. Sehingga berbicara mengenai bank tidak terlepas dari masalah keuangan. (Kasmir, 2008, 25).

Salah satu aktivitas perbankan adalah menghimpun dana dari masyarakat luas yang dikenal dengan istilah di dunia perbankan adalah funding. Pengertian menghimpun dana maksudnya adalah mengumpilkan atau mencari dana dengan cara membeli dari masyarakat luas. Pembelian dana dari masyarakat ini dilakukan oleh bank dengan cara memasang berbagai strategi agar masyarakat mau menanamkan dananya dalam bentuk simpanan. Jenis simpanan yang dapat dipilih oleh masyarakat adalah seperti giro, tabungan, sertifikat deposito, dan deposito berjangka.

Agar masyarakat mau menyimpan uangnya di bank, maka pihak perbankan memberikan rangsangan berupa balas jasa yang akan diberikan kepada


(21)

si penyimpan. Balas jasa tersebut dapat berupa bunga, bagi hasil, hadiah, pelayanan atau balas jasa lainnya. Semakin tinggi balas jasa yang diberikan, akan menambah minat masyarakat untuk menyimpan uangnya. Oleh karena itu, pihak perbankan harus memberikan berbagai rangsangan dan kepercayaan sehingga masyarakat berminat untuk menanamkan dananya.

Setelah memperoleh dana dalam bentuk simpanan dari masyarakat, maka oleh perbankan dana tersebut diputarkan kembali atau dijualkan kembali ke masyarakat dalam bentuk pinjaman atau lebih dikenal dengan istilah kredit (lending). Dalam pemberian kredit juga dikenakan jasa pinjaman kepada penerima kredit (debitur) dalam bentuk bunga dan biaya administrasi. Sedangkan bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah dapat berdasarkan bagi hasil atau penyertaan modal.

Besarnya bunga kredit sangat dipengaruhi oleh besarnya bunga simpanan. Semakin besar atau semakin mahal bunga simpanan, maka semakin besar pula bunga pinjaman dan demikian pula sebaliknya. Di samping bunga simpanan, pengaruh besar kecil bunga pinjaman juga dipengaruhi oleh keuntungan yang diambil, biaya operasi yang dikeluarkan, cadangan risiko kredit macet, pajak serta pengaruh lainnya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kegiatan menghimpun dana (funding) dan menyalurkan dana (lending) ini merupakan kegiatan utama perbankan.

2.1.2. Jenis-Jenis Bank

Dalam praktik perbankan di Indonesia saat ini terdapat beberapa jenis perbankan yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan. Jenis perbankan sebelum keluar Undang-Undang Perbankan No.10 Tahun 1998 dengan


(22)

sebelumnya, yaitu Undang-Undang No.14 Tahun 1967 terdapat beberapa perbedaan. Namun, kegiatan utama bank sebagai lembaga keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dana tidak berbeda satu sama lainnya.

Perbedaan jenis perbankan dapat dilihat dari segi fungsi serta kepemilikan bank. Dari segi fungsi, perbedaan yang terjadi terletak pada luasnya kegiatan atau jumlah produk yang dapat ditawarkan maupun jangkauan wilayah operasinya. Sedangkan kepemilikan perusahaan dilihat dari segi pemilikan saham yang ada serta akta pendiriannya.

Perbedaan lainnya adalah dilihat dari segi siapa nasabah yang mereka layani apakah masyarakat luas atau masyarakat dalam lokasi tertentu. Jenis perbankan juga dibagi ke dalam bagaimna cara bank tersebut menentukan harga jual dan harga beli.

Adapun jenis perbankan dewasa ini jika ditinjau dari beberapa segi antara lain :

1. Dari Segi Fungsi

Menurut Undang-Undang Pokok Perbankan No.14 Tahun 1967, jenis perbankan menurut fungsinya terdiri dari Bank Umum, Bank Pembangunan, Bank Tabungan, Bank Pasar, Bank Desa, Lumbung Desa, dan Bank Pegawai.

Namun setelah keluar UU Pokok Perbankan No.7 Tahun 1992 dan ditegaskan lagi dengan keluarnya Undang-Undang RI No.10 Tahun 1998 maka jenis perbankan terdiri dari :

a. Bank Umum


(23)

Dimana Bank Pembangunan dan Bank Tabungan berubah fungsinya menjadi Bank Umum sedangkan Bank Desa, Bank Pasar, Lumbung Desa dan Bank Pegawai berubah fungsi menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR).

Pengertian Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat sesuai dengan Undang-Undang No.10 Tahun 1998 adalah sebagai berikut :

a. Bank Umum

Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sifat jasa yang diberikan adalah umum, dalam arti dapat memberikan seluruh jasa perbankan yang ada. Begitu pula dengan wilayah opersinya dapat dilakukan di seluruh wilayah. Bank umum sering disebut bank komersil (commercial bank).

b. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Artinya, kegiatan BPR jauh lebih sempit jika dibandingkan dengan kegiatan bank umum.

2. Dari Segi Kepemilikannya

Selain dari segi fungsinya, bank juga dapat dilihat dari segi kepemilikan, maksudnya adalah siapa-siapa saja yang memiliki bank tersebut. Kepemilikan ini dapat dilihat dari akta pendirian dan penguasaan saham yang dimiliki bank yang bersangkutan.


(24)

Jenis bank dilihat dari segi kepemilikan adalah : a. Bank Milik Pemerintah

Bank Milik Pemerintah merupakan bank yang akta pendirian maupun modalnya dimiliki oleh pemerintah Indonesia, sehingga seluruh keuntungan bank ini dimiliki oleh pemerintah pula. Contoh bank milik pemerintah Indonesia dewasa ini antara lain adalah Bank Negara Indonesia 46 (BNI 46), Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Tabungan Negara, dan Bank Mandiri.

Di samping itu, terdapat pula Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang terdapat di daerah tingkat I dan tingkat II masing-masing provinsi. Modal BPD sepenuhnya dimiliki oleh pemda masing-masing tingkatan. Contoh BPD yang ada sekarang ini adalah BPD DKI Jakarta, BPD Jawa Barat, BPD Jawa Tengah, BPD Jawa Timur, BPD DI Yogyakarta, BPD Riau, BPD Sumatera Utara, BPD Sumatera Selatan, BPD Sulawesi Selatan, BPD Bali.

b. Bank Milik Swasta Nasional

Bank Milik Swasta Nasional merupakan bank yang seluruh atau sebagian besar sahamnya dimiliki oleh swasta nasional serta akta pendiriannya pun didirikan oleh swasta sepenuhnya, begitu pula dengan pembagian keuntungannya untuk keuntungan swasta pula. Contoh bank milik swasta nasional antara lain Bank Bumi Putra, Bank Central Asia, Bank Danamon, Bank Duta, Bank Internasional Indonesia, Bank Lippo, Bank Mega, Bank Muamalat, Bank Niaga, Bank Nusa Internasional, Bank Permata, Bank Universal.


(25)

c. Bank Milik Koperasi

Bank Milik Koperasi merupakan bank yang kepemilikan sahamnya dimiliki oleh perusahaan yang berbadan hukum koperasi. Contoh bank jenis ini adalah Bank Umum Koperasi Indonesia (Bukopin).

d. Bank Milik Asing

Bank Milik Asing merupakan cabang dari bank yang ada di luar negeri, baik milik swasta asing atau pemerintah asing. Kepemilikan bank ini dipegang oleh pihak asing (luar negri) di Indonesia. Contoh bank asing yaitu ABN-AMRO Bank, American Express Bank, Bank of America, Bank of Tokyo, Bangkok Bank, City Bank, Chase Manhattan Bank, Deutshe Bank, European Asian Bank, Hong Kong Bank, Standart Chartered Bank.

e. Bank Milik Campuran

Bank Milik Campuran merupakan bank yang sahamnya dimiliki oleh dua pihak, yaitu pihak asing dan pihak swasta nasional. Kepemilikan sahamnya secara mayoritas dipegang oleh warga negara Indonesia. Contoh bank campuran adalah Bank Finconesia, Bank Merincorp, Bank PDFCI, Bank Sakura Swadarma, Ing Bank, Inter Pacific Bank, Mitsubishi Buana Bank, Sumitomo Niaga Bank, Paribas BBD Indonesia, Sanwa Indonesia Bank.

3. Dari Segi Status

Jenis bank ini merupakan jenis bank yang dilihat dari segi kemampuannya dalam melayani masyarakat, maka bank umum dapat dibagi ke dalam dua macam. Pembagian jenis ini disebut juga pembagian berdasarkan kedudukan atau status bank tersebut. Kedudukan atau status ini menunjukkan ukuran kemampuan bank dalam melayani masyarakat baik dari segi jumlah produk, modal maupun kualitas


(26)

pelayananya. Oleh karena itu, untuk memperoleh status tertentu diperlukan penilaian-penilaian dengan kriteria tertentu pula.

Status bank yang dimaksud adalah sebagai berikut : a. Bank Devisa

Bank Devisa merupakan bank yang dapat melaksanakan transaksi ke luar negeri atau yang berhubungan dengan mata uang asing secara keseluruhan. Misalnya transfer keluar negeri, inkaso keluar negri, travellers cheque, pembukaan dan pembayaran letter of credit dan transaksi lainnya. Persyratan untuk menjadi bank devisa ini ditentukan oleh Bank Indonesia.

b. Bank Non Devisa

Bank Non Devisa merupakan bank yang belum mempunyai izin untuk melaksanakan transaksi sebagai bank devisa sehingga tidak dapat melaksanakan transaksi seperti halnya bank devisa. Jadi bank non devisa merupakan kebalikan daripada bank devisa, dimana transaksi yang dilakukan masih dalam batas-batas negara.

4. Dari Segi Cara Menentukan Harga

Jenis bank jika dilihat dari segi atau caranya dalam menentukan harga baik harga jual maupun harga beli dibagi dalam dua kelompok yaitu :

a. Bank Berdasarkan Prinsip Konvensional

Mayoritas bank yang berkembang di Indonesia saat ini adalah bank yang berorientasi pada prinsip konvensional. Hal ini tidak terlepas dari sejarah bangsa Indonesia dimana asal mula bank di Indonesia dibawa oleh kolonial Belanda.


(27)

Dalam mencari keuntungan dan menentukan harga kepada para nasabahnya, bank yang berdasarkan prinsip konvensional menggunakan dua metode, yaitu :

1) Menetapakan bunga sebagai harga, baik untuk produk yang disimpan seperti giro, tabungan, maupun deposito. Demikian pula harga untuk produk pinjaman (kredit) juga ditentukan berdasarkan tingkat suku bunga tertentu. Penentuan harag ini dikenal dengan istilah spread based. Apabila suku bunga simpanan lebih tinggi daripada suku bunga pinjaman maka dikenal dengan nama negative spread.

2) Untuk jasa-jasa bank lainnya, pihak perbankan konvensional mengunakan atau menerapkan berbagai biaya-biaya dalam nominal atau persentase tertentu. Sistem pengenaan biaya ini dikenal dengan istilah fee based. b. Bank Berdasarkan Prinsip Syariah

Bank berdasarkan prinsip syariah belum lama berkembang di Indonesia. Namun, di luar negeri terutama di negara-negara Timur Tengah, bank yang berdasarkan prinsip syariah ini sudah berkembang pesat sejak lama. Keluarnya fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengharamkan bunga konvensional tahun 2003 memperkuat kedudukan bank syariah.

Bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah dalam penentuan harga produknya sangat berbeda dengan bank berdasarkan prinsip konvensional. Bank berdasarkan prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana atau pembiayaan usaha atau kegiatan perbankan lainnya.


(28)

Dalam menentukan harga atau mencari keuntungan bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah adalah sebagai berikut :

1) Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah) 2) Pembiayaan berdsarkan prinsip penyertaan modal (musharakah) 3) Prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah) 4) Pembiayaan barang modal berdasarkan sewa murni tanpa pilihan (ijarah) 5) Dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa

dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).

Pengertian dan klasifikasi bank di atas memberikan penjelasan bahwa bank dalam melakukan usahanya memiliki kegiatan utama yakni menghimpun dana dalam bentuk simpanan yang merupakan sumber dana bank. Demikian pula dari segi penyaluran dana, hendaknya bank tidak hanya bertujuan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya bagi pemilik, tapi juga kegiatan bank harus diarahkan pada peningkatan taraf hidup masyarakat banyak dan ini menjadi komitmen bagi setiap bank yang menjalankan usahanya di Indonesia. 2.1.3. Kegiatan Bank Umum

Kegiatan bank sehari-hari tidak terlepas dari bidang keuangan. Sama halnya seperti pedagang atau perusahaan lainnya, kegiatan perbankan secara sederhana antara lain meliputi kegiatan membeli uang (menghimpun dana) dan menjual uang (menyalurkan dana) kepada masyarakat umum. Dalam melaksanakan kegiatannya, bank dibedakan antara kegiatan bank umum dengan kegiatan bank perkreditan rakyat. Kegiatan bank umum lebih luas daripada bank perkreditan rakyat. Artinya, produk yang ditawarkan oleh bank umum lebih banyak dan beragam. Hal ini disebabkan karena bank umum mempunyai


(29)

kebebasan untuk menentukan produk dan jasanya. Sedangkan bank perkreditan rakyat mempunyai keterbatasan tertentu sehingga kegiatannya lebih sempit.

Adapun kegiatan-kegiatan bank umum yang ada di Indonesia adalah sebagai berikut :

1. Menghimpun dana dari masyarakat (funding)

Kegiatan menghimpun dana merupakan kegiatan membeli dana dari masyarakat. Kegiatan ini juga dikenal dengan kegiatan funding. Kegiatan membeli dana dapat dilakukan dengan cara menawarkan berbagai jenis simpanan. Tujuan utama masyarakat menyimpan uang biasanya adalah untuk keamanan uangnya. Kemudian untuk melakukan investasi dengan harapan memperoleh bunga dari hasil simpanannya. Tujuan lainnya adalah untuk memudahkan melakukan transaksi pembayaran. Simpanan sering disebut dengan nama rekening atau account. Jenis simpanan yang ditawarkan sangat bervariasi tergantung dari bank yang bersangkutan. Secara umum, jenis simpanan yang ada di bank adalah simpanan giro, tabungan, dan deposito.

2. Menyalurkan dana ke masyarakat (lending)

Menyalurkan dana merupakan kegiatan menjual dana yang berhasil dihimpun dari masyarakat. Kegiatan ini dikenal dengan nama kegiatan lending. Penyaluran dana yang dilakukan oleh bank dilakukan melalui pemberian pinjaman yang dalam masyarakat lebih dikenal dengan nama kredit. Kredit yang diberikan oleh bank terdiri dari berbagai macam jenis, tergantung dari kemampuan bank yang menyalurkannya. Demikian pula dengan jumlah serta tingkat suku bunga yang ditawarkan. Sebelum kredit diberikan, bank terlebih dahulu menilai kelayakan kredit yang diajukan oleh nasabah. Kelayakan ini


(30)

meliputi berbagai aspek penilaian. Penerima kredit akan dikenakan bunga kredit yang besarnya tergantung dari bank yang menyalurkannya. Besar kecilnya bunga kredit sangat mempengaruhi keuntungan bank, mengingat keuntungan utama bank adalah selisih dari bunga kredit dengan bunga simpanan. Secara umum kredit-kredit yang ditawarkan adalah kredit-kredit investasi, kredit-kredit modal kerja, kredit-kredit konsumtif, kredit perdagangan, kredit produktif dan kredit profesi.

3. Memberikan jasa-jasa lainnya (services)

Jasa-jasa bank lainnya merupakan kegiatan penunjang untuk mendukung kelancaran kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana sekalipun sebagai kegiatan penunjang, kegiatan ini sangat banyak memberikan keuntungan bagi bank dan nasabah, bahkan dewasa ini memberikan konstribusi keuntungan yang tidak sedikit bagi keuntungan bank, apalagi misalnya keuntungan dari Spread based semakin mengecil, bahkan cendrung negative spread (bunga simpanan lebih besar dari bunga kredit). Adapun jasa-jasa bank yang ditawarkan adalah kliring, inkaso, transfer, Letter of Credit (L/C), Safe Deposit Box, Bank Card, Bank Notes (valas), Bank Garansi, Bank Draft, menerima setoran-setoran, pembayaran-pembayaran, pasar modal dan jasa-jasa lainnya. Fungsi yang terakhir ini dilaksanakan dengan membentuk suatu trust departemen yang secara umum berfungsi sebagai berikut :

1. Bertindak sebagai pelaksana (executor) dalam pengaturan dan pengawasan harta benda/milik perorangan yang telah meninggal dunia, sepanjang orang tersebut membuat surat wasiat dan menyerahkan/mempercayakan pelaksanaanya kepada bank.


(31)

2. Trust departement memberikan berbagai macam jasa kepada perusahaan-perusahaan, seperti pelaksanaan rencana-rencana pensiun dan pembagian keuntungan yang tumbuh dengan pesat akhir-akhir ini.

3. Bertindak sebagai wali dalam hubungan dengan penerbitan obligasi, dan sebagai transfer agents serta pendaftaran untuk perusahaan-perusahaan.

4. Mengurus/mengelola dana-dana yang dikumpulkan oleh pemerintah, perusahaan dari sumber (sinking funds) dan kegiatan-kegiatan lain sehubungan dengan penerbitan dan penebusan saham-saham dan obligasi.

2.1.4 Neraca Bank

Untuk mengetahui profil keuangan suatu perbankan adalah dengan melihat komposisi neraca (the balance-sheet approach) dan laporan rugi laba. Neraca menggambarkan jumlah dan komposisi sumber dana (input keuangan) bank yang dialokasikan untuk pemberian kredit, investasi, sekuritas, dan berbagai penggunaan yang lain (output keuangan). Untuk mempermudah pemahaman bagaimana bank beroperasi, perlu dipahami sebagaimana halnya dalam neraca perusahaan, neraca bank juga merupakan persamaan dari :

Aset (Asset) = Utang (Liabilities) + Modal (Equity Captal)

Aset merupakan dana yang dapat dialokasikan bank untuk cadangan kas, kredit, investasi, pembelian alat-alat kantor,dll. Sedangkan utang dan modal merupakan sumber-sumber dana yang berhasil dikumpulkan oleh bank, seperti giro, tabungan, deposito, laba yang dibagi, dan lain-lain.

Secara umum, ada 3 tahap dalam mengelola neraca bank yakni :

a. Tahap pertama, menyangkut manajemen aset, manajemen utang, dan manajemen modal.


(32)

b. Tahap kedua, di posisi aktiva menyangkut manajemen posisi cadangan, manajemen likuiditas, manajemen investasi, manajemen kredit, dan manajemen aktiva tetap. Sedangkan di posisi pasiva menyangkut manajemen utang posisi cadangan (reserve position liability), manajemen utang posisi kredit (loan position liability management), manajemen utang jangka panjang, dan manajemen modal.

c. Tahap ketiga, menyangkut perhitungan laba atau rugi bank yang diperoleh dari penerimaan dikurangi biaya bunga, biaya overhead dan pajak.

2.1.5 Penilaian Kinerja Bank

Kinerja merupakan gambaran mengenai tingkat pelaksanaan suatu kegiatan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi. Kinerja perbankan sendiri dalam beberapa tahun terakhir, terutama setelah terjadi krisis perbankan membuat pemerintah memberikan kebijakan pengaturan dan pengawasan bank semakin besar. Perhatian tersebut antara lain karena semakin disadari arti penting dan peran strategis sektor perbankan dalam suatu perekonomian. Kegagalan suatu bank khususnya yang bersifat sistemik akan dapat mengakibatkan terjadinya krisis yang dapat mengganggu kegiatan suatu perekonomian. Sektor keuangan, terutama di negara-negara berkembang, masih didominasi oleh lembaga perbankan. Di Indonesia, misalnya, menurut Yunus Husein (2003), industri perbankan menguasai sekitar 93% dari total industri keuangan. Dalam kondisi yang demikian, apabila lembaga perbankan tidak sehat dan tidak befungsi secara optimal, maka dapat dipastikan akan berakibat pada terganggunya kegiatan perekonomian.


(33)

2.1.6 Penilaian Tingkat Kesehatan Bank

Kesehatan suatu bank merupakan kepentingan semua pihak yang terkait, baik pemilik dan pengelola bank, masyarakat sebagai pengguna jasa bank maupun Bank Indonesia selaku pembina dan pengawas bank. Pesatnya perkembangan yang terjadi di bidang keuangan dan perbankan membawa perubahan yang cukup berpengaruh terhadap berbagai aspek yang berkaitan dengan kesehatan bank.

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa bank yang sehat adalah bank yang dapat menjalankan funsi-fungsinya dengan baik. Sama seperti manusia yang harus selalu menjaga kesehatannya, perbankan juga harus selalu dinilai kesehatannya agar tetap prima dalam melayani para nasabahnya. Penilaian kesehatan bank amat penting disebabkan karena bank mengelola dana masyarakat yang dipercayakan kepada bank. Masyarakat sebagai pemilik dana dapat saja menarik dana yang dimilikinya setiap saat dan bank harus sanggup mengembalikan dana yang dipakainya jika ingin tetap dipercaya oleh nasabahnya. Dengan kata lain, bank yang sehat adalah bank yang dapat menjaga dan memelihara kepercayaan masyarakat, dapat menjalankan fungsi intermediasi, dapat memebantu kelancaran sistem pembayaran, serta dapat mendukung evektivitas kebijakan moneter. Dengan menjalankan fungsi-fungsi tersebut diharapkan dapat memberikan pelayanan yang baik, kepada masyarakat serta bermanfaat bagi perekonominan secara keseluruhan.

Untuk dapat menjalankan fungsinya dengan baik, bank harus mempunyai modal yang cukup, menjaga kualitas asetnya dengan baik, mengelola dengan baik dan mengoperasikan bank berdasarkan prinsip kehati-hatian, menghasilkan keuntungan yang cukup untuk mempertahankan kelangsungan usahanya, serta


(34)

memelihara likuiditasnya sehingga dapat memenuhi kewajibannya setiap saat. Selain itu, suatu bank harus senantiasa memenuhi berbagai kebutuhan dan aturan yang telah ditetapkan, yang pada dasarnya berupa berbagai ketetentuan yang mengacu pada prinsip-prinsip kehati-hatian di bidang perbankan.

Penilaian kesehatan suatu bank dapat dilihat dari berbagai segi. Penilaian ini bertujuan untuk menentukan apakah bank yang bersangkutan dalam kondisi yang sehat, cukup sehat, kurang sehat, dan tidak sehat sehingga Bank Indonesia selaku pengawas dan pembina bank-bank dapat memberikan arahan atau petunjuk bagaimana bank tersebut harus dijalankan atau bahkan dihentikan kegiatan operasinya. Ukuran untuk melakukan penilaian kesehatan bank telah ditentukan oleh Bank Indonesia. Setiap bank diharuskan untuk membuat laporan baik yang bersifat rutin atau secara berkala tentang seluruh aktivitasnya dalam suatu periode tertentu. Penilaian kesehatan bank ini dilakukan setiap tahun untuk mengetahui apakah ada peningkatan atau penurunan kesehatan bank.

Tingkat kesehatan bank merupakan hasil penilaian kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu bank. Berdasarkan pasal 29 UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No.10 Tahun 1998, bank wajib memelihara tingkat kesehatannya sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas dan sensitivitas, serta aspek lain yang berkaitan dengan usaha bank dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.

Dalam perkembangannya Bank Indonesia telah mengeluarkan peraturan yang menyatakan tingkat kesehatan dan berfungsi sebagai alat pengukur atas


(35)

suatu kondisi laporan keuangan bank pada periode dan saat tertentu sesuai standard yang berlaku. Peraturan itu dimulai dari Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang perbankan yang menyebutkan beberapa ketentuan adalah sebagai berikut :

1. Pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia.

2. Bank Indonesia menetapkan ketentuan tentang kesehatan bank dengan memperhatikan aspek permodalan, kualitas aset, kualitas manajemen, rentabilitas, likuiditas, solvabilitas dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank.

3. Bank wajib memlihara kesehatan bank sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan wajib melakukan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.

Kemudian peraturan di atas diperlengkap dengan peraturan Bank Indonesia No.10 Tahun 1998 yang menyatakan bahwa tingkat kesehatan suatu bank didasarkan atas :

1. Faktor Permodalan 2. Faktor Kualitas Aktiva

3. Faktor Manajemen dengan Penekanan pada Manajemen Umum dan Manajemen Resiko.

4. Faktor Rentabilitas 5. Faktor Likuiditas

6. Pelaksanaan ketentuan lain yang mempengaruhi penilaian tingkat kesehatan bank.


(36)

Peraturan pemerintah yang ditetapkan oleh Bank Indonesia di atas mengenai alat ukur penilaian tingkat kesehatan perbankan mencakup penilaian faktor CAMEL atau sering disebut Analisis CAMEL yakni :

1. Aspek Permodalan (Capital)

Aspek yang pertama adalah aspek permodalan suatu bank. Dalam aspek ini yang dinilai adalah permodalan yang dimiliki oleh bank yang didasarkan kepada kewajiban penyediaan modal minimum bank. Penilain tersebut didasarkan kepada CAR (Capital Adequacy Ratio) yang telah ditetapkan BI. Perbandingan rasio CAR adalah rasio modal terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko. Ketentuan pencapaian CAR yang ditetapkan pemerintah memerlukan waktu, sehingga pemerintahpun memberikan waktu sesuai dengan ketentuan. Apabila sampai waktu yang telah ditentukan, target CAR tidak tercapai, maka bank yang bersangkutan akan dikenai sanksi.

2. Aspek Kualitas Aset (Asset)

Aspek yang kedua adalah mengukur kualitas aspek bank. Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah untuk menilai jenis-jenis aset yang dimiliki bank. Penilaian aset oleh Bank Indonesia dengan memperbandingkan antara aktiva produktif yang diklasifikasikan dengan aktiva produktif. Kemudian rasio penyisihan penghapusan aktiva produktif terhadap aktiva produktif diklasifikasikan. Rasio dapat dilihat dari neraca yang dilaporkan secara berkala kepada Bank Indonesia.

3. Aspek Kualitas Manajemen (Management)

Aspek yang ketiga yaitu penilaian kualitas manajemen bank. Untuk melihat kualitas manajemen dapat dilihat hari kualitas manusianya dalam bekerja.


(37)

Kualitas manajemen juga dapat dilihat dari segi pendidikan dan pengalaman para karyawan dalam menangani berbagai kasus yang terjadi. Dalam aspek ini yang dinilai adalah manajemen permodalan, manajemen kualitas aktiva, manajemen umum, manajemen rentabilitas dan manajemen likuiditas.

4. Aspek Earning (Rentabilitas)

Aspek Earning ini merupakan aspek yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam meningkatkan keuntungan. Kemampuan ini dilakukan dalam suatu periode. Kegunaaan aspek ini juga untuk mengukur tingkat efiiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai bank yang bersangkutan. Bank yang sehat adalah bank yang diukur secara rentabilitas yang terus meningkat di atas standard yang telah ditetapkan. Penilaian juga dilakukan dengan :

a. Rasio Laba terhadap Total Aset (ROA)

b. Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) c. Net Interest Margin (NIM)

5. Aspek Likuiditas (Liquidity)

Aspek yang kelima adalah penilaian terhadap aspek likuditas bank. Suatu bank dapat dikatakan likuid, apabila bank yang bersangkutan dapat membayar semua utang-utangnya terutama simpanan tabungan, giro, dan deposito pada saat ditagih serta dapat pula memenuhi semua permohonan kredit yang layak dibiayai. Secara umum rasio ini merupakan rasio antara jumlah aktiva lancar dibagi dengan utang lancar. Penilaian dalam aspek ini meliputi :

a. Rasio kewajiban bersih Call Money terhadap aktiva lancar.

b. Rasio kredit terhadap dana yang diterima oleh bank KLBI, giro, tabungan, deposito dan lain-lain.


(38)

Tabel 2.1 Faktor-faktor yang Dinilai dan Bobotnya

Faktor yang dinilai Bobot

1. Capital

(Permodalan)

25 %

2. Asset

(Kualitas Aktiva produktif)

30 %

3. Management (Manajemen)

25 %

4. Earning (Rentabilitas)

10 %

5. Liquidity (Likuiditas)

10 %

Sumber : Surat Edaran Bank Indonesia, 30 April 1997

Pelaksanaan penilaian tingkat kesehatan tersebut dilakukan dengan mengkuantifikasikan komponen dari masing-masing faktor. Selanjutnya, faktor dan komponen diberikan bobot sesuai dengan besarnya pengaruh terhadap kesehatan bank. Penilaian faktor dan komponen dilakukan dengan sistem kredit (reward system) yang dinyatakan dalam nilai kredit 0 sampai 100. Berdasarkan hasil penilaian atas dasar bobot, kemudian ditetapkan 4 predikat tingkat kesehatan bank yaitu :

a. Sehat, jika nilai kredit 81 - 100.

b. Cukup sehat, jika nilai kredit 66 - < 81. c. Kurang sehat, jika nilai kredit 51 - < 66. d. Tidak sehat, jika nilai kredit 0 - < 51.

Di samping dengan penilaian analisis CAMEL, kesehatan bank juga dipengaruhi oleh hasil penilaian lainnya, yaitu penilaian terhadap :

1. Ketentuan pelaksanaan pemberian Kredit Usaha Kecil (KUK) dan Pelaksanaan Kredit Ekspor.


(39)

2. Pelanggaran ketentuan Batas Maksimum pemberian Kredit (BMPK) atau sering disebut dengan Legal Lending Limit.

3. Pelanggaran Posisi Devisa Neto. 2.1.7 Resiko Usaha Bank

Resiko usaha bank merupakan tingkat ketidakpastian mengenai pendapatan yang diperkirakan dan diterima. Resiko usaha yang dapat dihadapi bank antara lain :

a. Resiko kredit (Credit risk), yaitu resiko yang timbul akibat tidak terpenuhinya kewajiban nasabah kredit untuk membayar angsuran pinjaman maupun bunga kredit. Beberapa aset bank, khususnya kredit akan turun nilainya atau bahkan hilang semua apabila nasabah tidak mampu mengembalikan pinjamannya. Dua bentuk kerugian akibat kredit macet adalah hilangnya aset (bank harus mengembalikan kepada penabung) dan turunnya laba (karena tidak diperolehnya pendapatan bunga). Dalam pemberian kredit, bank harus melakukan analisis yang mendalam, mengawasi debitur, dan memantau agunan secara berkala. b. Resiko investasi (Investment risk), yaitu berkaitan dengan kemungkinan

terjadinya kerugian akibat suatu penurunan nilai portofolio surat-surat berharga, misalnya obligasi dan surat berharga lain yang dimiliki oleh bank.

c. Resiko likuiditas (Liquidity risk), yaitu resiko yang dihadapi bank untuk memenuhi kebutuhan likuiditasnya dalam rangkla memenuhi permintaan kredit dan semua penarikan dana oleh deposan dalam suatu waktu. Resiko ini timbul akibat penarikan dana setiap saat oleh deposan. Bank harus


(40)

menyediakan dana kas yang cukup untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya mismatch antara sumber dan penanaman dana. Bank harus memperhitungkan kesesuaian jangka waktu antara sumber dana dan penanamannya.

d. Resiko operasional (Operating risk), yaitu kemungkinan kerugian dari operasi bank seperti bila terjadi penurunan keuntungan yang dipengaruhi oleh sturktur biaya operasional bank dan terjadinya kegagalan atas jasa-jasa dan produk yang diperkenalkan.

e. Resiko penyelenggaraan (Fraud risk), yaitu berkaitan dengan kerugian yang dapat terjadi akibat ketidakjujuran, penipuan atau moral dan perilaku yang kurang baik dari pejabat, karyawan dan nasabah bank.

f. Resiko fidusia (Fiduciary risk), yaitu resiko yang mungkin timbul apabila bank dalm usahanya memberikan jasa dengan bertindak sebagai wali amanat baik untuk individu maupun badan usaha.

g. Resiko tingkat bunga (Interest Rate risk), yaitu resiko yang timbul akibat berubahnya tingkat bunga sehingga menurunkan nilai pasar surat-surat berharga yang terjadi pada saat bank membutuhkan likuiditas. Resiko ini merupakan hasil negatif (spread negative) antara biaya bunga (yang harus dibayar kepada deposan) dengan tingkat bunga kredit. Tingkat bunga luar negeri dan laju inflasi sangat besar pengaruhnya terhadap tingkat bunga dalam negeri.

h. Resiko keamanan (Solvency risk), yaitu resiko yang timbul akibat ketidakpastian politik dan keamanan. Hal ini bisa saja terjadi karena


(41)

disebabkan oleh ruginya beberapa aset yang ada di bank sehingga pada gilirannya menurunkan posisi modal bank.

i. Resiko valuta asing (Foreign Currensy risk), yaitu resiko yang dapat dihadapi oleh bank-bank devisa yang melakukan transaksi yang berkaitan dengan valuta asing, baik dari sisi aktiva maupun passiva (kewajiban). j. Resiko persaingan (Comparative risk), yaitu resiko yang dihadapi bank

dalam upaya memberi pelayanan kepada nasabahnya, dimana bank akan bersaing dengan bank lain secara profesional dan paling baik untuk kelangsungan operasional bank itu sendiri.

2.2. Sumber-Sumber Dana Bank

Menurut Dahlan Siamat (1993:84), dana bank adalah uang tunai yang dimiliki bank ataupun aktiva lancar yang dikuasai bank dan dapat digunakan setiap waktu. Sumber-sumber dana bank adalah usaha bank dalam memperoleh dana dalam rangka membiayai kegiatan operasionalnya. Sesuai dengan fungsi bank sebagai lembaga keuangan di mana kegiatan sehari-harinya adalah bergerak di bidang keuangan, maka sumber-sumber dana juga tidak terlepas dari bidang keuangan. Untuk menopang kegiatan bank sebagai penjual uang (memberikan pinjaman), bank harus lebih dahulu membeli uang (menghimpun dana) sehingga dari selisih bunga tersebutlah bank memperoleh keuntungan.

Dana untuk membiayai operasi suatu bank dapat diperoleh dari berbagai sumber. Perolehan dana ini tergantung bank itu sendiri apakah secara pinjaman (titipan) dari masyarakat atau dari lembaga lainnya. Di samping itu, untuk membiayai operasinya maka dana dapat juga diperoleh dengan modal sendiri, yaitu setoran modal dari para pemilik atau bank mengeluarkan atau menjual


(42)

saham baru kepada pemilik baru. Perolehan dana disesuaikan pula dengan tujuan dari penggunaan dana tersebut.

Kemampuan bank dalam memperoleh sumber-sumber dana yang diinginkan sangat mempengaruhi kelanjutan usaha bank. Dalam mencari sumber-sumber dana bank harus mempertimbangkan faktor-faktor seperti kemudahan untuk memperolehnya, jangka waktu sumber dana, serta biaya yang harus dikeluarkan untuk memperoleh dana tersebut. Dalam praktiknya, dana yang tersedia sangat beragam dengan berbagai persyaratan pula. Dalam hal ini, bank harus pintar menentukan untuk apa dana tersebut digunakan, seberapa besar dana yang dibutuhkan, sehigga tidak salah dalam menentukan pilihan.

Adapun jenis-jenis sumber dana tersebut antara lain : 1. Dana yang bersumber dari bank itu sendiri (dana pihak I).

Sumber dana ini merupakan sumber dana dari modal sendiri. Maksud dari modal sendiri ini adalah modal setoran dari para pemegang sahamnya. Apabila saham yang terdapat dalam portepel belum habis terjual, sedangkan kebutuhan dana masih perlu, maka pencariannya dapat dilakukan dengan menjual saham kepada pemegang saham lama. Akan tetapi, jika tujuan perusahaan untuk melakukan ekspansi, maka perusahaan dapat mengeluarkan saham baru dan menjual saham baru tersebut di pasar modal.

Dalam neraca bank, dana modal sendiri terdiri atas :

• Modal setor, yakni uang yang disetor secara efektif oleh para pemegang saham pada saat bank berdiri.

• Agio saham, yakni nilai selisih jumlah uang yang dibayarkan pemegang saham baru dibandingkan nominal saham.


(43)

• Cadangan-cadangan bank, yakni sebagian laba yang disisihkan dalam bentuk cadangan modal dan cadangan lainnya yang digunakan untuk menutup kemungkinan timbulnya resiko di kemudian hari.

• Laba di tahan, yakni laba milik para pemegang saham yang diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk tidak dibagikan (deviden), namun dimasukkan kembali sebagai modal kerja bank. 2. Dana yang bersumber dari lembaga lain (dana pihak II).

Sumber dana ini merupakan tambahan jika bank mengalami kesulitan dalam pencarian sumber dana. Pencarian dari sumber dana ini relatif mahal dan sifatnya hanya sementara waktu saja. Kemudian dana yang diperoleh dari sumber ini digunakan utuk membiayai atau membayar transaksi-transaksi tertentu. Sumber dana ini dapat diperoleh antara lain dari :

• Kredit likuiditas dari Bank Indonesia, merupakan kredit yang diberikan oleh Bank Indonesia kepada bank-bank yang mengalami kesulitan likuiditas. Kredit likuiditas ini juga diberikan kepada pembiayaan sektor-sektor tertentu.

Pinjaman antar bank (call money), biasanya pinjaman ini diberikan kepada bank-bank yang mengalami kalah kliring di dalam lembaga kliring. Pinjaman ini bersifat jangka pendek dengan bunga yang relatif tinggi.

• Pinjaman dari bank-bank luar negeri, merupakan pinjaman yang diperoleh perbankan dari pihak luar negeri.


(44)

• Surat Berharga Pasar Uang (SBPU), dalam hal ini pihak perbankan menerbitkan SBPU kemudian diperjualbelikan kepada pihak yang berminat, baik perusahaan keuangan maupun non keuangan.

3. Dana yang berasal dari masyarakat luas (dana pihak III).

Sumber dana yang ketiga ini merupakan sumber dana terpenting bagi kegiatan operasi bank dan merupakan ukuran keberhasilan bank jika mampu membiayai operasinya dari sumber dana ini. Pencarian dana dari sumber ini relatif paling mudah jika dibandingkan dengan sumber dana lainnya. Sumber dana dari pihak ketiga ini disamping mudah untuk mencarinya juga tersedia banyak di masyarakat dan persyaratan untuk mencarinya tidaklah sulit. Jika bank dapat memberikan bunga dan fasilitas yang menarik maka bank dapat dengan mudah menarik dana dari sumber ini.

Pembagian jenis simpanan ke dalam beberapa jenis dimaksudkan agar para penyimpan mempunyai pilihan sesuai dengan tujuan masing-masing. Tiap pilihan mempunyai pertimbangan tertentu dan adanya suatu pengharapan yang ingin diperolehnya. Pengharapan yang ingin diperoleh dapat berupa keuntungan, kemudahan atau keamanan uangnya. Contohnya, tujuan utama menyimpan uang dalam bentuk rekening giro adalah untuk kemudahan dalam melakukan pembayaran, terutama bagi mereka yang berada dalam dunia bisnis dan biasanya pemegang rekening giro tidak begitu memperhatikan bunganya. Sedangkan bagi mereka yang menyimpan uangnya di rekening tabungan disamping memiliki kemudahan untuk mengambil uangnya juga dapat memperoleh bunga yang lebih besar dibandingkan dengan rekening giro. Sedangkan bagi mereka yang menyimpan uangnya di rekening deposito memiliki tujuan untuk memperoleh


(45)

bunga yang lebih besar. Hal ini disebabkan bunga deposito yang diberikan kepada deposan paling tinggi dari simpanan lainnya.

Dari ketiga sumber dana bank diatas, yang merupakan sumber utama dana bank berasal dari dana-dana masyarakat (dana pihak III). Secara umum, dana pihak ketiga ini dibagi ke dalam tiga jenis yaitu :

1) Simpanan Giro (Demand Deposit)

Menurut Undang-Undang Perbankan No.10 Tahun 1998 tanggal 10 November 1998, yang dimaksud dengan giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan. Simpanan ini dapat ditarik setiap saat maksudnya adalah bahwa uang yang sudah disimpan di rekening giro tersebut dapat ditarik berkali-kali dalam sehari, dengan catatan bahwa dana yang tersedia masih mencukupi. Dalam pelaksanaan tata usaha giro dilakukan melalui suatu rekening yang disebut rekening koran. Rekening ini digunakan juga untuk menata usahakan kredit yang juga diberikan melalui rekening koran. Kepada setiap pemegang rekening giro akan diberikan bunga yang dikenal dengan nama jasa giro. Besarnya jasa giro tergantung dari bank yang bersangkutan. Rekening giro biasa digunakan oleh para usahawan, baik untuk perorangan maupun perusahaannya. Bagi bank jasa giro merupakan dana murah karena bunga yang diberikan kepada nasabah relatif lebih rendah dari bunga simpanan lainnya.

Salah satu segi yang amat penting dalam peningkatan jumlah pemegang giro adalah kepercayaan masyarakat terhadap bank tersebut dan pelayanan (service) yang menyenangkan nasabah. Disamping itu, karamah tamahan pekerja


(46)

bank juga merupakan syarat penting dan melalui pelayanan yang baik serta menyenangkan dan tempat/ruangan nasabah yang nyaman akan sangat menguntungkan bank karena dana giro yang dianggap sebagai dana besar yang termurah akan terus berkembang dan bertambah secara meyakinkan.

2) Simpanan Tabungan (Saving Deposit)

Pengertian tabungan menurut Undang-Undang Perbankan No.10 Tahun 1998 adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu. Syarat-syarat penarikan tertentu maksudnya adalah sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat antara bank dengan si penabung. Tabungan ini mempunyai ciri diantara giro dan depsito. Pada tabungan dapat dilakukan penyetoran sewaktu-waktu dan penarikan dananya oleh nasabah dengan tidak perlu memperhatikan jatuh waktunya seperti pada deposito. Motif masyarakat mempunyai tabungan yaitu untuk menanamkan dananya dan untuk berjaga-jaga atau untuk menghimpun dana dalam mencapai maksud tertentu setelah dananya mencukupi akan ditarik kembali oleh para penabung yang bersangkutan.

Program tabungan yang pernah diperkenalkan pemerintah sejak tahun 1971 adalah tabanas, taska, tappelpram, tabungan ongkos naik haji, dll. Akan tetapi, adanya deregulasi di bidang perbankan seperti Paket Juni 1983 dan Paket Oktober 1988 menyebabkan semua bank memiliki berbagai jenis tabungan dengan nama yang khusus serta memberikan rangsangan bagi nasabahnya. Semua jenis bank diperkenankan untuk mengembangkan sendiri berbagai jenis tabungan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat tanpa perlu adanya persetujuan dari


(47)

bank sentral (Bank Indonesia), seperti diperkenalkannya tabungan harian (dengan tingkat bunga yang dihitung harian secara rata-rata), adanya penarikan undian berhadiah, kemudian untuk menyetor maupun menarik dana, serta berbagai fasilitas lainnya. (Lukman Dendawijaya, 2000: 58).

Syarat-syarat penarikan tertentu maksudnya adalah sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat antara bank dengan si penabung. Sebagai contoh dalam hal frekuensi penarikan, apakah dua kali seminggu atau setiap hari atau mungkin setiap saat, yang jelas haruslah sesuai dengan perjanjian sebelumnya. Kemudian dalam hal sarana atau alat penarikan juga tergantung dengan perjanjian antara keduanya yaitu bank dan penabung. Penarikan tabungan dilakukan menggunakan buku tabungan, slip penarikan, kwitansi atau kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM).

Kepada pemegang rekening tabungan akan diberikan bunga tabungan yang merupakan jasa atau tabungannya. Sama seperti halnya dengan rekening giro, besarnya bunga tabungan tergantung dari bank yang bersangkutan. Dalam praktiknya bunga tabungan lebih besar dari jasa giro.

3) Simpanan Deposito (Time Deposit)

Simpanan deposito merupakan simpanan jenis ketiga yang dikeluarkan oleh bank. Berbeda dengan dua jenis simpanan sebelumnya, simpanan deposito mengandung unsur jangka waktu (jatuh tempo) lebih panjang dan tidak dapat ditarik setiap saat atau setiap hari.

Menurut Undang-Undang No.10 Tahun 1998 yang dimaksud dengan deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank. Artinya, jika


(48)

nasabah deposan menyimpan uangnya untuk jangka waktu tiga bulan, maka uang tersebut baru dapat dicairkan setelah jangka waktu tersebut berakhir atau disebut dengan jatuh tempo.

Sesuai dengan namanya yaitu simpanan berjangka maka bentuk deposito ini juga dapat dibedakan dengan jangka waktu jatuh temponya, masing-masing bank mempunyai pembagian jangka waktu yang berbeda-beda tetapi pada umumnya waktu tersebut diatur dalam bentuk 1 bulan, 3 bulan,6 bulan, 1 tahun, 2 tahun, dan seterusnya. Tingkat suku bunga antara deposito yang berjangka waktu pendek dengan jangka waktu yang lebih panjang juga sering berbeda-beda. Secara normal suku bunga deposto yang berjangka waktu lebih panjang biasanya mempunayi tingkat suku bunga yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan deposito yang mempunyai jangka waktu yang lebih pendek.

Mengingat jangka waktu jatuh tempo dari deposito ini sudah pasti dapat diperkirakan, maka pengendapan dari dana yang bersumber dari deposito ini tentu lebih stabil dibandingkan dengan rekening giro. Oleh karena itu, pihak bank juga menanamkan dana ini ke asset yang mempunyai jangka waktu yang relatif lebih panjang, dan sudah tentu suku bunga yang dibayarkan oleh bank kepada para deposannya juga lebih tinggi dibandingkan dengan pemegang rekening giro.

Apabila ditinjau dari segmen pasarnya maka deposito lebih banyak dimiliki oleh perorangan, lembaga non-profit, yayasan-yayasan sosial, dan sejenisnya untuk sarana penanaman modal.

2.3. Loan to Deposit Ratio (LDR)

LDR adalah suatu pengukuran yang menunjukkan deposito berjangka, giro, tabungan, dan lain-lain yang digunakan dalam memenuhi permohonan


(49)

pinjaman (loan requests) nasabahnya. Rasio ini menggambarkan sejauh mana simpanan digunakan untuk pemberian pinjaman. Rasio ini juga dapat digunakan untuk mengukur tingkat likuiditas.

LDR disebut juga rasio kredit terhadap total dana pihak ketiga yang digunakan untuk mengukur dana pihak ketiga yang disalurkan dalam bentuk kredit. Penyaluran kredit merupakan salah satu kegiatan utama bank, oleh karena itu sumber pendapatan utama bank berasal dari kegiatan ini.

LDR menyatakan seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditas. Dengan kata lain, seberapa jauh pemberian kredit kepada nasabah, kredit dapat mengimbangi kewajiban untuk segera memenuhi permintaan deposan yang ingin menarik kembali uangnya yang telah digunakan oleh bank untuk memberikan kredit (Dendawijaya,2003:118). Semakin tinggi rasio tersebut memberikan indikasi semakin rendah kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan. Hal ini disebabkan karena jumlah dana yang diperlukan untuk membiayai kredit semakin besar.

Rasio yang tinggi menunjukkan bahwa suatu bank meminjamkan seluruh dananya (loan-up) atau relatif tidak likuid. Sebaliknya rasio yang rendah menunjukkan bank yang likuid dengan kelebihan kapasitas dana yang siap untuk dipinjamkan. Oleh karena itu, rasio ini juga dapat memberikan isyarat apakah suatu pinjaman masih dapat diberikan atau dibatasi.

Untuk mencari LDR, digunakan rumus sebagai berikut :

LDR =

III Pihak Dana inti

Modal

Kredit


(50)

2.4. Capital Adequacy Ratio (CAR)

Rasio kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR) merupakan hal penting yang harus diperhatikan atau dipenuhi oleh bank. Berdasarkan rasio CAR ini, apabila bank akan menambah penyaluran kredit kepada masyarakat maka dengan demikian bank harus menambah modal yang dimiliki.

Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio yang membandingkan antara jumlah modal bank dengan sejumlah aktiva yang dimiliki. Melalui rasio ini maka akan diketahui kemampuan menyanggah aktiva bank terutama kredit yang disalurkan dengan sejumlah modal bank.

Rasio kecukupan modal (CAR) ini dirumuskan sebagai berikut :

CAR = X100%

ATMR Modal

ATMR = Aktiva Tertimbang Menurut Resiko

Dengan rasio CAR dapat diketahui berapa modal minimal yang harus dicapai bank apabila Bank Sentral menetapkan standar CAR tertentu dan bank memiliki sejumlah ATMR.

2.4.1. Perhitungan Rasio Kecukupan Modal (CAR)

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh bank dalam perhitungan rasio kecukupan modal, antara lain :

a. Dasar perhitungan kecukupan modal

Perhitungan kebutuhan modal didasarkan pada aktiva tertimbang menurut resiko (ATMR). Yang dimaksud dengan aktiva dalam perhitungan ini mencakup baik aktiva yang tercantum dalam neraca maupun aktiva yang bersifat administratif sebagaimana yang terdapat pada kewajiban yang masih bersifat kontingen dan atau komitmen yang disediakan oleh bank


(51)

bagi pihak ketiga. Masing-masing jenis aktiva tersebut ditetapkan bobot resiko yang besarnya didasarkan pada kadar resiko yang terkandung pada aktiva itu sendiri atau bobot resiko yang didasarkan pada golongan nasabah, penjamin, atau sifat barang jaminan.

b. Menghitung ATMR

ATMR diperoleh dengan jalan :

• Mengalikan nominal masing-masing pos aktiva neraca.

• Mengkonversi aktiva administratif ke dalam aktiva neraca yang menjadi padanannya. Besarnya faktor konversi masing-masing aktiva administratif didasarkan pada tingkat kemungkinan menjadi aktiva neraca yang efektif.

• Setelah mengkonversi akitiva administratif ke dalam aktiva neraca sebagai padanannya maka dilakukan perhitungan dengan jalan mengalikan hasil konversi dengan bobot resiko masing-masing aktiva administratif.

• Langkah terakhir dalam menghitung ATMR yaitu menjumlahkan semua perkalian nominal pos-pos aktiva neraca dengan bobot resiko.

2.4.2. Latar Belakang dan Standar Rasio Kecukupan Modal (CAR)

Pada tahun 1980-an, tampak ketimpangan struktur sistem perbankan internasional dengan indikasi :

1) Krisis pinjaman negara-negara Amerika Latin telah mengganggu kelancaran arus perputaran uang internasional.


(52)

2) Persaingan yang tidak adil antara bank-bank Jepang dengan bank-bank Amerika dan Eropa di pasar keuangan internasional. Bank-bank Jepang memberikan pinjaman amat lunak (bunga rendah) karena ketentuan CAR di negara tersebut sangat ringan, yaitu antara 2% sampai 3% saja. Sampai tahun 1990 (ekspansi kredit lunak diawali tahun 1984), bank-bank Jepang telah melepas sedikitnya 2 triliun dollar dengan menghasilkan emisi saham baru sebesar 35 milyar dolar.

3) Sebagai akibat dari persaingan yang tidak adil tersebut, maka situasi pinjaman internasional menjadi terganggu dan turut pula mempengaruhi situasi perdagangan internasional. Hal ini dapat membahayakan situasi likuiditas internasional.

Berdasarkan ketiga indikasi moneter ini maka Bank for International Settlements (BIS) menetapkan ketentuan dan perhitungan Capital Adequacy Ratio (CAR) yang harus diikuti oleh bank-bank di seluruh dunia. Formula yang ditetapkan oleh BIS adalah “rasio minimum 8%” permodalan terhadap aktiva yang mengandung resiko. Di Indonesia, perkembangan standar CAR yang ditetapkan oleh Bank Indonesia senantiasa mengalami perubahan, mengikuti perkembangan dan kebutuhan perbankan nasional.

Untuk memberi kesempatan kepada bank-bank di Indonesia dapat melakukan penyesuaian maka perkembangan ketentuan CAR oleh Bank Indonesia nampak sebagai berikut :

1. Sejak akhir Maret 1992 CAR minimal = 5% 2. Sejak akhir Maret 1993 CAR minimal = 7% 3. Sejak akhir Desember 1993 CAR minimal = 8%


(53)

Ketentuan CAR yang harus dicapai oleh bank harus terus dipantau dan diadakan penyesuaian terhadap situasi perekonomian manapun, khususnya perbankan.

2.4.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Rasio Kecukupan Modal (CAR) Besar atau kecilnya kecukupan modal suatu bank dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut :

1. Tingkat kualitas manajemen bank yang bersangkutan. Apabila suatu bank dipimpin/dikelola oleh suatu kelompok manajemen yang berkualitas tinggi yang ditinjau dari berbagai aspek, maka hasilnya akan berbeda dengan bank yang dikelola oleh suatu kelompok manajemen yang berkualitas rendah dan tidak kompak.

2. Tingkat likuiditas yang dimiliki oleh bank yang bersangkutan. Suatu bank yang memiliki alat-alat likuid yang sangat terbatas dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya, akan ada kemungkinan penyediaan likuiditas tersebut akan diambil dari permodalannya. Dengan demikian akan dirasakan oleh manajemen bank yang bersangkutan betapa terbaasnya modal yang dimiliki oleh bank.

3. Tingkat kualitas dari asset bank yang bersangkutan. Suatu bank yang banyak memiliki debitur dan non earning assets lainnya yang kurang produktif maka sudah dapat dipastikan bank tersebut tidak dapat melaksanakan kegiatannya secara lancar. Sebaliknya, bagi bank yang memiliki earning asset yang memadai maka kebutuhan modalnya akan dapat diperoleh dari laba usaha bank yang bersangkutan yang akan berkembang secara kumulatif. Apabila bank tersebut mengalami kerugian


(54)

secara terus-menerus maka akan ada kemungkinan bahwa modalnya akan berkurang sedikit demi sedikit.

4. Struktur deposito. Apabila suatu bank memperoleh dana sebagian besar berupa deposito berjangka dan dana-dana mahal lainnya, maka akan menimbulkan biaya yang tinggi. Jika biaya bank ini tidak dapat ditutupi dari penghasilan operasional/non operasional dari bank yang bersangkutan, tentu kerugian tersebut harus diserap oleh modal yang diiliki bank hingga akan terasa bagi manajemen modal bank yang bersangkutan bahwa telah terjadi kekurangan modal.

5. Tingkat kualitas dari sistem dan prosedur bank yang bersangkutan. Sistem dan prosedur operaional suatu bank yang baik tentu akan menunjang kegiatan usaha bank tersebut pada tingkat efisiensi yang tinggi. Dengan efisiensi yang tinggi ini maka akan memungkinkan bagi bank untuk memperoleh laba yang akan memperkuat capital (modal) bank tersebut. Sebaliknya, bagi bank yang biaya operasionalnya tinggi maka akan ada kemungkinan bahwa biaya yang tidak tertutup oleh penghasilan akan menjadi beban capital.

6. Tingkat kualitas dan karakter para pemilik saham. Para pemilik saham yang berorientasi ke masa depan bank yang dimilikinya agar lebih baik di kemudian hari tentu akan berusaha membentuk akumulasi modal secara maksimal sehingga capital (modal) bank yang bersangkutan akan semakin kuat. Sebaliknya, apabila para pemilik saham tersebut menghendaki agar laba yang diperoleh langsung dibagikan saja maka capital dari bank tersebut tentu tidak akan mengalami perkembangan.


(55)

7. Kapasitas untuk memenuhi kebutuhan keuangan jangka pendek maupun jangka panjang.

8. Riwayat pemupukan modal dan peraturan pembagian laba yang diperolehnya. Pada bank-bank pemerintah telah ditetapkan tata cara pembagian laba yang diperoleh tiap tahun secara pasti, maka bank tidak akan leluasa lagi dalam memupuk modalnya sesuai dengan keinginan maupun kebutuhan investasi pengembangan bank tersebut di kemudian hari. Hal ini berbeda dengan bank-bank swasta yang pembagian labanya dapat diatur secara bebas, sehingga bank-bank ini dapat mempunyai kesempatan mengembangkan capitalnya secara maksimal.

2.5. Likuiditas Bank

2.5.1. Pengertian Likuiditas

Pengelolaan likuiditas merupakan masalah yang cukup kompleks dalam kegiatan operasi bank. Sulitnya pengelolaan likuiditas tersebut disebabkan dana yang dikelola bank sebagian besar adalah dana masyarakat yang sifatnya jangka pendek dan dapat ditarik sewaktu-waktu. Oleh karena itu, bank harus memperhatikan seakurat mungkin kebutuhan likuiditas untuk suatu jangka waktu tertentu. Perkiraan kebutuhan likuiditas tersebut sangat dipengaruhi oleh perilaku penarikan nasabah, sifat dan jenis sumber dana yang dikelola oleh bank.

Beberapa penulis memberikan pengertian likuiditas dalam perspektif perbankan sebagai berikut ( Dahlan Siamat, 2004, 153 ) :

Joseph E.Barus

Likuiditas bank berkaitan dengan kemampuan suatu bank untuk menghimpun sejumlah tertentu dana dengan biaya tertentu dan dalam jangka waktu tertentu.


(56)

Oliver G.Wood,Jr

Likuiditas adalah kemampuan bank untuk memenuhi semua penarikan dana oleh nasabah deposan, kewajiban yang telah jatuh tempo, dan memenuhi permintaan kredit tanpa ada penundaan.

William M.Galvin

Likuiditas berarti memiliki sumber dana yang cukup tersedia untuk memenuhi semua kewajiban.

2.5.2. Sumber-Sumber Kebutuhan Likuiditas

Sumber utama kebutuhan likuiditas bank berasal dari adanya kebutuhan antara lain :

a. Ketentuan likuiditas wajib (reserve requirement) atau cash ratio. b. Saldo rekening minimum pada bank koresponden.

c. Penarikan simpanan dalam operasional bank sehari-hari. d. Permintaan kredit masyarakat.

Sejalan dengan likuiditas bank, maka suatu bank dianggap likuid apabila : 1. Memiliki sejumlah likuiditas sama dengan jumlah kebutuhan

likuiditasnya.

2. Memiliki likuiditas kurang dari kebutuhan tetapi bank mempunyai surat-surat berharga yang segera dapat dialihkan menjadi kas.

3. Memiliki kemampuan untuk memperoleh likuiditas dengan cara menciptakan uang.

2.5.3. Teori Manajemen Likuiditas (Dahlan Siamat,2004,158)

Teori manajemen likuiditas pada dasarnya adalah teori yang berkaitan dengan bagaimana mengolah dana dan sumber-sumber dana bank agar dapat


(57)

memelihara posisi likuiditas dan memenuhi segala kebuthan likuiditas dalam kegiatan operasional bank sehari-hari. Ada beberapa teori manajemen likuiditas yang dikenal dalam perbankan yakni :

1) Commercial LoanTheory

Likuiditas bank menurut teori ini akan dapat terjamin apabila aktiva produktif bank terdiri dari kredit jangka pendek yang dicairkan dalam kegiatan usaha yang berjalan secara normal. Dan apabila bank yang bersangkutan akan memberikan kredit yang lebih panjang hendaknya sumber dana diambil dari modal bank dan sumber dana jangka panjang. Secara khusus teori ini menyatakan bahwa bank harus hanya memberikan kredit jangka pendek atau self-liquiditing loans. Misalnya kredit yang digunakan untuk modal kerja.

Kelemahan commercial loan theory ini adalah :

a. Banyak kredit bukan jangka pendek dan tidak self-liquidating.

b. Dalam situasi ekonomi yang sedang lesu, kredit modal kerja yang pelunasannya berasal dari arus kas nasabah debitur akan menjadi tidak lancar.

c. Kredit jangka pendek dapat menjadi jangka panjang melalui perpanjangan waktu secara terus menerus.

d. Dalam perekonomian yang semakin maju, kredit jangka menengah/panjang akan menjadi semakin penting dan dibutuhkan.

e. Teori ini mengabaikan kenyataan bahwa dalam keadaan normal atau stabil, sumber-sumber dana bank seperti giro, tabungan, dan deposito memungkinkan untuk disalurkan sebagai kredit yang jangka waktunya lebih panjang.


(58)

f. Secara implisit, teori ini menganggap bahwa likuiditas dapat terpenuhi dengan hanya mengandalkan sumber dari pelunasan dan atau pembayaran kredit oleh nasabah. Padahal, penarikan simpanan dan pencairan kredit dapat melebihi likuiditas yang hanya bersumber dari pelunasan kredit.

2) Shiftability Theory

Pada tahun 1940-an, sebuah teori perbankan muncul di kalangan perbankan Amerika, yang dikenal dengan nama the shiftability theory (teori tentang aktiva yang dapat dipindahkan). Teori ini menjelaskan bahwa likuiditas suatu bank tergantung pada kemampuan bank tersebut untuk memindahkan aktivanya ke pihak/orang lain dengan harga yang dapat diramalkan. Jadi, akan dapat diterima bagi sebuah bank untuk menyimpan investasi-investasi pasar terbuka jangka pendek dalam portifolio aktivanya. Jika dalam keadaan ini sejumlah deposan harus memutuskan untuk menarik kembali uang mereka maka bank hanya tinggal menjual investasi-investasi tersebut, mengambil uang yang diperoleh (dibeli) dan membayarkannya kembai kepada para deposan.

Kelemahan teori ini sama dengan kelemahan teori sebelumnya yaitu apabila pada saat yang sama sistem perbankan membutuhkan likuiditas dan secara serentak menggunakan cara yang sama yaitu menjual sekuritasnya untuk memenuhi kebutuhan likuiditasnya sehingga bank-bank dalam waktu yang bersamaan berperan sebagai penjual. Dalam situasi seperti ini, Bank Sentral biasanya akan melakukan suatu tindakan dengan membeli surat-surat berharga dari semua bank pada saat perbankan meningkatkan likuiditasnya. Di negara-negara yang pasar uangnya sudah cukup berkembang dan kegiatan operasi pasar


(59)

terbuka Bank Sentral sudah berjalan baik, teori ini umumnya cukup efektif digunakan untuk mengatasi kesulitan likuiditas.

3) The Anticipated Income Theory

Pada tahun 1930-an sampai 1940-an, bank-bank mengembangkan teori baru yang disebut dengan anticipated income theory. Teori ini menjelaskan bahwa setiap bank seharusnya dapat memberikan kredit jangka panjang di mana pelunasannya yaitu cicilan pokok pinjaman ditambah bunga dapat diharapkan dan dijadwalkan pembayarannya pada waktu yang akan datang sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan. Jadwal pembayaran kembali nasabah berupa angsuran pokok dan bunga akan memberikan cash flow secara teratur yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan likuiditas bank.

Kelemahan anticipated income theory ini yaitu teori ini menganggap bahwa semua kredit dapat ditagih sesuai dengan jangka waktu yang telah dijadwalkan tanpa memperhatikan kemungkinan terjadnya kegagalan pengembalian kredit oleh debitur akibat faktor ekstern atau intern. Faktor-faktor terjadi di luar kendali nasabah misalnya terjadinya resesi ekonomi yang berkepanjangan dan kebijakan pemerintah yang kurang mendukung. Faktor intern antara lain terjadinya mismanagement atau kurangnya tenaga yang berpengalaman dan terampil dalam perusahaan. Teori likuiditas ini sulit diharapkan sebagai sumber likuiditas musiman dan memenuhi kebutuhan permintaan kredit yang harus segera dipenuhi.

4) The Liability Management Theory(Sinungan Muchadarsyah,2003,153)

Teori ini mengemukakan bagaimana suatu bank dapat menata passivanya sedemikian rupa sehingga passiva ini dapat benar-benar menjadi likuiditas. Untuk


(1)

42.

12.000

30.000

12

43.

9.000

20.000

8

44.

3.000

10.000

7

45.

9.000

20.000

10

46.

15.000

3.000

20

47.

6.000

3.000

10

48.

6.000

3.000

5

49.

1.200

5.000

2

50.

6.000

3.000

7


(2)

Hasil Estimasi

Dependent Variable: LOGY Method: Least Squares Date: 02/15/10 Time: 10:42 Sample (adjusted): 2 50

Included observations: 49 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 2.159020 0.267315 8.076682 0.0000

LOGX1 0.679572 0.026148 25.98900 0.0000 LOGX2 0.005896 0.003437 1.715346 0.0930 R-squared 0.936757 Mean dependent var 8.906331 Adjusted R-squared 0.934008 S.D. dependent var 0.752743 S.E. of regression 0.193372 Akaike info criterion -0.389132 Sum squared resid 1.720065 Schwarz criterion -0.273307 Log likelihood 12.53374 F-statistic 340.6782 Durbin-Watson stat 0.970660 Prob(F-statistic) 0.000000


(3)

Uji Normalitas

0 2 4 6 8 10

-0.4 -0.2 -0.0 0.2 0.4

Series: Residuals Sample 2 50 Observations 49

Mean 1.08e-15 Median 0.005230 Maximum 0.427530 Minimum -0.453010 Std. Dev. 0.189301 Skewness -0.523629 Kurtosis 3.253361 Jarque-Bera 2.370254 Probability 0.305707


(4)

Uji Linieritas

Ramsey RESET Test:

F-statistic 0.397998 Probability 0.531316 Log likelihood ratio 0.431471 Probability 0.511268

Test Equation:

Dependent Variable: LOGY Method: Least Squares Date: 02/15/10 Time: 22:48 Sample: 2 50

Included observations: 49

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 1.159123 1.607626 0.721016 0.4746 LOGX1 0.989728 0.492336 2.010269 0.0504 LOGX2 0.008695 0.005626 1.545416 0.1293 FITTED^2 -0.026061 0.041310 -0.630871 0.5313 R-squared 0.937312 Mean dependent var 8.906331 Adjusted R-squared 0.933133 S.D. dependent var 0.752743 S.E. of regression 0.194650 Akaike info criterion -0.357121 Sum squared resid 1.704985 Schwarz criterion -0.202687 Log likelihood 12.74948 F-statistic 224.2792 Durbin-Watson stat 1.016229 Prob(F-statistic) 0.000000


(5)

Uji Multikoliniearitas

Dependent Variable: LOGX1

Method: Least Squares Date: 02/15/10 Time: 23:11 Sample (adjusted): 2 50

Included observations: 49 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 10.06451 0.261551 38.48017 0.0000

LOGX2 -0.020835 0.018931 -1.100580 0.2767

R-squared 0.025124 Mean dependent var 9.831919 Adjusted R-squared 0.004382 S.D. dependent var 1.081067 S.E. of regression 1.078695 Akaike info criterion 3.029342 Sum squared resid 54.68844 Schwarz criterion 3.106559

Log likelihood -72.21887 F-statistic 1.211277

Durbin-Watson stat 0.084435 Prob(F-statistic) 0.276684

Dependent Variable: LOGX2 Method: Least Squares Date: 03/03/10 Time: 23:39 Sample (adjusted): 2 50

Included observations: 49 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 23.01913 10.83598 2.124324 0.0389

LOGX1 -1.205854 1.095653 -1.100580 0.2767

R-squared 0.025124 Mean dependent var 11.16327

Adjusted R-squared 0.004382 S.D. dependent var 8.224321 S.E. of regression 8.206280 Akaike info criterion 7.087637 Sum squared resid 3165.123 Schwarz criterion 7.164854

Log likelihood -171.6471 F-statistic 1.211277

Durbin-Watson stat 1.851348 Prob(F-statistic) 0.276684


(6)

Uji Heterokedastisitas

White Heteroskedasticity Test:

F-statistic 0.899395 Probability 0.490246

Obs*R-squared 4.639282 Probability 0.461467

Test Equation:

Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 02/15/10 Time: 23:13 Sample: 2 50

Included observations: 49

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 0.126675 0.504884 0.250900 0.8031

LOGX1 -0.007310 0.102547 -0.071289 0.9435

LOGX1^2 -0.000122 0.005251 -0.023297 0.9815

LOGX1*LOGX2 -0.000358 0.000986 -0.363050 0.7183

LOGX2 0.003376 0.012087 0.279359 0.7813

LOX2^2 -3.47E-05 0.000115 -0.302550 0.7637

R-squared 0.094679 Mean dependent var 0.035103 Adjusted R-squared -0.010591 S.D. dependent var 0.053240 S.E. of regression 0.053522 Akaike info criterion -2.903185 Sum squared resid 0.123176 Schwarz criterion -2.671533

Log likelihood 77.12802 F-statistic 0.899395


Dokumen yang terkait

Pengaruh Financing to Deposit Ratio dan Non Performing Financing terhadap Profitabilitas Bank Syariah di Indonesia

1 65 87

Pengaruh Loan To Deposit Ratio, Capital Adequacy Ratio, Earning Per Share, Debt To Equity Ratio, Dan Firm Size Terhadap Dividend Payout Ratiopada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

12 54 89

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Loan to Deposit Ratio Pada Bank Badan Umum Milik Negara (Persero) Di Indonesia

3 94 97

Analisis Pengaruh Loan to Deposit Ratio, Capital Adequacy Ratio, dan Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional terhadap Return on Asset Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008-2011

3 85 86

Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga, Capital Adequacy Ratio, Non Performing Loan, Loan to Deposit Ratio, dan Return on Asset terhadap Penyaluran Kredit Bank Pembangunan Daerah di Indonesia

1 79 118

Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga, Capital Adequacy Ratio, Loan To Deposit Ratio Dan Non Performing Loan Terhadap Volume Kredit Pada Bank Yang Terdapat Di BEI

1 44 94

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Loan To Deposit Ratio Pada Bank Pembangunan Daerah Di Indonesia Periode 2008-2012

2 66 108

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Loan To Deposit Ratio pada Bank Pembangunan Daerah di Indonesia

0 44 110

Analisis Pengaruh Kapital Adequacy Ratio(Car),Non perporming Loan (NPL),Operational Effeciency Ratio(OER)Loan to Devosit Ratio (LDR) Terhadap Perubahan Laba Bank Devisa

0 28 77

Pengaruh Beban Operasional Pendapatan Operasional, Non Performing Loan, Capital Adequacy Ratio, Loan To Deposit Ratio, Net Interest Margin Dan Bank Size Terhadap Return On Asset Pada Bank Bumn Go Public Di Bursa Efek Indonesia

0 54 99