Ratio sebesar 110 atau lebih diberi nilai kredit nol 0 artinya likuiditas bank tersebut tidak sehat. Sedangkan Unuk Loan to Deposit Ratio dibawah 110
diberi nilai 100, artinya likuiditas bank tersebut sehat”.
2.2.2 Capital Adequecy Ratio CAR
Permodalan Capital Adequacy menunjukkan kemampuan bank dalam mempertahankan modal yang mencukupi dan kemampuan manajemen bank
dalam mengidentifikasi, mengawasi dan mengontrol resiko-resiko yang timbul yang dapat berpengaruh terhadap besarnya modal bank.
“Capital Adequacy Ratio CAR adalah rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung resiko kredit, penyertaan,
surat berharga, tagihan pada bank lain ikut dibiayai dari dana modal sendiri bank, disamping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber di luar bank, seperti dana
masyarakat, pinjaman utang, dan lain-lain Dendawijaya 2009:121”. Rasio CAR digunakan untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk
menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan resiko, misalnya kredit yang diberikan.
Menurut Taswan 2006, Fungsi modal bagi bank adalah : 1. Melindungi deposan dengan menangkal semua kerugian usaha perbankan
sebagai akibat salah satu resiko usaha. 2. Untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat berkenaan dengan
kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban yang telah jatuh tempo. 3. Membiayai kebutuhan aktiva tetap.
4. Mengusahakan kekurangan modal tersebut dari luar.
Rasio CAR digunakan untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan resiko,
misalnya kredit yang diberikan. Semakin tinggi CAR maka semakin kuat kemampuan bank tersebut untuk menanggung resiko dari setiap kredit atau aktiva
produktif yang berisiko. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut:
CAR =
Modal Bank Aktiva Tertimbang Menurut Risiko ATMR
× 100 Sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia No.
1015PBI2008 pasal 2 ayat 1, besarnya CAR yang harus dicapai oleh suatu bank minimal 8 dari asset tertimbang menurut resiko ATMR. Angka tersebut
merupakan penyesuaian dari ketentuan yang berlaku secara internasional berdasarkan Standar Bank for International Settlement BIS.
2.2.3 Non Performing Loan NPL
Kredit macet Non Performing Loan adalah bagian dari kredit bermasalah namun tidak semua kredit bermasalah adalah kredit macet karena kredit
bermasalah dapat diartikan sebagai kredit yang pembayaran kembali utang pokok dan kewajiban bunganya tidak sesuai dengan persyaratan atau ketentuan yang
ditetapkan oleh bank, serta mempunyai resiko penerimaan pendapatan dan bahkan berpotensi untuk rugi.
Menurut Dendawijaya 2004, kemacetan fasilitas kredit disebabkan oleh 2 faktor yaitu :
1. Dari Pihak Perbankan Pihak perbankan yang kurang teliti baik dalam mengecek kebenaran
dan keaslian dokumen maupun salah dalam menghitung rasio-rasio yang ada.
2. Dari Pihak Nasabah Kemacetan kredit yang disebabkan oleh nasabah ada 2 yaitu adanya
unsur kesengajaan dan unsur tidak sengaja.
Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut Sesuai SE BI No.623DPNP tanggal 31 Mei 2004 :
NPL =
Jumlah Kredit Bermasalah Total Kredit
× 100
Kriteria penilaian tingkat kesehatan rasio NPL dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 2.1 Kriteria Penilaian Tingkat Kesehatan Rasio NPL
Rasio Predikat
NPL ≤ 5
NPL ≥ 5
Sehat Tidak Sehat
Sumber : SE BI No.623DPNP tanggal 31 Mei 2004
Berdasarkan Tabel 2.1 diatas menunjukkan bahwa Bank Indonesia menetapkan nilai NPL maksimum adalah sebesar 5, apabila bank melebihi batas
yang diberikan maka bank tersebut dikatakan tidak sehat.
2.2.4 Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional atau Operating ExpensesOperating Income BOPO
Biaya operasional merupakan biaya yang dikeluarkan oleh bank dalam rangka menjalankan aktivitas usaha pokoknya seperti biaya bunga, biaya tenaga
kerja, biaya pemasaran. Pendapatan operasional merupakan pendapatan utama bank yaitu pendapatan bunga yang diperoleh dari penempatan dana dalam bentuk
kredit dan penempatan operasi lainnya. “Biaya Operasional terhadap Pendapatan
Operasional BOPO perbandingan antara biaya operasional dengan pendapatan operasional dalam mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam
melakukan kegiatan operasinya Rivai, et al., 2007:722”. Semakin rendah BOPO berarti semakin efisien bank tersebut dalam mengendalikan biaya operasionalnya,
dengan adanya efisiensi biaya maka keuntungan yang diperoleh bank akan semakin besar.
Secara matematis, BOPO dapat dirumuskan sebagai berikut:
BOPO =
Beban Operasional Pendapatan Operasional
× 100 Nilai resiko BOPO yang ideal berada antar 50-70 sesuai dengan
ketentuan BI. Berdasarkan Surat Edaran BI No. 623DPNP tanggal 31 Mei 2004, kategori peringkat yang akan diperoleh bank dari besaran nilai BOPO yang
dimiliki adalah sebagai berikut:
Tabel 2.2 Peringkat Bank Berdasakan Rasio BOPO
Peringkat Predikat
Besaran Nilai BOPO
1 Sangat Sehat
50-70 2
Sehat 76-93
3 Cukup Sehat
94-96 4
Kurang Sehat 96-100
5 Tidak Sehat
100
Sumber:SE BI No. 623DPNP tanggal 31 mei 2004
Berdasarkan Tabel 2.2 Bank Indonesia menetapkan peringkat BOPO dari yang sangat sehat sampai yang tidak sehat.
2.2.5 Return on Assets ROA