Kajian Penelitian Terdahulu Tinjauan Pustaka
sudah berpengalaman untuk menghadapi pesaing bisnis industri kelanting lainnya c memanfaatkan tenaga kerja yang berpengalaman dan banyak untuk
mengikuti perkembangan teknologi.
Savitri 2010, dalam penelitiannya mengenai potensi agroindustri berdasarkan kinerja usaha dan strategi pengembangannya dengan lokasi penelitian di Dusun
Sanan, Kecamatan Belimbing, Kota Malang. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa agroindustri tempe dan keripik tempe memiliki tingkat keuntungan yang
tidak berbeda nyata. Keuntungan agroindustri tempe sebesar Rp145.125,03 untuk satu kali produksi, sedangkan keuntungan agroindustri keripik tempe
sebesar Rp207.915,89. Nilai RC rasio dan nilai tambah agroindustri keripik tempe lebih besar daripada agroindustri tempe. Nilai RC rasio sebesar 1,57
pada agroindustri keripik tempe dan 1,26 pada agroindustri tempe. Rasio nilai tambah pada agroindustri keripik tempe sebesar 46,10, dan 24,63 pada
agroindustri tempe. Berdasarkan hasil identifikasi lingkungan internal dan eksternal dan pemetaan matrik Grand Strategy dapat diketahui bahwa
agroindustri tempe dan keripik tempe terletak pada kuadran I, sehingga strategi yang dapat diterapkan adalah mendukung kebijakan pertumbuhan Aggresive.
Strategi yang dapat digunakan seperti mempertahankan kualitas, efisiensi proses produksi, dan diversifikasi produk.
Rochmah 2005, tentang analisis nilai tambah dan keuntungan pada agroindustri bihun dan soun di Kota Metro. Berdasarkan hasil penelitian
diperoleh pendapatan per satu kali produksi menguntungkan yakni pendapatan agroindustri bihun tapioka atas biaya tunai adalah Rp259.495,45 dengan RC
rasio adalah 1,18 dan pendapatan atas biaya total Rp173.626,88 dengan RC rasio 1,12. Pendapatan agroindustri bihun beras atas biaya tunai adalah
Rp469,069,05 dengan RC rasio 1,29 dan pendapatan atas biaya total adalah Rp383.392,00 dengan RC rasio 1,22. Agroindustri bihun di Kota Metro
memberikan nilai tambah yang positif yaitu sebesar Rp419,91 untuk industri bihun tapioka, dan Rp513,65 untuk industri bihun beras setiap kali proses
produksi.
Wibowo 2009, dalam penelitiannya dengan judul “Analisis Kinerja dan Strategi Pengembangan Usaha Kerajinan Sepatu di Kabupaten Bogor”,
menunjukkan hasil tingkat keuntungan usaha kerajinan sepatu adalah Rp.117.091.555, nilai ROI dari usaha kerajinan sepatu sebesar 19,71 persen,
dan nilai rasio RC sebesar 1,15. Berdasarkan analisis SWOT, strategi yang dapat dijalankan dalam rangka mengembangkan usaha kerajinan sepatu adalah
pemerintah membantu kerajinan sepatu dengan regulasi yang mendukung perkembangan usaha tersebut, misalnya: pemberian kredit lunak tanpa agunan,
mendirikan koperasi atau paguyuban yang memfasilitasi kebutuhan modal dan ketersediaan bahan baku yang relatif lebih murah.
Menurut Aji 2012, dalam penelitian dengan judul “Strategi Pengembangan Agroindustri Keripik Pisang di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten
Karanganyar”. Hasil penelitian diketahui bahwa biaya total rata-rata dalam satu kali produksi adalah Rp3.254.932,00 dengan penerimaan rata-rata
Rp4.160.480,00 dan pendapatan rata-rata Rp905.549,00. Hasil penelitian faktor-faktor internal menunjukkan bahwa bobot kekuatan lebih kuat
dibandingkan kelemahan. Kemudian faktor-faktor eksternal menunjukkan bahwa bobot peluang lebih kuat dibandingkan dengan ancaman. Alternatif
strategi yang dihasilkan antara lain mempertahankan kualitas produksi dan pemgembangan pasar, memanfaatkan teknologi untuk efisiensi produksi,
diversifikasi produk untuk memenuhi pangsa pasar.