Kewenangan Direksi Dalam Penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham

(1)

KEWENANGAN DIREKSI DALAM PENYELENGGARAAN

RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM

TESIS

Oleh

RAJA RUNGGU DELI SITEPU

067005036/HK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(2)

KEWENANGAN DIREKSI DALAM PENYELENGGARAAN

RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora

dalam Program Studi Ilmu Hukum pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

RAJA RUNGGU DELI SITEPU

067005036/HK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(3)

Judul Tesis : KEWENANGAN DIREKSI DALAM PENYELENGGARAAN RAPAT UMUM PEMEGANG

SAHAM

Nama Mahasiswa : Raja Runggu Deli Sitepu

Nomor Pokok : 067005036

Program Studi : Ilmu Hukum

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) K e t u a

(Dr. Sunarmi, SH, M.Hum) (Dr. T. Keizerina Devi A., SH, CN, M.Hum) A n g g o t a A n g g o t a

Ketua Program Studi Direktur

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal 30 Agustus 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua

:

Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH

Anggota

:

1. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum

2. Dr. T. Keizerina Devi A., SH, CN, M.Hum

3. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum

4. Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur pada Tuhan Yang Maha Esa atas kesehatan dan kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan tesis ini. Penyelesaian tesis ini tidak akan rampung tanpa bantuan saran maupun petunjuk yang diberikan kepada penulis oleh pembimbing maupun penguji. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada:

1. Bapak Prof. Chairudin P. Lubis, DTM&H, SpA(K), Selaku Rektor Universitas Sumatera Utara yang menerima penulis untuk mengikuti studi di Universitas Sumatera Utara

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa., B. MSc Selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara beserta seluruh Asisten Direktur yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH selaku Ketua Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan pembimbing utama penulis dalam penelitian tesis ini.

4. Ibu Dr. Sunarmi, SH. M. Hum dan Ibu Dr. T. Keizerina Devi A., SH, CN, M.Hum selaku Anggota Pembimbing, terima kasih atas bimbingan dan perhatian selama ini.


(6)

5. Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum dan Bapak Dr. Budiman Ginting selaku penguji pada penelitian tesis ini, terimakasih atas masukannya.

6. seluruh Guru Besar dan Staf Pengajar pada Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

7. Teman-teman seangkatan dan seluruh staf pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Penulis juga sangat berterima kasih kepada kedua orangtua telah menanamkan nilai-nilai dasar keilmuan dan mendo’akan penulis.

Kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu penyelesaian tesis ini, terutama teman-teman di Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarcarjana Universitas Sumatera Utara yang tidak mungkin disebutkan satu persatu, penulis mengucapkan banyak terima kasih.

Penulis juga menyadari bahwa tulisan ini masih banyak kekurangan-kekurangan, untuk itu penulis memohon saran dan masukan kepada kalangan-kalangan peneliti selanjutnya agar penelitian ini menjadi sempurna dan bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya tindak pidana penipuan.

Hormat penulis.


(7)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Raja Runggu Deli Sitepu

Tempat/Tgl. Lahir : Medan/ 20 September 1965 Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Kristen

Instansi : Kejaksaan Negeri Kabanjahe

Pendidikan : - Sekolah Dasar Bhayangkari Medan

- Sekolah Menengah Pertama Negeri 181 Jakarta - Sekolah Menengah Atas Nusantara Jakarta - Universitas Pembangunan Panca Budi Medan

- Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (Lulus Tahun 2008)


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL ... vii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 13

C. Tujuan Penelitian ... 14

D. Manfaat Penelitian ... 14

E. Keaslian Penelitian... 15

F. Kerangka Teori Dan Konsepsi ... 16

G. Metode Penelitian ... 24

BAB II : RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM DALAM UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS ... 29

A. Perseroan Terbatas (PT)... 29

B. Organ Perseroan Terbatas ... 41

C. RUPS Dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT)... 46

BAB III : KEWAJIBAN DIREKSI DALAM PENYELENGGARAAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM ... 53

A. Tugas dan Tanggung Jawab Direksi ... 53

B. Kewajiban Direksi Melaksanakan RUPS... 57

C. Kewajiban RUPS Dalam Perseroan Terbatas ... 62

D. Hak Pemegang Saham Terhadap Pelaksanaan RUPS... 64

BAB IV : AKIBAT HUKUM APABILA RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM TIDAK DILAKSANAKAN... 66

A. Penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham ... 66

B. Kesalahan Dan Kelalian Direksi ... 68

C. Akibat Hukum Direksi Apabila RUPS Tidak Dilaksanakan ... 100

D. Analisis Kasus Putusan Pengadilan Negeri ... 104

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 114

A. Kesimpulan ... 114

B. Saran... 116


(9)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman 1. Perbedaan Pengaturan Dalam Pasal-Pasal Pada Undang-Undang


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak dahulu hingga sekarang manusia dalam tatanan kehidupannya berubah dan mengalami perkembangan. Manusia yang hidup dalam suatu komunitas yang dikenal dengan masyarakat memerlukan pengaturan dan peraturan yang ditujukan untuk mengatur tata tertib kehidupan masyarakat tersebut. Peraturan yang dimaksud di sini adalah hukum yang hidup dalam masyarakat. Sejarah telah membuktikan bahwa hukum berkembang mengikuti perkembangan masyarakat, karena hukum itu ada dalam masyarakat (ubi societas ibi ius1). Hal ini terimplementasi dalam bidang hukum privat, yaitu dalam bidang hukum perdata dan hukum dagang. Khusus untuk hukum privat, terus berkembang dengan pesat mengikuti arus teknologi dan modernisasi. Untuk itu manusia dituntut agar mengetahui keadaan ataupun permasalahan di sekitar mereka.

Manusia adalah subjek hukum, akan tetapi manusia bukanlah satu-satunya subjek hukum yang dikenal. Selain manusia, masih terdapat subjek hukum lainnya yang dikenal dengan badan hukum (rechtspersoon). Di antara banyak badan hukum yang dikenal dalam doktrin hukum, salah satu yang amat dikenal adalah Perseroan Terbatas (selanjutnya disingkat PT).2

1

Lili Rasjidi, Hukum Sebagai Suatu Sistem, (Bandung: Mandar Maju, 2003), hal. 145. 2

Djaidir, Undang-Undang Perseroan Terbatas, Disajikan dalam Seminar Sehari Mengenai Undang-Undang Tentang Hak Tanggungan dan Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas Kantor Wilayah BRI Sumatera Utara, Medan, 21 Juni 1997, hal. 1.


(11)

Perkembangan perangkat hukum untuk menciptakan dan melindungi hak manusia sebagai anggota masyarakat terus mengalami perkembangan. Misalnya dalam kegiatan ekonomi perusahaan hak seseorang sebagai pelaku ekonomi dalam menjalankan perusahaan berkembang sejalan dengan perkembangan masyarakat. Karena pada akhir-akhir ini telah muncul pemikiran-pemikiran mengenai sifat dan hakikat hukum perusahaan yang berperan menampung kebutuhan masyarakat yang berkepentingan (stakeholder) dari perusahaan. Hal yang menjadi pemikiran dalam hukum perusahaan adalah kondisi perusahaan yang berbentuk badan hukum "Perseroan Terbatas" atau Limited Liability Company .3

Pembaharuan hukum perusahaan menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas (selanjutnya disingkat UUPT) ini ditujukan untuk memberi jawaban atas tuntutan perkembangan pesat dari eksistensi dan peranan PT sebagai salah satu bentuk badan hukum dari pelaku ekonomi.4 Karena itu UUPT yang baru ini ditujukan untuk memberi perlindungan kepentingan bagi setiap pemegang saham, kreditur dan para pihak ketiga yang berhubungan dengan aktivitas perseroan terbatas. Salah satu permasalahan yang penting dalam kaitannya dengan aktivitas perusahaan terbatas tersebut adalah mengenai tanggung jawab direktur.

3

Bismar Nasution, Diktat Hukum Perusahaan, Program Magíster Ilmu Hukum USU, 2003 , hal 1-2

4

Perusahaan adalah bentuk yang sangat fleksible dari alat untuk melakukan kegiatan bisnis. Dalam hubungannya dengan aktivitas bisnis, bentuk perusahaan memungkinkan untuk melakukan berbagai ukuran dan jenis usaha dibandingkan dengan bentuk lainnya. Perusahaan dapat digunakan untuk untuk mengakomodasikan kegiataan usaha dari yang terkecil yaitu bisnis perorangan (one-person business) sampai yang terbesar yaitu bisnis multinasional. Selain itu perusahaan juga dapat digunakan untuk kegiatan non profit yang bertujuan usaha tidak untuk membuat keuntungan. Lihat Paul L. Davies, Gower and Davies’ Principles of Modern Company Law, Thomson Sweet &Maxwell, 2003, hal 1


(12)

Seorang direktur dari sebuah perusahaan akan selalu berurusan dengan aset milik orang lain, tidak hanya dalam aspek hukum dimana dia akan berkuasa penuh untuk mengelola aset-aset perusahaan, tetapi juga perusahaan mungkin mempunyai pemegang saham yang menginvenstasikan uangnya dalam perusahaan tersebut dengan membeli saham. Pemegang saham ini sering kali hanya mempunyai pengawasan yang kecil atau bahkan tidak sama sekali terhadap perilaku seorang direktur. Investasi mereka akan hilang apabila perusahaan tersebut menjadi insolven. Demikian juga apabila ada barang atau jasa yang digunakan oleh perusahaan yang diperoleh secara kredit, direktur akan mengelola barang dan jasa yang didalamnya terdapat hak para kreditur yang baru akan hilang apabila hutang kredit tersebut dibayar lunas. Oleh karena itu sangat penting untuk mengontrol perilaku dari para direktur yang mempunyai posisi dan kekuasaan besar dalam mengelola perusahaan, termasuk menentukan standar perilaku (standart of conduct) untuk melindungi pihak-pihak yang akan dirugikan apabila seorang direktur berperilaku tidak sesuai dengan kewenangannya atau berperilaku tidak jujur.5

Tugas Direksi dalam mengatur atau mengelola kegiatan-kegiatan usaha PT dan mengurus kegiatan PT diatas tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Karena pengurusan kekayaan PT harus menunjang terlaksananya kegiatan usaha PT. Direksi mempunyai 2 (dua) tugas yaitu, pengelolaan dan perwakilan PT, Untuk pelaksanaan kedua tugas Direksi itu perlu menjadi perhatian bahwa pengelolaan PT pada

5


(13)

hakekatnya adalah tugas dari semua anggota Direksi tanpa kecuali (Collegiale

bestur-rsverant woordelijkheid).6

Dalam sejarah pengaturan terhadap perusahaan, Indonesia pada masa penjajahan Belanda diberlakukan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek

van Koophandel-Staatblad 1847-23) dalam Buku Kesatu Titel Ketiga Bagian Ketiga

Pasal 36 sampai dengan Pasal 56. Di samping itu masih terdapat pula badan hukum lain sebagaimana diatur dalam Maskapai Andil Indonesia (Ordonantie op de

Indonesische Maatshappij op Aandelen, Staatblad 1939-569 jo 717)7.

Indonesia sebagai negara hukum (Recht Staat) telah melakukan perubahan hukum antara lain di bidang perseroan terbatas. Pengaturan perseroan terbatas dalam bentuk Undang-Undang diawali dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disingkat dengan UUPT). UUPT diundangkan pada tanggal 7 Maret 1995 Lembaran Negara RI Tahun 1995 Nomor 13 dan Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3687.

Setelah lahirnya UUPT tahun 1995 Perangkat peraturan hukum perseroan pada tanggal 16 Agustus 2007 telah dirubah dan diperbaharui dengan di undangkannya Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan terbatas. Dengan di Undangkannya Undang-Undang Perseroan yang baru tersebut maka

6

Bismar Nasution, op.cit, hal 18 7

Gatot Supramono, Hukum Perseroan Terbatas Yang Baru, (Jakarta : Djambatan, 1996), hal. 1


(14)

Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan terbatas dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.8

Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksananya.9

Ketentuan dalam hukum perseroan mengatur bahwa pada dasarnya perseroan didirikan oleh dua orang atau lebih dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia. Status badan hukum perseroan diperoleh pada tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai pengesahaan badan hukum perseroan. Apabila setelah disahkan pemegang saham menjadi kurang dari dua orang maka dalam jangka waktu paling lama enam bulan terhitung sejak keadaan tersebut pemegang saham bersangkutan wajib mengalihkan sebahagian sahamnya kepada orang lain atau perseroan mengeluarkan saham baru kepada orang lain. Jika dalam jangka waktu tersebut pemegang saham tetap kurang dari dua orang, pemegang saham bertanggung jawab secara pribadi atas segala perikatan dan kerugian perseroan, dan atas permohonan pihak yang berkepentingan, Pengadilan Negeri dapat membubarkan Perseroan tersebut.10

8

Marianna Sutadi, beberapa penyelesaian Permasalahan Oleh Pengadilan Menurut

Undang-Undang No. 40 Tahun 2007, disampaikan pada Seminar sehari “Aspek-Aspek Penting

Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas”, Rabu, 28 Nopember 2007, Jakarta. Hal. 1

9

Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas 10


(15)

Dalam menjalankan usaha di bidang perdagangan, banyak alasan PT menjadi pilihan. Hal ini dikarenakan perseroan terbatas lebih efisien dibandingkan dengan bentuk badan hukum lainnya. Mengapa? Karena perseroan terbatas dapat digunakan untuk mengakomodasikan kegiataan usaha dari yang terkecil yaitu bisnis perorangan (one-person business) sampai yang terbesar yaitu bisnis multinasional. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (Selanjutnya disingkat UUPT) di dalam beberapa Pasal pengaturannya ditujukan untuk memberi perlindungan kepentingan bagi setiap pemegang saham, kreditur dan para pihak ketiga yang berhubungan dengan aktivitas perseroan terbatas. Kegiatan berusaha tersebut dapat dilakukan secara pribadi dengan segala konsekuensinya dan dapat pula dilakukan dalam bentuk kerja sama antar pribadi atau antar kelompok. Di samping itu mengenai bentuk usaha yang dipilih pada dasarnya sangat bergantung pada berbagai hal baik faktor internal maupun eksternal dari para pihak yang mendirikan perusahaan. Sedangkan berdasarkan sumber dana yang dimanfaatkan untuk mendirikan perusahaan maka bentuk perseroaan terbatas sangat diminati.11 Di samping itu juga cukup beralasan mengapa perseroan terbatas yang diminati, karena secara filosofi bahwa pendirian perseroan terbatas yang dilakukan oleh sekolompok orang tersebut semata-mata memiliki tujuan untuk memajukan perusahaan.

UUPT yang telah ada jika dibandingkan dengan peraturan yang lama dalam hal isinya telah mengalami kemajuan yang signifikan, ketentuan-ketentuan dalam

11

Baca Marzuki Usman, Djoko Koesnadi, Arys Ilyas, Hasan Zein M., I Gede Putu Ary Suta, I Nyoman Tjager, Srihandoko, ABC Pasal Modal Indonesia, (Jakarta : Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia/Institut Bankir Indonesia & Ikatan Sarjana Ekonomi DKI Jaya, 1990), hal. 165.


(16)

UUPT saat ini dapat dikatakan lengkap dan terperinci. Di dalamnya dikenal perbedaan perseroan tertutup dengan perseroan terbuka, diatur tentang bagaimana perlindungan modal dan kekayaan perusahaan, juga tentang penggunaan laba, pengambilalihan perseroan, juga bagaimana jika perseroan melakukan perbuatan melanggar hukum. Namun sebagaimana diketahui bahwa sampai saat ini UUPT lebih terkonsentrasi pada pembahasan mengenai Anggaran Dasar, RUPS dan cara pendirian PT. Masalah yang paling signifikan yang tidak tergambar dalam UUPT ini adalah pertanggungjawaban organ-organ dalam perseroan, dalam hal ini dikhususkan pada organ perseroan yang yang disebut dengan Direksi. Yang mana bentuk pertanggungjawaban tersebut apakah itu pertanggungjawab secara perdata maupun pertanggungjawaban secara pidana.

Organ perseroan, menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 yaitu Pertama rapat umum pemegang saham, Kedua, direksi dan Ketiga, Dewan Komisaris.12 RUPS adalah rapat yang diselenggarakan oleh direksi perseroan setiap tahun dan setiap waktu berdasarkan kepentingan perseroan, ataupun atas permintaan pemegang saham sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.13

Salah satu pemikiran yang muncul dalam UUPT dalam hal RUPS adalah

Pertama, RUPS terdiri atas RUPS Tahunan dan RUPS lainnya. Dalam hal RUPS

tahunan wajib diadakan dalam jangka waktu paling lambat 6 bulan setelah tahun

12

I. G, Rai Widjaya, Hukum Perusahaan, (Jakarta: Megapoin Kesaint Blanc, 2002). hal 257, dalam hal ini ketentuan tentang organ perseroan tidak mengalami perubahan jika dibandingkan dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas.

13


(17)

buku berakhir, sedangkan RUPS lainnya dapat diadakan setiap waktu berdasarkan kebutuhan untuk kepentingan perseroan. Kedua, bahwa RUPS berhak memperoleh keterangan yang berkaitan dengan kepentingan perseroan dari direksi dan Dewan Komisaris.

Jika dibandingkan dengan hukum perusahan yang diatur dalam sistem hukum common law maka Perseroan Terbatas (United Company by “Shares,

Naamloze Vennooschap”) adalah “asosiasi modal” yang oleh Undang-undang diberi

status badan hukum. Hakim Agung John Marshal dari Mahkamah Agung (MA) Amerika Serikat mendefinisikan PT sebagai keberadaan semu, tidak terlihat, tidak berbentuk nyata dan hanya ada dalam pertimbangan hukum. Selanjutnya lebih jelas MA ini mendefinisikan PT sebagai “asosiasi” sejumlah individu yang bersatu untuk maksud tertentu dan oleh Undang-Undang diperbolehkan menggunakan modal bersama tersebut dan mengganti anggota yang terdapat dalam asosiasi tanpa harus membubarkan asosiasi tersebut.14

Sehubungan dengan hal tersebut, PT merupakan kreasi hukum dan subyek hukum mandiri. PT sebagai subyek hukum mandiri keberadaannya tidak tergantung dari keberadaan para pemegang saham. Sekalipun terjadi pergantian tersebut tidak mengubah keberadaan PT selaku “personal standi in judicio” (subyek hukum mandiri). Di sinilah letak perbedaan hakiki antara PT sebagai asosiasi modal dengan persekutuan perdata, seperti Firma dan CV sebagai asosiasi perorangan. “Keberadaan

14

Bismar Nasution, Diktat Hukum Perusahaan, Program Magister Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. hal. 2-3


(18)

dan Kemandirian Perseroan Terbatas sebagai Badan Usaha Tunggal dan Sebagai Anggota Grup” yaitu berbentuk perseroan yang berdiri untuk menjalankan suatu perusahaan dengan modal terbagi atas saham-saham, dalam hal ini para pemegang saham (pesero) hanya bertanggung-jawab untuk perikatan-perikatan PT sebesar jumlah saham yang mereka miliki. Selanjutnya PT sekaligus adalah wadah yang di dalamnya diwujudkan kerjasama para pemegang saham (asosiasi saham).15

Berdasarkan hal tersebut maka organ yang terdapat dalam PT harus dapat memiliki kewajiban masing-masing dalam menjalankan PT. Artinya dapat dicontohkan dimana dalam pemikiran UUPT ini sebagai penyelenggara RUPS adalah direksi.

Adapun yang dimaksud dengan direksi adalah organ perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Direksi kedudukannya sebagai eksekutif dalam perseroan, tindakannya dibatasi oleh anggaran dasar perseroan. Apabila dalam pengurusan perseroan bertindak melampui wewenangnya, maka berdasarkan Pasal 97 ayat (3) anggota direksi yang demikian bertanggung jawab penuh secara pribadi.

Ketentuan yang terdapat dalam UUPT dalam hal tugas direksi di atur dalam Pasal 92 ayat (1) yang menyatakan bahwa kepengurusan perseroan dilakukan oleh direksi. Kemudian penjelasan Pasal 92 ayat (1) UUPT menyatakan bahwa ketentuan ini menugaskan direksi untuk mengurus perseroan yang antara lain meliputi

15


(19)

pengurusan sehari-hari dari perseroan. Kemudian Pasal 1 angka 5 UUPT menyatakan bahwa direksi adalah organ perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Hal ini berarti bahwa direksi merupakan salah satu organ perseroan terbatas yang tugas dan fungsinya melakukan kepengurusan sehari-hari dari perseroan terbatas serta mewakili badan hukum dalam melakukan perbuatan hukum dalam rangka hubungan hukum tertentu. Pada hakikatnya, hanya direksilah yang diberi kekuasaan untuk mengurusi dan mewakili perseroan terbatas baik di dalam maupun di luar pengadilan. Dalam mengurusi dan mewakili perseroan terbatas, hendaknya direksi memperhatikan kepentingan dan tujuan perseroan terbatas.

Jika melihat tugas dan kewenangan yang diberikan Undang-Undang kepada direksi dalam menjalankan perusahaan maka salah satu kewajiban yang timbul pada direksi adalah melaksanakan RUPS. RUPS yang dimaksud di sini yaitu RUPS Tahunan, yang mana penyelenggaraan RUPS tahunan ini memberikan gambaran kepada pemegang saham atas perkembangan perusahaan, baik itu dalam pelaporan pertanggungjawaban keuangan perusahan, untuk maupun ruginya perusahaan dalam perjalanan satu tahun kalender.

Direksi menyelenggarakan RUPS tahunan dan untuk kepentingan perseroan berwenang menyelenggarakan RUPS lainnya. Namun jika direksi berhalangan atau antara direksi dengan perseroan terjadi suatu pertentangan maka yang menyelenggarakan RUPS adalah Dewan Komisaris. Kemudian juga akan timbul


(20)

pertanyaan bagaimana jika Dewan Komisaris juga tidak dapat menyelenggarakan RUPS, padahal RUPS tahunan wajib diselenggarakan?

Untuk mengatasi tersebut, UUPT memberikan kewenangan kepada pemegang saham untuk menyelenggarakan RUPS atau dapat juga dilakukan atas satu pemegang saham atau lebih yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah yang lebih kecil sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar perseroan yang bersangkutan.16 Tetapi prosedurnya harus meminta bantuan Pengadilan Negeri terlebih dahulu yaitu dengan cara pemegang saham mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri agar mereka diberikan izin untuk melakukan pemanggilan RUPS.17

Permintaan pemegang saham tersebut diajukan kepada direksi atau Dewan Komisaris dengan surat tercatat disertai alasan yang diajukan tersebut. Namun kadang kala direksi sebagai organ perseroan tidak melaksanakan RUPS sebagai kewajibannya terhadap PT. RUPS merupakan organ yang memegang kekuasaan

16

I.G. Rai Widjaja, Log.Cit. 17

Pasal 80 ayat (1) UUPT menentukan bahwa Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan perseroan dapat memberikan izin kepada pemohon untuk :

a.Melakukan sendiri pemanggilan RUPS tahunan, atas permohonan pemegang saham apabila direksi atau Dewan Komisaris tidak menyelenggarakan RUPS tahunan pada waktu yang telah ditentukan.

b.Melakukan sendiri pemanggilan RUPS lainnya, atas permohonan pemegang saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2), apabila direksi atau Dewan Komisaris setelah lewat waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak permintaan tidak melakukan pemanggilan RUPS lainnya.


(21)

tertinggi dalam perseroan dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada organ perseroan lainnya.18

Pengaturan yang terdapat dalam perundang-undangan yang terkait pada Perseroan sudah mengakomodir kebutuhan dalam hukum perusahaan namun masih terdapat kekurangan dalam hal pertanggungjawaban direksi. Di dalam undang-undang perseroan tidak terdapat secara nyata bagaimana bentuk dari pertanggunggungjawaban direksi tersebut. Apakah dalam bentuk pertanggungjawaban perdata atau pertanggungjawaban pidana. Jika melihat kondisi di dalam masyarakat, permasalahan hukum yang berkaitan dengan hukum perseroan sering dijumpai. Permasalahan hukum tersebut ada diselesaikan dengan perangkat hukum perdata yang dalam hal ini adalah suatu perbuatan melawan hukum dan atau dalam perangkat hukum pidana yang pada dasarnya adalah implikasi dari meminta pertanggungjawaban dari seorang direksi.

Permasalahan hukum yang dimaksud di atas telah terjadi pada suatu perusahaan yang bergerak dibidang perkebunan. Dalam perjalanan usahanya PT. Fajar Agung, yang bergerak di bidang perkebunan dan pengelolaan kelapa sawit, menjadikan pengadilan sebagai wadah dalam penyelesaian hukum yang terjadi dalam perusahaannya.19 Dalam perjalanan perusahaan ini, direksi tidak lagi menjalankan

18

Misalnya dalam Pasal 80 ayat (2) ditetapkan, RUPS berhak memperoleh segala keterangan yang berkaitan dengan kepentingan perseroan dari direksi dan Dewan Komisaris. Disini jelas bahwa kewenangan RUPS tersebut tidak mungkin dilimpahkan kepada organ-organ lainnya.

19

Jika melihat komoditi yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa perusahaan ini memiliki oriented bisnis yang sangat menguntungkan. PT Fajar Agung adalah sebuah PT tertutup yang mana masing-masing pemegang sahamnya memiliki pertalian saudara dan


(22)

kepengurusan PT seperti apa yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar perusahaan. Sehingga untung-ruginya perusahaan tidak dapat diketahui oleh pemegang saham lainnya, disebabkan direksi tersebut tidak pernah mempertanggungjawabkan keuangan perusahaan dalam RUPS tahunan karena direksi tersebut tidak melaksanakan RUPS tersebut.

Berdasarkan hal tersebut maka para pemegang saham melakukan tindakan dan perbuatan hukum dengan menempuh jalur hukum perdata dan pidana. Berdasarkan atas studi kasus ini maka penulis mengambil judul “Kewenangan Direksi Dalam Penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sebagai judul dalam penulisan tesis ini. Hal ini dikarenakan adanya hak pemegang saham untuk mendapatkan keadilan dalam sebuah perusahaan.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan dari uraian latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaturan RUPS dalam UUPT No. 40 Tahun 2007 ? 2. Bagaimana Kewajiban Direksi Dalam Penyelenggaraan RUPS?

3. Bagaimanakah akibat hukum apabila RUPS tidak dilaksanakan oleh Direksi?

juga adanya bentuk pendelegasian yang ganda dari setiap oragan yang ada di dalam PT. Salah satu dari pemegang saham mayoritasnya adalah Direksi.


(23)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan permasalahan yang diuraikan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui dan memahami secara normatif prinsip-prinsip RUPS dalam UUPT No. 40 Tahun 2007.

2. Untuk mengetahui dan memahami akibat hukum bagi direksi yang menolak pertangungjawabannya atau menolak hadir dalam RUPS.

3. Untuk mengetahui dan memahami upaya hukum yang dapat dilakukan bagi direksi yang menolak memberikan pertanggungjawabannya atau tidak hadir dalam RUPS.

D. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian tesis ini, adapun yang menjadi manfaat penelitian adalah dapat dilihat secara teoritis dan secara praktis :

1. Secara Teoritis

Diharapkan akan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan keilmuan, baik itu bagi pengembangan ilmu hukum ekonomi pada umumnya khususnya pada ilmu hukum perusahaan.

2. Secara Praktis

Secara praktis penelitian ini ditujukan kepada kalangan praktisi, agar dapat lebih mengetahui dan memahami tentang Pertanggungjawaban direksi Perseroan Yang lalai dalam melaksanakan tugasnya dengan peraturan perundang-undangan tentang hukum perusahaan di Indonesia. Penelitian ini juga sedapat mungkin dilakukan


(24)

agar dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Suatu peraturan yang baik adalah peraturan yang tidak saja memenuhi persyaratan-persyaratan formal sebagai suatu peraturan, tetapi menimbulkan rasa keadilan dan kepatutan dan dilaksanakan/ditegakkan dalam kenyataannya.

E. Keaslian Penulisan

Guna menghindari terjadinya duplikasi penelitian terhadap masalah yang sama, maka peneliti melakukan pengumpulan data tentang “Kewenangan Direksi Dalam Penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham”, dan juga pemeriksaan terhadap hasil-hasil penelitian yang ada mengenai hal-hal di atas, dan dalam pemeriksaan ini peneliti juga melihat beberapa penelitian yang terkait dengan hukum perusahaan baik itu terkait dengan RUPS, Direksi, dan Dewan Komisaris, namun disini memiliki subsatansi yang berbeda seperti pengaturannya, yaitu Undang-Undang yang mengaturnya. Oleh karenanya maka penelitian ini dapat dinyatakan belum pernah dilakukan dalam topik dan permasalahan yang sama oleh peneliti lainnya baik di lingkungan Universitas sumatera Utara maupun Perguruan Tinggi Lainnya.


(25)

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Untuk mengetahui tentang Kewenangan Direksi Dalam Penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham didasarkan kepada teori yang saling berkaitan, artinya teori yang belakangan merupakan reaksi atau perbaikan dari teori sebelumnya.

Teori yang dipergunakan berawal pada hak perorangan yang lahir dari perjanjian dalam mendirikan Badan Hukum yang berbentuk PT. Pasal 1 ayat 1 UUPT menyatakan bahwa Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut Perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksananya.

Dalam hukum perjanjian setiap orang yang melakukan perjanjian tersebut harus mematuhi apa yang menjadi hal-hal yang diperjanjikan. Hal tersebut harus dapat mengacu pada aturan tentang perjanjian sebagaimana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1320 yang mengatur tentang syarat sahnya suatu perjanjian, dan juga hal yang mengatur jika terjadi wanprestasi bagi pihak yang berjanji.

Dalam kaitannya dengan pertanggungjawaban Direksi, salah satunya adalah adanya unsur pertanggungjawaban yang terbatas dalam suatu perseroan bagi para pemegang saham, amggota direksi, dan Dewan Komisaris.


(26)

Suatu perseroan terbatas berbeda dengan suatu persekutuan yang bukan merupakan suatu legal entity dan tidak terpisah dari pada sekutu yang menjadi anggota persekutuan itu. Perseroan adalah legal entity perseroan tersebut. Sebagai

legal entity yang terpisah dari pemegang sahamnya, perseroan dalam melakukan

fungsi hukumnya bukan bertindak sebagai kuasa dari pemegang sahamnya, tetapi bertindak untuk dan atas nama dirinya sendiri. Para pemegang saham bukan merupakan pihak dari perjanjian yang dibuat oleh perseroan terbatas dengan pihak lain. Oleh karena itu, pemegang saham juga tidak berhak memaksakan pihak lain untuk melaksanakan kewajibannya yang ditentukan dalam perjanjian itu. Sebagai konsekwensinya, pihak ketiga tidak dapat menagih atau menggugat perseroan terbatas atas kewajiban hukum dari pemegang saham perseroan itu. Sebaliknya, perseroan terbatas juga tidak berhak menagih pihak ketiga atas kewajiban yang harus dibayarkan kepada pemegang saham perseroan itu.20 Dengan demikian, antara pemegang saham dan perseroan terbatas merupakan pihak yang terpisah. Dengan dipisahkannya harta kekayaan milik pribadi para pemegang saham dan harta kekayaan milik perseroan terbatas, tanggung jawab para pemegang saham hanya sebatas pada harta kekayaan milik pribadinya yang telah dimasukkan pada perseroan terbatas.

Dalam ilmu hukum dikenal doktrin keterbatasan tanggung jawab dari suatu badan hukum. Artinya, secara prinsipil setiap perbuatan yang dilakukan oleh suatu

20

Sutan Remmy Sjahdeini, Tanggung Jawab Pemegang Saham Perseroan Pailit, (Jakarta : Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, 2001), hal. 108


(27)

badan hukum hanya badan hukum sendiri yang bertanggung jawab. Para pemegang saham tidak bertanggung jawab, kecuali sebatas nilai saham yang dimasukkan.21 Hal ini berarti bahwa harta kekayaan pribadi para pemegang saham tidak ikut dipertanggungjawabkan sebagai tanggungan perikatan yang dilakukan oleh badan hukum yang bersangkutan.22 Prinsip atau asas ini dalam hukum perseroan dinamakan dengan the doctrine of separate legal personality of a compony atau the principle of

the company’s separate legal personality, yang disingkat dengan sebutan doctrine of separate corporate personality.23

Akan tetapi, hukum perseroan terbatas pada umumnya, termasuk Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas menentukan pengecualian berlakunya doktrin keterbatasan tanggung jawab tersebut, yang dalam hukum perseroan prinsip ini dinamakan dengan doctrine piercing the corporate veil atau

lifting the corporate veil. UUPT sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 3 Ayat (2)

bahwa dalam hal-hal tertentu, tidak tertutup kemungkinan hapusnya tangung jawab perseroan terbatas tersebut.24

21

Munir Fuady, Hukum Perusahaan dalam Paradigma Hukum Bisnis, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1999), hal. 125

22

Ciri utama suatu badan hukum adalah adanya pemisahan antara harta kekayaan badan hukum dan pribadi para pemegang saham.dengan demikian, para pemegang saham tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama badan hukum dan juga tidak bertangggung jawab atas kerugian badan hukum melebihi nilai saham yang dimasukkannya.

23

Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, (Bandung: Alumni , 2004), hal. 149

24

Hal-hal tertentu yang dimaksud antara lain apabila terbukti bahwa terjadi pembauran antara harta kekayaan pribadi pemegang saham dan harta kekayaan perseroan terbatas, sehingga perseroan terbatas didirikan semata-mata sebagai alat yang dipergunakan pemegang saham untuk memenuhi tujuan pribadinya. Dengan dianutnya prinsip atau asas piercing corporate veil dalam hukum perseroan, pertanggungjawaban hukum para pemegang saham yang semula terbatas dapat menjadi bias tak terbatas dalam hal-hal tertentu.


(28)

Berlakunya doktrin atau prinsip atau asas separate corporate personality menegaskan bahwa antara perseroan terbatas sebagai suatu legal entity dan para pemegang saham dari perseroan terbatas itu terdapat suatu tabir (veil) pemisah. Dalam ajaran atau teori hukum perseroan, tabir tersebut dinamakan dengan corporate

veil atau tabir perusahaan. Teori hukum perseroan, dalam keadaan tertentu tabir

tersebut dapat disingkap oleh hakim.25 Penyingkapan corporate veil itu artinya, dalam hal-hal tertentu keterbatasan tanggung jawab pemegang saham itu tidak berlaku lagi. Apabila terjadi atau terdapat hal-hal tertentu yang dimaksudkan itu, pemegang saham tidak dilindungi oleh the doctrine of separate legal personality of a

company atau the principle of the copony’s separate legal personality tersebut.26

Demikian pula jika memperhatikan apa yang terdapat dalam Pasal-Pasal UUPT, UUPT tidak saja mengakui tetapi juga menegaskan bahwa direksi dan Dewan Komisaris suatu perseroan terbatas memiliki tanggung jawab yang terbatas pula. Oleh karena itu tanggung jawab direksi dan Dewan Komisaris akan menjadi tidak terbatas pula dalam hal membuat dokumen perhintungan tahunan yang tidak benar dan/atau menyesatkan, kecuali dapat membuktikan bahwa keadaan tersebut bukan karena kesalahannya. Pasal 69 ayat (3) UUPT menentukan bahwa dalam hal dokumen perhitungan tahunan yang disediakan ternyata tidak benar dan atau menyesatkan anggota direksi dan Dewan Komisaris secara tanggung renteng bertanggung jawab

25

Artinya, apabila terjadi atau terdapat keadaan yang dimaksud, hakim dapat memutuskan agar pemegang saham bertanggung jawab secra pribadi sampai kepada harta pribadinya kepada kreditor perseroan yang dirugikan oleh perbuatan hukum yang dilakukan oleh perseroan.

26


(29)

terhadap pihak yang dirugikan. Perhitungan tahunan yang dihasilkan harus mencerminkan keadaan yang sebenarnya dari aktiva, kewajiban, modal, dan hasil usaha dari perseroan. Karena itu, direksi dan Dewan Komisaris mempunyai tanggung jawab penuh akan kebenaran isi perhitungan tahunan perseroan pada khususnya dan laporan tahunan pada umumnya.

Kemudian penelitian ini juga mengacu pada teori-teori yang berkenaan dengan pertangungjawaban direksi. Teori-teori yang berkenaan dengan pertanggungjawaban direksi dapat dilihat dalam prinsip fiduciary duty. Pengertian kepengurusan mencakup pada pengelolaan kekayaan perseroan, karena UUPT mengatur mekanisme yang memungkinkan terlaksananya prinsip fiduciary duty yang mencakup juga duty of care oleh direksi. Hal ini tampak pada pengaturan tugas masing-masing anggota direksi. Artinya, apabila anggota direksi yang bersangkutan salah atau lalai melaksanakan tugasnya dengan baik, sehingga perseroan dirugikan maka direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi dan pemegang saham dapat mengajukan gugatan ke pengadilan Negeri.

Dalam hal untuk menentukan Standar Duty of Loyality dan Duty of Care dalam pertanggungjawaban Direktur pada Perseroan Terbatas pada awalnya dapat dilihat dalam Teori Salomon27. Teori ini mengungkapkan bahwa pada sebuah pembentukan Perseroan Terbatas, perusahaan menjadi bagian terpisah dari orang yang membentuknya atau menjalankannya, dimana perusahaan tersebut mempunyai

27


(30)

hak dan kewajiban yang berkaitan erat dengan aktivitasnya bukan kepada orang yang memiliki atau menjalakannya.28

Dalam perkembangannya, Teori Solomon sering disalahgunakan oleh para pemilik atau direktur yang beritikad buruk untuk kepentingannya sendiri. Dalam hal ini maka dibuatlah pengecualian terhadap teori ini, misalnya dalam hal para pemilik dan direktur berada pada posisi yang tidak terlindungi (exposed position) maka mereka bertanggung jawab secara pribadi kepada akibat-akibat hukum dari perbuatan mereka.29

Oleh sebab itu direktur harus mengetahui tugas dan tanggung jawabnya kepada perusahaan untuk menghindari hal yang di atas. Hal ini berkaitan dengan Prinsip Tanggung Jawab Direktur atau yang sering disebut dengan Fiduciary Duty. 30 Prinsip ini meletakkan direktur sebagai trustee dalam pengertian hukum trust, sehingga seorang direktur haruslah mempunyai kepedulian dan kemampuan (Duty of

Care dan Duty of Loyality), itikad baik, loyalitas dan kejujuran terhadap

perusahaannya dengan derajat yang tinggi (High Degree).31 Prinsip ini memberikan perlindungan penting dari hak pemegang saham perusahaan, karena direktur

28

Dalam Dalam Bismar Nasution dan Zulkarnain Sitompul, Hukum Perusahaan, Bandung: BooksTerrace & Library, 2005, hal. 35 Lihat juga Christopher L. Ryan, Company Directors,

Liabilities, Rights and Duties, CCH Editions Limited, Third Edition, 1990 , hal 215.

29

. Ibid. hal 216 30

. Prinsip ini ditemukan dan dielaborasi oleh Court of Chancery pada sekitar abad 18-19 untuk menjamin bahwa orang yang memegang aset atau menjalankan fungsi dalam kapitasnya sebagai perwakilan untuk kepentingan orang lain berlaku dengan itikad baik dan secara konsisten melindungi kepentingan dari orang yang diwakilinya, Dalam Bismar Nasution dan Zulkarnain Sitompul, Op.cit, hal 33.

31

. Munir Fuady, Perseroan Terbatas- Paradigma Baru, (Bandung :PT. Citra Aditya Bakti, , 2003), hal 81.


(31)

mempunyai kewajiban untuk melindungi kepentingan pemegang saham dari tindakan sewenang-wenang pemegang saham mayoritas. Namun perlu ditekankan bahwa kewajiban utama dari direktur adalah kepada perusahaan secara keseluruhan bukan kepada pemegang saham baik secara individu maupun kelompok.32 Sesuai dengan posisi seorang direktur sebagai sebuah trustee dalam perusahaan. Posisi ini mengharuskan seorang direktur untuk tidak bertindak ceroboh dalam melakukan tugasnya (duty of care)33. Selain itu dalam melakukan tugasnya tersebut seorang direktur tidak boleh mengambil keuntungan untuk dirinya sendiri atas perusahaan (duty of loyality ).34 Pelanggaran terhadap kedua prinsip tersebut dalam hubungannya

dengan Fiduciary Duty dapat menyebabkan direktur untuk dimintai pertanggung jawaban hukumnya secara pribadi terhadap perbuatan yang dilakukannya. baik kepada para pemegang saham maupun kepada pihak lainnya.35

32

. Dalam Bismar Nasution dan Zulkarnain Sitompul, Op.Cit, hal 117. 33

. Ibid, Lihatjuga dalam, Denis Keenan & Josephine Biscare, Smith & Keenan’s Company

Law For Students, Financial Times, Pitman Publishing, 199, hal 317. lebih lanjut dalam hal 314-324

mereka mengatakan bahwa ada beberapa kewajiban yang harus dilakukan oleh seorang direktur yaitu: (1) kewajiban untuk secara optimal memupuk keuntungan bagi perusahaan dan tidak mengambil keuntungan pribadi bagi perusahaan dengan pihak lain. Direktur tidak boleh membuat apa yang disebut dengan secret profitand benefits from office. Dalam kaitannya ini harus dihindari terjadinya

conflict of interest. (2) irektur harus menggunakan kewenangannya untuk tujuan yang seharusnya

(propher purpose). (3) Direktur sebuah perusahaan dalam melaksanakan fungsinya termasuk pula memperhatikan kepentingan pegawai. (4) Direktur sebuah perusahaan dalam melaksanakan fungsinya juga harus memperhatikan kepentingan pemegang saham. (5) Direktur sebuah perusahaan harus memperhatikan kepentingan para kreditor.

34

. Ibid, Lihat juga dalam Joel Seligman, Corporations Cases and Materials, Little Brown and Company Boston New York Toronto London, 1995, hal 415. selanjutnya dalam hal 418 dinyatakan bahwa pelanggaran duty of loyality muncul apabila ada kepentingan pribadi yang mungkin terjadi karena : (1) seorang direktur melakukan transaksi dengan perusahaannya sendiri (2) dua perusahaan yang mempunyai satu orang direktur yang sama melakukan perjanjian (3) sebuah induk perusahaan melakukan transaksi dengan cabang perusahaannya sendiri

35

Pemegang saham dapat melakukan suatu gugatan derivative untuk kepentingan perseroan kepada direktur yang dianggap melakukan pelanggaran prinsip Fiduciary Duty. Beberapa tindakan ganti rugi yang dapat dituntut antara lain : (1) ganti rugi atau kompenasasi (2) Pengembalian


(32)

2. Konsepsi

Pertanggungjawaban direksi dalam kewajiban pelaksanaan RUPS yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pertanggungjawaban yang di bebankan kepada direksi.36 Dimana dalam melaksanakan perseroan tersebut direksi tidak melaksanakan apa yang diamanahkan oleh Undang-Undang dan anggaran dasar perseroan sehingga membawa dampak serta sanksi hukum baik berupa sanksi administratif, pidana maupun perdata. Perseroan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Perseroan Tertutup.

RUPS adalah rapat yang diselenggarakan oleh direksi perseroan setiap tahun dan setiap waktu berdasarkan kepentingan perseroan, ataupun atas permintaan pemegang saham sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.37

Adapun yang dimaksud dengan direksi adalah pengurus perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.38 Sedangkan Dewan Komisaris merupakan pengurus perseroan yang mempunyai tugas melakukan pengawasan dan memberi keuntungan yang diperoleh oleh direktur tersebut sebagai akibat dari tindakan yang menguntungkan dirinya secara tidak sah (3) permohonan untuk membatalkan perjanjian yang dibuat oleh direktur tersebut. (4) pengembalian harta kekayaan yang diperoleh direktur tersebut. Lihat Philip Lipton dan Abraham Herzberg, Understanding Company Law, (Brisbane: The Book Law Company Ltd, 1992), hal 342.

36

Defenisi ini diambil berdsarkan pemahaman penulis tesis terhadap penafsiran dari Pasal 97 ayat (2) Undang-undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

37

Merupakan penafsiran dari penulis tesis terhadap penyelenggaraan RUPS tahunan. 38

Penjabaran dari Pasal 92 dan Pasal 98 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.


(33)

nasehat kepada direksi dalam menjalankan perseroan. Dalam menjalankan tugasnya tersebut Dewan Komisaris juga dibatasi oleh anggaran dasar. Dewan Komisaris diharapkan bukan hanya dapat memberikan koreksi kepada direksi, melainkan diharapkan pula untuk memberikan jalan keluar jika terdapat kelemahan-kelemahan yang dialami direksi.

G. Metode Penelitian

Dalam penelitian tesis ini, yang dijadika objek metode penelitiannya adalah hukum positif. Berdasarkan objek tersebut maka penelitian ini menggunakan metode juridis normatif, yaitu mengkaji kaidah-kaidah hukum yang mengatur tentang larangan bagi direksi yang tidak mau melaksanakan RUPS pada perseroan terbatas..

Rangkaian kegiatan penelitian mulai dari pengumpulan data sampai pada analisis data dilakukan dengan memperhatikan kaidah-kaidah penelitian ilmiah, sebagai berikut:

1. Sifat Penelitian

Adapun sifat dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis, yaitu penelitian yang bertujuan memberikan gambaran tentang kewajiban direksi dalam melaksanakan RUPS sehingga memberikan gambaran terhadap permasalahan yang dikemukakan. Dengan demikian dalam penelitian ini tidak hanya ditujukan untuk mendeskripsikan gejala-gejala atau fenomena-fenomena hukum yang terkait dengan kepastian hukum dalam PT, akan tetapi lebih ditujukan untuk menganalisis


(34)

fenomena-fenomena hukum tersebut dan kemudian mendeskripsikannya secara sistimatis sesuai dengan kaidah-kaidah penulisan.

2. Metode Pendekatan

Jika melihat karakteristik perumusan masalah yang mana ditujukan untuk menganalisis kaidah-kaidah hukum tentang pertanggungjawaban direksi pada perseroan yang lalai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan maka jenis penelitian ini tergolong pada penelitian yuridis normatif. Dalam penelitian ini, hukum dipandang sebagai kaidah atau norma yang bersifat otonom dan bukan sebagai sebuah fenomena sosial. Oleh karena itu, penelitian ini menjadikan kaidah hukum sebagai hasil penelitian.

Metode penelitian hukum normatif adalah penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan. Ronald Dworkin menyebut metode penelitian tersebut juga sebagai penelitian doktrinal (doctrinal research), yaitu suatu penelitian yang menganalisis baik hukum sebagai law as it written in the book, maupun hukum sebagai law as it is decided by the judge through judicial process.39

Dalam penelitian ini, selain untuk mengumpulkan dan menganalisis data tentang kecukupan kaidah-kaidah hukum dalam Hukum Perusahaan, maka akan ditinjau pula tentang keserasian kaidah-kaidah hukum dalam Hukum Perusahaan

39

Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum, disampaikan pada dialog Interaktif Tentang penelitian Hukum dan Hasil Penulisan Hukum pada Majalah Akreditasi, Fakultas Hukum USU, Tanggal 18 Februari 2003, hal. 2.


(35)

tersebut dengan Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Hal ini dilakukan dengan memperbandingkan kaidah-kaidah hukum dalam Hukum Perusahaan dengan kaidah hukum dalam Undang-Undang Nomor. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas yang tidak terdapat pengaturan yang jelas tentang pertanggungjawaban direksi pada perseroan yang lalai dalam melaksanakan tugusnya sesuai dengan perintah Undang-Undang.

3. Sumber Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini yaitu melalui studi pustaka yang dihimpun dan diolah dengan melakukan pendekatan yuridis normatif. Penelitian deskriptif lebih mengutamakan data sekunder atau library research, yakni :

a. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Hukum Perusahaan, Putusan Pengadilan yang terkait dengan pertanggungjawaban Direksi dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berhubungan dengan obyek penelitian adalah merupakan bahan hukum primer.

b. Bahan-bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, berupa hasil penelitian para ahli, hasil karya ilmiah, buku-buku ilmiah, ceramah atau pidato yang berhubungan dengan penelitian ini adalah merupakan bahan hukum sekunder.


(36)

c. Bahan hukum tertier, kamus hukum, kamus ekonomi, kamus bahasa Inggris, Indonesia, Belanda dan artikel-artikel lainnya baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri, baik yang berdasarkan civil law maupun

common law yang bertujuan untuk mendukung bahan hukum primer dan

sekunder.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik Pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu dengan metode pengumpulan data melalui penelitian kepustakaan (library research). Hal ini untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian terdahulu yang berhubungan dengan objek telaahan penelitian ini yang dapat berupa peraturan perundang-undangan, buku, tulisan ilmiah dan karya-karya ilmiah lainnya.

5. Alat Pengumpulan Data a. Studi Dokumen

Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan studi dokumen dimana seluruh data sekunder yang dipergunakan dalam penelitian ini, dikumpulkan dengan mempergunakan studi pustaka (library research) sebagai alat pengumpulan data yang dilakukan di Perpustakaan Pusat Universitas Sumatera Utara (USU), baik melalui penelusuran katalog maupun browsing internet. Data sekunder selanjutnya


(37)

juga diperoleh dari Pengadilan Negeri Medan yaitu berupa putusan Pengadilan Negeri Medan yang terkait dengan permsalahan dalam penulisan tesis ini.

6. Analisis Data

Pada tahap awal pengumpulan data, dilakukan inventaris seluruh data dan atau dokumen yang relevan dengan topik pembahasan. Selanjutnya dilakukan pengkategorian data-data tersebut berdasarkan rumusan permasalahan yang telah ditetapkan. Data tersebut selanjutnya dianalisis dengan metode analisis yang sudah dipilih.

Data yang telah dikumpulkan dengan studi kepustakaan tersebut selanjutnya dianalisis dengan mempergunakan metode analisis kuantitatif yaitu analisis yang didasarkan atas data-data sekunder yang terkumpul yang mana didukung oleh logika berpikir secara induktif. Dipilihnya metode analisis induktif adalah agar gejala-gejala normatif yang diperhatikan dapat dianalisis dari berbagai aspek secara mendalam dan terintegral antara aspek yang satu dengan yang lainnya.


(38)

BAB II

RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM (RUPS) DALAM UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS

A. Perseroan Terbatas (PT)

Perseroan Terbatas sebagai suatu badan hukum dinyatakan telah berdiri setelah persyaratan yang ditetapkan oleh undang-undang dipenuhi. Proses pendirian dimulai pada saat anggaran dasar perusahaan diajukan ke departemen Kehakiman. Umumnya anggaran dasar mengatur hal-hal berikut:40

a. nama dan tempat kedudukan Perseroan;

b. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan; c. jangka waktu berdirinya Perseroan;

d. besarnya jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor;

e. jumlah saham, klasifikasi saham apabila ada berikut jumlah saham untuk tiap klasifikasi, hak-hak yang melekat pada setiap saham, dan nilai nominal setiap saham;

f. nama jabatan dan jumlah anggota Direksi dan Dewan Dewan Komisaris; g. penetapan tempat dan tata cara penyelenggaraan RUPS;

h. tata cara pengangkatan, penggantian, pemberhentian anggota Direksi dan Dewan Dewan Komisaris;

i. tata cara penggunaan laba dan pembagian dividen.

40


(39)

Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 15 ayat (1), anggaran dasar dapat juga memuat ketentuan lain yang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini. Dan Anggaran dasar tidak boleh memuat:

a. ketentuan tentang penerimaan bunga tetap atas saham; dan

b. ketentuan tentang pemberian manfaat pribadi kepada pendiri atau pihak lain. Anggaran dasar juga dapat mengatur hal-hal berikut:41

a. Preemptive rights, pemegang saham memiliki hak untuk membeli terlebih dahulu

atas saham yang dikeluarkan perusahaan berikutnya.

b. Hak untuk menilai, Dewan Komisaris dapat menilai tambahan dana yang disetor pemegang saham

c. Aturan lainnya yang tidak bertentangan dengan peraturan perundangan.

Masalah pertama dalam kasus perusahaan adalah apakah secara hukum perusahaan telah berdiri dan apabila belum konsekuensi hukum apa yang terjadi. Apabila salah satu persyaratan formal pendirian tidak dipenuhi atau tidak lengkap akibat apa yang ditimbulkannya. Pertanyaan ini muncul ketika pihak di luar perusahaan (misalnya kreditur) ingin menembus tirai perusahaan (corporate shield) dan meminta tanggungjawab pribadi pemegang saham atas kewajiban perseroan. Terdapat dua konsep berkenaan dengan masalah ini yaitu:42

a. Perseroan de jure. Suatu perseroan yang telah melengkapi seluruh ketentuan formal untuk pendirian secara hukum telah menjadi badan hukum. Hal-hal apa

41

Bismar Nasution, Op. Cit, hal. 5-6 42


(40)

saja yang dikategorikan sebagai kewajiban (mandatory) dan hal yang bagaiman dikatogorikan sebagai pedoman (directory) tergantung aturan yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.

b. Perseroan de facto. Teori mengajarkan bahwa meskipun suatu perseroan belum memenuhi seluruh kewajiban untuk mendapatkan status de jure, perseroan tersebut dapat dianggap telah cukup untuk mendapatkan status sebagai badan hukum apabila berhadapan dengan pihak ketiga (kecuali pemerintah). Untuk mendapatkan status de facto suatu perseroan harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Pertama, iktikad baik untuk memenuhi persyaratan perundangundangan. Kedua, iktikad baik dalam menjalankan perseroan seakan-akan perseroan telah berdiri.

Perseroan sebagai badan hukum memiliki hak dan tanggung jawab terpisah dengan pemegang sahamnya. Sebagai badan hukum memiliki utang dan kewajiban lainnya atas namanya sendiri dan bukan tanggung jawab pemegang saham. Sebaliknya perseroan tidak bertanggung jawab terhadap utang dan kewajiban para pemegang saham. Ketentuan ini dapat dikecualikan apabila telah terjadi suatu situasi yang dikenal dengan piercing the corporate veil. Situasi tersebut adalah. Pertama, terdapatnya fraud atau ketidak adilan bagi pihak ketiga (misalnya kreditur) dalam pengelolaan perusahaan. Kedua, pemegang saham tidak memperlakukan perusahaan sebagai badan yang terpisah akan tetapi menggunakannya untuk tujuan pribadi. Misalnya tidak melaksanakan pembukuan dengan baik, tidak melaksanakan Rapat Umum Pemegang saham sebagaimana telah ditentukan dan pengelolaan keuangan


(41)

secara semborono. Ketiga, perseroan kekurangan modal dibandingkan dengan utang dan kewajiban lainnya sehingga secara rasional risiko menjadi tinggi.Keempat, situasi lainnya yang menimbulkan ketidakadilan (fair) apabila perseroan tetap diakui sebagai badan hukum.43

Teori hukum dan terori bisnis sepakat bahwa suatu perseroan haruslah memiliki tujuan. Akan tetapi tidak tercapai kesepakatan tentang bagaimana persisnya tujuan tersebut. Teori bisnis cenderung menjelaskan tujuan sebagai strategi. Strategi adalah penentuan tujuan dasar jangka panjang dari perseroan, langkah tindakan dan alokasi sumber daya yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Strategi menyangkut hal-hal berikut:44

a. Pemilihan target pasar, definisi produk-produk dasar untuk menjawab permintaan pasar dan penentuan sistem ditribusi.

b. Pencocokan sumber daya dan kemampuan perusahaan dengan sumber daya dan kemampuan yang diinginkan sesuai dengan kesempatan pasar. Setelah dilakukan pilihan pasar disusun perencanaan alokasi sumber daya dan kemapuan.

c. Pemilihan keinginan dan nilai yang dibutuhkan dan d. Penentuan segmen sesuai dengan pandangan pengurus.

Sementara itu teori hukum lebih tertarik pada tujuan apa yang sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasar perseroan dan peratutan perundang-undangan yang

43

Chaidir Ali, Badan Hukum, (Bandung: Alumni, 2005), hal. 181 44


(42)

berlaku. Alasannya adalah anggaran dasar adalah kontrak antara pendiri dengan pemerintah. Pada awalnya masalahnya adalah apakah perusahaan telah melampaui kewenangan yang ditentukan dalam anggaran dasar. Masalahnya kemudian berkembang menjadi apakah perseroan masih dalam batas tujuan sebagaimana yang telah ditetapkan. Terkait erat dan masalah tujuan adalah masalah kewenangan. Dalam hukum perusahaan seringkali ditetapkan tindakan-tindakan yang dapat dilakukan oleh suatu perseroan. Jika perusahaan melakukan kegiatan tidak sesuai dengan tujuan atau kewenangan maka secara hukum perosahaan telah ultra vires (diluar kewenangan perseroan). Namun disatu sisi terkait dengan hal di atas maka pendiri dengan perseroan sebagai legal entity yang mempunyai personality hukum. Di dalam penulisan tesis ini peneliti hanya melihat apa yang dijadikan acuan secara teoritis dalam menjalankan sebagaimana yang diatur dalam perundang-undangan yang berlaku.

Dalam kaitannya dengan tujuan terdapat dua konsep. Pertama, kewenangan yang secara tegas ditentukan. Perseroan memiliki kewenangan sesuai dengan yang telah ditentukan oleh hukum perusahaan dan anggaran dasar. Kewenangan umum menentukan misalnya perusahaan dapat bertindak di dalam dan dilua pengadilan yang dalam hal ini diwakili oleh direksi, mimiliki kekayaan serta berutang dan meminjamkan uang. Sedangkan kewenangan terbatas menyangkut pengalihan aset perusahaan yang umumnya harus dengan persetujuan RUPS. Disamping kedua kewenangan tersebut perusahaan juga memiliki kewenangan yang tersirat (implied


(43)

power). Perusahaan dapat melakukan segala tindakan yang dianggap perlu untuk

kepentingan perusahaan kecuali hukum secara tegas melarang perbuatan tersebut. Setiap tindakan diluar kewenangan perusahaan adalah ultra vires. Suatu perbuatan atau tindakan dikatakan ultra vires apabila melampai kewenangan perusahaan, baik kewenangan yang secara tegas maupun implisit atau dilakukan tanpa ijin RUPS. Terdapat tiga konsekwensi hukum apabila terjadi ultra vires.

Pertama, ganti rugi, Kedua, pidana45 dan ketiga perjanjian. Umumnya ultra vires tidak dapat digunakan sebagai pembelaan atas tuntutan ganti rugi terhadap perusahaan akibat tindakan salah seorang karyawannya yang bertindak dalam cakupan pekerjaannya. Demikian pula halnya dalam hal terjadi dakwaan pidana. Sementara itu, dalam situasi tertentu tradisi common law membolehkan diajukannya gugatan ultra vires atas dasar kontrak yang dilakukan perusahaan. Meskipun hal ini tidak begitu diinginkan karena dapat mengganggu transaksi komersial. Penggunaan alasan ultra vires dibatasi. Gugatan ultra vires misalnya tidak dapat dilakukan apabila kontrak sudah dijalankan. Namun demikian perusahaan46 dalam hal ini adalah pemegang saham melalui gugatan derivatif dapat menggugat direksi dengan dasar direksi telah bertindak melampaui kewenangan. Sedangkan tindakan illegal bukan merupakan ultra vires dan perusahaan bertanggung jawab atas tindakan tersebut.

45

Terkait dengan pidana dalam hal ini dapat dilihat adanya pelanggran yang dilakukan terhadap apa yang dilarang di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, pakat itu penggelapan sebgaimana dinyatakan dalam Pasal 378 KUH Pidana.

46

Pada dasarnya perusahaan merupakan milik pemegang saham yang memberikan modalnya ke dalam perusahaan


(44)

Pada awalnya anggran dasar perusahaan disahkan oleh pemerintah berdasarkan teori bahwa perusahaan memberikan kontribusi untuk kepentingan masyarakat dismaping memberikan keuntungan bagi pemegang saham. Di akhir abad ke 19 terdapat pandangan bahwa perusahaan didirikan hanya untuk keuntungan pemegang saham Pada tahun 1930an mulai timbul perdebatan tentang tanggung jawab perusahaan. Perdebatan tersebut terus berlangsung sampai saat ini. Satu pihak berpendapat tujuan perusahaan adalah menyidiakan barang dan jasa terbaik. Tidak ada standard hukumyang dapat diberlakukan. Dan standar yang membolehkan terjadinya pemisahaan tidak sehat antara pemegang saham dan direksi. Sementara pihak lain berpendapat perusahaan memiliki tanggung jawab sosial dan harus menyeimbangkan kepentingan pemegang saham, pelanggan dan masyarakat secara luas.47

Pembangunan perekonimian nasional yang diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi yang berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional bertujuan untuk mewujudkan kesejateraan masyarakat.48

Peningkatan pembangunan perekonomian nasional perlu didukung oleh suatu Undang-Undangyang mengatur tentang perseroan terbatas yang dapat menjamin iklim dunia usaha yang kondusif. Selama ini perseroan terbatas telah

47 Ibid 48

Penjelasan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas bagian Umum


(45)

diatur dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas, yang menggantikan peraturan perundang-Undangan yang berasal dari zaman kolonial.49

Namun, dalam perkembangannya ketentuan dalam Undang-Undang tersebut dipandang tidak lagi memenuhi perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat karena keadaan ekonomi serta kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi sudahberkembang begitu pesatnya khususnya pada era globalisasi. Di samping itu, meningkatnya tuntutan masyarakat akan layanan yang cepat, kepastian hukum, serta tuntutan akan pengembangan dunia usaha yangs sesuai denga prinsip pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance) menuntut penyempurnaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas.

Setelah kurang lebih dari 12 Tahun, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas diberlakukan sebagai landasan hukum bagi Perseroan Terbatas dalam melaksanakan perannya sebagai badan usaha yang sekaligus sebagai badan hukum di dalam dunia usaha, maka Undang-Undang Perseroan Terbatas tersebut perlu berkembang sangat cepat.

Pada tanggal 20 Juli 2007 DPR RI bersama-sama Pemerintah telah mengambil keputusan politik yang sangat penting dan strategis bagi pembangunan dan pengembangan dunia usaha yaitu dengan disetujuinya bersama oleh DPR RI dan Pemerintah suatu Rancangan Undang-Undang yang mengatur tentang Perseroan Terbatas. Rancangan Undang-Undang Perseroan Terbatas tersebut, kemudian pada

49


(46)

tanggal 16 Agustus 2007 disahkan oleh Presiden menjadi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disingkat dengan UUPT) yang selanjutnya pada hari yang sama diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM RI.

Dengan demikian terhitung sejak tanggal 16 Agustus 2007, UUPT secara yuridis berlaku dan mengikat sebagai hukum positif untuk menata dan mengatur lalu lintas kegiatan usaha sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas.

Pembaharuan hukum Perseroan Terbatas melalui pengaturan kembali Undang-Undang Perseroan Terbatas yang lama menjadi UUPT tersebut, dilakukan dengan beberapa pertimbangan sebagai berikut :50

1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas tidak lagi memenuhi kebutuhan hukum masyarakat seiring dengan perubahan keadaan ekonomi, politik dan kemajuan teknologi komunikasi dan informasi pada eragloblisasi yang berlangsung cepat.

2. Meningkatnya tuntutan masyarakat akan pelayanan yang cepat, akurat dan menjamin kepastian hukum.

3. Dalam rangka mendukung terselenggaranya good corporate goverment di kalangan dunia usaha.

Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas yang terdiri dari 14 Bab dan 161 Pasal

50

AA. Oka Mahendra, Makalah disampaikan pada Refreshing Course Ikatan Notaris Indonesia, Tahun 2005, di Hotel Sahid, Jakarta


(47)

memuat ketentuan baik yang bersifat penambahan ketentuan baru, perubahan ketentuan lama maupun ketentuan lama masih dipertahankan karena dianggap masih relevan. Undang-Undang Perseroan Terbatas antara lain memuat p[okok-pokok pikiran sebagai berikut :51

1. Menegaskan Perseroan Terbatas adalah Badan Hukum yang merupakan persekutuan modal yang didirikan atas dasar perjanjian.

2. Memperkenalkan sistem elektronis di samping tetap mempertahankan sistem manual dalam keadaan tertentu, untuk pengajuan perubahan anggaran dasar, dalam rangka memenuhi tuntutan pelayannan yang cepat dan akurat.

3. Perubahan mengenai pengumuman dan pendaftaran akte pendirian Perseroan yang telah disahkan dan terhadap perubahan anggaran dasar.

4. Kewajiban Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia menyelenggarakan daftar Perseroan Terbatas dan juga mengumumkan akta pendirian perseroan terbatas beserta Keputusan Menteri Tentang Pengesahannya seabgai badan hukum, akta perubahan anggaran dasar perseroan terbatas yang telah disetujui berserta keputusan menterinya, serta perubahan anggaran dasar yang pemberitahuannya telah diterima oelh Menteri, dalam Tambahan Berita Negara RI.

51

Qomaruddin, Pembaharuan Undang Perseroan Terbatas Menurut

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Makalah disampaikan pada Refreshing


(48)

5. Mengatur secara lebih rinci mengenai RUPS, Direksi, dan Dewan Dewan Komisaris.

6. Mempertegas ketentuan mengenai pembubaran perseroan. 7. Melakukan perubahan-perubahan mengenai modal dan saham.

8. Dimungkinkannya pembelian kembali saham yang telah dikeluarkan oleh Perseroan sepanjang memenuhi persyaratan yang telah ditentukan dengan batas waktu Perseroan hanya boleh menguasai saham yang telah dibeli kembali paling lama 3 (tiga) tahun.

9. Kewajiban perseroan menyisihkan laba bersih sebagai cadangan paling sedikit 20 % dari jumlah modal yang telah ditempatkan dan disetor.

10.Kewajiban perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.

11.Diperkenalkan pembentukan Tim Ahli dengan tugas memberi masukan kepada Menteri berkenan dengan Perseroan Terbatas.

Untuk dapat gambaran secara umum tentang perubahan yang termaktub dalam UUPT dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 dapat dilihat dalam tabel dibawah ini :52

52


(49)

Tabel 1. Perbedaan Pengaturan Dalam Pasal-Pasal Pada Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 Dengan

Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 No Undang-Undang Nomo 1 Tahun

1995

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007

1 Ketentuan Umum Pasal 1 s.d. Pasal 6 Ketentuan Umum Pasal 1 s.d. Pasal 6 2 Pendirian, Anggaran Dasar,

Pengumuman Pasal 7 s.d. Pasal 23

Pendirian, Ad, dan Perubahan AD, Daftar Perseroan dan Pengumuman Pasal 7 s.d. Pasal 30

3 Modal dan Saham Pasal 24 – Pasal 55 Modal dan Saham Pasal 31 s.d. Pasal 62

4. Laporan Tahunan dan Penggunaan Laba Pasal 56 s.d. Pasal 62

Rencana Kerja, Laporan Tahunan, dan Penggunaan Laba Pasal 63 s.d. Pasal 73

5 Rapat Umum Pemegang Saham Pasal 63 s.d. Pasal 78

Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Pasal 74

6 Direksi dan Dewan Komisaris Pasal 79 s.d. 101

Rapat Umum Pemegang Saham Pasal 75 s.d Pasal Pasal 91

7 Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Pasal 102 s.d. Pasal 109

Direksi dan Dewan Komisaris Pasal 92 s.d. Pasal 127

8 Pemeriksaan terhadap Perseroan Pasal 110 s.d. Pasal 113

Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan dan Pemisahan

Usaha Pasal 122 s.d. Pasal 137 9 Pembubaran Perseroan dan Likuidasi

Pasal 114 s.d. Pasal 124

Pemeriksaan terhadap Perseroan Pasal 138 s.d. Pasal 141

10 Ketentuan Peralihan Pasal 125 s.d. Pasal 126

Pembubaran, likuidasi dan Berakhirnya Status Badan Hukum Perseroan Pasal 142 s.d. Pasal 152 11 Ketentuan lain-lain Pasal 127 Biaya Pasal 153

12 Ketentuan Penutup Pasal 128 s.d. Pasal 129

Ketentuan lain-lain Pasal 154 s.d. Pasal 156

Ketentuan Peralihan Pasal 157 s.d. Pasal 158

Ketentuan Penutup Pasal 159 s.d. Pasal 161


(50)

Jika melihat tabel di atas maka beberapa perbedaan yang terdapat dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 dengan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 secara subtansi tidak ada perbedaannya hanya saja sedikit jauh lebih sempurna pengaturannya. Dalam hal penambahan yang diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 seperti pada No. 4 Tabel di atas maka pada Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 hal yang diatur hanya tentang Laporan Tahunan dan Penggunaan Laba yaitu sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 56 s.d. Pasal 62. Sedangkan pada Undang-Undang No. 40 Tahun 20007 ada penambahan poin yaitu tentang rencana kerja. Bahwa kemudian berdasarkan tabel diatas maka hal yang belum diatur dalam Undang-Undang No. Tahun 1995 dengan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 adalah tentang Tanggung jawab sosial dan Lingkungan.

B. Organ Perseroan Terbatas

Perseroan terbatas mempunyai alat yang disebut organ perseroan, gunanya untuk menggerakkan perseroan agar badan hukum dapat berjalan sesuai dengan tujuannya. Organ perseroan terdiri dari tiga macam, yaitu :53

1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) 2. Direksi

3. Dewan Komisaris

Berdasarkan teori organisme dari Otto von Gireke, pengurus adalah organ atau alat perlengkapan dari badan hukum. Seperti halnya manusia mempunyai

53


(51)

organ seperti kaki, tangan, panca indera dan karena setiap gerakan organ-organ itu dikehendaki atau diperintahkan oleh otak manusia, berarti setiap gerakan atau aktivitas pengurus badan hukum dikehendaki atau diperintah oleh badan hukum sendiri, sehingga pengurus adalah personafikasi dari badan hukum itu sendiri. Sebaliknya menurut Paul scholten dan Bregstein, pengurus mewakili badan hukum. Berdasarkan analog pendapat Gierke dan Paul Schoulten maupun Brengstein tersebut, direksi bertindak mewakili perseroan sebagai badan hukum. Hakikat dari perwakilan bahwa seseorang melakukan melakukan sesuatu perbuatan untuk kepentingan orang lain atas tanggung jawab dari orang itu.54

Ketiga organ dari PT tersebut memiliki tugas dan wewenang yang berbeda satu sama lain di dalam UUPT. Namun, perbedaan dimaksud memiliki fungsi yang terkait dengan tujuan untuk menjalankan PT dengan sebaik-baiknya. Direksi kedudukannya sebagai eksekutif dalam perseroan, tindakannya dibatasi oleh anggaran dasar perseroan. Apabila dalam pengurusan perseroan bertindak melampui wewenangnya, maka berdasarkan Pasal 97 ayat (3) maka direksi yang demikian bertanggung jawab penuh secara pribadi. Sedangkan Dewan Komisaris merupakan organ yang mempunyai tugas melakukan pengawasan dan memberi nasihat kepada direksi dalam menjalankan perseroan. Dalam menjalankan tugasnya tersebut Dewan Komisaris juga dibatasi oleh anggaran dasar. Dewan Komisaris yang melakukan kesalahan dapat digugat ke Pengadilan oleh pemegang saham atas nama perseroan.55

54

Rachmadi Usman, Op. Cit, hal. 164 55


(52)

Pengelolaan suatu PT yang berlaku universal selalu melibatkan yaitu

Pertama, unsur penyandang dana, Kedua, unsur pengelola, dan Ketiga unsur

Pengawas. Ketiga unsur tersebut dalam PT dikenal sebagai pemegang saham, direksi, dan Dewan Komisaris dalam suatu struktur PT. Tidak atau kurang berfungsinya salah satu unsur di tersebut dapat mengakibatkan perseroan menjadi tidak berfungsi dengan baik, maka harmonisasi hubungan diantara organ PT tersebut menjadi persyaratan mutlak agar perseroan dapat berjalan dengan baik.56

Menurut pandangan klasik, ketiga organ PT mempunyai kedudukan berjenjang dengan RUPS sebagai pemegang kekuasaan tertinggi sehingga RUPS merupakan sentral kekuasaan. Jika direksi dan Dewan Komisaris memiliki kekuasaan, maka kekuasaan tersebut merupkan limpahan dari RUPS. Oleh karena itu, RUPS dapat menarik limpahan wewenang yang diberikan kepada direksi dan Dewan Komisaris. Pandangan klasik ini ternyata tidak dianut secara menyeluruh oleh UUPT. UUPT hanya menganut paham bahwa RUPS merupakan pemegang kekuasaan tertinggi, sedangkan mengenai kedudukan ketiga organ tersebut dalam UUPT menganut paham institusional yang mengatakan bahwa ketiga organ tersebut mempunyai kedudukan yang sederejat, yang satu tidak lebih tinggi dari pada yang

56

Agus Budiarto, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2002), hal 18


(53)

lainnya atau yang satu tidak untergeordenett melainkan kedudukannya neben yang lain.57

Jika Dewan Komisaris dan /atau direksi mempunyai wewenang maka wewenang tersebut bukan limpahan dari RUPS, melainkan diperoleh berdasarkan kekuatan undang-undang dan/atau anggaran dasar. Masing-masing diantara organ-organ tersebut mempunyai tugas dan wewenangnya sendiri-sendiri menurut Undang-Undang dan anggaran dasar yang tidak boleh dicampuri oleh oragan yang satu terhadap yang lain.

1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dengan Direksi

Direksi sebegai pemegang fungsi menejerial suatu perusahaan dituntut selalu dapat diciptakan suasana haromonis di antara organ PT dan harus melaksanakan kebijakan PT atas keputusan RUPS yang menurut pertimbangannya adalah demi kepentingan PT. Menurut ketentuan UUPT anggota direksi diangkat oleh RUPS.58 Selanjutnya, menurut ketentuan UUPT juga direksi mempunyai kewajiban untuk membuat dan memelihara daftar pemegang saham, risalah RUPS, dan risalah rapat direksi.59

2. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dengan Dewan Komisaris

Umumnya yang diangkat menjadi anggota Dewan Komisaris adalah orang-orang yang yang ahli dibidang hukum perusahaan, tokoh masyarakat ataupun

57

Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas Disertai Ulasan Menurut

Undang-Uindang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas, (Bandung : PT. Citra Aditya

Bakti, 2002), hal. 23 58

Pasal 94 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. 59


(54)

pemegang saham dengan pertimbangannya masing-masing. Anggota Dewan Komisaris biasanya adalah pemegang kuasa dari RUPS untuk mengawasi jalannya perseroan , karena hubungan hukum yang terjadi adalah hubungan pemberian kuasa. Namun demikia, kewenangan Dewan Komisaris menurut UUPT adalah didasarkan pada undang-undang dan anggran dasar, tidak karena adanya kuasa dari pemegang saham (RUPS). Dewan Komisaris mempunyai hubungan ganda dengan perseroan yaitu sebagai organ (bagian) PT dan hubungan kontraktua. Berbeda dengan hubungan kontraktual antara PT dengan direksi, hubungan kontraktual antara anggota Dewan Komisaris dengan PT tidak melahirkan hubungan hubungan kerja karena anggota Dewan Komisaris bukanlah pekerja perseroan yang tidak tunduk pada Pasal 1338 ayat (2) KUHPerdata.

3. Direksi dengan Dewan Komisaris

Direksi bertanggung jawab dan harus dapat dipertanggungjawabkan untuk melakukan pengurusan dan perwakilan kepentingan PT sebab PT merupakan

raison d’etre (sebab bagi keberadaan) direksi. Logikanya, direksi tidak akan ada

kalau tidak ada perseroan. Sedangkan Dewan Komisaris bertugas mengawasikebijaksanaan dan memberi nasehat kepada direksi dalam menjalankan pengurusan PT. Lebih jauh, Dewan Komisaris juga harus memastikan bahwa PT melaksanakan fungsi tanggung jawab sosial dan lingkungannya dan kepentingan stakeholders terhdap PT. Disamping itu Dewan


(55)

Komisaris harus memantau efektivitas praktik tata kelola perusahaan yang dilakukan PT.

C. RUPS Dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT)

RUPS merupakan tempat berkumpulnya para pemegang saham untuk membahas segala sesuatu yang berhubungan dengan perseroan. Forum ini yang memutuskan hal-hal yang penting dari suatu perusahaan, termasuk (tetapi tidak terbatas hanya kepada) pengangkatan atau pemberhentian Dewan Komisaris dan direktur, mengesahkan neraca rugi laba, memutuskan pembagian dividen, mengubah anggaran dasar, menyetujui atau tidak menyetujui merjer, akuisisi dan konsolidasi, bahkan membubarkan perusahaan. Dalam RUPS juga mempunyai hak untuk memperoleh segala keterangan dari pengurus perseroan dalam hal ini direksi dan Dewan Komisaris yang berkaitan dengan kepentingan perseroan.60

Dapat diketahui bahwa RUPS terbagi dalam dua macam. Pertama, RUPS tahunan, yang diselenggarakan setahun sekali menurut waktu dan tempat yang ditentukan dalam anggaran dasar. Kedua, RUPS luar biasa, yang diselenggarakan sewaktu-waktu, atas permintaan pemegang saham, Dewan Komisaris, direktur, bahkan juga atas perintah pengadilan.61

Oleh karena, RUPS sebagai organ perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Dewan Komisaris, maka RUPS

60

Hal ini dapat dicontohkan jika terdapat keraguan laporan tahunan, maka sebelum sampai mengambil keputusan sah tidaknya laporan tersebut, RUPS berhak menanyakan kepada direksi dan Dewan Komisaris tentang kebenaran laporan itu.

61


(56)

sangat penting kehadiran dan kedudukannya. Dengan demikian penyelenggaraan RUPS merupakan sesuatu keharusan dan wajib dilakukan.62 Selain itu juga bahwa segala putusan-putusan yang dibuat oleh RUPS wajib untuk ditaati dan dilaksanakan oleh direksi atau Dewan Komisaris perseroan terbatas.

Setiap organ dalam perseroan terbatas diberi kebebasan bergerak untuk melakukan tindakan dengan catatan bahwa hal tersebut dilakukan dengan dasar dan tujuan untuk kepentingan perseroan terbatas.

1. Hak dan Wewenang

RUPS mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Dewan Komisaris, dalam batas yang ditentukan dalam UUPT dan/atau anggaran dasar.63 Dalam forum RUPS, pemegang saham berhak memperoleh keterangan yang berkaitan dengan Perseroan dari Direksi dan/atau Dewan Dewan Komisaris, sepanjang berhubungan dengan mata acara rapat dan tidak bertentangan dengan kepentingan Perseroan.64

Hal tersebut dimaksudkan berkenaan dengan hak pemegang saham untuk memperoleh keterangan yang berkaitan dengan mata acara rapat dengan tidak mengurangi hak pemegang saham yang diatur dalam UUPT, antara lain :

62

Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

63 Ibid 64


(57)

a. Hak pemegang saham untuk mendapatkan melihat daftar pemegang saham dan daftar khusus.65

b. Serta hak pemegang saham untuk mendapatkan bahan-bahan rapat yang akan dibicarakan dalam RUPS, baik di kantor Perseroan maupun diminta pemegang saham yang diberikan secara cuma-Cuma, segera setelah pemanggilan RUPS.66

RUPS dalam mata acara lain tidak berhak mengambil keputusan, kecuali semua pemegang saham hadir dan/atau diwakili dalam RUPS dan menyetujui perubahan mata acara rapat. Keputusan atas nama mata acara rapat yang ditambahkan tersebut harus disetujui dengan saura bulat.

2. Tempat RUPS Diadakan/Diselenggarakan

RUPS diadakan dan diselenggarakan di tempat kedudukan Perseroan atau di tempat Perseroan melakukan kegiatan usahanya yang utama sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar.67 Terhadap RUPS Perseroan Terbuka dapat diadakan di tempat kedudukan bursa dimana saham perseroan dicatatkan. Tempat RUPS tersebut, termasuk terhadap RUPS Perseroan Terbuka, harus terletak di Wilayah Negara Republik Indonesia.

Jika dalam RUPS hadir dan /atau diwakili semua pemegang saham dan semua pemegang menyetujui diadakan di manapun dengan memperhatikan ketentuan

65

Pasal 50 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas 66

Pasal 82 Ayat (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

67


(1)

juga segala kebijakan yang diambil oleh direksi wajib diketahui atau melalui RUPS.

2. Undang-Undang Perseroan Terbatas dalam pengaturan sistem pertanggungjawaban pengurus berdasarkan pada fiduciary duty yang diamanahkan perseroan kepada pengurus. Pertanggungjawaban yang dimaksud ditujukan pada pengurus perseroan dalam hal ini adalah direktur dan Dewan Komisaris. Pertanggungjawaban yang diemban pada direksi dan Dewan Komisaris berprinsip pada fiduciary duty dan duty of care. Direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugasnya untuk kepentingan dan usaha perusahaan. Prinsip fiduciary duty yang melekat pada direksi tergambar dalam hal adanya hak pemegang saham dengan atas nama perusahaan yang diwakilkan paling sedikit 1/10 bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri terhadap direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada perseroan. Kelalaian dan kesalahan yang dimasud di sini adalah kelalaian dan kesalahan direksi terhadap kewajibannya kepada perusahaan antara lain dalam hal pelaksanaan RUPS. Dalam hal pelaksanaan RUPS tahunan Direksi memliki kewajiban sebagaimana di atur dalam Pasal 66 ayat (1) yang menyatakan Direksi menyampaikan laporan tahunan kepada RUPS setelah ditelaah oleh Dewan Komisaris dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku Perseroan berakhir. Hal ini berarti RUPS tahunan wajib dilaksanakan oleh direksi.


(2)

3. Dalam pertanggungjawaban hukum bagi pengurus dalam penelitian ini adalah pertanggungjawaban pengurus yang tidak melaksanakan RUPS. RUPS dalam UUPT ditempatkan sebagai organ tertinggi dalam memiliki kewenangan yang tidak dimuliki oleh organ lain. Pelaksaan RUPS adalah kewajiban direksi dan Dewan Komisaris sebagai pengurus perseroan. Artinya, dengan tidak dilaksanakan RUPS, apakah itu karena kelalaian maupun kesalahan dari pengurus akan berdampak terhadap pengurus artinya pengurus dapat diminta pertanggungjawabannya yang dapat berupa pertanggungjawaban secara perdata, dan pertanggungjawaban secara pidana. Pertanggungjawaban pidana disini terkait dengan jabatannya sebagai direksi dan hal tersebut merupakan perbuatan berlanjut dari direksi ytiu dengan tidak dilaksanakannya RUPS tahunan oleh direksi. Bahwa pembuktian pidana adalah pembuktian secara materil sehingga perbuatan direksi tidak melaksanakan RUPS adalah perbuatan yang tidak dapat dipisahkan dengan perbuatannya melakukan penggelapan keuangan perusahaan.

B. Saran

Adapun hal-hal yang dapat disarankan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Semenjak di Undangkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas telah membawa warna baru dalam hukum perseroan di Indonesia Namun pembahasan dalam Undang-Undang tersebut terkonsentrasi


(3)

perseroan. Artinya terdapat hal-hal yang belum diatur secara tegas dalam Undang-Undang tersebut yaitu dalam hal sistem pertangungjawaban direksi dan Dewan Komisaris. Untuk itu, perlu adanya amandemen dalam Undang-Undang tersebut dalam hal pengaturan pertangungjawaban direksi dan Dewan Komisaris.

2. Selain pengaturan pertanggungjawaban direksi dan Dewan Komisaris perlu juga secara tegas diatur dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas mengenai tolak ukur atau standarisasi sejauhmana direksi atau Dewan Komisaris dapat diminta pertangungjawabannya. Sehingga bila terjadi permasalahan tidak diperlukan lagi penafsiran-penafsiran

3. Perlu adanya pengaturan dalam hal pertanggungjawaban secara administrasi, pidana, perdata jika pengurus perseroan akibat perbuatan telah merugikan perseroan atau pihak ketiga.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Ais, Chatamarrasjid, " Pengaruh Doktrin piercing The Corporate Veil dalam Hakum Perseroan Indonesia " Jurnal Hukum Bisnis, Volume 22 No. 6 Tahun 2003

---, Menyingkap Tabir Perseroan (Piercing The Corporate Veil), Kapita Selekta Hukum Perusahaan, (Bandung :Penerbit PT. Citra Aditya, Bakti, 2000)

Djaidir, Undang-Undang Perseroan Terbatas, Disajikan dalam Seminar Sehari Mengenai Undang Tentang Hak Tanggungan dan Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas Kantor Wilayah BRI Sumatera Utara, Medan, 21 Juni 1997

Fuady, Munir, Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law & Eksisten.sinya Dalam Hukum Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002) ---, Hukum Bisnis, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1994)

---, Hukum Perusahaan dalam Paradigma Hukum Bisnis, (Bandung:PT. Citra Aditya Bakti, 1999)

---, Perseroan Terbatas - paradigma Baru, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2003)

---, Perseroan Terbatas- Paradigma Baru, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003.)

Ismail, Chairuddin, Direksi dan Dewan Komisaris dalam Perbuatan Melawan Hukum Oleh Perseroan terbatas, (Jakarta: Merlyn Lestari, 2005)

Keenan, Denis & Josephine Biscare, Smith & Keenan’s Company Law For Students, Financial Times, Pitman Publishing, 1999

Kesowo, Bambang, Kedudukan Direksi : Suatu Tinjauan Berdasarkcm Konsep Fiduciary Duties, Makalah dalam Panel Diskusi Hubungan Antara Pemegaag Saham, Direksi dan Dewan Komisaris : Hak, Wewenang dan Tanggung Jawabnya, Jakarta, 12 Juni 1995

Lipton, Philip dan Abraham Herzberg, Understanding Company Law, Brisbane, The Book Law Company Ltd, 1992.

Lipton, Phillip, Understanding Company Law (Sydney: The Law Book Company Limited, 1993)

Nasution, Bismar, Diktat Hukum Pasar Modal : Good Corporate Governance, Perlindungan Lingkungan Hidup dan Insider Trading, Universitas


(5)

---, Diktat Hukum Perusahaan, Program Magister Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

---, KeterbukaanDalam Pasar Modal, (Jakarta:Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Program Pasca Sarjana, 2001)

---, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum, disampaikan pada dialog Interaktif Tentang penelitian Hukum dan Hasil Penulisan Hukum pada Majalah Akreditasi, Fakultas Hukum USU, Tanggal 18 Februari 2003.

---, Kejahatan Korporasi dan Pertanggung Jawabannya, Makalah pada Ceramah di Jajaran Kepolisian Daerah Sumatera Utara, Tanjung Morawa, tanggal 27 April 2006

Nasution, Bismar dan Zulkarnain Sitompul, Hukum Perusahaan, (Bandung: BooksTerrace & Library, 2005)

Prasetya, Rudhi, Kedudukan Mandiri dan Pertcmggurtgjawaban Terbatas dari Perseroan Terbatas, (Surabaya: Airlangga University Pres, 1983)

Rasjidi, Lili, Hukum Sebagai Suatu Sistem, (Bandung: Mandar Maju, 2003)

Ryan, Christopher L., Company Directors, Liabilities, Rights and Duties, CCH Editions Limited, Third Edition, 1990

Seligman, Joel, Corporations Cases and Materials, Little Brown and Company Boston New York Toronto London, 1995

Sjahdeini, Sutan Remmy, Tanggung Jawab Pemegang Saham Perseroan Pailit, (Jakarta : Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, 2001)

---, Tanggung jawab direksi, Dewan Komisaris, dan pemegang saham terhadap perseroan yang pailit, Makalah disajikan pad Lokakarya Hukum Kepailitan yang diselenggarakan oleh Ikatan Notaris Indonesia, sabtu, 224 Oktober 1998, di Hotel Sahid jaya, Jakarta

---, Tanggung Jawab Pemegang Saham Perseroan Pailit, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 14, Ju1i 2001

---, Hukum Kepailitan, (Jakarta : PT. Pustaka Utama Grafiti, 2002). Supramono, Gatot, Hukum Perseroan Terbatas Yang Baru, (Jakarta : Djambatan,

1996)

Tumbuan, Fred BG, Tanggung Jawab Direksi dan Dewan Komisaris serta RUPS Perseroan Terbatas menrurut Undang-undang No. l Tahun 1995, Makalah Kuliah S2 Fakultas Hukum Universitas Indonesia Tahun Ajaran 2001-2002


(6)

Usman, Marzuki, Djoko Koesnadi, Arys Ilyas, Hasan Zein M., I Gede Putu Ary Suta, I Nyoman Tjager, Srihandoko, ABC Pasal Modal Indonesia, Jakarta : Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia/Institut Bankir Indonesia & Ikatan Sarjana Ekonomi DKI Jaya, 1990

Usman, Rachmadi, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, (Bandung : Alumni, 2004)

Widjaya, I. G, Rai, Hukum Perusahaan, (Jakarta: Megapoin Kesaint Blanc, 2002) Winardi, Asas-asas Manajemen, (Bandung: Alumni, 1983).