BAB II RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM RUPS DALAM
UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS
A. Perseroan Terbatas PT
Perseroan Terbatas sebagai suatu badan hukum dinyatakan telah berdiri setelah persyaratan yang ditetapkan oleh undang-undang dipenuhi. Proses pendirian
dimulai pada saat anggaran dasar perusahaan diajukan ke departemen Kehakiman. Umumnya anggaran dasar mengatur hal-hal berikut:
40
a. nama dan tempat kedudukan Perseroan;
b. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan;
c. jangka waktu berdirinya Perseroan;
d. besarnya jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor;
e. jumlah saham, klasifikasi saham apabila ada berikut jumlah saham untuk tiap
klasifikasi, hak-hak yang melekat pada setiap saham, dan nilai nominal setiap saham;
f. nama jabatan dan jumlah anggota Direksi dan Dewan Dewan Komisaris;
g. penetapan tempat dan tata cara penyelenggaraan RUPS;
h. tata cara pengangkatan, penggantian, pemberhentian anggota Direksi dan Dewan
Dewan Komisaris; i.
tata cara penggunaan laba dan pembagian dividen.
40
Pasal 15 ayat 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.
Raja Runggu Deli Sitepu : Kewenangan Direksi Dalam Penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham, 2008 USU Repository © 2008
Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 15 ayat 1, anggaran dasar dapat juga memuat ketentuan lain yang tidak bertentangan dengan Undang-
Undang ini. Dan Anggaran dasar tidak boleh memuat: a.
ketentuan tentang penerimaan bunga tetap atas saham; dan b.
ketentuan tentang pemberian manfaat pribadi kepada pendiri atau pihak lain. Anggaran dasar juga dapat mengatur hal-hal berikut:
41
a. Preemptive rights, pemegang saham memiliki hak untuk membeli terlebih dahulu
atas saham yang dikeluarkan perusahaan berikutnya. b.
Hak untuk menilai, Dewan Komisaris dapat menilai tambahan dana yang disetor pemegang saham
c. Aturan lainnya yang tidak bertentangan dengan peraturan perundangan.
Masalah pertama dalam kasus perusahaan adalah apakah secara hukum perusahaan telah berdiri dan apabila belum konsekuensi hukum apa yang terjadi.
Apabila salah satu persyaratan formal pendirian tidak dipenuhi atau tidak lengkap akibat apa yang ditimbulkannya. Pertanyaan ini muncul ketika pihak di luar
perusahaan misalnya kreditur ingin menembus tirai perusahaan corporate shield dan meminta tanggungjawab pribadi pemegang saham atas kewajiban perseroan.
Terdapat dua konsep berkenaan dengan masalah ini yaitu:
42
a. Perseroan de jure. Suatu perseroan yang telah melengkapi seluruh ketentuan
formal untuk pendirian secara hukum telah menjadi badan hukum. Hal-hal apa
41
Bismar Nasution, Op. Cit, hal. 5-6
42
Ibid
Raja Runggu Deli Sitepu : Kewenangan Direksi Dalam Penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham, 2008 USU Repository © 2008
saja yang dikategorikan sebagai kewajiban mandatory dan hal yang bagaiman dikatogorikan sebagai pedoman directory tergantung aturan yang ditetapkan
oleh peraturan perundang-undangan. b.
Perseroan de facto. Teori mengajarkan bahwa meskipun suatu perseroan belum memenuhi seluruh kewajiban untuk mendapatkan status de jure, perseroan
tersebut dapat dianggap telah cukup untuk mendapatkan status sebagai badan hukum apabila berhadapan dengan pihak ketiga kecuali pemerintah. Untuk
mendapatkan status de facto suatu perseroan harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Pertama, iktikad baik untuk memenuhi persyaratan
perundangundangan. Kedua, iktikad baik dalam menjalankan perseroan seakan- akan perseroan telah berdiri.
Perseroan sebagai badan hukum memiliki hak dan tanggung jawab terpisah dengan pemegang sahamnya. Sebagai badan hukum memiliki utang dan kewajiban
lainnya atas namanya sendiri dan bukan tanggung jawab pemegang saham. Sebaliknya perseroan tidak bertanggung jawab terhadap utang dan kewajiban para
pemegang saham. Ketentuan ini dapat dikecualikan apabila telah terjadi suatu situasi yang dikenal dengan piercing the corporate veil. Situasi tersebut adalah. Pertama,
terdapatnya fraud atau ketidak adilan bagi pihak ketiga misalnya kreditur dalam pengelolaan perusahaan. Kedua, pemegang saham tidak memperlakukan perusahaan
sebagai badan yang terpisah akan tetapi menggunakannya untuk tujuan pribadi. Misalnya tidak melaksanakan pembukuan dengan baik, tidak melaksanakan Rapat
Umum Pemegang saham sebagaimana telah ditentukan dan pengelolaan keuangan
Raja Runggu Deli Sitepu : Kewenangan Direksi Dalam Penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham, 2008 USU Repository © 2008
secara semborono. Ketiga, perseroan kekurangan modal dibandingkan dengan utang dan kewajiban lainnya sehingga secara rasional risiko menjadi tinggi.Keempat, situasi
lainnya yang menimbulkan ketidakadilan fair apabila perseroan tetap diakui sebagai badan hukum.
43
Teori hukum dan terori bisnis sepakat bahwa suatu perseroan haruslah memiliki tujuan. Akan tetapi tidak tercapai kesepakatan tentang bagaimana persisnya
tujuan tersebut. Teori bisnis cenderung menjelaskan tujuan sebagai strategi. Strategi adalah penentuan tujuan dasar jangka panjang dari perseroan, langkah tindakan dan
alokasi sumber daya yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Strategi menyangkut hal-hal berikut:
44
a. Pemilihan target pasar, definisi produk-produk dasar untuk menjawab
permintaan pasar dan penentuan sistem ditribusi. b.
Pencocokan sumber daya dan kemampuan perusahaan dengan sumber daya dan kemampuan yang diinginkan sesuai dengan kesempatan pasar. Setelah
dilakukan pilihan pasar disusun perencanaan alokasi sumber daya dan kemapuan.
c. Pemilihan keinginan dan nilai yang dibutuhkan dan
d. Penentuan segmen sesuai dengan pandangan pengurus.
Sementara itu teori hukum lebih tertarik pada tujuan apa yang sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasar perseroan dan peratutan perundang-undangan yang
43
Chaidir Ali, Badan Hukum, Bandung: Alumni, 2005, hal. 181
44
Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis, Jakarta : Rajwali Press, 200, hal. 8
Raja Runggu Deli Sitepu : Kewenangan Direksi Dalam Penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham, 2008 USU Repository © 2008
berlaku. Alasannya adalah anggaran dasar adalah kontrak antara pendiri dengan pemerintah. Pada awalnya masalahnya adalah apakah perusahaan telah melampaui
kewenangan yang ditentukan dalam anggaran dasar. Masalahnya kemudian berkembang menjadi apakah perseroan masih dalam batas tujuan sebagaimana yang
telah ditetapkan. Terkait erat dan masalah tujuan adalah masalah kewenangan. Dalam hukum perusahaan seringkali ditetapkan tindakan-tindakan yang dapat dilakukan oleh
suatu perseroan. Jika perusahaan melakukan kegiatan tidak sesuai dengan tujuan atau kewenangan maka secara hukum perosahaan telah ultra vires diluar kewenangan
perseroan. Namun disatu sisi terkait dengan hal di atas maka pendiri dengan perseroan sebagai legal entity yang mempunyai personality hukum. Di dalam
penulisan tesis ini peneliti hanya melihat apa yang dijadikan acuan secara teoritis dalam menjalankan sebagaimana yang diatur dalam perundang-undangan yang
berlaku. Dalam kaitannya dengan tujuan terdapat dua konsep. Pertama, kewenangan
yang secara tegas ditentukan. Perseroan memiliki kewenangan sesuai dengan yang telah ditentukan oleh hukum perusahaan dan anggaran dasar. Kewenangan umum
menentukan misalnya perusahaan dapat bertindak di dalam dan dilua pengadilan yang dalam hal ini diwakili oleh direksi, mimiliki kekayaan serta berutang dan
meminjamkan uang. Sedangkan kewenangan terbatas menyangkut pengalihan aset perusahaan yang umumnya harus dengan persetujuan RUPS. Disamping kedua
kewenangan tersebut perusahaan juga memiliki kewenangan yang tersirat implied
Raja Runggu Deli Sitepu : Kewenangan Direksi Dalam Penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham, 2008 USU Repository © 2008
power. Perusahaan dapat melakukan segala tindakan yang dianggap perlu untuk kepentingan perusahaan kecuali hukum secara tegas melarang perbuatan tersebut.
Setiap tindakan diluar kewenangan perusahaan adalah ultra vires. Suatu perbuatan atau tindakan dikatakan ultra vires apabila melampai kewenangan
perusahaan, baik kewenangan yang secara tegas maupun implisit atau dilakukan tanpa ijin RUPS. Terdapat tiga konsekwensi hukum apabila terjadi ultra vires.
Pertama, ganti rugi, Kedua, pidana
45
dan ketiga perjanjian. Umumnya ultra vires tidak dapat digunakan sebagai pembelaan atas tuntutan ganti rugi terhadap
perusahaan akibat tindakan salah seorang karyawannya yang bertindak dalam cakupan pekerjaannya. Demikian pula halnya dalam hal terjadi dakwaan pidana.
Sementara itu, dalam situasi tertentu tradisi common law membolehkan diajukannya gugatan ultra vires atas dasar kontrak yang dilakukan perusahaan. Meskipun hal ini
tidak begitu diinginkan karena dapat mengganggu transaksi komersial. Penggunaan alasan ultra vires dibatasi. Gugatan ultra vires misalnya tidak dapat dilakukan apabila
kontrak sudah dijalankan. Namun demikian perusahaan
46
dalam hal ini adalah pemegang saham melalui gugatan derivatif dapat menggugat direksi dengan dasar
direksi telah bertindak melampaui kewenangan. Sedangkan tindakan illegal bukan merupakan ultra vires dan perusahaan bertanggung jawab atas tindakan tersebut.
45
Terkait dengan pidana dalam hal ini dapat dilihat adanya pelanggran yang dilakukan terhadap apa yang dilarang di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, pakat itu penggelapan
sebgaimana dinyatakan dalam Pasal 378 KUH Pidana.
46
Pada dasarnya perusahaan merupakan milik pemegang saham yang memberikan modalnya ke dalam perusahaan
Raja Runggu Deli Sitepu : Kewenangan Direksi Dalam Penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham, 2008 USU Repository © 2008
Pada awalnya anggran dasar perusahaan disahkan oleh pemerintah berdasarkan teori bahwa perusahaan memberikan kontribusi untuk kepentingan
masyarakat dismaping memberikan keuntungan bagi pemegang saham. Di akhir abad ke 19 terdapat pandangan bahwa perusahaan didirikan hanya untuk keuntungan
pemegang saham Pada tahun 1930an mulai timbul perdebatan tentang tanggung jawab perusahaan. Perdebatan tersebut terus berlangsung sampai saat ini. Satu pihak
berpendapat tujuan perusahaan adalah menyidiakan barang dan jasa terbaik. Tidak ada standard hukumyang dapat diberlakukan. Dan standar yang membolehkan
terjadinya pemisahaan tidak sehat antara pemegang saham dan direksi. Sementara pihak lain berpendapat perusahaan memiliki tanggung jawab sosial dan harus
menyeimbangkan kepentingan pemegang saham, pelanggan dan masyarakat secara luas.
47
Pembangunan perekonimian nasional yang diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi yang berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional bertujuan untuk mewujudkan kesejateraan
masyarakat.
48
Peningkatan pembangunan perekonomian nasional perlu didukung oleh suatu Undang-Undangyang mengatur tentang perseroan terbatas yang dapat
menjamin iklim dunia usaha yang kondusif. Selama ini perseroan terbatas telah
47
Ibid
48
Penjelasan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas bagian Umum
Raja Runggu Deli Sitepu : Kewenangan Direksi Dalam Penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham, 2008 USU Repository © 2008
diatur dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas, yang menggantikan peraturan perundang-Undangan yang berasal dari zaman
kolonial.
49
Namun, dalam perkembangannya ketentuan dalam Undang-Undang tersebut dipandang tidak lagi memenuhi perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat
karena keadaan ekonomi serta kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi sudahberkembang begitu pesatnya khususnya pada era globalisasi. Di samping itu,
meningkatnya tuntutan masyarakat akan layanan yang cepat, kepastian hukum, serta tuntutan akan pengembangan dunia usaha yangs sesuai denga prinsip pengelolaan
perusahaan yang baik good corporate governance menuntut penyempurnaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas.
Setelah kurang lebih dari 12 Tahun, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas diberlakukan sebagai landasan hukum bagi Perseroan
Terbatas dalam melaksanakan perannya sebagai badan usaha yang sekaligus sebagai badan hukum di dalam dunia usaha, maka Undang-Undang Perseroan Terbatas
tersebut perlu berkembang sangat cepat. Pada tanggal 20 Juli 2007 DPR RI bersama-sama Pemerintah telah
mengambil keputusan politik yang sangat penting dan strategis bagi pembangunan dan pengembangan dunia usaha yaitu dengan disetujuinya bersama oleh DPR RI dan
Pemerintah suatu Rancangan Undang-Undang yang mengatur tentang Perseroan Terbatas. Rancangan Undang-Undang Perseroan Terbatas tersebut, kemudian pada
49
Seperti pengaturan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
Raja Runggu Deli Sitepu : Kewenangan Direksi Dalam Penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham, 2008 USU Repository © 2008
tanggal 16 Agustus 2007 disahkan oleh Presiden menjadi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas selanjutnya disingkat dengan UUPT yang
selanjutnya pada hari yang sama diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM RI. Dengan demikian terhitung sejak tanggal 16 Agustus 2007, UUPT secara
yuridis berlaku dan mengikat sebagai hukum positif untuk menata dan mengatur lalu lintas kegiatan usaha sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995
Tentang Perseroan Terbatas. Pembaharuan hukum Perseroan Terbatas melalui pengaturan kembali
Undang-Undang Perseroan Terbatas yang lama menjadi UUPT tersebut, dilakukan dengan beberapa pertimbangan sebagai berikut :
50
1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas tidak lagi
memenuhi kebutuhan hukum masyarakat seiring dengan perubahan keadaan ekonomi, politik dan kemajuan teknologi komunikasi dan informasi pada
eragloblisasi yang berlangsung cepat. 2.
Meningkatnya tuntutan masyarakat akan pelayanan yang cepat, akurat dan menjamin kepastian hukum.
3. Dalam rangka mendukung terselenggaranya good corporate goverment di
kalangan dunia usaha. Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas yang terdiri dari 14 Bab dan 161 Pasal
50
AA. Oka Mahendra, Makalah disampaikan pada Refreshing Course Ikatan Notaris Indonesia, Tahun 2005, di Hotel Sahid, Jakarta
Raja Runggu Deli Sitepu : Kewenangan Direksi Dalam Penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham, 2008 USU Repository © 2008
memuat ketentuan baik yang bersifat penambahan ketentuan baru, perubahan ketentuan lama maupun ketentuan lama masih dipertahankan karena dianggap masih
relevan. Undang-Undang Perseroan Terbatas antara lain memuat p[okok-pokok pikiran sebagai berikut :
51
1. Menegaskan Perseroan Terbatas adalah Badan Hukum yang merupakan
persekutuan modal yang didirikan atas dasar perjanjian. 2.
Memperkenalkan sistem elektronis di samping tetap mempertahankan sistem manual dalam keadaan tertentu, untuk pengajuan perubahan
anggaran dasar, dalam rangka memenuhi tuntutan pelayannan yang cepat dan akurat.
3. Perubahan mengenai pengumuman dan pendaftaran akte pendirian
Perseroan yang telah disahkan dan terhadap perubahan anggaran dasar. 4.
Kewajiban Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia menyelenggarakan daftar Perseroan Terbatas dan juga mengumumkan akta pendirian perseroan
terbatas beserta Keputusan Menteri Tentang Pengesahannya seabgai badan hukum, akta perubahan anggaran dasar perseroan terbatas yang telah
disetujui berserta keputusan menterinya, serta perubahan anggaran dasar yang pemberitahuannya telah diterima oelh Menteri, dalam Tambahan
Berita Negara RI.
51
Qomaruddin, Pembaharuan Undang-Undang Perseroan Terbatas Menurut Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Makalah disampaikan pada Refreshing
Course Ikatan Notaris Indonesia, Tahun 2005, di Hotel Sahid, Jakarta
Raja Runggu Deli Sitepu : Kewenangan Direksi Dalam Penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham, 2008 USU Repository © 2008
5. Mengatur secara lebih rinci mengenai RUPS, Direksi, dan Dewan Dewan
Komisaris. 6.
Mempertegas ketentuan mengenai pembubaran perseroan. 7.
Melakukan perubahan-perubahan mengenai modal dan saham. 8.
Dimungkinkannya pembelian kembali saham yang telah dikeluarkan oleh Perseroan sepanjang memenuhi persyaratan yang telah ditentukan dengan
batas waktu Perseroan hanya boleh menguasai saham yang telah dibeli kembali paling lama 3 tiga tahun.
9. Kewajiban perseroan menyisihkan laba bersih sebagai cadangan paling
sedikit 20 dari jumlah modal yang telah ditempatkan dan disetor. 10.
Kewajiban perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang danatau berkaitan dengan sumber daya alam untuk melaksanakan tanggung
jawab sosial dan lingkungan. 11.
Diperkenalkan pembentukan Tim Ahli dengan tugas memberi masukan kepada Menteri berkenan dengan Perseroan Terbatas.
Untuk dapat gambaran secara umum tentang perubahan yang termaktub dalam UUPT dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 dapat dilihat dalam tabel
dibawah ini :
52
52
Ibid
Raja Runggu Deli Sitepu : Kewenangan Direksi Dalam Penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham, 2008 USU Repository © 2008
Tabel 1. Perbedaan Pengaturan Dalam Pasal-Pasal Pada Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 Dengan
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 No
Undang-Undang Nomo 1 Tahun 1995
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
1 Ketentuan Umum Pasal 1 s.d. Pasal 6
Ketentuan Umum Pasal 1 s.d. Pasal 6 2
Pendirian, Anggaran Dasar, Pengumuman Pasal 7 s.d. Pasal 23
Pendirian, Ad, dan Perubahan AD, Daftar Perseroan dan Pengumuman
Pasal 7 s.d. Pasal 30
3 Modal dan Saham Pasal 24 – Pasal 55
Modal dan Saham Pasal 31 s.d. Pasal 62
4. Laporan Tahunan dan Penggunaan Laba Pasal 56 s.d. Pasal 62
Rencana Kerja, Laporan Tahunan, dan Penggunaan Laba Pasal 63 s.d. Pasal
73
5 Rapat Umum Pemegang Saham Pasal
63 s.d. Pasal 78 Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan Pasal 74 6
Direksi dan Dewan Komisaris Pasal 79 s.d. 101
Rapat Umum Pemegang Saham Pasal 75 s.d Pasal Pasal 91
7 Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Pasal 102 s.d. Pasal
109 Direksi dan Dewan Komisaris Pasal
92 s.d. Pasal 127
8 Pemeriksaan terhadap Perseroan Pasal
110 s.d. Pasal 113 Penggabungan, Peleburan,
Pengambilalihan dan Pemisahan Usaha Pasal 122 s.d. Pasal 137
9 Pembubaran Perseroan dan Likuidasi
Pasal 114 s.d. Pasal 124 Pemeriksaan terhadap Perseroan Pasal
138 s.d. Pasal 141 10 Ketentuan Peralihan Pasal 125 s.d.
Pasal 126 Pembubaran, likuidasi dan
Berakhirnya Status Badan Hukum Perseroan Pasal 142 s.d. Pasal 152
11 Ketentuan lain-lain Pasal 127
Biaya Pasal 153 12
Ketentuan Penutup Pasal 128 s.d. Pasal 129
Ketentuan lain-lain Pasal 154 s.d. Pasal 156
Ketentuan Peralihan Pasal 157 s.d. Pasal 158
Ketentuan Penutup Pasal 159 s.d. Pasal 161
Raja Runggu Deli Sitepu : Kewenangan Direksi Dalam Penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham, 2008 USU Repository © 2008
Jika melihat tabel di atas maka beberapa perbedaan yang terdapat dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 dengan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007
secara subtansi tidak ada perbedaannya hanya saja sedikit jauh lebih sempurna pengaturannya. Dalam hal penambahan yang diatur dalam Undang-Undang No. 40
Tahun 2007 seperti pada No. 4 Tabel di atas maka pada Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 hal yang diatur hanya tentang Laporan Tahunan dan Penggunaan Laba yaitu
sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 56 s.d. Pasal 62. Sedangkan pada Undang- Undang No. 40 Tahun 20007 ada penambahan poin yaitu tentang rencana kerja.
Bahwa kemudian berdasarkan tabel diatas maka hal yang belum diatur dalam Undang-Undang No. Tahun 1995 dengan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 adalah
tentang Tanggung jawab sosial dan Lingkungan.
B. Organ Perseroan Terbatas