V HASI L PENELI TI AN DAN PEMBAHASAN

BAB I V HASI L PENELI TI AN DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian akan diuraikan dalam bentuk cerita berdasarkan pengalaman para informan yang terbagi ke dalam 4 (empat) sub bab. Sub bab pertama dengan judul “I slam Dasar Berprofesi Akuntan Publik Muslim”, akan menceritakan pengalaman bagaimana peran I slam dimaknai oleh masing-masing diri informan sebagai akuntan publik muslim. Kemudian sub bab kedua berjudul “Perilaku Religius Akuntan Publik Muslim”, akan menceritakan seperti apa perilaku profesi yang religius muncul dari masing-masing informan. Sub bab ketiga dengan judul “Lingkungan Kerja Religius Akuntan Publik Muslim”, membahas berbagai faktor turunan lingkungan kerja yang mendorong akuntan publik meningkatkan atau mempertahankan keyakinannya terhadap I slam dalam lingkup pekerjaan. Sementara sub bab terakhir yang berjudul “Konsep Religius Akuntan Publik Muslim”, akan menguraikan bagaimana konsep religiusitas yang dapat tergambar sebagaimana hasil analisa atas wawancara dan observasi yang telah dijabarkan dalam sub bab sebelumnya. Untuk lebih jelasnya, berikut adalah hasil penelitian.

A. I slam Dasar Berprofesi Akuntan Publik Muslim

I slam merupakan agama yang lengkap dan sempurna. Sempurnanya

I slam memunculkan berbagai makna yang beragam dalam kehidupan setiap umatnya. Dalam kehidupan sebagai akuntan publik muslim, berikut akan diceritakan bagaimana setiap diri memaknai kesempurnaan I slam.

1. I nforman 1: I slam Sebuah Kejelasan Sebagai seorang akuntan publik, Islam dimaknai sebagai sebuah kejelasan. Makna tersebut muncul atas apa yang dirasakan dan dialami oleh informan pertama bernama Guntur (bukan nama sebenarnya). Guntur adalah seorang auditor dengan pengalaman kerja selama 2 tahun, dan saat ini dirinya menjabat sebagai seorang Supervisor.

Kejelasan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami dan merasa dibimbing, dituntun, diarahkan dan sebagainya dalam arti diberikan pedoman yang jelas, serta memahami dan mengerti apa yang akan dan sedang dilakukannya. I slam baginya merupakan aspek penting dalam kehidupan, yang mengaturnya tidak hanya mengenai urusan makan, tetapi hingga urusannya dalam bekerja:

“Kalo sebagai muslim tuh sangat penting, sangat penting karena pekerjaan ini tidak terlepas dari I slam. Karena I slam itu mengatur seluruh aspek kehidupan. Dari kita makan, minum, ke kamar mandi, berpolitik, berbudaya, apalagi bekerja gitu kan..”

Sebagai akuntan publik muslim, ia memaknai I slam sebagai petunjuk arah kehidupan yang tidak hanya menyuruhnya, tetapi juga memberikannya pedoman, agar langkahnya dalam bekerja sesuai dengan aturan-aturan I slam. I slam mengaturnya melalui aturan tentang halal dan haram, yakni apa yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan dalam I slam. Dengan mengetahui halal dan haram dalam bekerja, ia merasa bahwa I slam memberikannya arah sebagai sebuah kejelasan ketika ia bekerja. Berikut penuturannya:

“..I slam mengatur halal dan haramnya dalam beribadah, dalam bekerja, dalam muamalat. Makanya dalam seorang auditor pun, itu sangat penting aspek keislaman itu.”

Kunci utama dalam Islam adalah ketaatan pada Allah SWT, yang menyangkut melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

I slam mengarahkan dan mengatur bagaimana ia tetap bisa taat pada Allah, dalam jalur bekerja sebagai akuntan publik. I slam mengatur hukum dan bagaimana bekerja yang diperbolehkan yakni mubah, selama tidak ada unsur-unsur yang mengharamkan pekerjaan tersebut.

Melihat dan memahami aturan-aturan yang disediakan oleh I slam, Guntur merasakan bahwa profesi yang dijalani saat ini dapat sesuai dengan hukum dan permintaan I slam, selama sesuai dengan aturan

I slam yang telah ditetapkan. Seperti yang ia katakan:

“..bekerja itu kan harus sesuai dengan apa yang diajarkan.”

“..seperti auditor, berarti hukum bekerja sebagai audit itu mubah, boleh. Kenapa? karena kita menggunakan jasa memeriksa laporan keuangan. Sudah sesuai kah dengan peraturan SAK yang telah dibuat oleh IAI atau I API ? Udah sesuai belum? oh udah sesuai.. Berarti kita tidak menyalahi aturan yang dilaksanakan.”

Baginya, menjalankan profesi sesuai dengan aturan I slam merupakan cara untuk menggapai ridho Allah SWT melalui jalur profesi.

I a meyakini, bahwa ridho Allah SWT hanya dapat digapai apabila ia dapat mentaati dan menjauhi larangan dari Allah SWT. Berikut penuturannya:

“Kita tidak tau ya, sebenarnya Allah itu ridho-Nya seperti apa? karena itu kan hak prerogatif Allah, bagaimana melihat ridho-Nya. Tapi yang jelas, untuk menggapai itu minimal kita mengikuti apa perintah Allah dan menjauhi apa larangan Allah.”

I tu artinya, ketika ia menjalankan profesi ini maka harus sesuai dengan jalan yang telah ditetapkan oleh I slam. Islam pun menyediakan suri tauladan yang baik bagi umatnya. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Guntur dalam penuturannya berikut ini:

“Apa yang diajarkan I slam itu, sesuai tuntutan Nabi kita, Nabi Muhammad SAW. Jadi, apa yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari itu, ya sesuai dengan apa yang dicontohkan oleh rasul gitu, kalo bisa.”

Dengan dimaknainya I slam sebagai sebuah kejelasan dalam menjalankan profesi sebagai akuntan publik muslim, ia merasakan bahwa I slam memberikannya sebuah pedoman dan arah yang jelas. Apabila betul-betul mengikuti aturan Islam, maka ia dapat menggapai ridho Allah SWT melalui profesinya saat ini.

2. I nforman 2: I slam, Sandaran Etika Profesi

I slam dimaknai sebagai sandaran etika profesi oleh Sidik (bukan nama sebenarnya). Sidik merupakan seorang auditor dengan pengalaman kerja selama 2 tahun, dan dirinya saat ini menjabat sebagai seorang Supervisor.

Sebagai akuntan publik muslim, Sidik merasakan bahwa Islam merupakan aspek yang sangat diperlukan, dan tidak terpisahkan dari profesinya. I a memaknai I slam, sebagai sebuah sandaran etika profesi. Oleh karena itu, dalam mengimplementasikan etika-etika yang ada pada profesinya, ia sesuaikan dengan bagaimana I slam mengaturnya. Seperti yang ia katakan:

“Kan di auditor itu kan, ada kaya etika. Etika itu kan norma-norma yang baik harus dimasukin. Nah di norma-norma yang baik itu “Kan di auditor itu kan, ada kaya etika. Etika itu kan norma-norma yang baik harus dimasukin. Nah di norma-norma yang baik itu

Etika profesi merupakan norma-norma yang mengatur dan menjadi dasar dalam berprofesi. Sebagai muslim, dirinya menyandarkan norma-norma profesinya pada nilai-nilai I slam. Dengan demikian, apa yang dikerjakannya semata-mata merupakan bentuk ketaatannya pada Sang Maha Kuasa dalam profesinya.

Sidik sadar betul, bahwa ia diciptakan hanya untuk beribadah. Oleh karena itu, berprofesi sebagai seorang akuntan publik pun harus menjadi ibadah, bukan hanya sekedar mencari uang untuk kebutuhan dunia. Jika dalam bekerja didasarkan pada niat beribadah kepada Allah SWT, maka bekerjanya pun harus sesuai dengan syariat agama. Menyandarkan etika profesi pada I slam sejak awal, kemudian membuatnya kembali pada nilai-nilai bagaimana I slam menjadi solusi, ketika ia dihadapi pada sebuah permasalahan ketika bekerja:

“Ya kalo kita bekerja harus sesuai dengan ajaran agama. Kalo ada masalah, ya harus dikembalikan ke ajaran yang diajarkan agama seperti apa.”

Sidik menjadikan I slam sebagai sandaran etika profesinya, agar dalam bekerja pun dirinya dapat sesuai dengan syariat agama. I a meyakini, bahwa semata-mata dirinya harus mengabdi pada Allah SWT. Dalam hal ini, pada koridor profesi yang ia jalani yakni akuntan publik.

3. I nforman 3: I slam, Janji Kepada Allah SWT Makna I slam sebagai sebuah janji kepada Allah SWT, berasal dari informan ketiga yang bernama Andi (bukan nama sebenarnya).

Andi merupakan auditor dengan pengalaman bekerja selama 7 tahun. Dirinya saat ini diberi amanah sebagai seorang Audit Manager.

Baginya, I slam adalah aspek yang penting. Tidak hanya pada profesinya saja, tetapi juga pada setiap sisi kehidupannya. Islam dimaknai tidak hanya sebagai penanda atau identitas yang melekat pada dirinya. I slam juga bukan hanya sebuah keharusan menyandarkan aturan-aturan profesi akuntan publik pada agama, karena rasa keterpaksaan. Bagi Andi, I slam adalah bagaimana seharusnya. Menepati janji kepada Allah SWT, semata-mata untuk mengabdi dan beribadah. Berikut ungkapannya:

“Karena kita kan sudah bersyahadat kan dalam I slam.”

Melandasi profesi pada I slam sebagai seorang akuntan publik muslim merupakan sebuah bentuk menepati janji kepada Allah SWT. Karena dirinya di dunia ini tidaklah ada begitu saja, melainkan sudah menjadi takdir dan ketetapan Allah. Sehingga tidak menjadi kewajiban yang membebani, tetapi sudah seharusnya karena telah berjanji.

Andi merasa bahwa dirinya sudah bersyahadat, yang artinya sudah mengucapkan sebuah ikrar bahwa akan masuk sepenuhnya ke dalam I slam. Oleh karena itu, ia merasa perlu menjunjung tinggi nilai- nilai I slam selama dirinya menjalani profesi akuntan publik. Nilai-nilai

I slam yang ia junjung tinggi sebagai dasar dirinya berprofesi, bersumber dari rukun Islam dan rukun I man, serta Al-Qur’an dan Hadits. Berikut penuturannya:

“Terus kita mempunyai rukun iman, rukun I slam, yang harus tetap kita jaga. Terus apalagi kan, kita berpedoman pada Al- Qur’an dan Hadits.”

Andi meyakini, bahwa segala aspek hidup ini tidaklah lepas dari hanya beribadah dan semata-mata karena Allah SWT. Baginya, kehidupan dunia hanyalah sementara, maka jangan disia-siakan dan harus dijalankan sesuai yang Allah SWT perintahkan. Dirinya yakin, bahwa ada kehidupan akhirat yang abadi sebagaimana yang Allah SWT janjikan melalui Al-Qur’an dan Hadits.

Berdasarkan apa yang dirasakan dan dialami oleh Andi, sudah seharusnya seorang akuntan publik muslim mendasarkan profesi tersebut pada I slam. Bukan atas alasan keharusan dengan rasa beban dan keterpaksaan. Tetapi, karena memang kehidupan dunia seorang muslim yang diyakini Andi semata-mata adalah untuk menunaikan janji kepada Sang I lahi, yang telah terucap dalam syahadat demi menggapai kebahagiaan dalam kehidupan abadi di akhirat kelak.

4. I nforman 4: I slam Sebuah Hakikat Diri Makna I slam lainnya adalah sebuah hakikat diri. Makna ini muncul atas apa yang dialami oleh Deri (bukan nama sebenarnya). Saat ini ia diberi amanah jabatan sebagai seorang Partner.

Deri merasakan bahwa Islam adalah hal yang sangat penting. Seluruh kehidupannya tidak terlepas dari Islam, terlebih dalam profesinya sebagai seorang auditor. Walaupun dirinya mengatakan bahwa tidak secara khusus merasakan bagaimana I slam mengatur dan mencontohkannya tentang audit secara teknis, tetapi baginya I slam adalah aspek diri yang sangat penting bagi seorang auditor. I a meyakini Deri merasakan bahwa Islam adalah hal yang sangat penting. Seluruh kehidupannya tidak terlepas dari Islam, terlebih dalam profesinya sebagai seorang auditor. Walaupun dirinya mengatakan bahwa tidak secara khusus merasakan bagaimana I slam mengatur dan mencontohkannya tentang audit secara teknis, tetapi baginya I slam adalah aspek diri yang sangat penting bagi seorang auditor. I a meyakini

“..spesifik dengan ini, dengan diri pribadi.”

“..landasan filosofisnya terhadap nilai-nilai. Value-value yang kita anut sebagai manusia yang berprofesi sebagai auditor itu lah, yang diatur dalam I slam.”

Menurutnya, pentingnya Islam bukan pada profesinya tetapi lebih kepada dirinya. Karena sebagai muslim, diri tersebut haruslah berlandaskan pada nilai-nilai I slam. Sementara profesinya, berlandaskan pada nilai-nilai etika profesi yang ada. Etika profesi yang keberadaannya digunakan sebagai arah untuk mengatur dan menjadi landasan dalam bersikap profesional, ia yakini sudah diciptakan dengan maksud sebaik mungkin. Oleh karena itu, ia merasakan bahwa dengan patuh saja pada etika profesi, sudah cukup untuk dirinya tidak bertentangan dengan nilai-nilai I slam. Berikut penjelasannya:

“..ya sebenarnya, etika profesi aja udah memadai ko gitu kan. Dalam konteks, kalo kita ngikutin patuh aja sama etika, itu kan ga bertentangan sama nilai-nilai I slam.”

Namun, ia mengakui bahwa sebagai akuntan publik muslim, haruslah berbeda. Dirinya tidak hanya harus bertanggung jawab pada sesama manusia, melainkan yang jauh lebih penting adalah pada Sang Maha Pencipta, Allah SWT. Oleh karena itu dalam berprofesi, antara urusan pekerjaan dan urusan agama haruslah berjalan beriringan, Namun, ia mengakui bahwa sebagai akuntan publik muslim, haruslah berbeda. Dirinya tidak hanya harus bertanggung jawab pada sesama manusia, melainkan yang jauh lebih penting adalah pada Sang Maha Pencipta, Allah SWT. Oleh karena itu dalam berprofesi, antara urusan pekerjaan dan urusan agama haruslah berjalan beriringan,

“Ya beda lah. Kalo dia orang muslim, dia harus mikir tuh jam berapa nih dia harus jalan nih harusnya. Jam berapa saya mau jalan, berapa jam saya ke kantor klien, misalnya sholat dzuhur dimana.”

Makna I slam sebagai sebuah hakikat diri, penting untuk menjadi landasan dan petunjuk jalan seorang Deri dalam berprofesi. Hal tersebut membuatnya sadar, bahwa menjadi seorang akuntan publik muslim tidak hanya sekedar bertanggung jawab pada sesama manusia. Namun, terdapat pertanggungjawaban lain yang Maha Tinggi, yakni Allah SWT.