POTRET RELIGIUSITAS AKUNTAN PUBLIK DALAM

POTRET RELI GI USI TAS AKUNTAN PUBLI K DALAM BI NGKAI TASAWUF SKRI PSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh Gelar Sarjana

Ekonomi pada Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Jakarta

Oleh :

NAMA

: Annisa Nur Fitriyah

NI M

: 2013320042

UNI VERSI TAS MUHAMMADIYAH JAKARTA FAKULTAS EKONOMI DAN BI SNIS 2017

ABSTRACT

Religiosity is the internalisation of I slamic values that created the personal as a muslim. Religiosity is not only in definition perform such prayers, but also when a muslim do daily activities. So, the religiosity is a very important for a muslim in his daily profession as a public accountant.

This research motivated by phenomenon how the perfection of I slam in the perspective of the public accountant that is considered secular, because of various cases. This study aims to understanding how the reliousity of muslim as a public accountant. This study is qualitative with I slamic worldview, and using tasawuf akhlaki as a method of research. I nterviews done by four informants, who are public accountants in a public accounting firms.

These results indicate that the perfection of I slam interpreted diverse by informants such as the clarity, the foundation of professional ethics, the promise to Allah SWT, and the nature of the self. If the conviction was based patienly to the challenges, it will bring varieties of positive behavior when working solely for Allah SWT. The religious behavior is honesty, professionalism, and independence. That is motivated by work environment that consists of muslim partner, culture, the leader, and the size and condition of public accounting firm.

Keyw ords:

I slam, Religiosity, Public Accountant

ABSTRAK

Religiusitas merupakan internalisasi nilai-nilai I slam yang membentuk diri pribadi seorang muslim. Religiusitas tidak terbatas pada melaksanakan praktik beribadah saja, tetapi juga saat seorang muslim melakukan berbagai aktivitas kesehariannya. Oleh karena itu, religiusitas adalah aspek yang sangat penting bagi seorang muslim dalam profesi sehari-harinya sebagai akuntan publik.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh fenomena bagaimana kesempurnaan

I slam dalam sudut pandang profesi akuntan publik yang selama ini dianggap sekuler, karena berbagai kasus yang terjadi. Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami religiusitas seorang muslim dalam menjalankan profesinya sebagai akuntan publik. Penelitian bersifat kualitatif dengan paradigma tauhid, dan menggunakan tasawuf akhlaki sebagai metode penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi, dan dokumentasi. Wawancara dilakukan kepada empat auditor yang beragama I slam dalam satu kantor akuntan publik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesempurnaan I slam dimaknai beragam oleh informan yakni sebagai kejelasan, sandaran etika profesi, janji kepada Allah SWT, dan hakikat diri. Apabila keyakinan tersebut dilandasi dengan sabar terhadap berbagai tantangan yang dihadapi, maka akan memunculkan berbagai perilaku positif ketika bekerja yang semata-mata karena rasa bertanggungjawab seorang hamba kepada Sang Maha Kuasa. Perilaku religius tercermin dalam kejujuran, profesionalitas, independensi, serta proses penerbitan opini audit yang berusaha mengikuti prosedur audit agar tidak bertentangan dengan aturan I slam. Hal tersebut dapat terjadi apabila didukung oleh unsur lingkungan kerja yakni, rekan kerja sesama muslim, budaya KAP, pimpinan KAP, serta ukuran dan kondisi KAP.

Kata Kunci:

I slam, Religiusitas, Akuntan Publik

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Alhamdulillahi Rabbil Alamin, puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas skenario hidup yang amat baik, serta rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan judul “Potret Religiusitas Akuntan Publik Dalam Bingkai Tasawuf.” Tidak lupa pula penulis hantarkan shalawat dan salam yang semoga selalu tercurahkan kepada baginda Rasul Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat, dan para pengikutnya hingga akhir zaman, aamiin aamiin yaa rabbal alamiin.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menempuh gelar Sarjana Ekonomi (S-1) Program Studi Akuntansi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Jakarta. Selama proses penyelesaian penelitian ini, tidak sedikit hambatan dan kesulitan yang penulis hadapi. Tetapi semua itu dapat teratasi berkat seluruh do’a dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini izinkanlah penulis untuk mengucapkan terima kasih diantaranya kepada:

1. Bapak Andry Priharta, SE., MM., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Jakarta.

2. I bu Liza Nora, SE., MM., selaku Wakil Dekan I Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Jakarta.

3. I bu Hairul Triwarti, SE., Ak., MM., selaku Wakil Dekan I I Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Jakarta.

4. Bapak Sulhendri, SE., MSi selaku Wakil Dekan I I I Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Jakarta.

5. Bapak M. I rfan Tarmizi, SE., Ak., MBA., CA selaku Ketua Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Jakarta, dan selaku Dosen Pembahas pada saat seminar proposal penelitian. Terima kasih atas kritik dan saran yang sangat berharga terhadap penelitian ini.

6. Bapak Dr. M. Nur A Birton, SE., Ak., M.Si., selaku Dosen Pembimbing Skripsi. Terima kasih atas kesabarannya, waktu, tenaga, dan pikiran yang telah diluangkan selama membimbing dan mengarahkan penulis menyelesaikan penelitian ini. Terima kasih juga atas motivasi dan inspirasinya, semoga Allah SWT selalu memberikan kesehatan dan keberkahan hidup kepada Bapak, aamiin yaa rabbal alamiin.

7. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis atas ilmu, kesabaran, dan do’a yang diberikan selama penulis mengikuti pendidikan di Universitas Muhammadiyah Jakarta, semoga Allah SWT membalasnya dengan kesehatan dan keberkahan hidup kepada Bapak/ I bu. Jangan pernah lelah untuk mengajar dan mendidik, kelak kami sukses adalah berkat kebaikanmu. Khususnya kepada Alm. Bapak Darmansyah dan Bapak Sutoyo, terima kasih telah menginspirasi dengan semangat mengajarnya yang sangat tinggi. Semoga Allah SWT selalu melapangkan kubur, mengampuni dosa, dan menempatkan Bapak di surga-Nya, aamiin aamiin yaa rabbal alamiin.

8. Para staf dan karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Jakarta, terima kasih telah memudahkan proses perkuliahan penulis.

9. Orang tua penulis, Ayahanda Opan Sopandi dan I bunda Ratnah. Terima kasih yang tak terhingga atas do’a yang tidak pernah putus, pengorbanannya, inspirasi dan semangat yang tak pernah letih diberikan kepada penulis. Never be lose before the war!

10. Seluruh keluarga besar atas do’a dan dorongannya yang selalu membangkitkan semangat.

11. Mas Guntur, Mas Sidik, Mas Andi, dan Bapak Deri yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk menjadi informan dalam penelitian ini. Terima kasih, tanpa kalian mungkin penelitian ini tidak akan selesai.

12. Bapak Adrian Muluk dan Penti Nurhidayah yang telah banyak membantu untuk kelancaran dan kemudahan penelitian ini.

13. Ata, Rehan, dan Tikaf, terima kasih atas waktu, tawa, dan canda yang telah diberikan untuk mengatasi kejenuhan penulis selama proses penelitian.

14. Fajri dan keluarga, terima kasih atas speaker dan kabel jack-nya sehingga penulis dapat membuat transkrip wawancara.

15. Bu Nen dan Pak Ajis, serta keluarga besar Laboratorium FEB UMJ yang telah menjadi teman penghilang jenuh di semester-semester akhir perkuliahan.

16. Keluarga besar HI MA AKSI , beraksi! Terima kasih atas ilmu dan rasa kekeluargaannya.

17. Seluruh teman-teman kelas A, konsentrasi Audit, dan angkatan 2013 yang telah mendukung dan menerima penulis dengan sangat baik menjadi bagian dari kalian, terima kasih.

18. Paris, Perancis. Terima kasih atas semangatnya, semoga kita dapat dipertemukan di bulan Februari 2021 ketika musim salju tiba.

19. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah mendukung penyelesaian penelitian ini, namun tanpa menghilangkan rasa terima kasih penulis.

Semoga seluruh do’a dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis, dibalas oleh Allah SWT dengan senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia- Nya, dan semoga kelak kita semua dapat berkumpul di surga-Nya, aamiin aamiin yaa rabbal alamiin.

Penelitian ini masih jauh dari kata sempurna. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan dalam penelitian ini, yang tentu berasal dari keterbatasan kemampuan penulis sebagai manusia biasa. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak dalam rangka memperbaiki penelitian ini.Semoga penelitian ini dapat bermanfaat dan menyadarkan kita semua terutama diri penulis sendiri, bahwa sebagai seorang muslim kita harus menunjukkan bagaimana kesempurnaan dan terangnya I slam dalam kehidupan yang gelap gulita ini.

Akhir kata, penulis sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya. Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jakarta, 2017 Penulis

Annisa Nur Fitriyah

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Agama merupakan kebutuhan yang tidak dapat ditinggalkan manusia (Ahmad, 2014). Salah satunya dikarenakan manusia selalu menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupannya (Nata, 2014:24). Menurut Nasution (1985:9) agama berfungsi sebagai tuntunan bagi hidup manusia.

Agama I slam merupakan pedoman hidup yang lengkap yang bersifat permanen dan universal (Mawdudi, 1996). I slam menyediakan Al-qur’an sebagai petunjuk, serta pembeda antara yang benar dan yang batil (Q.S Al- Baqarah:185). I slam juga memberikan Nabi Muhammad SAW sebagai contoh teladan akhlak yang baik (Q.S Al-Qalam:4), dan rahmat bagi seluruh alam (Q.S Al-anbiya:107). Dalam agama I slam, petunjuk-petunjuk tersebut bersumber dari Tuhan yang Maha Benar dan Maha Mengetahui (Harahap, 2011). Menurut Nata (2014:54) agama Islam tampil tidak hanya sebagai agama tentang hubungan manusia dengan Allah SWT, tetapi juga hubungan manusia dengan manusia, dan urusan ibadah dengan urusan muamalah.

Agama erat kaitannya dengan istilah religiusitas. Menurut Safrilsyah, dkk (2010) religiusitas didefinisikan sebagai nilai-nilai agama yang telah masuk ke dalam diri manusia. Dalam agama, seseorang membutuhkan religiusitas agar peran agama sebagai panduan hidup manusia dapat benar- benar dirasakan. Menurut Ancok dan Suroso (1995), religiusitas memuat 3 (tiga) hal yakni pertama, keberagamaan diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia; kedua, menyangkut ritual beribadah maupun aktivitas Agama erat kaitannya dengan istilah religiusitas. Menurut Safrilsyah, dkk (2010) religiusitas didefinisikan sebagai nilai-nilai agama yang telah masuk ke dalam diri manusia. Dalam agama, seseorang membutuhkan religiusitas agar peran agama sebagai panduan hidup manusia dapat benar- benar dirasakan. Menurut Ancok dan Suroso (1995), religiusitas memuat 3 (tiga) hal yakni pertama, keberagamaan diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia; kedua, menyangkut ritual beribadah maupun aktivitas

Sementara itu Glock dan Stark (1965) dalam Sari, dkk (2012) membagi religiusitas ke dalam beberapa dimensi yaitu, dimensi ideologis (keyakinan), dimensi ritualistik (praktik ibadah), dimensi eksperensial (penghayatan), dimensi intelektual (pengetahuan), dan dimensi konsekuensial (dampak). Dalam I slam, dimensi-dimensi tersebut dapat disejajarkan menjadi akidah, syariah, penghayatan, ilmu, dan akhlak (Nasution, 1985).

Menurut Yusuf (2003) dalam Rahmawati (2010) menjelaskan bahwa religiusitas bukan timbul begitu saja, melainkan berkembang dan membutuhkan proses. Oleh karena itu, religiusitas dapat dipengaruhi oleh faktor sosial, faktor pengalaman, faktor kebutuhan, dan faktor intelektual (Thouless, 1979).

Peran religiusitas sangatlah penting, karena religiusitas dapat berfungsi sebagai kontrol diri, sehingga perilaku seseorang dapat sesuai dengan ajaran agamanya (Kurniawan dan Dwiyanti, 2013). Kemudian, religiusitas di dalam

I slam tidak terbatas pada praktek beribadah saja, tetapi juga ketika seorang muslim melakukan berbagai aktivitas hariannya (Prasetyoningrum, 2010). Oleh karena itu, religiusitas juga diperlukan bagi seorang muslim dalam profesi sehari-harinya sebagai akuntan publik.

Di sisi lain, profesi akuntan publik kini terbentur dengan maraknya skandal keuangan yang berdampak pada integritas profesi tersebut (Wiratama dan Budhiarta, 2015). Skandal tentang masalah etika, kini menjadi masalah utama dan serius dalam profesi itu. Beberapa diantaranya tercermin dalam PWC yang terlibat dalam kasus Satyam sebuah perusahaan

I T terbesar keempat di I ndia (Koran Tempo, 2010), KPMG I ndonesia yang melakukan penyuapan pajak untuk kliennya (Hukumonline.com), dan yang paling terkenal adalah bangkrutnya Enron yang turut membawa kebangkrutan bagi KAP Arthur Andersen (Majalah Akuntan, 2015: 8). Menurut Azis, dkk (2015) itu adalah akibat selama ini profesi tersebut memisahkan urusan agama dan urusan profesi. Padahal Harahap (2011) menyatakan bahwa etika perlu didasarkan pada moralitas juga agama.

Hasil riset Maryani dan Ludigdo (2001) dalam Agoes (2012: 55) menunjukkan bahwa religiusitas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi sikap dan perilaku akuntan publik. Kemudian, Dewi (2013) dalam hasil risetnya mendapati bahwa meningkatkan religiusitas dapat berdampak pada penegakan kode etik dalam profesi akuntan publik. Sementara itu, menurut Alteer dan Taher (2015) religiusitas juga memberikan pengaruh secara langsung atas sensitivitas etis seorang auditor. Dalam hasil penelitian lainnya bahkan religiusitas berdampak pada skeptisme profesional seorang akuntan publik (Omer et.al, 2015).

Disatu sisi religiusitas berperan penting dalam profesi akuntan publik, mulai dari dampaknya pada kinerja profesional hingga pada etika seorang akuntan publik. Namun keberadaannya justru dipisahkan dari profesi tersebut yang salah satunya kemudian tercermin dalam berbagai skandal yang terjadi.

Berdasarkan pemaparan tersebut, peneliti ingin memahami bagaimana religiusitas yang ada dalam profesi akuntan publik melalui pengalaman keagamaan yang dirasakan oleh akuntan publik muslim. Pengalaman keagamaan ini menyangkut kesadaran beragama, praktek beribadah dan Berdasarkan pemaparan tersebut, peneliti ingin memahami bagaimana religiusitas yang ada dalam profesi akuntan publik melalui pengalaman keagamaan yang dirasakan oleh akuntan publik muslim. Pengalaman keagamaan ini menyangkut kesadaran beragama, praktek beribadah dan

bermaksud melakukan penelitian yang dituangkan ke dalam judul “Potret

Religiusitas Akuntan Publik Dalam Bingkai Tasaw uf” .

B. I dentifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka dapat diidentifikasi sejumlah masalah: pertama, agama merupakan kebutuhan yang tidak dapat ditinggalkan manusia karena manusia selalu menghadapi berbagai tantangan dalam hidupnya (Ahmad, 2014 dan Nata, 2014:24). Kedua, I slam merupakan pedoman hidup yang universal yang aturannya berasal dari Tuhan yang Maha Benar dan Maha Mengetahui (Mawdudi, 1996 dan Harahap, 2011). Ketiga, internalisasi nilai-nilai agama (religiusitas) Islam diperlukan oleh seorang muslim dalam berbagai sisi kehidupannya tidak terbatas hanya pada habluminnallah, sehingga peran I slam sebagai tuntunan hidup dapat benar-benar dirasakan. Keempat, religiusitas juga diperlukan bagi seorang muslim yang berprofesi sebagai akuntan publik, walaupun profesi tersebut selama ini memisahkan antara urusan agama dan urusan profesi (Azis dkk, 2015).

C. Pembatasan Masalah

Penulis merasa perlu melakukan pembatasan masalah agar pembahasan penelitian tidak meluas, serta tidak terjadi perbedaan penafsiran diantara para pembaca. Dalam penelitian ini, penulis akan membahas mengenai seperti apa seseorang yang beragama I slam merasakan religiusitas dalam profesinya sebagai akuntan publik. Untuk itu, Penulis merasa perlu melakukan pembatasan masalah agar pembahasan penelitian tidak meluas, serta tidak terjadi perbedaan penafsiran diantara para pembaca. Dalam penelitian ini, penulis akan membahas mengenai seperti apa seseorang yang beragama I slam merasakan religiusitas dalam profesinya sebagai akuntan publik. Untuk itu,

D. Perumusan Masalah

Perumusan masalah dilakukan dengan maksud mempertegas masalah- masalah penelitian, sehingga pemecahan masalah yang dilakukan akan tepat dan dapat mencapai tujuan penelitian. Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana religiusitas akuntan publik muslim dalam menjalankan profesinya?”.

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami religiusitas seorang muslim dalam menjalankan profesinya sebagai akuntan publik.

2. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat secara teoritis maupun praktis kepada pihak-pihak yang terkait.

a. Aspek Teoritis (Keilmuan) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi ilmu pengetahuan tentang religiusitas muslim dan ilmu pengetahuan dalam profesi akuntan publik, berupa pengalaman dan pengamalan nilai-nilai agama yang dirasakan seorang muslim dalam profesinya sebagai akuntan publik.

b. Aspek Praktis (Guna Laksana) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi umat muslim, bagaimana seharusnya peran religiusitas I slam ditempatkan dalam profesinya sebagai akuntan publik.

BAB I I

KAJI AN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPI KI R

A. Kajian Pustaka

1. Agama I slam dan Kehidupan Manusia

a. Definisi Agama I slam Agama berasal dari kata din dalam bahasa Arab yang mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh, hutang, balasan, dan kebiasaan. Definisi tersebut menjelaskan bahwa dalam agama terdapat

peraturan-peraturan yang harus dipatuhi. Kemudian, dengan menjalankan ajaran-ajaran agama, agama tersebut membuat seseorang tunduk dan patuh kepada Tuhan. Kewajiban-kewajiban yang harus dijalankan dalam agama, juga apabila tidak dijalankan akan menjadi hutang baginya. Pendapat lain menyebutkan, agama berasal dari kata religi, dimana kata tersebut berasal dari kata religare (bahasa Latin) yang memiliki arti mengikat. Definisi tersebut menerangkan bahwa ajaran-ajaran agama mempunyai sifat mengikat. I katan antar manusia dengan Tuhan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia, serta memberikan dampak yang besar sekali terhadap kehidupan manusia sehari-hari (Nasution, 1985:9-10). Disebutkan pula bahwa din berakar dari bahasa Arab dyn yang bermakna sebagai suatu kesatuan dari keseluruhan yang jelas, seperti apa yang disebut sebagai agama I slam (Al-Attas, 1981:37).

I slam berasal dari bahasa Arab yakni, Sin, Lam, dan Mim yang berarti damai, suci, patuh dan taat atau tidak pernah membantah. Dalam definisi agama, kata Islam mempunyai arti kepatuhan kepada kehendak dan kemauan Allah SWT, serta taat kepada hukum-Nya. Dengan demikian, agama I slam mengandung arti bahwa hanya dengan kepatuhan kepada kehendak Allah SWT dan tunduk kepada hukum-hukum-Nya, seseorang dapat mencapai kedamaian yang sesungguhnya dan memperoleh kesucian yang abadi (Abdalati, 1983:13). Agama I slam adalah agama yang ajaran- ajarannya diwahyukan Allah SWT kepada masyarakat melalui Nabi Muhammad SAW sebagai rasul, dan pada hakikatnya I slam membawa ajaran yang berisi berbagai segi kehidupan manusia (Nasution, 1985:24).

b. Fungsi Agama Sebelum membahas bagaimana agama berfungsi dalam kehidupan manusia, akan terlebih dahulu dijelaskan alasan mengapa manusia membutuhkan agama.

Ahmad (2014) mengatakan bahwa agama adalah kebutuhan yang tidak dapat ditinggalkan manusia. Nata (2014) menyebutkan beberapa

belakang manusia membutuhkan agama, yaitu fitrah manusia, kelebihan dan kekurangan manusia, serta tantangan manusia.

Pertama, manusia membutuhkan agama dikarenakan fitrah manusia itu sendiri. Setiap manusia yang lahir ke dunia ini memiliki fitrah beragama yang selanjutnya memerlukan pembinaan, Pertama, manusia membutuhkan agama dikarenakan fitrah manusia itu sendiri. Setiap manusia yang lahir ke dunia ini memiliki fitrah beragama yang selanjutnya memerlukan pembinaan,

Untuk itu, agama dibutuhkan untuk mengatasinya dan membentengi manusia (Nata, 2014:24-25). Dibutuhkannya agama oleh manusia sesuai dengan fungsi agama dalam hidup manusia, diantaranya: fungsi edukatif, agama yang secara yuridis menyuruh dan melarang menjadikan hal tersebut membimbing dan mengarahkan penganut agama menjadi baik dan terbiasa dengan yang baik sesuai ajaran agamanya. Fungsi penyelamat, dimana agama memberikan keselamatan yang mencakup keselamatan dunia dan akhirat. Fungsi pendamaian, yakni agama dapat membuat seseorang lepas dari rasa bersalah dan berdosa sehingga mencapai kedamaian batin. Fungsi social control, muncul ketika ajaran agama dianggap norma oleh pemeluknya yang kemudian terikat batin atas tuntunan ajaran tersebut. Fungsi pemupuk solidaritas, timbul ketika satu sama lain pemeluk agama yang sama merasa dipersatukan dalam satu kesamaan yaitu iman dan kepercayaan. Fungsi transformatif agama

Tuhannya.

yaitu, ketika agama membuat kehidupan seseorang berubah menjadi kehidupan baru yang lebih baik. Fungsi kreatif, agama mendorong pemeluknya bekerja produktif tidak hanya untuk dirinya sendiri tetapi juga untuk kepentingan orang banyak. Dan fungsi sublimatif adalah semua usaha manusia selama dilakukan dengan niat yang tulus dan tidak bertentangan dengan norma-norma agama merupakan ibadah (Jalaluddin, 2010:325-327).

c. Tipe Manusia Memandang Agama Nottingham (2002:43-55) membagi manusia ke dalam 3 (tiga) tipe dalam memandang agama di kehidupannya:

1) Tipe pertama Setiap anggota masyarakat dalam tipe pertama ini menganut agama yang sama bersama-sama. Sehingga keagamaan itu tidak terpisah dan merupakan salah satu aspek dari keseluruhan aktivitas kelompok. Agama menyusup ke dalam berbagai aktivitas kehidupan yang lain selain aktivitas agama itu sendiri seperti ekonomi, politik, sosial, dan lain-lain. Agama dianggap sebagai norma tertinggi yang tidak tertandingi, dan dengan begitu agama memasukkan pengaruhnya ke dalam sistem nilai masyarakat.

2) Tipe kedua Pada tipe kedua, agama adalah nilai yang tetap tinggi dalam kehidupan. Namun, kedudukannya dapat terlihat terpisah dalam kehidupan sehari-hari. Persoalan agama memiliki ranah urusannya tersendiri, begitupun dengan aktivitas bekerja dan 2) Tipe kedua Pada tipe kedua, agama adalah nilai yang tetap tinggi dalam kehidupan. Namun, kedudukannya dapat terlihat terpisah dalam kehidupan sehari-hari. Persoalan agama memiliki ranah urusannya tersendiri, begitupun dengan aktivitas bekerja dan

3) Tipe ketiga Tipe ini ditandai dengan keberadaan teknologi dalam kehidupan yang semakin canggih dan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menimbulkan masalah kemanusiaan yakni penalaran. Ruang gerak kepercayaan dan pengalaman keagamaan adalah terbatas pada aspek-aspek yang lebih kecil dan bersifat khusus. Tipe ini dikenal dengan istilah sekuler, yaitu memisahkan urusan agama dengan kehidupan dunia.

manusia.

Pengaruh

d. I slam Sebagai Pedoman Hidup Manusia Menurut Mawdudi (1996), agama I slam merupakan pedoman hidup yang lengkap yang bersifat permanen dan universal. Konsepsi

I slam sangatlah luas mencakup berbagai bidang kehidupan diantaranya agama, ibadah, akidah, ekonomi, pendidikan, sosial, ilmu dan kebudayaan, serta masih banyak lagi lainnya (Nata, 2010:80-94). Menurut Nata, dalam bidang ekonomi misalnya Islam menganjurkan keseimbangan antara dunia dan akhirat. Tidak diperbolehkan hanya mengejar dunia saja kemudian melupakan agama, atau hanya mengejar akhirat saja dan menjauhi kehidupan dunia, sehingga terpisah antara urusan dunia dan urusan agama (sekuleristik). Oleh karena itu, agama Islam tidak hanya mengatur I slam sangatlah luas mencakup berbagai bidang kehidupan diantaranya agama, ibadah, akidah, ekonomi, pendidikan, sosial, ilmu dan kebudayaan, serta masih banyak lagi lainnya (Nata, 2010:80-94). Menurut Nata, dalam bidang ekonomi misalnya Islam menganjurkan keseimbangan antara dunia dan akhirat. Tidak diperbolehkan hanya mengejar dunia saja kemudian melupakan agama, atau hanya mengejar akhirat saja dan menjauhi kehidupan dunia, sehingga terpisah antara urusan dunia dan urusan agama (sekuleristik). Oleh karena itu, agama Islam tidak hanya mengatur

Sebagai pedoman hidup yang lengkap, I slam memberikan Al- Qur’an sebagai pedoman membedakan antara yang benar dan yang batil. Hal ini seperti yang dituangkan dalam Q.S Al-Baqarah ayat 185:

Artinya: “Bulan Ramadlan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil).....”

Sementara itu dalam persoalan akhlak, Nabi Muhammad SAW diberikan oleh I slam sebagai contoh teladan akhlak yang baik. Diantaranya dijelaskan dalam Q.S Al-Qalam ayat 4:

Artinya: “Dan sesungguhnya engkau benar-benar, berbudi pekerti yang luhur.” Dan juga dalam Q.S Al-Anbiya ayat 107:

Artinya: “Dan Kami tidak Mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.”

2. Religiusitas

a. Definisi Religiusitas Religiusitas adalah terjemahan dari kata religiosity (bahasa

I nggris). Kata religiosity sendiri berasal dari kata religi (bahasa Latin) yang berarti agama (Astuti, 2008). Oleh karena itu, istilah religiusitas tidak dapat dilepaskan dari agama.

Menurut Safrilsyah, dkk (2010) religiusitas diartikan sebagai nilai-nilai agama yang telah masuk ke dalam diri manusia. Sedangkan Ancok dan Suroso (1995:6) mengartikan religiusitas adalah keberagamaan yang diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia yang dapat dilihat oleh mata (tampak) maupun yang tidak tampak yang terjadi dalam hati manusia yang menyangkut ibadah maupun aktivitas lain yang didorong oleh kekuatan

(2012) mendefinisikan religiusitas sebagai komitmen beragama. Sementara itu, Afiatin (1998) mengatakan bahwa religiusitas tidak hanya seseorang melakukan praktek beribadah saja tetapi juga ketika melakukan aktivitas kehidupan lainnya.

supranatural.

Mayondhika

Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa religiusitas merupakan internalisasi nilai-nilai agama yang terwujud dalam berbagai sisi kehidupan pemeluknya sebagai bentuk komitmen atas ajaran agamanya.

b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Religiusitas Keberadaan religiusitas dalam pribadi seseorang tidaklah datang begitu saja, melainkan berkembang dan membutuhkan b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Religiusitas Keberadaan religiusitas dalam pribadi seseorang tidaklah datang begitu saja, melainkan berkembang dan membutuhkan

19) menjelaskan bahwa terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi religiusitas seseorang, diantaranya:

1) Faktor sosial Faktor sosial mencakup seluruh pengaruh sosial dalam perkembangan religiusitas seseorang, seperti pendidikan dari orang tua, tradisi sosial, serta tekanan dari lingkungan sosial yang berasal dari sikap dan pendapat yang disetujui oleh suatu lingkungan.

2) Faktor pengalaman Maksud dari faktor pengalaman ini adalah bahwa religiusitas berasal dari apa-apa yang selama ini telah dialami oleh seseorang, seperti mengalami konflik moral, mengalami bahwa setiap orang membutuhkan kebaikan, keindahan, dan harmoni dalam hidupnya, serta mengalami akan adanya kehadiran Tuhan.

3) Faktor kebutuhan Bahwa religiusitas seseorang dapat muncul karena adanya kebutuhan akan hal keselamatan, cinta, harga diri, dan persiapan akan datangnya kematian.

4) Faktor intelektual Faktor intelektual terkait dengan kemampuan proses penalaran verbal dan pengetahuan dalam diri seseorang.

c. Dimensi Religiusitas Glock dan Stark (1965) dalam Sari, dkk (2012) membagi religiusitas ke dalam lima dimensi, yaitu dimensi ideologis (keyakinan), dimensi ritualitas (praktek keagamaan), dimensi eksperensial (penghayatan), dimensi intelektual (pengetahuan), dan dimensi konsekuensial (pengamalan). Menurut Ancok dan Suroso (1995:80-82) dalam I slam kelima dimensi tersebut dapat disejajarkan dengan:

1) Akidah Akidah atau dimensi keyakinan menunjuk pada seberapa tingkat

keyakinan muslim terhadap kebenaran ajaran agamanya khususnya yang bersifat fundamental dan dogmatik. Dimensi keyakinan ini menyangkut rukun iman yang 6 (enam) yaitu iman kepada Allah SWT, iman kepada malaikat Allah SWT, iman kepada Nabi/ Rasul Allah SWT, iman kepada kitab-kitab Allah SWT, iman kepada hari kiamat, dan iman kepada qadha dan qadar.

2) Syariah Syariah atau dimensi peribatan atau praktek agama merupakan dimensi yang terkait pada kepatuhan muslim

dalam mengerjakan kegiatan-kegiatan ritual yang disuruh dan dianjurkan oleh agamanya. Adapun praktek agama tersebut ialah pelaksanaan shalat, puasa, zakat, haji, membaca Al- Qur’an, do’a, zikir, ibadah kurban, i’tikaf, dan sebagainya.

3) Penghayatan Penghayatan atau dimensi eksperensial menunjuk pada bagaimana muslim merasakan dan mengalami perasaan- perasaan dan pengalaman-pengalaman religius. Dalam I slam, dimensi ini terwujud dalam perasaan dekat dengan Allah SWT, perasaan doa-doanya sering terkabul, perasaan bersyukur kepada Allah SWT, perasaan tergetar ketika mendengar adzan atau ayat-ayat Al-Qur’an, dan lain-lain.

4) I lmu

I lmu atau dimensi pengetahuan merupakan pengetahuan dan pemahaman

ajaran-ajaran agamanya terutama ajaran-ajaran pokok yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits.

muslim

terhadap

5) Akhlak Akhlak atau dimensi pengamalan menunjuk pada perilaku muslim yang dimotivasi oleh ajaran-ajaran agamanya. Dimensi ini adalah tentang bagaimana individu berelasi dengan urusan dunianya terutama dengan manusia lain (Habluminannas). Akhlak mencerminkan perilaku yang sesuai dengan norma- norma

suka menolong, memaafkan, berperilaku jujur, menjaga amanat, tidak korupsi, tidak mencuri, dan lain-lain.

I slam

seperti,

bekerjasama,

Berdasarkan aspek-aspek tersebut, Islam mengajarkan bahwa seorang muslim tidak boleh berhenti pada hubungannya dengan Allah SWT saja, tetapi juga harus terus mengamalkan apa yang Berdasarkan aspek-aspek tersebut, Islam mengajarkan bahwa seorang muslim tidak boleh berhenti pada hubungannya dengan Allah SWT saja, tetapi juga harus terus mengamalkan apa yang

d. Pengalaman Religius Pengalaman religius merupakan gabungan antara pengalaman dan religius. Menurut Kamus Besar Bahasa I ndonesia, pengalaman adalah yang pernah dialami dalam arti dijalani, dirasai, ditanggung, dan sebagainya. Sedangkan, religius dalam Kamus Besar Bahasa

I ndonesia diartikan sebagai sesuatu yang bersifat keagamaan. Oleh karena itu, pengalaman religius adalah yang pernah dialami terkait dengan hal-hal yang bersifat keagamaan. Menurut Bagir (2011) pengalaman religius adalah pengalaman akan kesadaran atas kehadiran yang I lahi. Dalam hal religiusitas akuntan publik, melalui pengalaman religius dapat diketahui bagaimana nilai-nilai agama dapat masuk, meresap dan kemudian berdampak pada individu dalam profesi tersebut.

Pengalaman religius dalam I slam dikenal dengan istilah tasawuf. Kesadaran atas kehadiran Allah SWT dalam berbagai aktivitas sehari-hari umat muslim merupakan ranah pembahasan tasawuf.

Tasawuf adalah falsafah hidup yang dimaksudkan untuk meningkatkan jiwa seorang manusia secara moral lewat latihan- latihan praktis tertentu (Buchori, 2012:111). Definisi tasawuf secara istilah sangatlah beragam, namun yang banyak diakui adalah kata shuf yang berarti bulu domba atau wol. Definisi tersebut muncul Tasawuf adalah falsafah hidup yang dimaksudkan untuk meningkatkan jiwa seorang manusia secara moral lewat latihan- latihan praktis tertentu (Buchori, 2012:111). Definisi tasawuf secara istilah sangatlah beragam, namun yang banyak diakui adalah kata shuf yang berarti bulu domba atau wol. Definisi tersebut muncul

Al-Jurairi dalam Solihin dan Anwar (2014:14) memaknai tasawuf sebagai masuk ke dalam segala budi (akhlak) yang mulia dan keluar dari budi pekerti yang rendah. Sementara, Al-Junaidi menjelaskan tasawuf adalah membersihkan hati dari apa saja yang mengganggu perasaan makhluk, berjuang menanggalkan pengaruh budi yang asal (instink) kita, memadamkan sifat-sifat kelemahan kita sebagai manusia, menjauhi segala seruan hawa nafsu, mendekati sifat-sifat suci kerohanian, bergantung pada ilmu-ilmu hakikat, memakai barang yang penting dan terlebih kekal, menaburkan nasihat kepada semua orang, memegang teguh janji dengan Allah SWT dalam hal hakikat, dan mengikuti contoh Rasululullah dalam hal syariat. Munculnya tasawuf diilhami dari pola kehidupan Nabi Muhammad SAW yang semasa hidupnya sederhana, zuhud, tawadhu’, ridha, dan lain-lain (Buchori, 2012).

Solihin dan Anwar (2014) menjelaskan dasar-dasar tasawuf bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits. Al-Qur’an merupakan kitab Allah SWT yang didalamnya terkandung ajaran-ajaran I slam tentang aqidah, syari’ah, dan mu’amalah. Diantara ayat-ayat Al-Qur’an yang Solihin dan Anwar (2014) menjelaskan dasar-dasar tasawuf bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits. Al-Qur’an merupakan kitab Allah SWT yang didalamnya terkandung ajaran-ajaran I slam tentang aqidah, syari’ah, dan mu’amalah. Diantara ayat-ayat Al-Qur’an yang

Tasawuf dimaksudkan agar nilai-nilai I slam dapat melekat ke dalam pribadi seorang muslim. Sehingga dalam menjalankan berbagai aktivitasnya, seorang muslim dapat benar-benar lillahi ta’ala. Dalam Amin (2015:22) tasawuf dalam kajian akademik dibagi menjadi tiga bagian yaitu tasawuf akhlaki yang menjadikan akhlak (tingkah laku) sebagai pembahasan utama, tasawuf amali yang membahas tentang cara mendekatkan diri kepada Allah SWT yang dikonotasikan sebagai tarekat, dan tasawuf falsafi yang membahas tasawuf secara filsafat yakni disertai dengan ungkapan-ungkapan dalam bahasa filsafat.

3. Profesi Akuntan Publik

a. Peran dan Tanggung Jawab Profesi Akuntan publik merupakan istilah profesi bagi mereka yang bekerja sebagai auditor eksternal. Undang-undang Nomor 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik menyebutkan bahwa akuntan publik adalah seseorang yang telah memperoleh izin untuk memberikan a. Peran dan Tanggung Jawab Profesi Akuntan publik merupakan istilah profesi bagi mereka yang bekerja sebagai auditor eksternal. Undang-undang Nomor 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik menyebutkan bahwa akuntan publik adalah seseorang yang telah memperoleh izin untuk memberikan

Peran dan tanggung jawab seorang akuntan publik sangat kompleks, seringkali terjadi benturan dalam praktiknya. Menurut Nugroho dan Chariri (2012) terdapat dua benturan dalam aktivitas akuntan publik, yaitu tekanan klien dan tekanan masyarakat. Tekanan klien berkaitan dengan keinginan klien atas opini audit yang menguntungkan, dan tekanan atas kepentingan klien ini adalah pada adanya perikatan audit periode berikutnya. Sedangkan, tekanan masyarakat berkaitan dengan tuntutan dari pemakai laporan keuangan kepada akuntan publik agar menjalankan tugasnya sesuai dengan kode etik profesi yang berlaku, dan atas tekanan masyarakat akan berdampak pada kredibilitas dan integritas profesi akuntan publik.

b. Religiusitas Dalam Profesi Akuntan Publik Sebagai manusia yang membutuhkan agama dalam hidupnya, manusia yang berprofesi sebagai akuntan publik pun memerlukan hal yang serupa. Dalam profesi ini religiusitas berperan penting di berbagai aspek dalam profesi. Penegakan kode etik, sikap dan perilaku akuntan publik, hingga kinerja profesionalitasnya tak terlepas dari peran religiusitas di dalamnya.

Maryani dan Ludigdo (2001) dalam Agoes (2012:55) dalam risetnya menemukan 9 (sembilan) faktor yang mempengaruhi sikap Maryani dan Ludigdo (2001) dalam Agoes (2012:55) dalam risetnya menemukan 9 (sembilan) faktor yang mempengaruhi sikap

lingkungan keluarga, pengalaman hidup, imbalan yang diterima, hukum, dan posisi atau kedudukan. Diantara berbagai faktor

emotional

quotient,

tersebut, religiusitas merupakan faktor utama yang mempengaruhi sikap dan perilaku akuntan publik.

Penegakan kode etik pun tak lepas dari peran religiusitas di dalamnya. Dewi (2013) mengemukakan bahwa salah satu upaya terpenting yang diperlukan akuntan publik dalam kantor akuntan publik (KAP) untuk menegakkan kode etik profesi adalah dengan meningkatkan religiusitas. Upaya tersebut adalah upaya yang utama diantara upaya-upaya penegakan kode etik lainnya seperti, meningkatkan kompetensi, membangun keteladanan bagi pemimpin KAP, mendesain sistem, dan menciptakan kultur etis.

Kemudian, Alteer dan Taher (2015) menyebutkan bahwa religiusitas juga berdampak langsung pada pada sensitivitas etis melalui orientasi etika. Bermaksud memahami penyebab dan motif dalam dunia akuntan publik (auditor dan mahasiswa audit) tentang kepekaan terhadap dilema etis dan dalam membuat keputusan etis, memungkinkan kedua faktor individu untuk diungkap yaitu, religiusitas dan orientasi etika.

Selain itu, tersirat bahwa religiusitas berdampak pada kualitas audit. Hal tersebut diperoleh setelah Omer et.al (2015) menjelaskan bahwa religiusitas dalam kantor akuntan publik (KAP) memberikan pengaruh terhadap skeptisme profesional para auditornya. Kantor

= audit dengan kultur agama yang tinggi akan memberikan opini audit yang lebih akurat terkait dalam memprediksi kebangkrutan.

BAB I I I METODE PENELI TI AN

A. Jenis Penelitian Kualitatif

Penelitian ini adalah tentang apa yang dirasakan dan dialami oleh akuntan publik muslim mengenai bagaimana Islam memainkan peran dan manfaatnya

Penelitian ini mencoba mengeksplorasi lebih dalam tentang seperti apa kesadaran beragama akuntan publik muslim, praktek beribadah yang dilakukan, serta bagaimana agama I slam dihayati oleh muslim dalam kesehariannya menjalankan profesi akuntan publik. Data yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah berupa kata-kata tentang apa yang dialami akuntan publik muslim terkait dengan

I slam dalam profesinya. Oleh karena itu, jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Creswell (2014:4) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif merupakan metode-metode yang digunakan untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang dianggap oleh sejumlah atau sekelompok orang berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan. Penelitian kualitatif bermaksud memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara individu maupun kelompok tentang sikap, perilaku, pandangan, motivasi, perasaan, tindakan, dan sebagainya secara holistik (Moleong, 2015:4-5). Prosedur penelitian kualitatif akan menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Bogdan dan Taylor, 1975:5 dalam Moleong, 2015:4).

B. Paradigma Tauhid Sebagai Paradigma Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah memahami bagaimana I slam dijadikan dasar dalam keseharian seorang akuntan publik muslim yang juga merupakan seorang khalifah Allah SWT. Penelitian ini menggunakan paradigma Tauhid, karena agama I slamlah yang menjadi dasar atau pedoman perilaku bagi akuntan publik muslim. Sementara itu, apa itu paradigma Tauhid dalam penelitian akan dijelaskan berikut ini.

Paradigma adalah kepercayaan, perasaan, dan apa-apa yang terdapat dalam pikiran orang yang berfungsi sebagai motor bagi keberlangsungan dan perubahan sosial dan moral (Mulawarman, 2010). Sedangkan menurut Neuman (2000) dalam Paranoan (2015) paradigma merupakan sekumpulan asumsi, konsep, preposisi yang secara logis dianut oleh seseorang maupun sekelompok orang dan mengarahkan cara berpikir. Mulawarman (2010) menyebutkan setidaknya ada 5 (lima) paradigma yang selama ini digunakan dalam penelitian ilmu akuntansi. Kelima paradigma tersebut yakni paradigma positif, paradigma interpretif, paradigma kritis, paradigma postmodernisme, dan paradigma religius atau paradigma I slam atau paradigma Tauhid. Dalam penelitian ini, paradigma yang digunakan adalah paradigma Tauhid.

Zarkasyi (2005) dalam Mulawarman (2010) menyebut paradigma Tauhid sebagai paradigma I slam yang dikenal dalam beberapa istilah yaitu

I slami Nazariyat (I slamic Vision), Al-Mabda’ Al-I slami (Islamic Principle), Al Tasawwur Al-I slami (Islamic Vision), dan Ru’yatul I slam Lil Wujud (Islamic Worldview). I stilah pertama berasal dari Maulana Al-Maududi, Islami Nazariyat adalah pandangan hidup yang dimulai dari konsep keesaan Tuhan (Shahadah) yang berimplikasi pada keseluruhan kegiatan kehidupan manusia I slami Nazariyat (I slamic Vision), Al-Mabda’ Al-I slami (Islamic Principle), Al Tasawwur Al-I slami (Islamic Vision), dan Ru’yatul I slam Lil Wujud (Islamic Worldview). I stilah pertama berasal dari Maulana Al-Maududi, Islami Nazariyat adalah pandangan hidup yang dimulai dari konsep keesaan Tuhan (Shahadah) yang berimplikasi pada keseluruhan kegiatan kehidupan manusia

I slami merupakan kesatuan iman dan akal. Istilah ketiga dari Sayyid Qutb, Al-Tasawwur Al-I slami memiliki arti yaitu akumulasi keyakinan asasi yang terbentuk dalam pikiran dan hati setiap muslim yang memberi gambaran khusus tentang wujud dan apa-apa yang terdapat di balik itu. Kemudian istilah terakhir berasal dari Seyyed Naquib Al-Attas, Ru’yatul Islam Lil Wujud adalah pandangan I slam tentang realitas dan kebenaran yang nampak oleh mata hati kita dan yang menjelaskan tentang hakikat wujud.

Menurut Mulawarman (2010), paradigma dalam I slam disebut paradigma Tauhid, karena berujung pada tauhid yakni pengesaan Allah SWT. Tauhid adalah konsep utama dalam I slam, yang menjadi pengikat ketentuan-ketentuan dan etika manusia dalam melaksanakan aktivitas duniawi. Dalam paradigma Tauhid, tujuan manusia adalah pengabdian kepada Allah SWT dalam bentuk selalu menjalankan ibadah kepada Allah SWT. Pandangan hidup muslim tentang realitas dan kebenaran serta hakikat wujud terakumulasi dalam alam pikiran yang kemudian memancar dalam seluruh aktifitas kehidupan umat muslim. Paradigma dalam Islam menjangkau hakikat dan kebenaran tentang alam semesta dan selalu berujung pada kebenaran mutlak (al-haqq) yaitu Allah SWT. Hal tersebut kemudian dipertegas salah satunya dalam Q.S Adz-Dzariyat ayat 56 yang artinya “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.”, dan dalam Q.S Ya Sin ayat 61 yang artinya “dan hendaklah kamu menyembah-Ku. I nilah jalan yang lurus.”.

Dengan paradigma yang berlandaskan pada Allah SWT, manusia sebagai khalifah Allah SWT di muka bumi mempunyai kewajiban menciptakan masyarakat I lahiah dan harmonis (Mulawarman, 2010).

C. Tasaw uf Akhlaki Sebagai Pendekatan Penelitian

Penelitian ini meneliti tentang bagaimana I slam dijadikan pedoman perilaku bagi seorang muslim yang berprofesi sebagai akuntan publik. I slam sebagai agama yang lengkap dan sempurna bagaimana berperan mengelola dan memperbaiki akhlak akuntan publik muslim, karena selama ini profesi tersebut tersandung oleh berbagai skandal. Akuntan publik muslim dalam mengatasi hal tersebut, menjadikan Allah SWT sebagai alasan utama dalam sikap dan perilaku yang ia lakukan dalam menjalankan keseharian dalam profesi. Oleh karena itu pendekatan penelitian yang digunakan adalah tasawuf akhlaki. Tasawuf akhlaki merupakan ajaran tasawuf yang secara khusus membahas tentang akhlak sebagai tujuan utama seorang muslim mendekatkan diri kepada Allah SWT. Untuk lebih jelasnya apa itu tasawuf akhlaki, akan dijelaskan sebagai berikut.

Tasawuf akhlaki adalah ajaran tasawuf yang membahas tentang kesempurnaan dan kesucian jiwa yang diformulasikan pada pengaturan sikap mental dan pendisiplinan tingkah laku secara ketat, guna mencapai kebahagiaan yang optimal (Amin, 2015: 22). Dalam tasawuf akhlaki, sistem pembinaan akhlak disusun menjadi (Amin, 2015: 212-221):

1. Takhalli Takhalli berarti mengosongkan diri dari akhlak tercela. Ketergantungan akan kenikmatan duniawi merupakan salah satu akhlak tercela yang paling banyak menimbulkan akhlak tercela lainnya. Hal ini dapat diatasi 1. Takhalli Takhalli berarti mengosongkan diri dari akhlak tercela. Ketergantungan akan kenikmatan duniawi merupakan salah satu akhlak tercela yang paling banyak menimbulkan akhlak tercela lainnya. Hal ini dapat diatasi

2. Tahalli Setelah dilakukan pengosongan diri dari akhlak tercela, selanjutnya adalah tahalli. Tahalli merupakan upaya menghiasi diri dengan akhlak terpuji. Tahalli juga dapat berarti menghiasi diri dengan jalan membiasakan diri dengan perbuatan baik. Manusia berusaha agar dalam setiap gerak perilakunya selalu berjalan sesuai ketentuan agama, baik yang bersifat luar seperti sholat, puasa, dan sebagainya, maupun yang bersifat dalam yaitu iman, ketaatan, dan kecintaan pada Allah SWT. Manusia yang mampu mengosongkan hatinya dari sifat-sifat tercela (takhalli) dan mengisinya dengan sifat-sifat terpuji (tahalli) akan menjalankan perbuatan dan tindakan kesehariannya berdasarkan niat ikhlas dan mencari keridhaan Allah SWT semata. Adapun perbuatan baik itu diantaranya:

a. Taubat Taubat pada tingkatan terendah menyangkut dosa yang dilakukan anggota badan. Pada tingkatan menengah, taubat menyangkut pangkal dosa-dosa seperti dengki, sombong, dan riya’. Pada tingkatan yang lebih tinggi, taubat menyangkut usaha menjauhkan bujukan setan dan menyandarkan jiwa akan rasa bersalah. Dan taubat pada tingkatan terakhir berarti penyesalan atas kelengahan pikiran dalam mengingat Allah SWT.

b. Khauf dan Raja’ Khauf adalah rasa cemas dan takut. Perasaan takut seorang hamba semata-mata kepada Allah SWT. Sementara raja’ adalah berharap atau optimis. Perasaan hati yang senang karena menaati sesuatu yang diinginkan dan disenangi.

c. Zuhud Zuhud adalah ketidaktertarikan pada dunia atau harta benda. Tingkatan pertama dalam zuhud adalah menjauhkan diri dari dunia ini agar terhindar dari hukuman di akhirat. Tingkatan kedua adalah menjauhi dunia dengan menimbang imbalan akhirat. Kemudian tingkatan ketiga adalah maqam tertinggi yaitu, mengucilkan dunia bukan karena takut atau karena berharap, tetapi karena cinta kepada Allah SWT.