Lingkungan Kerja Religius Akuntan Publik Muslim

C. Lingkungan Kerja Religius Akuntan Publik Muslim

Para informan merasakan bahwa faktor lingkungan kerja yakni kantor akuntan publik (KAP) sangat berdampak dalam mempertahankan perilaku religius dan keyakinannya terhadap kesempurnaan I slam. Bagi informan yang memang telah baik perilaku religius dan keyakinannya terhadap I slam, akan memudahkan dirinya lebih nyaman untuk dapat menularkan virus I slam apabila lingkungan kerjanya memungkinkan. Sementara, bagi informan yang merasa membutuhkan dorongan dalam menambah keyakinannya terhadap

I slam, serta perilaku religiusnya juga akan lebih senang jika ia dikelilingi oleh I slam, serta perilaku religiusnya juga akan lebih senang jika ia dikelilingi oleh

1. Rekan Kerja Sesama Muslim Rekan kerja merupakan orang atau sekelompok orang yang terkait dengan lingkungan tempat bekerja. Dalam penelitian ini, terindikasi bahwa rekan kerja adalah salah satu faktor turunan dari faktor lingkungan kerja, yang mempengaruhi atau membentuk religiusitas akuntan publik muslim. Indikasi adanya keterkaitan antara rekan kerja dengan religiusitas diri akuntan publik muslim, ditemukan dari pengakuan beberapa informan yang menunjukkan bahwa apa yang mereka lakukan terkait dengan ibadah ataupun perilaku religius dikarenakan rekan kerjanya pun turut mendukung dirinya melakukan hal tersebut, seperti yang dialami oleh Guntur.

Berdasarkan pengalaman Guntur selama dirinya menjadi akuntan publik muslim di tempatnya bekerja saat ini, bahwa teman-teman yang seagama akan memudahkan dirinya untuk tetap taat menjalankan kewajiban beribadah disela-sela pekerjaannya. Berikut ungkapannya:

“Alhamdulillah. Makanya kenapa saya jadi auditor, terutama disini. Karena disini, alhamdulillah temen-temennya muslim semua. Terus yang kedua, mereka mau gitu ketika diajak sesuatu ibadah yang sunnah atau sesuatu yang wajib mau bareng-bareng. Ayu gitu, misalnya sholat berjama’ah, mau. Diajak ayu sholat di masjid, ternyata sekarang mulai sedikit-sedikit mau.”

Selain kemudahan dalam menjalankan ibadah sebagai auditor, keberadaan rekan kerja yang seagama membuat dirinya dan sesama Selain kemudahan dalam menjalankan ibadah sebagai auditor, keberadaan rekan kerja yang seagama membuat dirinya dan sesama

“I ya disini saling ngingetin, jangan kaya gitu. Kaya ada suatu hal yang menyimpang dari prosedur audit.”

Apa yang dirasakan oleh Guntur pun, juga dirasakan dan dialami oleh Deri. Menurutnya, keberadaan rekan kerja sesama muslim yang memiliki pemahaman Islam yang baik, mendorong dirinya untuk dapat mengerjakan ibadah sholat berjama’ah tepat waktu disela-sela kesibukan pekerjaan. Seperti yang ia katakan:

“Kebetulan, ada Guntur juga yang termasuk kuat pemahamannya terhadap I slam. Erik juga bagus juga tuh, karena anak pesantren juga. Jadi, ada yang saling mendukung gitu.”

Berdasarkan pengakuan dan pengalaman dari para informan, rekan kerja merupakan faktor yang mendorong sikap atau perilaku religius saat mereka bekerja. Hal tersebut menjelaskan bahwa pada objek penelitian ini yakni akuntan publik muslim, religiusitas diri akuntan publik dapat terbentuk karena didorong oleh rekan kerja disekitarnya. Sebagai sesama muslim, mereka dapat saling mengingatkan dan mempengaruhi satu sama lain untuk tetap mengingat Allah SWT dan taat pada nilai-nilai I slam dalam profesi akuntan publik.

2. Budaya Religius dalam Kantor Akuntan Publik Pada penelitian ini juga ditemukan, bahwa budaya religius yang terbentuk dalam KAP turut menjadi faktor religiusitas diri akuntan publik 2. Budaya Religius dalam Kantor Akuntan Publik Pada penelitian ini juga ditemukan, bahwa budaya religius yang terbentuk dalam KAP turut menjadi faktor religiusitas diri akuntan publik

Budaya pertama dirasakan oleh seluruh informan. Kebiasaan ini ditemukan saat peneliti melakukan observasi terhadap keempat informan. Berdasarkan hasil observasi, peneliti menemukan bahwa kemauan untuk dapat sholat berjama’ah tepat waktu tidak hanya didorong dari rasa kewajiban diri pribadi sebagai akuntan publik muslim kepada Allah SWT, tetapi juga karena terbentuk oleh lingkungan kerja. Peneliti mengamati bahwa ketika adzan berkumandang para informan langsung berhenti bekerja dan menyegerakan sholat berjama’ah di masjid. Selama observasi dilakukan, ditemukan bahwa sudah menjadi kebiasaan ketika adzan berkumandang, para informan langsung berhenti bekerja, baik yang sedang mempersiapkan report, maupun yang tengah melakukan telaah atas temuan dan data auditee, untuk kemudian berangkat bersama-sama ke masjid terdekat kantor untuk melakukan sholat berjama’ah. Hasil observasi pun juga dikonfirmasi melalui pengakuan Guntur ketika diwawancara, berikut penuturannya:

“Dulu biasanya kita sering jama’ah di tempat sholat yang dibelakang, kalo sekarang jama’ahnya di masjid.”

Sama halnya dengan Guntur, Sidik pun mengakui bahwa kebiasaan sholat berjama’ah tepat waktu yang terbentuk dalam KAP, turut mendorongnya untuk tetap dapat menjalankan praktik ibadah Sama halnya dengan Guntur, Sidik pun mengakui bahwa kebiasaan sholat berjama’ah tepat waktu yang terbentuk dalam KAP, turut mendorongnya untuk tetap dapat menjalankan praktik ibadah

“Jadi auditor disini, sholat ga terganggu sih, baik-baik aja. Yang kita lakukan sholat jama’ah, kaya biasa. Sholat tepat waktu, insya Allah.”

Sementara Andi dan Deri berdasarkan observasi, peneliti mendapati bahwa mereka sebisa mungkin untuk tetap sholat berjama’ah, walaupun kadang terlambat (tidak sampai 5 menit) akibat terlalu

mereka tetap tidak meninggalkan sholat berjama’ah. Ketika mereka ngeh bahwa waktu sholat ternyata telah tiba, keduanya buru-buru mempersiapkan diri untuk sholat berjama’ah. Mereka tidak memilih untuk sholat sendiri saja di kantor, selain karena mereka merasa bahwa sholat berjama’ah di masjid adalah kewajiban seorang laki-laki muslim, tetapi juga karena sudah terbiasa akibat budaya yang ada di lingkungan kerja tersebut.

3. Pimpinan dalam Kantor Akuntan Publik Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pimpinan KAP merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi religiusitas informan. Religiusitas seorang akuntan publik muslim, memang merupakan sebuah kewajiban seorang muslim. Namun, pengalaman salah satu informan yakni Sidik, bahwa dalam profesinya faktor pimpinan mempengaruhi religiusitasnya. I a merasakan bahwa, ketika dirinya bekerja dalam lingkungan Islam yang baik, dan memiliki pimpinan KAP dengan nilai- 3. Pimpinan dalam Kantor Akuntan Publik Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pimpinan KAP merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi religiusitas informan. Religiusitas seorang akuntan publik muslim, memang merupakan sebuah kewajiban seorang muslim. Namun, pengalaman salah satu informan yakni Sidik, bahwa dalam profesinya faktor pimpinan mempengaruhi religiusitasnya. I a merasakan bahwa, ketika dirinya bekerja dalam lingkungan Islam yang baik, dan memiliki pimpinan KAP dengan nilai-

I slam saat ia bekerja. Berikut ungkapannya:

“Kalo itu, saya ngikutin yang sering dibicarakan pak Deri. Jadi, kan ada perintah bersembahyanglah, setelah itu bertebaranlah di muka bumi untuk bekerja. Nah, saya ngikutin itu.”

Tidak hanya dirasakan oleh Sidik, hal tersebut juga dialami oleh Guntur. Berkaitan dengan keberadaan budaya kajian ba’da maghrib (lihat catatan observasi), ia mengakui bahwa kajian tersebut ia lakukan tergantung dari ketersediaan waktu yang dimiliki oleh pimpinan KAP. Keberadaan kajian tersebut dirasakan Guntur, semakin menunjukkan tidak adanya keterpisahan antara agama dan profesinya sebagai akuntan publik. Namun, seperti yang ia akui dalam wawancara bahwa dilakukannya kegiatan kajian tersebut juga tidak akan berjalan, jika tidak dipimpin oleh pimpinan KAP yang ia sebut dengan istilah ‘bos’:

“Kalo disini biasanya ada kajian, kalo abis maghrib. Karena berhubung si bosnya lagi sibuk, jadi agak kurang.”

Peneliti sempat menanyakan saat berbincang ringan dengan Guntur disela-sela jam istirahatnya, mengapa tidak ia saja yang mengajak teman-teman yang lain, serta menjadi pengisi kajian ketika bosnya tersebut tidak sedang berada di kantor. Namun, ia menunjukkan rasa tidak enak, karena ia merasa bukan siapa-siapa dan bosnya lebih pantas untuk memimpin kajian tersebut. Selain itu, ia pun merasa tidak cukup yakin, dengan ilmu yang ia miliki.

Berdasarkan apa yang dirasakan oleh kedua informan yakni Sidik dan Guntur, bahwa sosok pimpinan KAP mempengaruhi religiusitas yang

ada dalam diri kedua informan tersebut. Walaupun keduanya sadar, bahwa apapun itu yang berhubungan dengan I slam adalah sudah kewajiban dari seorang muslim, tetapi hasil wawancara dan observasi menunjukkan bagaimana sosok pemimpin KAP berdampak pada religiusitas para karyawannya. Pemimpin sebagai sosok yang berpengaruh dalam sebuah lingkungan, memberikan efek penting atas arah lingkungan tersebut dan nilai-nilai apa yang dianut didalamnya. Pimpinan KAP yang beragama I slam terhadap unsur diri akuntan publik, kantor, dan profesi secara luas akan memberikan pengaruh, menggiring, dan mengurung para karyawannya dengan nilai-nilai I slam ke segala bentuk aktivitas yang ada dalam KAP tersebut.

4. Ukuran dan Kondisi Kantor Akuntan Publik Selain ketiga faktor turunan lingkungan kerja yakni rekan kerja, budaya KAP, dan pimpinan KAP sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, faktor terakhir yang ditemukan dalam penelitian ini adalah ukuran dan kondisi KAP. Kecenderungan KAP yang tidak terlalu besar akan memudahkan penularan, pengaturan, dan pengurungan nilai-nilai yang dianut dan diyakini dalam KAP tersebut. Hal itu terjadi, ketika melekatkan pentingnya nilai-nilai Islam dalam berprofesi sebagai akuntan publik muslim. Peneliti melihat bahwa kondisi dan suasana KAP yang menjadi situs penelitian, tidak terlalu besar. Jumlah auditor yang berada dalam KAP tersebut tidak banyak, yakni terdapat 3 Junior Auditor, 2 Supervisor, 1 Audit Manager, dan 1 Partner. Sementara ukuran ruangan kantor pun tidak terlalu besar, juga didukung oleh posisi 4. Ukuran dan Kondisi Kantor Akuntan Publik Selain ketiga faktor turunan lingkungan kerja yakni rekan kerja, budaya KAP, dan pimpinan KAP sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, faktor terakhir yang ditemukan dalam penelitian ini adalah ukuran dan kondisi KAP. Kecenderungan KAP yang tidak terlalu besar akan memudahkan penularan, pengaturan, dan pengurungan nilai-nilai yang dianut dan diyakini dalam KAP tersebut. Hal itu terjadi, ketika melekatkan pentingnya nilai-nilai Islam dalam berprofesi sebagai akuntan publik muslim. Peneliti melihat bahwa kondisi dan suasana KAP yang menjadi situs penelitian, tidak terlalu besar. Jumlah auditor yang berada dalam KAP tersebut tidak banyak, yakni terdapat 3 Junior Auditor, 2 Supervisor, 1 Audit Manager, dan 1 Partner. Sementara ukuran ruangan kantor pun tidak terlalu besar, juga didukung oleh posisi

Luas tidaknya sebuah lingkungan, akan menentukan bagaimana budaya maupun suasana I slam tersebar dalam lingkungan tersebut. Semakin luas sebuah lingkungan, akan semakin banyak titik-titik yang perlu diperkuat nilai-nilai Islamnya, sehingga I slam tetap berada di setiap titik dan kemudian menjalar keseluruh sudut lingkungan, lalu lingkungan tersebut sesak dengan nilai-nilai I slam. Hal ini menunjukkan, akan ada banyak titik yang perlu dikendalikan untuk memastikan bahwa nilai-nilai Islam tetap konsekuen pada titik tersebut. Usaha yang harus dikeluarkan oleh setiap anggota lingkungan dalam menjaga nilai-nilai

I slam tetap kokoh dan utuh, akan semakin berat. Sebaliknya, semakin sempit lingkup sebuah lingkungan, kecenderungannya akan semakin mudah dalam mengatur dan memastikan nilai-nilai I slam tetap ada.

Berdasarkan observasi penelitian dan analisa, maka terlihat bahwa ukuran dan kondisi KAP juga berdampak pada religiusitas diri akuntan publik muslim didalamnya. Ukuran KAP yang tidak terlalu besar, memudahkan pimpinan KAP mengatur keberadaan nilai-nilai Islam, dan memudahkan para karyawan didalamnya dalam menularkan semangat kerja I slam dan mengingatkan bahwa Allah SWT selalu mengawasi setiap apa yang mereka kerjakan.