Dasar Hukum Asuransi Syariah

Kelahiran Takaful Indonesia sebagai holding company PT Asuransi Takaful keluarga dan PT Asuransi Takaful Umum Asuransi Jiwa dan Umum Syariah pertama di Indonesia merupakan hasil dari komitmen dan kepedulian berbagai elemen bangsa yang tergabung dalam TIM Pembentukan Asuransi Takaful lndonesia TEPATI untuk mewujudkan tercapainya kemajuan pembangunan ekonomi syariah di bumi Nusantara. Kelahiran Takaful lndonesia merupakan buah dari prakarsa berbagai elemen yaitu lkatan Cendikiawan Muslim lndonesia lCMl melalui Yayasan Abdi Bangsa, Bank Muamalat lndonesia Tbk, PT Asuransi Jiwa Tugu Mandiri, Departemen Keuangan Republik Indonesial, para pengusaha Muslim lndonesia, dengan bantuan teknis dari Syarikat Takaful Malaysia Bhd. STMB. Perkembangan Takaful lndonesia dalam perekonomian bangsa melalui asuransi berbasis syariah, telah menarik minat investor dalam dan luar negeri. Investor dalam negeri juga menunjukan minat yang kuat untuk ikut menumbuh kembangkan Takaful Indonesia. Untuk itu, yang menjadi tantangan asuransi syari’ah adalah perlunya pembenahan kelembagaan, baik itu dari segi manajemen maupun operasionalnya, agar mampu bersaing positif dengan asuransi konvesional. Oleh karena itu, hal yang tak kalah pentingnya adalah partisipasi dari semua pihak, baik itu pakar ekonomi Islam maupun praktisi asuransi syariah dan seluruh masyarakat Indonesia agar tercapainya pencapaian tujuan ekonomi Islam dan pembangunan ekonomi Indonesia secara keseluruhan.

2.4 Dasar Hukum Asuransi Syariah

 Al-Qur’an Apabila dilihat sepintas keseluruhan ayat Al-Qur’an, tidak terdapat satu ayat pun yang menyebutkan istilah asuransi seperti yang kita kenal sekarang ini, baik istilah “al-ta’min” ataupun “al-takaful”. Walaupun tidak menyebutkan secara tegas, terdapat ayat yang menjelasakan tentang konsep asuransi dan yang memiliki muatan 7 niali-nilai dasar yang ada dalam praktik asuransi. Diantara ayat-ayat Al-Qur’an tersebut antara lain : a. Perintah Allah untuk mempersiapkan hari depan Allah swt, dalam Al-Quran memerintahkan kepada hamba-Nya untuk senantiasa melakukan persiapan dalam menghadapi hari esok. Oleh karena itu, dianjurkan untuk menabung atau asuransi. Menabung adalah upaya mengumpulkan dana untuk kepentingan mendesak atau kepentingan yang lebih besar nantinya. Sedangkan berasuransi untuk berjaga-jaga jika suatu saat musibah itu datang misalnya kebakaran, kecelakaan, dan sebagainya. QS. Al-Hasyr : 18 “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendakalah setiap diri memerhatikan apa yang telah dibuat untuk hari esok masa depan . Dan bertakwalah kepada Allah sesungguhnya Allah Maha Mengetahui yang kamu kerjakan.”  QS. Yusuf 12 : 47-49 “Yusuf berkata,supaya kamu bertanam tujuh tahun lamanya sebagai mana biasa. Maka apa yang kamu tuai hendaklah biarkan di bulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan. Kemudian sesudahnya itu akan datang tujuh tahun yang amat sulit yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya tahun sulit, kecuali sedikit dari bibit gandum yang kamu simpan. Kemudian akan datang tahun yang padanya manusia diberi hujan dengan cukup dan di masa itu memeras anggur “. b. Perintah Allah untuk saling bekerja sama dan membantu Pada saat ini masalah kekhawatiran, keamanan, risiko jiwa dan harta, serta perlunya asuransi merupakan isu yang sangat menyibukkan pikiran manusia karena cukup banyak orang yang dilanda ketakutan, kegelisahan memikirkan keselamatan diri, keluarga, dan harta benda yang mereka miliki. Oleh karena itu, sangatlah wajar 8 apabila ada orang yang mencoba meminimalisir risiko jiwa dan harta benda yang mereka miliki. Dalam rangka meminimalisasi risiko kerugian tersebut, muncullah berbagai perusahaan asuransi yang menawarkan rasa aman dari berbagai ketakutan dan kekhawatiran. Menurut pendapat Abu Zahrah yang dikutip oleh Husain Syahatah, asuransi syariah ta`awun adalah halal. Menurutnya, asuransi jenis ini merupakan implementasi sikap tolong-menolong dalam kebajikan dan ketakwaan yang diperintahkan Allah dalam QS. al-Maidah ayat 2 yang berbunyi : “… Tolong-menolong kamu dalam mengerjakan kebaikan dan takwa dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksaNya.” Disebutkan bahwa manusia diciptakan di dunia tidak sendiri tetapi bersama dengan manusia lain. Dalam fitrahnya manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri, tetapi harus bersama-sama dengan manusia lain yang hidup dalam masyarakat. Agar hidup manusia itu ringan, manusia harus saling tolong-menolong dengan sesama manusia. c. Perintah Allah Untuk Saling Melindungi dalam Keadaan Susah Allah swt sangat peduli dengan kepentingan keselamatan dan keamanan dari setiap umatnya. Karena itu, Allah memerintahkan untuk saling melindungi dalam keadaan susah satu sama lain. Allah berfirman : “yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.” QS. Al-Quraisy 106 : 4 “dan ingatlah, ketika Ibrahim berdoa, “Ya Tuhanku jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa selamat.” al-Baqarah : 126 d. Perintah Allah Untuk Bertawakal dan Optimis Berusaha 9 Dengan tolong-menolong kehidupan manusia akan lebih mudah dan sejahtera, karena tidak seorang pun tahu nasibnya di masa akan datang. Hal ini sesuai dengan firman Allah surat Luqman ayat 34 yang berbuny : “sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari kiamat dan dialah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan, tidak seseorang pun yang dapat mengetahui apa yang akan diusahakannya besok dan tiada seorang pun yang mengetahui di bumi mana ia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” Dari ayat yang sudah dikemukakan jelas bahwa pengetahuan manusia sangat terbatas, biasanya manusia hanya bisa merencanakan, sedangkan apa yang akan terjadi besok pagi atau di masa yang akan datang ia tidak tahu. Sebagai manusia, dia hanya diberi kemampuan untuk mengatur hidup dan kehidupannya agar mencapai kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat. Salah satu cara untuk mencapai kebahagiaan tersebut adalah dengan menyiapkan bekal untuk kepentingan di masa yang akan datang, agar segala sesuatu yang bernilai negatif, dalam bentuk musibah, kecelakaan, kebakaran atau kematian, dapat diminimalisasi kerugiannya.  Sunnah Nabi SAW a. Hadis tentang Aqilah Diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a, dia berkata : “Berselisih dua orang wanita dari suku Huzail, kemudian salah satu wanita tersebut melempar batu ke wanita yang lain sehingga mengakibatkan kematian wanita tersebut beserta janin yang dikandungnya. Maka ahli waris dari wanita yang meninggal tersebut mengadukan peristiwa tersebut kepada Rasullulah SAW, maka Rasullulah SAW. memutuskan ganti rugi dari pembunuhan terhadap janin tersebut dengan pembebasan seorang budak laki-laki atau perempuan, dan memutuskan ganti rugi kematian wanita tesebut dengan uang darah diyat yang dibayarkan oelh aqilah-Nya kerabat dari orang tua laki-laki.” HR. Bukhari 10 b. Hadis tentang Anjuran Menghilangkan Kesulitan Seseorang Diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a, Nabi Muhammad bersabda : “Barangsiapa yang menghilangkan kesulitan duniawinya seorang mukmin, maka Allah SWT akan menghilangkan kesulitan seseorang maka Allah akan mempermudah urusanya di dunia dan di akhirat.” c. Hadis tentang Anjuran Meninggalkan Ahli Waris yang Kaya Diriwayatkan dari Amir bin Sa’ad bin Abi Waqasy, telah bersabda Rasulullah SAW: “Lebih baik engkau meninggalkan anak-anak kamu ahli waris dalam keadaan kaya raya, daripada meninggalkan mereka dalam keadaan miskin kelaparan yang meminta-minta kepada manusia lainnya.” HR. Bukhari d. Hadis tantang Menghindari Risiko Diriwayatkan dari Anas bin Malik r.a bertanya seseorang kepada Rslullah SAW.tentang untanya : Apa unta ini saya ikat saja atau langsung saya bertakwalah pada Allah SWT ? “ Bersabda Rasullulah SAW. : “Pertama ikatlah unta itu kemudian bertakwalah kepada Allah SWT,” HR. At-Turmudzi e. Hadis tentang Piagam Madinah Piagam Madinah “ Dengan nama Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang ini adalah piagam dari Muhammad, Nabi SAW , di kalangna mukmin dan muslimin yang berasal dari Quraisy dan Yatsrib, dan orang yang mengalami mereka, menggabungkan diri dan berjuang bersama mereka. Sesungguhnya mereka satu umat, lain dari manusia lain. Kaum Muhajirin dari Quraisy sesuai keadaan kebiasaan mereka, bahu-membahu membayar tebusan tawanan dengan cara yang adil di antara mukmin. “

2.5 Karakteristik Asuransi Syariah