7
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Masalah 1
B. Perumusan Masalah
7 C.
Tujuan dan Manfaat Penulisan 7
D. Keaslian Penulisan
8 E.
Tinjauan Kepustakaan 8
1. Pengertian Tindak Pidana 9
2. Pengertian Pornografi 22
3. Dampak Pornografi dan Bentuk-bentuk Pornografi 26
F. Metode Penelitian 29
G. Sistematika
Penulisan 30
BAB II : PERKEMBANGAN PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PORNOGRAFI SEBELUM KELUARNYA UU NO.44 TAHUN 2008
A. Pornografi kaitannya dengan UU No.8 Tahun 1992 Tentang
Perfilman 31 B.
Pornografi Kaitannya dengan UU No.36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
37 C.
Pornografi Kaitannya dengan UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers 42 D.
Pornografi Kaitannya dengan UU No.32 Tahun 2002 tentang penyiaran 45
Universitas Sumatera Utara
8
BAB III : PERBUATAN YANG TERMASUK TINDAK PIDANA
PORNOGRAFI MENURUT UU NO.44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI
A. Latar Belakang Lahirnya UU No.44 Tahun 2008
52 B.
Perbuatan-Perbuatan yang Termasuk kedalam lingkup tindak pidana pornografi
56 C.
Sanksi Pidana menurut UU No.44 Tahun 2008 tentang Pornografi 61 BAB IV: ASPEK HUKUM PIDANA VIDEO PORNO DI DALAM UU NO.44
TAHUN 2008 A.
Penyebaran Video porno sebagai salah satu bentuk tindak pidana tindak
pidana pornografi
65 B.
Upaya Penegakan Hukum terhadap Video Porno Menurut UU No.44 Tahun 2008 tentang Pornografi
71 C. Contoh Kasus
.80
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 85
B. Saran 86
DAFTAR PUSTAKA
Universitas Sumatera Utara
3
ABSTRAK
Judul skripsi ini adalah “aspek hukum pidana video mesum dikaitkan dengan pornografi dan upaya penanganannya
.” Pornografi didalam Undang-undang Nomor 44
Tahun 2008 tentang Pornografi, diartikan sebagai gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar. bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh,
atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi danatau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang
melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. Sesuai dengan pasal 29 UU Pornografi, setiap orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan,
menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat
1 dipidana dengan pidana penjara paling singkat enam bulan dan paling lama 12 tahun danatau pidana denda paling sedikit Rp 250 juta dan paling banyak Rp 6
miliar. Terjadinya kesalahan penafsiran norma dalam UU pornografi. Artinya, harus dilakukan proses pemilahan secara jelas, yang mana unsur utama dan mana unsur
pendukung tindak pidana pornografi dalam kasus ketiga artis. Hal ini tergambar dalam upaya penanganan kasus dengan mengutamakan pengungkapan identitas pemeran
video, dibanding pengungkapan pelaku penyebaran video. Sebagaimana maksud UU Pornografi yang bersifat empiris, seharusnya norma utama yang menjadi tugas dalam
penanganan kasus ini adalah penyebaran video yang membuat tontonan pornografi dapat diakses oleh publik. Dengan demikian, maka jelaslah bahwa keputusan
penetapan tersangka bagi keiga artis dengan menggunakan Pasal-pasal yang multi- tafsir, tentu saja merupakan kesimpulan hukum yang menimbulkan ketidakpastian.
Artinya, terdapat definisi hukum yang absurd kabur yang tidak dapat dijadikan dasar utama dalam penetapan status tersangka Ariel. Alasan utama penetapan Ariel adalah
jerata Pasal 4 Ayat 1 Undang-undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Dimana disebutkan bahwa setiap orang dilarang memproduksi, membuat,
memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan
pornografi yang secara eksplisit memuat : persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang; kekerasan seksual; masturbasi atau onani; ketelanjangan atau
tampilan yang mengesankan ketelanjangan; alat kelamin; atau pornografi anak. Perlindungan hukum anak akibat pornografi harus diupayakan dengan sungguh-
sungguh dan nyata, yaitu dengan membuat pengaturan dalam bentuk undang-undang seperti Undang-undang No. 44 Tahun 2008 dan upaya penegakkannya karena dampak
negatif dari pornografi sangat luar biasa besarnya dan akan mempengaruhi moral bangsa dimasa-masa yang akan datang. UU pornografi sudah menjadi norma hokum
tertulis, yang berlaku di Negara kita. Dengan demikian bagian penjelasan dalam UU tersebut, tidak boleh dikesampingkan begitu saja. Norma utama dan penjelasan dalam
UU ini merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Memisahkannya, berarti sebuah kenaifan dalam memaknai sifat hukum tertulis kita.
Universitas Sumatera Utara
9
BAB I PENDAHULUAN