Pornografi Kaitannya dengan UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers

50 Pasal 51, Pasal 52, Pasal 53, Pasal 54, Pasal 55, Pasal 56, dan Pasal 57 adalah kejahatan. Penegasan terhadap kualifikasi uridis sebagai kejahatan terhadap pasal- pasal tertentu dalam UU Telekomunikasi sebagaimana tertulis dalam Pasal 59 sangat diperlukan karena terdapat beberapa pasal yang diancam dengan pidana ringan dan tidakan yaitu: Pasal 16 ayat 1, Pasal 18 ayat 2, Pasal 19, Pasal 21, Pasal 25 ayat 2, Pasal 26 ayat 1, Pasal 29 ayat 1, Pasal 29 ayat 2, Pasal 33 ayat 1, Pasal 33 ayat 2, Pasal 34 ayat 1, Pasal 34 ayat 2 , Pasal 47,Pasal 48, Pasal 52 dan Pasal 56. Sistem perumusan sanksi pidana dalam Undang-Undang Telekomunikasi adalah secara alternatif komulatif. Perumusan sanksi secara tunggal hanya terdapat pada Pasal 53 ayat 2 yaitu penjara selama 15 tahun. Jenis sanksi pidana yang diterapkan dalam UU ini yaitu pidana penjara, pidana denda dan pidana tambahan. Pidana tambahan dalam UU Telekomunikasi merupakan sanksi administrasi berupa peringatan tertulis dan pencabutan izin usaha Pasal 45 dan Pasal 46. Sanksi lain yang diatur dalam Pasal 58 UU Telekomunikasi adalah perangkat telekomunikasi yang digunakan dalam tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, Pasal 48, Pasal 52 atau Pasal 56 dirampas untuk negara dan atau dimusnahkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 58 tersebut menyatakan adanya jenis pidana tambahan atau tindakan yang ”khas” berupa perampasan untuk negara dan pemusnahan. 48

C. Pornografi Kaitannya dengan UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers

Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan 48 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi Universitas Sumatera Utara 51 gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia. 49 Dalam hubungannya dengan pornografi dalam pers di Indonesia, maka penggambaran mencakup penyajian dalam mass-media di Indonesia terkadang memuat pornografi di dalamnya. Pada majalahsurat kabar hiburan, kegunaan gambarfoto sangatlah menentukan sebab gambar dan foto itulah yang menyebabkan produk itu laku di pasaran. Majalahsurat kabar yang tidak memuatnya, akan terasa sangat hambar dan tidak menarik. 50 Sehubungan dengan hal tersebut, di Indonesia kebebasan pers dibatasi demi keselamatan moral masyarakat. Kebebasan berbicara tidak berarti kebebasan untuk mengungkapkan segala-galanya di depan publik. Kemerdekaan untuk mengumpulkan, menyebarkan dan menerima informasi memang adalah hak individu yang dijunjung tinggi secara universal. Yang selalu dilindungi pada dasarnya adalah kebebasan untuk berbeda pendapat, kebebasan untuk berdebat, berargumen, mengkritik, atau mengajukan fakta yang menyangkut kepentingan publik. Namun, kemerdekaan itu tidak berarti kemerdekaan absolut untuk menyebarkan informasi apapun. Dengan adanya reformasi, kebebasan pers dalam arti bebas untuk mengungkapkan apa saja, kembali marak dalam berbagai tuntutan. Kebebasan pers yang diberikan pemerintah pada awal reformasi ternyata mengundang perilaku yang tidak bertanggung jawab dari pihak-pihak yang kemudian menerbitkan berbagai produk pornografi. 49 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers Pasal 1 angka 1 50 Oemar seno Adji, Mass Media dan Hukum.Cet.II, Erlangga, Jakarta, 1997, hal. 13 Universitas Sumatera Utara 52 Dalam Pasal 2 UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers dikatakan bahwa : “Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.” Lalu kemudian dalam Pasal 5 ayat 1 dikatakan bahwa : “Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah.” Lalu, ketentuan selanjutnya yng berhubungan dengan pornografi diatur dalam Pasal 13 yang isinya adalah : “Perusahaan iklan dilarang memuat iklan : a. yang berakibat merendahkan martabat suatu agama dan atau mengganggu kerukunan hidup antar umat beragama, serta bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat; b. minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat aditif lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; c. peragaan wujud rokok dan atau penggunaan rokok. Ancaman terhadap tindakan yang dapat dikategorikan sebagai pornografi ditemukan juga dalam Pasal 5 Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers yang dinyatakan: “Pers Nasional berkewajiban memberikan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat”. Kemudian pelarangan yang berkaitan dengan pemuatan pornografi di media, di atur dalam Pasal 13 huruf a undang-undang ini: “perusahaan pers dilarang memuat iklan yang bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat”. 51 51 Undang-Undang No.40 Tahun 1999 tentang Pers Universitas Sumatera Utara 53

D. Pornografi Kaitannya dengan UU No.32 Tahun 2002 tentang penyiaran

Dokumen yang terkait

Analisis Hukum Perdata Tentang Syarat Sah Kontrak Berdasarkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

9 219 88

Analisis Yuridis terhadap Tindak Pidana Pemilu dalam UU Nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD

4 92 146

Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Teknologi Informasi Dari Perspektif UU NO. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

0 47 112

Penerapan UU No. 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi Terhadap Penjual Vcd/Dvd Porno (Studi Putusan No. 1069/Pid.B/2010/Pn.Bdg)

5 89 91

IMPLEMENTASI PENEGAKAN SANKSI PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI Implementasi Penegakan Sanksi Pidana Dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi (Studi Kasus Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Boyolali).

0 4 20

PERBANDINGAN PENGATURAN TINDAK PIDANA PORNOGRAFI DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DAN UNDANG- UNDANG NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI.

0 1 8

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PEMBUAT SITUS PROSTITUSI ONLINE BERDASARKAN UU NO 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI DAN UU NO 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK.

0 1 1

uu no 44 tahun 2008 tentang pornografi

0 2 13

uu no. 44 tahun 2008 tentang pornografi

0 0 10

BAB III PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK YANG MENJADI OBJEK PORNOGRAFI DALAM UU NO 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI A. DAMPAK PORNOGRAFI - Kajian Juridis Terhadap Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Ponografi Terhadap Perlindungan Anak Sebagai objek Tinda

0 0 28