30 setiap tahapnya memerlukan saksi sebagai alat bukti yang sah dan untuk mengetahui
kebenaran materiel yang sesungguhnya dari terjadinya tindak pidana.
25
Adanya keterangan dari saksi danatau korban yang mendengar, melihatmengalami sendiri terjadinya suatu tindak pidana merupakan salah satu alat
bukti yang sah yang mana dapat membantu hakim untuk benarbenar menyakinkan kesalahan terdakwa hampir semua proses peradilan pidana menggunakan keterangan
saksi. Keberhasilan suatu proses
peradilan pidana sangat bergantung pada alat bukti yang berhasil diungkap
atau ditemukan. Dalam proses persidangan, terutama yang berkenaan
dengan saksi, banyak kasus yang tidak terungkap akibat tidak adanya saksi yang dapat mendukung tugas penegak hukum.
Dalam seluruh tahapan proses penyelesaian perkara pidana, mulai tahap penyidikan sampai pembuktian di muka sidang pengadilan, kedudukan saksi sangatlah
penting, bahkan dalam praktek sering menjadi faktor penentu dan keberhasilan dalam pengungkapan suatu kasus, karena bisa memberikan alat bukti ”keterangan saksi”
yang merupakan alat bukti pertama dari lima alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP. Berkaitan dengan peranan saksi ini, seorang praktisi hokum
hakim, Muhammad Yusuf, secara ekstrim mengatakan bahwa tanpa kehadiran dan peran dari saksi, dapat dipastikan suatu kasus akan menjadi dark number mengingat
dalam sistem hukum yang berlaku di Indonesia yang menjadi referensi dari penegak hukum adalah testimony yang hanya dapat diperoleh dari saksi atau ahli.
2. Pengertian Pornografi
Pornografi adalah
26
: 1. Suatu ungkapan dalam bentuk cerita-cerita tentang pelacuran atau prostitusi,
25
Muladi, Hak Asasi Manusia dan Reformasi Hukum di Indonesia, The Habibie Center, Jakarta,2002,hal.201
26
Andi Hamzah, Pornografi dalam Hukum Pidana, Bina Mulia, Jakarta, 1997, hal. 8
Universitas Sumatera Utara
31 2. Suatu ungkapan dalam bentuk tulisan tentang kehidupan erotik dengan hanya untuk
menimbulkan rangsangan seks kepada pembacanya atau yang melihatnya. Pornografi memang sering dipersepsikan dengan cara yang beragam.
Interpretasi pornografi diberi batasan yang berbeda-beda. Orang bebas mengartikan pornografi dengan cara yang tidak sama. Ada pihak yang memandang pornografi
sebagai seks berupa tampilan gambar,aksi maupun teks, namun ada juga pihak yang memandang pornografi sebagai seniart berupa cara berbusana, gerakan, mimik, gaya,
cara bicara, atau teks yang menyertai suatu tampilan.
27
Namun jika dilihat dari asal katanya, sesungguhnya Pornografi berasal dari kata Yunani yaitu “porne” yang berarti pelacur dan “grape” yang berarti tulisan atau
gambar. Jadi pengertian pornografi sebenarnya lebih menunjuk pada segala karya baik yang dituangkan dalam bentuk tulisan atau lukisan yang menggambarkan
pelacur.
28
Batasan pornografi dirumuskan secara berbeda oleh Tukan yang membatasi pornografi sebagai penyajian seks secara terisolir dalam bentuk tulisan, gambar, foto,
film, video kaset, pertunjukkan, pementasan dan ucapan dengan maksud merangsang nafsu birahi.
29
Sedangkan pornografi merupakan propaganda patriarchal yang
menekankan perempuan adalah milik, pelayan, asisten dan mainan laki-laki.
30
Pornografi adalah sebuah industri yang menjual perempuan, pornografi adalah bentuk kekerasan terhadap perempuan, pornografi menyebarkan kekerasan terhadap
27
Alex A. Rachim, Pornografi Dalam Pers Sebuah Orentasi, [Jakarta; Dewan Pers 1987], hal. 10-11
28
Ade Armando, Mengupas Batas Pornografi. Kementrian Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia, Jakarta, 2004, hal.1
29
Neng Djubaidah, Pornografi Pornoaksi Ditinjau Dari Hukum Islam, [Jakarta; Prenada Media, 2003, hal. 137
30
Abu Al-Ghifari, Gelombang Kejahatan Seks Remaja Modern, [Bandung; Mujahid, 2002], hal. 30.
Universitas Sumatera Utara
32 perempuan, pornografi mendehumanisasi seluruh perempuan dan pornografi
menggunakan rasisme dan anti semitisme untuk menyebarkan pelecehan seksual.
31
Dari batasan-batasan tersebut di atas tampak bahwa pengertian pornografi telah mengalami pengembangan. Dari yang semula hanya mencakup karya tulis atau
gambar, seiring dengan perkembangan teknologi media massa, ruang lingkup pornografi mengalami perluasan yang mencakup jenis media lain seperti televisi,
radio, film, billboard, iklan dan sebagainya. Demikian pula yang menjadi objek tidak lagi hanya pelacur -dalam pengertian orangmanusia- atau kejalangan tetapi secara
perlahan pornografi mencakup semua materi yang melalui berbagai media dianggap melacurkan nilai atau seolah-olah berfungsi bak seperti pelacur. Dengan demikian
maka pornografi sampai pada batasan sebagai “materi” yang disajikan di media tertentu yang dapat dan atau ditujukan untuk membangkitkan hasrat seksual khalayak
atau mengeksploitasi seks.
32
Pengertian ‘pornografi’ secara umum telah dipahami oleh setiap individu. Dengan pola pikir individu yang berbeda, kata ‘pornografi’, terlepas dari konotasi
positif dan negatifnya, memiliki sejumlah arti yang hampir sama dalam keragaman komunitas masyarakat kita. Pornografi sering dikonotasikan dengan pertunjukan seks,
cabul, bagian tubuh terlarang yang dipertontonkan khususnya perempuan, dan segala bentuk aksi yang membuat pendengar atau indidu yang menyaksikan terangsang
layaknya manusia normal.
33
Secara terminologi, pornografi merupakan kata serapan dari Bahasa Inggris yang berasal dari kata dalam Bahasa Yunani ‘porne’ dan ‘graphos’ yang berarti
31
Gunawan, FX. R., 1993, Filsafat Pornografi, Bentang, Yogyakarta, hal. 15
32
Ibid, hal. 23
33
Tjipta Lesmana, Pornografi Dalam Media Massa Cet.I, PT. Penebar Swadaya, Jakarta, 1995, hal.109
Universitas Sumatera Utara
33 gambaran atau tulisan mengenai wanita jalang. Atau dalam arti lain adalah tulisan
tentang wanita susila. Berikut ini beberapa definisi mengenai pornografi
34
:
Menurut definisi RUU Pornografi, Pornografi adalah materi seksualitas yang dibuat oleh manusia dalam bentuk gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara,
bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, syair, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan komunikasi lain melalui berbagai bentuk media komunikasi
danatau pertunjukan di muka umum, yang dapat membangkitkan hasrat seksual danatau melanggar nilai-nilai kesusilaan dalam masyarakat.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia : Pornografi adalah penggambaran
tingkah laku secara erotis dengan lukisan atau tulisan untuk membangkitkan nafsu berahi; bahan bacaan yang dengan sengaja dan semata-mata dirancang
untuk membangkitkan nafsu berahi.
Oxford English Dictionary : Pornografi adalah pernyataan atau saran mengenai hal-hal yang mesum atau kurang sopan di dalam sastra atau seni.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pornografi merupakan satu penyajian, baik dari visualisasi gambar, lukisan, foto, film, sampai diskripsi dalam
tulisan, yang kesemua itu terdapat unsur seks, cabul maupun tingkah laku yang bisa membangkitkan nafsu birahi seseorang, sehingga dengan dasar itu dapat
dikategorikan telah melecehkan hakekat dan martabat wanita, melanggar moral, ajaran agama, adat istiadat dan tradisi
Memuat Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi Pasal 1 angka 1: “Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi,
gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya
34
Adami Chazawi, 2010. Tindak Pidana Pornografi, Penerbit PMN – ITS Press, Surabaya, hal. 37
Universitas Sumatera Utara
34 melalui berbagai bentuk media komunikasi danatau pertunjukan di muka umum, yang
memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat”.
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi ini menetapkan secara tegas tentang bentuk hukuman dari pelanggaran pembuatan, penyebarluasan,
dan penggunaan pornografi yang disesuaikan dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan, yakni berat, sedang, dan ringan, serta memberikan pemberatan terhadap
perbuatan pidana yang melibatkan anak. Di samping itu, pemberatan juga diberikan terhadap pelaku tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi dengan melipatgandakan
sanksi pokok serta pemberian hukuman tambahan. Untuk memberikan perlindungan terhadap korban pornografi, Undang-Undang ini mewajibkan kepada semua pihak,
dalam hal ini negara, lembaga sosial, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, keluarga, danatau masyarakat untuk memberikan pembinaan, pendampingan,
pemulihan sosial, kesehatan fisik dan mental bagi setiap anak yang menjadi korban atau pelaku pornografi. Berdasarkan pemikiran tersebut, Undang-Undang tentang
Pornografi diatur secara komprehensif dalam rangka mewujudkan dan memelihara tatanan kehidupan masyarakat Indonesia yang beretika, berkepribadian luhur, dan
menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, serta menghormati harkat dan martabat setiap warga Negara
.
3. Dampak Pornografi