BAB II PENGALIHAN HAK MILIK ATAS KEKAYAAN NEGARA
A. Hak Milik Dalam Konteks Negara Hukum Yang Berlandaskan
Ketuhanan Yang Maha Esa
Indonesia sebagai Negara hukum yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagaimana dinyatakan dalam Konstitusi Negara, yaitu pada
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 UUD 1945 dan pada Pasal 1 UUD 1945. Ditegaskan dalam Penjelasan tentang UUD 1945, di dalam
Pokok-Pokok Pikiran dalam “Pembukaan” poin keempat, mengatakan bahwa Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab. Selanjutnya di dalam Pasal 33 UUD 1945, ditegaskan bahwa :
3 Bumi dan Air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat”. Segala sumber kekayaan Negara bukanlah milik Negara, melainkan
karunia dari Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia. Oleh sebab itu, kedudukan Negara sebagai organisasi kekuasaan masyarakat, memiliki
kekuasaan tertinggi dan bertanggungjawab untuk mengelola segala sumber kekayaan Negara tersebut demi kepentingan masyarakat dari generasi ke
generasi. Sehubungan dengan itu, di dalam Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang
No.5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria selanjutnya akan disebut UUPA antara lain ditegaskan bahwa seluruh
Universitas Sumatera Utara
bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dalam wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang
Maha Esa adalah bumi, air, dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional. Hubungan antara bangsa Indonesia dan
bumi, air serta ruang angkasa termaksud dalam ayat 2 di atas adalah hubungan yang bersifat abadi Pasal 1 ayat 3.
Dari ketentuan tersebut di atas dapat diartikan bahwa pengakuan terhadap hak menguasai Negara di Indonesia dimaksudkan untuk memberi
kewenangan kepada Negara sebagai organisasi kekuasaan masyarakat untuk mengelolah kekayaan nasional demi kepentingan masyarakat dari
generasi ke generasi. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Pokok Agraria, bahwa bumi air dan ruang angkasa,
termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh
rakyat. Sehubungan dengan itu, selanjutnya di dalam Pasal 2 ayat 2, poin
a, b, dan c Undang-Undang Pokok Agraria diuraikan tentang tanggungjawab Negara terhadap kekayaan nasional yang berkaitan dengan
tanah. Di dalam Pasal 2 ayat 1 ditegaskan mengenai hal penguasaan
Negara atas tanah ini. Hak menguasai atas tanah oleh Negara adalah istilah yang diberikan oleh Undang-Undang Pokok Agraria kepada lembaga
Negara sebagai organisasi pekerja Negara dan hubungan hukum konkret antara Negara dan tanah di Indonesia, yang lebih rinci isi dan tujuannya
Universitas Sumatera Utara
terdapat pada Pasal 2 ayat 1, 2, dan 3 Undang-Undang Pokok Agraria, yang berbunyi sebagai berikut :
Pasal 2 1 : “mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan,
persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut; 2 : “menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara
orang-orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa; 3 : “menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara
orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
Kewenangan yang dimiliki negara atas tanah tersebut merupakan suatu bentuk pelimpahan tugas bangsa, baik sebagai pemegang kekuasaan
dan sebagai organisasi pekerja Negara. Dalam hubungan dengan bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, selaku organisasi kekuasaan seluruh rakyat, Negara bertindak dalam kedudukannya sebagai kuasa dan
petugas bangsa Indonesia.
21
Dalam melaksanakan tugas tersebut, pemerintah merupakan organisasi kekuasaan rakyat tertinggi, yang terlibat
sebagai petugas bangsa tersebut bukan hanya penguasa legislatif dan eksekutif saja, tetapi juga penguasa yudikatif.
22
21
Boedi Harsono, op.cit., hlm.229
22
Ibid., hlm. 259.
Universitas Sumatera Utara
Didasarkan pada Pasal 4 Undang-Undang Pokok Agraria, dijelaskan lebih lanjut mengenai hak menguasai Negara, yaitu :
Pasal 4 1 : “atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud
dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada
dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan hukum.”
2 : “hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat 1 pasal ini memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang
bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada di atasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung
berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut undang-undang ini dan peraturan-peraturan hukum lain yang
lebih tinggi.”
Hak-hak atas tanah yang bersifat individual dan pribadi dalam konsepsi hukum tanah nasional mengandung unsur kebersamaan. Unsur
kebersamaan atau unsur kemasyarakatan tersebut ada pada tiap hak atas tanah, karena semua hak atas tanah secara langsung ataupun tidak
langsung bersumber pada hak bangsa yang merupakan hak bersama. Hak-hak atas tanah yang bersumber pada hak bangsa adalah apa
yang disebut hak-hak primer, yaitu hak milik, hak guna usaha, dan hak pakai yang diberikan oleh Negara sebagai organisasi pekerja Negara. Hak-hak
Universitas Sumatera Utara
yang bersumber tidak langsung dari hak bangsa, adalah yang disebut hak- hak sekunder, yaitu: hak-hak yang diberikan oleh pemegang hak primer,
seperti hak sewa, bagi hasil, gadai, dan lainnya.
23
Dalam konsep “Negara menguasai”, Negara yang memperoleh kewenangan dari seluruh rakyat Indonesia, diberi kedudukan sebagai badan
penguasa yang pada tingkatan tertinggi berwenang untuk mengatur pemanfaatan tanah dalam arti luas serta menentukan dan mengatur
hubungan hukum dan perbuatan hukum berkenaan dengan tanah. Sebagai penerima kuasa, maka segala tindakan Negara berkaitan dengan
pembuatan kebijaksaan dan pengawasaan atas terlaksananya segala peraturan dan kebijakan itu harus dipertanggungjawabkan kembali terhadap
masyarakat. Hubungan hukum yang termaktub dalam UUD 1945 dirumuskan
dengan menggunakan istilah “dikuasai” itu, ditegaskan sifatnya sebagai hubungan hukum publik oleh Pasal 2 UUPA, dimana dalam Pasal 2 ayat 2
UUPA diberikan rincian kewenangan Negara dalam menguasai kekayaan Negara tersebut. Rincian kewenangan yang dimaksud berisikan mengenai:
mengatur, menentukan dan menyelenggarakan berbagai kegiatan sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 2 UUPA tersebut. Undang-
Undang Pokok Agraria memeberikan interpretasi resmi mengenai “hak menguasai Negara”, yaitu hanya sebatas hubungan hukum yang bersifat
publik semata-mata. Didasarkan dengan hal tersebut, tidak ada lagi tafsiran lain mengenai pengertian dikuasai dalam UUD 1945 tersebut.
23
Ibid., hlm. 232
Universitas Sumatera Utara
Sebagai bukti atas hak penguasaan oleh Negara, dan bukan pemilikkan Negara atas tanah, maka haruslah setiap tindakan yang
dilakukan oleh pemerintah harus didasarkan kepada peraturan perundang- undangan yang berlaku. Apabila pemerintah melanggar ketentuan ini, akan
membuat masyarakat mengambil kesimpulan bahwa telah terjadi pergeseran makna, yaitu yang awalnya sebagai pengelola menjadi pemilik.
Sebagai contoh adalah perjanjian tukar guling antara BULOG dan PT. Goro Batara Sakti, dimana proses tukar guling tersebut tidak dijalankan dengan
prosedur yang ada.
A 2. Hak Milik Dalam Sistem Hukum di Indonesia
Yang dimaksud dengan hak “kemilikan” adalah hak milik dalam arti umum luas, tidak terbatas hanya pada hak milik atas tanah, bangunan,
mobil, sepeda, dan sebagainya, akan tetapi seluruhnya sepanjang hak kemilikan ini mempunyai objek yang diperbolehkan hukum, yaitu benda
berwujud dan tidak berwujud
24
2.1. Undang-Undang Dasar 1945 UUD 1945
. Hak “kemilikan” diakui dan mempunyai landasan hukum yang kuat di Indonesia, diantaranya diatur pada:
Istilah Hak “kemilikan” tidak dikenal pada sistem hukum yang terdapat di negara Indonesia. Istilah yang lebih dikenal dan diakui hanyalah hak
“milik”. Undang-Undang Dasar 1945 tidak mempunyai ketentuan yang mengatur mengenai hak milik. Namun hak milik ini diakui di dalam UUD
24
Mariam Darus Badrulzaman, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, Alumni, Bandung, 1977, hlm. 43
Universitas Sumatera Utara
1945 yang dapat disimpulkan dari Garis-Garis Besar Haluan Negara Tap MPR No. IV1970 dan konsiderans Undang-Undang Pokok Agraria
UUPA.
25
2.2. Di Dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara
Pengakuan atas hak milik secara tegas dituangkan dalam “Ciri-ciri Demokrasi Ekonomi Arah Pembangunan Jangka Panjang”, yaitu:
“Hak milik perorangan diakui dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan masyarakat. Potensi, inisiatif dan daya kreasi setiap
warga negara diperkembangkan sepenuhnya dalam batas-batas yang tidak merugikan kepentingan umum”.
26
Selanjutnya dasar hukum dari lembaga hak milik dapat ditemukan di dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945,
walapun tidak secara nyata lembaga hak milik ini disebutkan, akan tetapi pengakuan tersebut nyata, yang dapat dijabarkan dari Pasal 33 UUD 1945
tersebut. Konsideran Undang-Undang Pokok Agraria juga menguatkan hal ini, sebab dasar pembentukan UUPA sendiri dilandasi oleh Pasal 33 UUD
1945.
2.3. Undang-Undang Pokok Agraria 1960
27
Di dalam Pasal 20 Undang-Undang Pokok Agraria ditegaskan bahwa, ”hak milik adalah hak turun menurun, terkuat dan terpenuh yang dapat
dipunyai orang atas tanah dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6”.
25
Ibid., hlm. 43
26
Ibid., hlm. 44
27
Ibid., hlm. 44
Universitas Sumatera Utara
Di dalam Pasal 6 Undang-Undang Pokok Agraria ditegaskan bahwa, “semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial”.
Didasarkan Pasal 20 UUPA tersebut di atas, dijelaskan bahwa hak milik mempunyai ciri yang berbeda dari hak-hak lainnya. Meskipun
dikatakan bahwa hak milik merupakan hak terkuat dan terpenuh yang dapat dimiliki oleh seseorang atas tanah, bukan berarti hak tersebut bersifat
mutlak tidak terbatas dan tidak dapat diganggu gugat. Pengertian terkuat dan terpenuh itu, bermaksud “untuk membedakannya dengan hak guna
usaha, hak guna bangunan, hak pakai, dan lainnya, yaitu untuk menunjukkan bahwa diantara hak-hak atas tanah yang dapat dipunyai orang
hak milik yang “ter” paling kuat dan terpenuh.
28
2.4. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 570
KUH Perdata Pasal 570 : “Hak kemilikan hak milik pada umumnya adalah hak untuk
menikmati kegunaan suatu kebendaan dengan leluasa dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan sepenuhnya, asal
tidak sepenuhnya, asal tidak bertentangan dengan undang-undang atau peraturan umum yang ditetapkan oleh suatu kekuasaan yang
berhak menetapkan dan tidak mengganggu hak-hak orang lain, kesemuanya itu dengan tidak mengurangi kemungkinan akan
pencabutan hak itu demi kepentingan umum berdasar atas ketentuan undang-undang dan dengan pembayaran ganti rugi.”
29
Didasarkan pada pasal 570 ini, dapat kita ambil enam ciri dari hak kepemilikan tersebut, yaitu :
30
i. Berhak menikmati kegunaan pada sesuatu benda dengan bebas;
28
Ibid., hlm. 45
29
Ibid., hlm. 46
30
Ibid., hlm 46
Universitas Sumatera Utara
ii. Merupakan hak menguasai terkuat;
iii. Tidak melanggar undang-undang atau peraturan umum;
iv. Jika perlu dapat dicabut untuk kepentingan umum dengan
memberikan ganti rugi; v.
Tidak menyalahgunakan hak dalam pelaksanaannya. Para ahli hukum Perdata seperti
Suyling, Pitlo, Asser , pada
umumnya sepakat untuk mengatakan bahwa hak kepemilikan merupakan hak terkuat yang memberikan sejumlah wewenang menguasai yang
maksimal untuk menikmati dan melakukan perbuatan-perbuatan hukum atas benda.
31
2.5. Undang-Undang Dasar Sementara 1950 UUDS 1950 Pasal 26 dan
27 Pasal 26
1 :”Setiap orang berhak mempunyai milik baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain”.
2:”Seorang pun tidak boleh dirampas hak miliknya dengan semena-mena”
3:”hak milik itu adalah suatu fungsi sosial”.
Pasal 27 1:”Pencabutan hak milik untuk kepentingan umum atas sesuatu
benda atau hak tidak diperbolehkan, kecuali dengan mengganti kerugian dan menurut aturan undang-undang”.
2:”Apabila suatu benda harus dibinasakan untuk kepentingan umum, ataupun baik untuk selama-lamanya maupun untuk
beberapa lama harus dirusakkan samapai tak terpakai lagi, oleh kekuasaan umum, maka hal itu dilakukan dengan mengganti
kerugian dan menurut aturan undang-undang kecuali jika ditentukan yang sebaliknya oleh aturan-aturan itu”.
31
Ibid., hlm. 46
Universitas Sumatera Utara
A.3. Hak Milik Atas Tanah
Di dalam Pasal 20 Undang-Undang Pokok Agraria ditegaskan bahwa, ”hak milik adalah hak turun menurun, terkuat dan terpenuh yang dapat
dipunyai orang atas tanah dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6”. Berdasarkan ketentuan ini, hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada
pihak lain. 3.1.
Batasan Hak Milik Undang-Undang Pokok Agraria, mengatur secara tegas ketentuan
mengenai batas-batas dari hak milik, yaitu:
32
i. Hak atas tanah tidak boleh semata-mata dipergunakan untuk
kepentingan pribadi, akan tetapi harus seimbang dengan kepentingan umum;
ii. Tidak boleh menimbulkan kerugian bagi orang lain;
iii. Harus dipelihara baik-baik;
iv. Pemerintah mengawasi penyerahan hak atas tanah;
v. Pemerintah mengawasi hak monopoli atas tanah.
Undang-Undang Pokok Agraria memberi batasan, bahwa hak milik tersebut bukan merupakan lambang kekuasaan yang tidak terbatas, akan
tetapi dibatasi oleh kepentingan umum yang diungkapkan oleh Hukum Publik.
33
32
Ibid., hlm. 52
Hukum publlik memberikan arahan kepada kita perintah dan larangan terhadap pemilik mengenai apa yang boleh dilakukan dengan hak
miliknya. Apabila pemilik melakukan perbuatan melawan hukum atau atau
33
Ibid., hlm. 52
Universitas Sumatera Utara
menimbulkan gangguan kepada pihak lain, maka ia dapat digugat untuk memberikan ganti rugi, demikian juga jika ia menyalah gunakan
jabatannya.
34
3.2. Subjek Hak Milik
Subjek dari hak milik adalah: a. Warga Negara Indonesia
b. Badan Hukum yang didirikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia
3.3. Asas-Asas Hak Kemilikan
a. Asas hak terkuat atau terpenuh; b. Asas fungsi sosial; c. Asas kemanfaatan; d. Asas sistem tertutup; e. Asas mengikuti
benda; f. Asas kepastian hukum; g. Asas publisitas; h. Asas spesialitas; i. Asas totalitas; j. Asas perlekatan; k. Asas dapat
diserahkan; l. Asas perlindungan.
B. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian 1. Pengertian dan Syarat Sahnya Perjanjian