Ketahanan Papan Partikel Kayu Kempas (Koompassia malaccensis Maing.) dan Kayu Tusam (Pinus merkusii Jungh. et de Vr.) terhadap Serangan Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren.)

(1)

RINGKASAN

Reza Ramadhan. E24070084. Ketahanan Papan Partikel Kayu Kayu Kempas (Koompassia malaccensis Maing.) dan Kayu Tusam (Pinus merkusii Jungh. et de Vr.) terhadap Serangan Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren.). Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Yusuf Sudo Hadi, M.Agr dan Dr. Ir. Dede Hermawan, M.Sc.

Salah satu usaha pemanfaatan log berdiameter kecil dapat dilakukan dengan mengolahnya menjadi produk komposit, salah satunya adalah papan partikel karena papan partikel tidak terlalu mementingkan ukuran dan kualitas dari segi kelayakan bahan. Pengolahan kayu log berdiameter kecil menjadi papan partikel diharapkan dapat mengurangi permasalahan sifat keawetan kayu log berdiameter kecil yang tergolong mempunyai sifat keawetan yang rendah, khususnya sifat ketahanan terhadap serangan rayap. Sehingga dilakukan penelitian mengenai pengujian sifat ketahanan papan partikel yang dibuat dari kayu log berdiameter kecil dari jenis kayu Kempas (Koompassia malaccensis Maing.) dan kayu Tusam (Pinus merkusii Jungh. et de Vr.) yang dibuat dengan dua kerapatan target yakni 0,8 g/cm3 dan 0,9 g/cm3 dengan menggunakan perekat urea formaldehid dengan kadar perekat 12% dan tambahan zat parafin sebesar 2%, yang kemudian diuji terhadap serangan rayap tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren.) dengan mengacu pada standar pengujian SNI 01.7207-2006. Nilai yang dilihat pada pengujian ini adalah nilai kehilangan berat, mortalitas rayap dan nilai feeding rate. Hasil yang diperoleh setelah dilakukan pengujian adalah nilai kehilangan berat rata-rata jenis kayu Kempas lebih kecil dibanding dengan kayu Tusam. Secara statistik faktor jenis kayu menunjukkan pengaruh yang signifikan begitu juga dengan faktor kerapatan target, pada faktor jenis kayu, kayu Kempas memiliki sifat ketahanan yang lebih baik dibanding dengan kayu Tusam terlihat dari nilai kehilangan beratnya yang lebih kecil, berdasarkan faktor kerapatan target, kerapatan target 0,9 g/cm3 menghasilkan nilai kehilangan berat yang lebih kecil dibandingkan dengan kerapatan target 0,8 g/cm3. Dibanding dengan kayu solidnya secara statistik papan partikel dan kayu solid memiliki perbedaan yang tidak signifikan, yang artinya sifat ketahanan papan partikel dan kayu solid cenderung lebih seragam. Persentase mortalitas rayap yang terjadi tergolong tinggi dengan kisaran 80,5%-100%, pada papan partikel tidak ada rayap yang hidup pada akhir pengujian, namun pada kayu solid masih ditemukan rayap yang hidup pada akhir pengujian. Nilai feeding rate yang diperoleh untuk kayu Kempas memiliki nilai yang lebih kecil dibanding dengan kayu Tusam.

Kata kunci : Papan partikel, Sifat ketahanan, Kempas, Tusam, Kehilangan berat, Mortalitas rayap dan feeding rate.


(2)

ABSTRACT

INTRODUCTION. One of small diameter log utilization is by composite products, for example particle board because particle board can ignoring size and quality of wood as its raw material. The utilization of small diameter log into particleboard excpect to cover its low durability properties. So the research needed to find the durability of small diameter log particle board. The purpose of this study was to determine the durability of particleboard from Kempas and Tusam to termite attack (Coptotermes curvignathus Holmgren).

MATERIALS AND METHOD. This study used particleboard made from Kempas and Tusam woods with density target were 0.8 g/cm3 and 0.9 g/cm3. This particleboard were adding urea formaldehyde (UF) 12% and paraffin 2%. Durability test against subterranean termite attack were used methods based on SNI 01.7207-2006. Testing with these method was determining the durability of particleboard based on the value of particleboard weight loss, feeding rate and termite mortality during the test period.

RESULTS. The result gained after test of termites attack are Kempas wood have smaller weight loss than Tusam wood. Statistically wood species factor showed a significant result also density target factor. Based on average value of weight loss, Kempas wood has better durability properties than Tusam wood. Density target 0,9 g/cm3 have smaller average value of weight loss than density target 0,8 g/cm3. Compared with solid wood, there insignificant different statistically between solid wood and particleboard, thus durability properties of solid wood and particleboard disposed equal. Termites mortality are high, by interval 80,5%-100%. In the end

of test there wasn’t any living termite on particleboard, but on solid wood there

was any. Feeding rate value on Kempas wood was smaller than Tusam wood.

Keywords : Particleboard, Durability, Kempas, Tusam, Weight loss, Termite mortality and Feeding rate

1).

Student of Forest Product Department, Faculty of Forestry IPB

2).

Lecturer of Forest Product Department, Faculty of Forestry IPB

DHH

DHH

Durability of Particle Board from Kempas Wood

(Koompasia malaccensis Maing.) and Tusam Wood

(Pinus merkusii Jungh. Et deVr.) to Termites Attack

(Coptotermes curvignathus Holmgren.).

1)


(3)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar belakang

Kayu merupakan sumber daya alam yang sangat bermanfaat bagi manusia, karena kayu memiliki banyak potensi untuk dikembangkan menjadi berbagai macam produk. Belakangan ini jumlah kayu bulat ukuran besar semakin berkurang jumlahnya, yang mengakibatkan banyak industri kehutanan tutup, sehingga saat ini penggunaan kayu berdiameter kecil mulai menjadi perhatian,. Kayu berdiameter kecil memiliki banyak kekurangan, selain dari segi kekuatan dan keawetan yang kurang bagus, dari segi ukuran pun menyebabkan semakin sedikit rendemen yang dapat diperoleh, sehingga untuk pemanfaatan dalam aplikasi kayu gergajian dirasa kurang menguntungkan. Alternatif yang dapat ditempuh yakni dengan mengolah menjadi produk komposit, karena tidak terlalu mementingkan ukuran dan kualitas dari segi kelayakan bahan.

Papan partikel merupakan salah satu produk turunan kayu yang sudah banyak digunakan, karena proses pembuatannya tergolong mudah. Menurut Maloney (1993), papan partikel terbagi menjadi tiga, yakni papan partikel berkerapatan rendah, sedang dan tinggi. Setiap jenisnya memiliki karakteristik masing-masing. Papan partikel berkerapatan tinggi diharapkan dapat menggantikan fungsi kayu solid dalam pengaplikasian secara struktural, karena memiliki kerapatan dan sifat kekuatan yang tinggi dibanding jenis papan partikel lainnya. Selain itu dalam proses pengolahan papan partikel diharapkan dapat mengurangi permasalahan dalam sifat keawetan kayu solid, karena tidak semua kayu solid memiliki sifat keawetan yang tinggi.

Sifat keawetan kayu menjadi penting melihat banyaknya faktor-faktor yang dapat menyebabkan umur pakai kayu menjadi berkurang. Indonesia dengan iklim tropisnya memiliki tingkat kelembaban yang tinggi, sehingga kecenderungan akan kerusakan kayu menjadi semakin besar, seperti serangan jamur, lapuk oleh cuaca, dan serangan organisme perusak salah satunya rayap. Kerusakan yang ditimbulkan oleh organisme perusak seperti rayap mulai dirasa sangat merugikan,


(4)

karena wilayah jelajah serangga ini yang sangat luas bahkan mampu menembus hingga gedung berlantai tinggi sekalipun.

Produk-produk komposit diasumsikan memiliki tingkat keawetan yang lebih baik dibanding kayu solid, karena kandungan perekat dan tambahan zat pengawet yang dapat diberikan pada proses pembuatannya. Penambahan zat-zat tersebut diharapkan dapat membuat produk komposit menjadi lebih awet dari berbagai faktor-faktor perusak termasuk rayap sehingga menambah umur pakai produk komposit tersebut yang berarti juga menjaga kelestarian hutan dengan mengurangi jumlah konsumsi kayu. Sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai keawetan papan partikel dan keawetan alami bahan baku kayu solidnya.

Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian yang dilakukan oleh Kartika (2010) yang meliputi proses pembuatan papan partikel dan pengujian secara sifat fisis dan mekanis, selanjutnya dalam penelitian Kartika (2010) menunjukkan hasil bahwa kerapatan target yang berbeda akan menghasilkan daya serap air dan MOE yang beerbeda, tetapi nilai kadar air, pengembangan tebal, MOR, IB dan kuat pegang sekrup yang dihasilkan sama. Jenis kayu yang berbeda menghasilkan nilai pengembangan tebal dan daya serap air yang berbeda, tetapi nilai kadar air, MOE, MOR, IB dan kuat pegang sekrup yang dihasilkan sama. Selanjutnya penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sifat ketahanan papan partikel tersebut terhadap serangan rayap.

1.2Tujuan penelitian

Mengetahui sifat keawetan papan partikel dan keawetan alami dari jenis kayu Kempas (Koompassia malaccensis Maing.) dan kayu Tusam (Pinus merkusii

Jungh. et de Vr.).

1.3Manfaat penelitian

Dapat memberikan informasi sifat keawetan dari dua jenis kayu (Kempas dan Tusam) apabila diolah menjadi papan partikel.

Memberikan gambaran tentang perbandingan sifat keawetan kayu solid dengan sifat keawetan papan partikel.


(5)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Papan partikel

Papan partikel adalah papan yang dibuat dari partikel kayu atau bahan berlignoselulosa lainnya yang diikat dengan perekat organik ataupun sintesis kemudian dikempa panas (Iskandar 2006). Papan partikel merupakan salah satu jenis panil yang memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan panil lainnya dan bahan bakunya dapat berasal dari berbagai macam bahan berlignoselulosa seperti kayu, jerami, sekam padi, dan yang lainnya.

Menurut Maloney (1993) klasifikasi papan partikel dibagi menjadi tiga diantaranya :

Low density particleboard : papan partikel yang memiliki kerapatan kurang dari 37 lbs/ft3 (berat jenis < 0,59 g/cm3)

Medium density particleboard : papan partikel yang memiliki kerapatan dengan kisaran 37 – 50 lbs/ft3 (berat jenis antara 0,59 g/cm3– 0,80 g/cm3)

High density particleboard : papan partikel yang memiliki kerapatan lebih dari 50 lbs/ft3 (berat jenis > 0,80 g/cm3)

Papan partikel mempunyai kelemahan stabilitas dimensi yang rendah. Pengembangan tebal papan partikel sekitar 10-25% dari kondisi kering ke basah melebihi pengembangan kayu utuhnya serta pengembangan liniernya sampai 0,35%. Pengembangan panjang dan tebal pada papan partikel ini sangat besar pengaruhnya terhadap pemakaian terutama jika digunakan sebagai bahan bangunan (Bowyer et al. 2003).

Faktor yang mempengaruhi kualitas papan partikel adalah sebagai berikut (Sutigno dalam Prasetyo 2006) :

1. Berat jenis kayu

Berat jenis papan partikel dibandingkan dengan berat jenis kayu harus lebih dari satu, biasanya sekitar 1,3 agar kualitas dari papan partikel tersebut baik. Hal ini dikarenakan pada kondisi tersebut, proses pengempaan berjalan dengan optimal sehingga kontak antar partikel baik.


(6)

2. Jenis partikel

Antara jenis partikel yang satu dengan yang lainnya, antara kayu dan bukan kayu akan menghasilkan kualitas papan partikel yang berbeda-beda.

3. Zat ekstraktif

Kandungan zat ekstraktif yang tinggi akan menghambat pengerasan zat perekat. Sehingga akan muncul pecah-pecah pada papan yang dipicu oleh tekanan ekstraktif yang mudah menguap pada proses pengempaan dan zat ekstraktif yang seperti itu akan mengganggu proses perekatan.

4. Campuran jenis partikel

Papan partikel yang dibuat dari satu jenis bahan baku akan memiliki kualitas struktural lebih baik dibandingkan dengan campuran jenis partikel.

5. Ukuran partikel

Papan partikel yang terbuat dari tatal akan lebih baik dari pada yang dibuat dari serbuk karena ukuran tatal lebih besar dari serbuk. Oleh karena itu, semakin besar ukuran partikel maka akan semakin baik kualitas struktural yang dimilikinya.

6. Kulit kayu

Kulit kayu akan mempengaruhi sifat papan partikel karena kulit kayu banyak mengandung zat ekstraktif sehingga akan mengganggu proses perekatan antar partikel. Banyaknya kulit kayu maksimal 10%.

7. Perekat

Penggunaan perekat eksterior akan menghasilkan papan partikel eksterior sedangkan pemakaian perekat interior akan menghasilkan papan partikel interior. Namun, dapat terjadi penyimpangan, misalnya karena ada perbedaan dalam komposisi perekat dan terdapat banyak sifat papan partikel. Sebagai contoh, penggunaan perekat urea formaldehid dengan kadar formaldehidanya yang tinggi akan menghasilkan papan partikel yang memiliki keteguhan lentur dan keteguhan rekat internal yang baik akan tetapi emisi formaldehidanya sangat tinggi.

8. Pengolahan

Dalam pembuatan papan partikel, kadar air hamparan (campuran partikel dengan perekat) maksimum 10-14%. Jika terlalu tinggi, keteguhan lentur dan keteguhan rekat internal papan partikel tersebut akan menurun. Selain itu, tekanan


(7)

kempa dan suhu optimum yang digunakan juga dapat berpengaruh terhadap kualitas papan partikel.

2.2 Keawetan Kayu

Keawetan kayu adalah daya tahan jenis kayu terhadap faktor-faktor perusak yang datang dari luar kayu itu sendiri secara alami kayu memiliki sifat keawetan tersendiri dan berbeda untuk setiap jenis kayu. Keawetan kayu biasanya ditentukan oleh adanya zat ekstraktif yang terkandung di dalam kayu tersebut (Anonim 2011)

Keawetan kayu merupakan daya tahan suatu jenis kayu terhadap berbagai faktor perusak kayu seperti faktor biologis yaitu jamur, serangga, dan cacing laut. Keawetan kayu ditentukan oleh genetik kayu tersebut seperti berat jenis, kandungan zat ekstraktif, dan umur pohon (Weiss 1961 dalam Simamora 2010).

Di Indonesia penggolongan keawetan kayu dibagi menjadi lima kelas awet yaitu kelas I (yang paling awet) sampai dengan kelas V (yang paling tidak awet). Penggolongan keawetan kayu didasarkan pada umur pakai kayu dalam kondisi penggunaan yang selalu berhubungan dengan tanah lembab dimana terdapat koloni rayap (Anonim 2011).

Pembagian kelas awet kayu menurut LPHH (lembaga penelitian hasil hutan) : Kelas awet I : jika kayu dipakai dalam lahan basah dan dapat bertahan selama minimal selama 8 tahun, terbuka terhadap angin dan iklim tetapi tetap dilindungi terhadap permukaan air dan kelemasan tahannya paling sedikit 20 tahun, dan kayu tersebut jarang dimakan rayap

Kelas awet II : selalu berhubungan dengan lahan lembab dan dapat bertahan minimal 3 tahun, terbuka terhadap angin dan iklim tetapi terlindungi dari pemasukan air dan kelemasan minimal 15 tahun.

Kelas awet III : selalu berhubungan dengan lahan lembab dan dapat bertahan minimal 3 tahun, terbuka terhadap angin dan iklim tetapi terlindungi dari pemasukan air dan kelemasan minimal 10 tahun.

Kelas awet IV : selalu berhubungan dengan lahan lembab, tetapi kayu lekas lapuk oleh angin dan iklim, tetapi terlindungi dari pemasukan air, kelemasan hanya bertahan beberapa tahun saja.


(8)

Kelas awet V : kumpulan kayu yang lekas rapuh dan lapuk karena serangan bubuk kayu maupun rayap.

Menurut Martawijaya (1981), keawetan alami kayu adalah suatu ketahanan kayu secara alamiah terhadap serangan jamur dan serangga dalam lingkungan yang sesuai bagi organisme yang bersangkutan, selanjutnya Martawijaya (1981) menggolongkan keawetan kayu dalam lima kelas awet, seperti yang tersaji dalam Tabel 1.

Tabel 1 Penggolongan kelas awet kayu

Kelas Ketahanan Penurunan Berat (%)

I Sangat Tahan < 3,52

II Tahan 3,52 – 7,50

III Sedang 7,50 – 10,96

IV Buruk 10,96 – 18,94

V Sangat Buruk 18,94 – 31,89 Sumber: (SNI 01. 7207-2006 )

2.3 Kayu Kempas (Koompassia malaccensis Maing.)

Kayu Kempas merupakan jenis kayu perdagangan dari famili

caesalpiniaceae yang biasa ditemukan di daerah Sumatera dan Kalimantan, menurut Anonim (2011) karena kekerasannya yang sangat tinggi sedang keawetannya rendah, kayu Kempas jarang dipergunakan sebagai bahan bangunan. Penduduk banyak memakainya untuk rumah (balok) alat serut, tetapi jarang untuk mebel, jenis kayu ini menghasilkan arang yang sangat baik.

Berat jenis kayu Kempas sekitar 0,95 (0,68-1,29) dan kayu Kempas dimasukkan ke dalam kelas awet III dengan kelas kuat I-II (Martawijaya et al.

1989). Sifat kayu Kempas yang kekerasannya tinggi dan strukturnya berpadu, menyebabkan kayu Kempas sulit dikerjakan. Jenis kayu ini lebih mudah dikerjakan dengan gergaji pita daripada dengan gergaji bundar. Kayunya sukar dibubut, tetapi dapat diserut dengan mesin, jika diamplas dapat menghasilkan permukaan yang halus. Kayu Kempas dapat menimbulkan karat pada logam karena kayu Kempas bersifat agak asam (Martawijaya et al. 1989; Pandit 2002), berikut adalah komposisi kimia dalam kayu Kempas, yang tersaji dalam Tabel 2.


(9)

Tabel 2 Komposisi kimia kayu Kempas

Komponen Kadar

Selulosa 47,2%

Lignin 29,2%

Pentosan 17,3%

Abu 0,7%

Silika 0,1%

Sumber: (Martawijaya et al. 1989)

Kayu Kempas (Gambar 1) dengan kayu banir yang lebih padat, lebih berat dan lebih awet dari kayu batang banyak dipergunakan sebagai daun meja. Kayu Kempas cocok untuk lantai, terutama pada tempat yang terdapat asam atau bahan kimia seperti dalam laboratorium. Setelah diawetkan kayu Kempas cocok untuk bantalan rel kereta api, balok dan lantai gerbong, konstruksi berat, dan bangunan pelabuhan. Jenis kayu ini dapat juga dipakai untuk palet, panil, dan kayu lapis (Martawijaya et al. 1989; Pandit 2002).

Gambar 1 Pohon Kempas

Kayu Kempas dapat dibor, dibuat lubang persegi dan diampelas, dengan hasil yang sangat baik serta baik pula untuk dibentuk. Tetapi adanya proses pembubutan akan memberikan hasil yang buruk. Kayu Kempas sebaiknya dibor terlebih dahulu sebelum dipaku supaya tidak mudah pecah (Martawijaya et al.


(10)

2.4 Kayu Tusam (Pinus merkusii Jungh. et de Vr.)

Tusam merupakan jenis kayu perdagangan yang tergolong dalam famili

Pinaceae yang tersebar di Indo-Cina, Thailand timur, Filipina, Burma selatan, Cina selatan dan Sumatera. Tusam banyak ditemukan di Sumatera utara dan satu-satunya yang mengalami penyebaran alami. Tusam memiliki tekstur kayu yang kasar dan berserat lurus namun tidak beraturan. Kayu Tusam tergolong dalam kelas awet IV dan kelas kuat III (Soerianegara 1994; Pandit 2002). Pohon Tusam dapat menghasilkan berbagai macam produk, seperti terpentin dan gondorukem yang berbahan baku dari getah Tusam, dapat juga dijadikan bahan baku kayu korek api, karena kandungan oleoresin yang tinggi pada kayu Tusam, berikut komposisi kimia kayu Tusam yang tersaji dalam Tabel 3.

Tabel 3 Komposisi kimia kayu Tusam

Komponen Kadar

Selulosa 54,9%

Lignin 24,3%

Pentosan 14,0%

Abu 1,1%

Silika 0,2%

Sumber: (Martawijaya et al. 1989)

Tusam (Gambar 2) sering dijadikan sebagai bahan baku kertas karena tergolong pohon berserat panjang sehingga menghasilkan kualitas kertas yang baik. Kayu Tusam direkomendasikan untuk bahan baku pembuatan blockboard

namun diperlukan perlakuan pendahuluan karena kandungan getah dan oleoresin yang tinggi. Kayu Tusam cocok dijadikan sebagai bahan baku konstruksi, sambungan kerangka jendela, peti, pensil dan meubel (Soerianegara 1994; Pandit 2002).


(11)

Gambar 2 Pohon Tusam

2.5 Kayu Karet ( Hevea brasiliensis Muell. Arg.)

Kayu Karet dalam bahasa latin disebut (Hevea brasiliensis Muell. Arg.),

termasuk Genus Hevea-Famili Euphorbiaceae dan sering juga disebut para atau balam perak serta memiliki berbagai nama internasional seperti hevea, rubbertree

(Inggris); hevea (Perancis); hevea, rubberboom (Belanda); hevea, seringueira

(Spanyol), gambar tegakan Karet dapat dilihat dalam Gambar 3. Di Indonesia jenis ini banyak ditanam di pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan sebagai tanaman perkebunan besar dan perkebunan rakyat untuk tujuan produksi getah (Boerhendy dan Agustina 2006 dalam Simamora 2010).

Gambar 3 Pohon Karet

Ciri umum dari kayu Karet adalah kayu terasnya berwarna putih kekuning-kuningan pucat, kadang agak merah jambu jika segar, lambat laun menjadi kuning jerami atau coklat pucat, dan batasnya dengan kayu gubal tidak tegas (sulit


(12)

dibedakan), selanjutnya dalam Tabel 4 disajikan komposisi kimia dalam kayu Karet.

Tabel 4 Komposisi kimia kayu Karet

Komponen Kadar (%)

Selulosa 60,0-68,0

Pentosan 19,0-22,0

Lignin 19,0-24,0

Abu 0,65-1,30

Sumber: (Martawijaya et al. 1989)

Kelemahan dari kayu ini adalah mudah pecah bila dipaku, mudah bengkok dan pecah bila dikeringkan, serta peka terhadap serangan organisme perusak kayu terutama jamur pewarna (bluestain) (Martawijaya 1972). Kayu Karet umumnya digunakan sebagai bahan baku perabot rumah tangga, panel dinding, bingkai gambar/lukisan, lantai parket, peti kemas, finir, kayu lamina, dan inti papan blok (Pandit dan Kurniawan 2008). Tekstur kayu Karet agak kasar tetapi rata, arah seratnya lurus sampai agak berpadu. Berat jenis kayu ini tergolong menengah yaitu 0,61 (0,55-0,70) dengan kelas awet V (Mandang dan Pandit 1997).

2.6 Rayap tanah (Coptotermes curvignathus holmgren.)

Rayap adalah serangga sosial yang hidup dalam suatu komunitas yang disebut koloni. Mereka tidak memiliki kemampuan untuk hidup lebih lama bila tidak berada dalam koloninya (Nandika et al. 2003). Rayap dikelompokkan ke dalam tujuh famili yaitu Mastotermitidae, Kalotermitidae, Termopsidae, Hodoteritidae, Rhinotermitidae, Serritermitidae dan Termitidae. Enam keluarga pertama digolongkan sebagai rayap tingkat rendah dan keluarga Termitidae sebagai rayap tingkat tinggi. Di dalam usus belakang rayap tingkat rendah terdapat protozoa yang berperan sebagai simbion dalam proses mencerna selulosa. Sedangkan pada rayap tingkat tinggi peranan protozoa digantikan oleh bakteri (Nandika et al. 2003).

Menurut Nandika et al. (2003) Secara umum kasta dalam rayap terbagi menjadi tiga, diantaranya adalah kasta prajurit memiliki ciri-ciri kepalanya besar yang mengalami penebalan yang nyata, kasta ini berperan sebagai pelindung bagi


(13)

koloni dari berbagai gangguan dari luar, mekanisme pertahanan yang dilakukan kasta ini adalah dengan cara menusuk, mengiris, dan menjepit menggunakan mandibel, Gambar 4 adalah gambar rayap tanah kasta prajurit.

Gambar 4 Rayap Coptotermes curvignathus kasta prajurit perbesaran 100x (Sumber: Nandika et al. 2003)

Kasta pekerja (Gambar 5) memiliki ciri-ciri tubuhnya berwarna pucat dan penebalan yang terjadi pada kutikula cenderung sedikit, merupakan rayap yang mempunyai peranan penting dalam koloni, tercermin dengan jumlahnya dalam koloni yang mencapai 80-90%, tugas rayap ini sangat banyak, seperti memberi makan dan memelihara ratu, mencari sumber makanan, menumbuhkan jamur dan memeliharanya, membuat serambi sarang, dan tunnel-tunnel, merancangnya sekaligus merawatnya apabila terjadi kerusakan, sehingga kasta rayap inilah yang sering kali menimbulkan kerusakan-kerusakan yang kita lihat pada tanaman, meubel, dan bahan berlignoselulosa lainnya.

Gambar 5 Rayap Coptotermes curvignathus kasta pekerja perbesaran 100x (Sumber: Nandika et al. 2003)

Kasta reproduktif, terdiri atas betina dan jantan, ukuran jantan jauh lebih kecil dibanding ukuran betina, betina (ratu) bertugas bertelur dan jantan (raja)


(14)

bertugas membuahi betina, terbagi menjadi 2 jenis, yakni kasta reproduksi primer yang merupakan pendiri koloni, dan kasta reproduktif suplementer, yang biasa disebut neoten yang terbentuk setelah kasta reproduktif primer mati, pembentukan

neoten dapat terjadi beberapa kali tergantung dari perkembangan koloni, yang nantinya akan berkembang menjadi kasta reproduksi primer dan membentuk koloni baru kembali.

Menurut Tambunan dan Nandika (1989), di dalam hidupnya rayap mempunyai 4 sifat yang khas, yaitu:

1. Trophalaksis, yaitu sifat rayap untuk saling menjilat dan melakukan pertukaran makanan melalui anus dan mulut.

2. Cryptobiotic, yaitu sifat menyembunyikan diri, menjauhkan diri dari cahaya dan gangguan. Sifat ini tidak berlaku pada rayap yang bersayap.

3. Cannibalism, yaitu sifat rayap untuk memakan sesamanya yang telah lemah atau sakit. Sifat ini menonjol dalam keadaan kekurangan makanan.

4. Necrophagy, yaitu sifat rayap yang memakan bangkai sesamanya.

Menurut Nandika et al. (2003) rayap hidup pada tipe tanah tertentu, secara umum lebih menyukai tanah yang menggandung liat, dan kurang menyukai tipe tanah yang berpasir, karena memiliki kandungan organik yang rendah, pada areal berpasir, rayap dapat meningkatkan infiltrasi air dan mampu mengembalikannya ke bagian atas tanah. Rayap tanah seperti jenis Coptotermes, Macrotermes,

Odontotermes, dan lain lain memerlukan kelembaban yang tinggi agar mencapai tingkat reproduksi yang maksimum, kisaran kelembaban nya adalah 75-90%, sebaliknya rayap kayu kering Cryptotermes tidak terlalu memerlukan kadar air yang tinggi untuk mencapai tingkat reproduksi maksimumnya. Proses pembuatan

tunnel dilakukan rayap dengan bantuan perekat berupa kotoran dan air liur mereka, pada rayap Coptotermes lebih banyak menggunakan kotoran mereka untuk membantu membangun sarang dibanding dengan air liurnya, proses pembangunan sarang seperti ini biasa disebut dengan istilah khusus yaitu

“karton”.

Rayap Coptotermes dikenal sebagai hama utama. Intensitas kerusakan yang ditimbulkan dapat mencapai ratusan hektar dimana didalamnya terdapat puluhan ribu pohon yang terserang rayap Coptotermes, dampak kerusakan yang


(15)

ditimbulkanya pun baru dapat dilihat setelah kerusakan sudah parah yakni dengan munculnya bagian kulit pohon yang sudah tertutupi dengan tanah. Di negara Malaysia rayap Coptotermes termasuk golongan hama primer, pohon yang diserang rayap Coptotermes curvignathus tidak menunjukkan gejala awal yang jelas kecuali saat pohon akan mati, yang ditunjukkan dengan perubahan warna pada daun, pada umumnya bagian pangkal batang pohon yang diserang rayap cenderung rapuh karena mengalami kerusakan yang parah sehingga dapat dengan mudah patah dengan tiupan angin (Nandika et al. 2003).


(16)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2010 sampai dengan bulan April 2011, bertempat di Laboratorium Biomaterial dan Biodeteriorasi Kayu, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi Institut Pertanian Bogor.

3.2 Alat dan Bahan

Bahan baku papan partikel diperoleh dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Kartika (2010). Nilai rata-rata kerapatan aktual untuk kayu solid Kempas sebesar 0,86 g/cm3 dan untuk kayu solid Tusam sebesar 0,61 g/cm3 sedangkan nilai rata-rata kerapatan aktual untuk papan partikel Kempas bernilai 0,87 g/cm3 untuk kerapatan target 0,8 g/cm3 dan 0,97 g/cm3 untuk kerapatan target 0,9 g/cm3 sedangkan untuk papan partikel Tusam nilai rata-rata kerapatan aktual untuk kerapatan target 0,8 g/cm3 adalah 0,72 g/cm3 dan untuk kerapatan target 0,9 g/cm3 sebesar 0,74 g/cm3. Bahan baku kayu solid Kempas dan Tusam diperoleh dari Litbang Hasil Hutan, sedangkan bahan baku kayu karet diperoleh dari Fakultas Kehutanan.

A. Bahan

a. Kayu Kempas (Koompassia malaccensis Maing.) dan papan partikelnya

b. Kayu Tusam (Pinus merkusii Jungh. et de Vr.) dan papan partikelnya c. Kayu Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.)

d. Rayap (Coptotermes curvignathus Holmgren) kasta pekerja 200 ekor e. Pasir

f. Aluminium foil g. Air mineral


(17)

B. Alat

a. Botol kaca/ jampot dengan diameter 5 cm dan tinggi 14 cm b. Wadah media uji

c. Timbangan elektrik d. Oven

e. Laminar flow

C. Persiapan

Contoh uji papan partikel berukuran panjang dan lebar 2,5 cm dan kayu solid berukuran 2,5 x 2,5 x 0,5 cm dioven selama 48 jam dengan suhu 60 ± 2o C untuk mendapatkan nilai berat kayu sebelum pengujian (W1) serta dilakukan

pengovenan dan penyinaran dengan sinar Ultraviolet pada botol uji dan pasir yang akan digunakan agar steril.

D. Prosedur Kerja Standar SNI 01.7207-2006

Contoh uji dimasukkan ke dalam botol uji kaca, dengan posisi berdiri dan disandarkan sehingga salah satu bidang terlebar menyentuh dinding botol uji (Gambar 6).

Pada botol uji dimasukkan 200 g pasir dan ditambahkan air sebanyak 50 ml (kadar air pasir 25 %) dari sisi bersebelahan dengan kayu. Sebanyak 200 ekor rayap tanah dari kasta pekerja dimasukkan ke dalam botol, kemudian botol uji ditutup dengan aluminium foil yang dilubangi dan diletakkan ditempat gelap selama 4 minggu.

Setiap minggu aktivitas rayap dalam botol uji diamati dan masing-masing botol uji ditimbang. Jika kadar air pasir turun, maka ke dalam botol uji ditambahkan air secukupnya sehingga kadar airnya kembali seperti semula (25%).

Setelah 4 minggu botol uji dibongkar, dilakukan penghitungan rayap yang masih hidup. Sedangkan contoh uji kayu dicuci, dioven selama 48 jam dengan suhu 60 ± 2o C, dan ditimbang untuk memperoleh nilai berat kayu setelah pengujian (W2).


(18)

Gambar 6 Pengujian keawetan kayu terhadap serangan rayap tanah. (Sumber: Simamora 2010)

E. Pernyataan Hasil

a. Hasil dinyatakan berdasarkan penurunan berat dan dihitung dengan menggunakan persamaan:

Keterangan :

WL = Kehilangan berat contoh uji (%)

W1 = Berat kering oven contoh uji sebelum diumpankan (g)

W2 = Berat kering oven contoh uji setelah diumpankan (g)

b. Penentuan ketahanan kayu berdasarkan tabel Klasifikasi Ketahanan Kayu terhadap Rayap Tanah Berdasarkan Penurunan Berat

c. Hasil merupakan nilai rata-rata dari keseluruhan contoh uji.

Pada penelitian ini dilakukan pengamatan mortalitas rayap, mortalitas rayap dihitung dengan menggunakan rumus:


(19)

Keterangan :

MR = Mortalitas rayap (%)

D = Jumlah rayap yang mati (ekor)

200 = Jumlah rayap pekerja pada awal pengujian

Pada penelitian ini dilakukan juga perhitungan feeding rate, yang menggambarkan kemampuan makan rayap per harinya. Hal ini dihitung dengan menggunakan rumus :

Keterangan :

FR = Feeding rate (µg/ekor/hari)

ΔW = Kehilangan berat kayu (µg)

R1 = Jumlah rayap pekerja awal yang digunakan (ekor)

R2 = Jumlah rayap pekerja pada akhir pengujian yang masih hidup (ekor)

T = Lama waktu pengujian (hari)

3.3 Analisis Data

Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan dengan Microsoft Excel 2007

dan SPSS ver.17 for windows evaluation. Model rancangan percobaan yang digunakan adalah RAL (Rancangan Acak Lengkap) dengan model rancangan percobaan statistik yang akan digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut:

Yijk = + i + j + ( )ij + ijk

Keterangan :

Yijk = Nilai pengamatan pada jenis kayu ke-i, kerapatan target ke-j

dan ulangan ke-k = Nilai rata-rata umum


(20)

i = Jenis kayu (Kempas dan Tusam)

j = Kerapatan target papan partikel (0,8 g/cm3 dan 0,9 g/cm3)

( )ij = Pengaruh interaksi jenis kayu dan kerapatan target ijk = Kesalahan percobaan pada perlakuan jenis kayu ke-i,

kerapatan target ke-j dan ulangan ke-k

Untuk mengetahui pengaruh jenis kayu dan kerapatan target terhadap kehilangan berat kayu, maka dilakukan analisis keragaman uji F. Apabila berdasarkan hasil analisis data uji F menunjukkan nilai signifikan kurang dari 0,05 dalam selang kepercayaan 95%, maka data tersebut dinyatakan berbeda nyata atau signifikan dan dilakukan uji lanjut Duncan.


(21)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Respon Kehilangan Berat

Setelah dilakukan proses pengumpanan terhadap rayap tanah selama empat minggu, dari data yang diperoleh dilakukan pengujian secara statistik untuk pengaruh variabel jenis kayu dan kerapatan target, seperti yang disajikan dalam Tabel 5.

Tabel 5 Hasil uji statistik interaksi faktor jenis kayu dan kerapatan

Sumber Jumlah Kuadrat DB Kuadrat Tengah F Sig. Model Terkoreksi 26,22a 3 8,74 79,78 0,00 Intersep 80,03 1 80,03 730,38 0,00 Jenis_Kayu 22,99 1 22,99 209,82 0,00

Kerapatan 3,19 1 3,19 29,14 0,00

Jenis_Kayu * Kerapatan 0,04 1 0,04 0,38 0,55

Eror 0,88 8 0,11

Total 107,13 12

Total Terkoreksi 27,10 11

Berdasarkan hasil uji statistik di atas, pengaruh variabel jenis kayu memberikan pengaruh yang signifikan terhadap respon kehilangan berat. Dari nilai rata-rata kehilangan berat yang diperoleh kehilangan berat untuk papan partikel jenis kayu Kempas memiliki nilai rata-rata kehilangan berat yang lebih rendah dibanding dengan papan partikel jenis kayu Tusam, yakni sebesar 1,77 % untuk kerapatan target 0,8 g/cm3 dan 0,63 % untuk kerapatan target 0,9 g/cm3 dibanding dengan kehilangan berat rata-rata papan partikel kayu Tusam yang bernilai sebesar 4,42 % untuk kerapatan target 0,8 g/cm3 dan 3,51 % untuk kerapatan target 0,9 g/cm3. Berdasarkan hasil yang diperoleh tersebut, kayu Kempas memiliki sifat keawetan yang lebih baik dibanding dengan kayu Tusam. Sesuai dengan Martawijaya (1989) yang mengelompokkan kayu Kempas kedalam kelas awet III yang artinya memiliki sifat keawetan yang lebih baik dibanding dengan kayu Tusam yang dikelompokkan kedalam kelas awet IV. Kayu Tusam diketahui sebagai kayu yang memiliki saluran getah, resin yang terkandung dalam


(22)

getah Tusam ini diduga memberikan pengaruh yang sejenis dengan senyawa amirin pada kayu Karet yang bersifat atraktan untuk rayap.

Pengaruh variabel kerapatan target juga memberikan pengaruh yang signifikan terhadap respon kehilangan berat, berdasarkan hasil yang diperoleh nilai kehilangan berat rata-rata papan partikel dengan kerapatan target 0,8 g/cm3 menghasilkan nilai kehilangan berat yang lebih besar dibandingkan kerapatan target 0,9 g/cm3 baik pada papan partikel jenis Kempas maupun Tusam, untuk kerapatan target 0,8 g/cm3 pada papan partikel Kempas kehilangan berat rata-rata yang terjadi sebesar 1,77 % sedangkan pada Tusam bernilai sebesar 4,42 % sedangkan pada kerapatan target 0,9 g/cm3 pada papan partikel Kempas kehilangan berat yang terjadi sebesar 0,63 % sedangkan pada papan partikel kayu Tusam bernilai sebesar 3,51 %. Hal ini sesuai dengan Maloney (1993) yang menyatakan bahwa dikebanyakan kasus dengan meningkatnya kerapatan sebuah produk maka akan meningkatkan sifat produk tersebut. Selanjutnya dalam Gambar 7 dapat dilihat grafik kehilangan berat rata-rata pada papan partikel.

Gambar 7 Grafik kehilangan berat rata-rata papan partikel

Berdasarkan grafik di atas dapat terlihat bahwa papan partikel dengan bahan baku kayu Tusam memiliki nilai kehilangan berat yang jauh lebih besar dibanding dengan papan partikel dengan bahan baku kayu Kempas. Nilai kehilangan berat terkecil terdapat pada papan partikel kayu Kempas kerapatan target 0,9 g/cm3

1,77

0,63

4,42

3,51

0 1 2 3 4 5

kempas 0.8 kempas 0.9 tusam 0,8 tusam 0,9

K

ehila

ng

a

n

B

er

a

t

(%)


(23)

dengan kehilangan berat sebesar 0,63 % sedangkan nilai kehilangan berat terbesar terdapat pada papan partikel kayu Tusam kerapatan target 0,8 g/cm3 dengan nilai kehilangan berat sebesar 4,42 %, secara detail nilai perbandingan kehilangan berat antara papan partikel, kayu solid dan kayu Karet dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Grafik perbandingan kehilangan berat papan partikel dan kayu solid

Dibandingkan dengan kayu solid (kontrol) nilai rata-rata kehilangan berat papan partikel memiliki nilai yang lebih kecil dibanding dengan nilai rata-rata kehilangan berat kayu solidnya, namun berdasarkan hasil uji T membandingkan antara kayu solid dan papan partikel, keduanya saling tidak berbeda secara nyata atau tidak signifikan perbedaannya. Nilai kehilangan berat kayu solid Kempas memiliki nilai kehilangan berat yang lebih kecil dari kayu solid Tusam, yakni sebesar 2,19 % dibanding dengan Tusam sebesar 5,01 %.

Mengacu pada Tabel 1 pengelompokkan kelas awet kayu, berdasarkan nilai kehilangan berat yang diperoleh, kayu solid Kempas termasuk ke dalam kelas awet I dan kayu Tusam termasuk ke dalam kelas awet II, hal ini kurang sesuai dengan Martawijaya (1989) yang mengelompokkan kayu Tusam ke dalam kelas awet IV dan kayu Kempas ke dalam kelas awet III, hal ini diduga karena pada Martawijaya (1989) pengujian sifat keawetan terhadap contoh uji menggunakan metode uji kubur sedangkan penelitian yang dilakukan adalah penelitian dengan skala laboratorium, lama pengujian yang dilakukan juga berbeda, pada

1,77 0,63 4,42 3,51 2,19 5,01 18,46 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 kempas 0.8 kempas 0.9

tusam 0,8 tusam 0,9 solid kempas solid tusam solid karet K e hil a ng a n B e r a t (%)


(24)

Martawijaya (1989) dilakukan pengujian uji kubur selama enam bulan, sedangkan pada penelitian ini hanya dilakukan pengujian selama empat minggu, sehingga diduga akan terdapat perbedaan dari segi nilai kehilangan berat yang diperoleh, pengujian dalam skala laboratorium yang dilakukan menghasilkan nilai kehilangan berat yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai kehilangan berat pada Martawijaya (1989).

Dibandingkan dengan kayu kontrol Karet nilai kehilangan berat yang terjadi pada papan partikel jauh lebih kecil, artinya sifat keawetan papan partikel jauh lebih baik apabila dibandingkan dengan kayu solid, dalam kasus ini adalah kayu Karet. Papan partikel diduga memiliki sifat keawetan yang lebih tinggi karena dalam proses pembuatannya ditambahkan beberapa zat kimia yang menyebabkan produk tersebut kurang disukai oleh rayap contohnya perekat dan parafin, berdasarkan Kartika (2010) perekat urea formaldehyde yang digunakan dalam proses pembuatan papan partikel dalam penelitian ini adalah 12 % dan kandungan parafin yang ditambahkan adalah sebesar 2%.

Kehilangan berat kayu kontrol Karet yang cukup tinggi yakni sebesar 18,46 % diduga karena kandungan senyawa Amirin dalam bentuk lateks (getah) yang bersifat mengundang organisme perusak (Fengel dan Wegener 1985). Mandang dan Pandit (1997) juga mengelompokkan kayu Karet ke dalam kelas awet V, yang artinya memiliki ketahanan yang sangat buruk. Hal ini agak bertolak belakang dengan berat jenis kayu Karet yang tergolong cukup tinggi yakni 0,61 juga sifat kekuatan kayu Karet termasuk ke dalam kelas kuat II-III yang setara dengan kayu Ramin, Perupuk, Akasia, Keruing dan Sungkai (Fengel dan Wegener 1985).

Contoh uji hasil penelitian kemudian dikelompokkan berdasarkan nilai kehilangan berat yang diperoleh, yang mengacu tabel pengelompokkan kelas keawetan dalam standar SNI 01.7207-2006, tabel pengelompokkan contoh uji dalam penelitian ini dapat dilihat dalam Tabel 6.


(25)

Tabel 6 Pengelompokkan kelas keawetan

Jenis Kehilangan Berat Rata- Rata Kelas Awet Papan Partikel Kempas (0,8) 1,77 % I Papan Partikel Kempas (0,9) 0,63 % I Papan Partikel Tusam (0,8) 4,42 % II Papan Partikel Tusam (0,9) 3,51 % I

Kayu Solid Kempas 2,19 % I

Kayu Solid Tusam 6,12 % II

Kayu Solid Karet 18,46 % IV

4.2 Respon Mortalitas Rayap

Dalam penelitian ini dilakukan proses perhitungan mortalitas rayap untuk mengetahui daya bertahan hidup rayap. Berdasarkan hasil pengujian statistik untuk variabel jenis kayu dan kerapatan target terhadap respon mortalitas rayap, tidak ditemui variabel yang memiliki pengaruh yang signifikan baik jenis kayu maupun kerapatan target, begitu pula dengan interaksi antar kedua variabel, tetap menunjukkan hasil yang tidak signifikan.

Tingkat mortalitas rayap yang diamati pada kelompok papan partikel memiliki tingkat mortalitas yang tinggi dan seragam yakni sebesar 100 % sedangkan pada kelompok kayu solid (kontrol) tingkat mortalitas rayap yang terjadi cukup beragam dengan nilai mortalitas antara 80,5 % - 100 %. Tingkat kematian yang seragam pada papan partikel diduga karena kandungan zat seperti perekat dan parafin yang ditambahkan pada saat pembuatan papan yang mengakibatkan jenis produk papan partikel kurang disukai oleh rayap, selain itu kerapatan produk papan partikel yang dibuat dengan dua target kerapatan yang cukup tinggi yakni sebesar 0,8 g/cm3 dan 0,9 g/cm3 sehingga menghasilkan kerapatan yang cukup kompak pada papan. Selain itu dengan adanya kerapatan target menyebabkan tingkat keseragaman kerapatan antar papan menjadi cenderung lebih seragam dan menyebabkan tingkat mortalitas rayap menjadi cenderung sama, dibanding dengan kayu solid yang memiliki berbagai karakteristik kandungan ekstraktif juga kerapatan yang beragam, sehingga menghasilkan nilai mortalitas rayap yang cukup beragam meskipun setelah dilakukan uji T antara kayu solid dan papan partikel memiliki perbedaan yang


(26)

tidak nyata untuk respon mortalitas rayap. Berikut adalah hasil uji T dalam membandingkan mortalitas rayap yang terjadi pada papan partikel dan kayu solid. Mortalitas rayap yang terjadi belum dapat dipetakan secara mendetail dalam periode tertentu, karena proses perhitungan mortalitas rayap hanya dilakukan pada akhir pengujian saja yakni pada minggu keempat, sehingga belum dapat dilihat kecenderungan mortalitas rayap yang terjadi pada setiap minggunya maupun setiap harinya. Dalam proses pelaksanaannya, keadaan media uji terkadang ditemui jamur pada permukaan tanah media uji, hal ini dikarenakan keadaan ruangan yang tidak dapat diatur suhu dan kelembabannya sehingga potensi tumbuhnya jamur pun semakin tinggi, selain itu keadaan laboratorium yang berdekatan dengan laboratorium jamur diduga semakin meningkatkan potensi tumbuhnya jamur. Meskipun belum dapat diketahui jenis dan karakteristik dari jamur yang tumbuh pada media uji, diduga keberadaan jamur ini memberikan pengaruh terhadap tingkat mortalitas rayap sehingga dilakukan beberapa upaya pembersihan terhadap jamur-jamur yang masih terjangkau tanpa mengganggu aktivitas rayap di media uji tersebut.

4.3 Respon Feeding Rate

Menurut Arinana et al (2010) feeding rate sudah terbukti sangat berguna untuk membandingkan ketahanan kayu terhadap serangan rayap meskipun terdapat perbedaan ukuran kayu dan kerapatan, waktu pengujian dan spesies rayap. Nilai feeding rate yang dihasilkan juga dapat dijadikan gambaran untuk menilai tingkat keinginan rayap untuk memakan contoh uji yang diumpankan. Hasil uji statistik untuk respon feeding rate dari pengaruh variabel jenis kayu dan kerapatan target pada kelompok papan partikel, menunjukkan pengaruh yang signifikan untuk interaksi antara variabel jenis kayu dan kerapatan target, berikut adalah hasil uji statistik untuk respon feeding rate yang tersaji pada Tabel 7.


(27)

Tabel 7 Hasil uji statistik interaksi jenis kayu dan kerapatan target untuk respon feeding rate

Sumber Jumlah Kuadrat DB Kuadrat Tengah F Sig. Model Terkoreksi 9671,07a 3 3223,69 43,33 0,00 Intersep 32553,13 1 32553,13 437,53 0,00 Jenis_Kayu 8801,54 1 8801,54 118,29 0,00 Kerapatan 562,39 1 562,39 7,56 0,03 Jenis_Kayu * Kerapatan 307,14 1 307,14 4,13 0,08

Eror 595,21 8 74.,4

Total 42819,41 12

Total Terkoreksi 10266,28 11

Berdasarkan hasil uji statistik di atas pengaruh variabel jenis kayu memberikan pengaruh yang signifikan terhadap respon feeding rate, berdasarkan nilai rata-rata feeding rate yang dihasilkan pada papan partikel berbahan baku kayu Kempas memiliki tingkat feeding rate yang lebih rendah dibanding dengan nilai rata-rata feeding rate papan partikel berbahan baku kayu Tusam. Nilai rata-rata feeding rate untuk papan partikel kayu Kempas bernilai 36,90 µg/ekor/hari untuk kerapatan target 0,8 g/cm3 dan 13,10 µg/ekor/hari untuk kerapatan target 0,9 g/cm3, untuk papan partikel kayu Tusam nilai rata-rata feeding rate bernilai 80,95 µg/ekor/hari untuk kerapatan target 0,8 g/cm3 dan 77,38 µg/ekor/hari untuk kerapatan target 0,9 g/cm3.

Apabila feeding rate digambarkan sebagai tingkat produktivitas rayap untuk menyerang contoh uji, maka dapat dilihat bahwa rayap lebih produktif untuk mengkonsumsi papan partikel kayu Tusam dibanding dengan papan partikel kayu Kempas, kayu Tusam yang memiliki kandungan resin diduga semakin mengundang rayap untuk menyerang kayu tersebut, karena dalam proses pembuatan papan partikel tidak dilakukan perlakuan pendahuluan, maka diduga masih terdapat kandungan resin yang tersisa pada bahan baku pembuatan papan yang mengakibatkan papan partikel kayu Tusam menjadi lebih mudah diserang oleh rayap.

Pengaruh kerapatan target terhadap respon kehilangan berat juga memberikan pengaruh yang signifikan, kecenderungan yang terjadi adalah dengan meningkatnya kerapatan tingkat produktivitas rayap untuk memakan contoh uji menjadi lebih rendah, pada kerapatan target 0,8 g/cm3 papan partikel Kempas


(28)

memiliki nilai rata-rata feeding rate sebesar 36,90 µg/ekor/hari dibandingkan dengan papan partikel Kempas 0,9 nilai rata-rata feeding rate menjadi menurun yakni sebesar 13,10 µg/ekor/hari. Kecenderungan yang sama terjadi pada papan partikel Tusam pada kerapatan target 0,8 g/cm3 nilai rata-rata feeding rate bernilai 80,95 µg/ekor/hari dibandingkan dengan kerapatan target 0,9 g/cm3 yang menurun menjadi 77,38 µg/ekor/hari. Sehingga dengan meningkatkan kerapatan sebuah produk dapat meningkatkan sifat keawetannya, karena akan menghasilkan produk yang memiliki kerapatan yang solid.

Apabila data feeding rate yang dihasilkan pada penelitian ini dipetakan kedalam grafik, dapat terlihat cukup jelas bahwa terdapat perbedaan antara tingkat keinginan rayap untuk menyerang contoh uji papan partikel Kempas dan papan partikel Tusam. Nilai feeding rate terbesar ditemui pada papan partikel Tusam kerapatan target 0,8 g/cm3, dengan nilai feeding rate sebesar 80,95 µg/ekor/hari sedangkan nilai terendah ditemui pada papan partikel Kempas kerapatan target 0,9 g/cm3, dengan nilai feeding rate sebesar 13,1 µg/ekor/hari. Grafik nilai feeding rate pada papan partikel dapat dilihat dalam Tabel 9.

Gambar 9 Grafik nilai rata-rata feeding rate pada papan partikel

Apabila feeding rate antara kayu solid dan papan partikel dibandingkan, pada kelompok kerapatan target 0,8 g/cm3 menunjukkan perbedaan yang signifikan, sedangkan pada kelompok 0,9 g/cm3 menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan. Artinya tingkat produktivitas rayap dalam mengkonsumsi contoh

36,9 13,1 80,95 77,38 0 15 30 45 60 75 90

kempas 0,8 kempas 0,9 tusam 0,8 tusam 0,9

F ee d ing R a te g /ek o r/ha ri)


(29)

uji pada papan partikel 0,9 g/cm3 tidak jauh berbeda dengan tingkat produktivitas rayap dalam mengkonsumsi kayu solid. Perbandingan nilai rata-rata feeding rate

antara papan partikel, kayu solid dan kayu Karet tersaji pada Gambar 10.

Gambar 10 Grafik perbandingan nilai rata-rata feeding rate papan partikel dan kayu solid

Apabila dibandingkan antara papan partikel dan kayu Karet, nilai rata-rata

feeding rate yang terjadi pada kayu Karet cukup besar yakni sebesar 96,31 µg/ekor/hari dibandingkan dengan nilai rata-rata feeding rate untuk papan partikel Kempas jauh lebih rendah, tetapi apabila dibandingkan dengan nilai rata-rata

feeding rate papan partikel kayu Tusam, nilainya tidak jauh berbeda. Hal ini diduga karena berdasarkan Martawijaya (1989) kelas awet kayu Tusam dan Karet berdekatan yakni kelas awet IV dan V, sehingga menghasilkan nilai feeding rate

yang cenderung berdekatan. Berikut adalah grafik nilai rata-rata feeding rate

papan partikel dan kayu Karet.

4.4 Kendala Pengujian.

Kendala-kendala yang ditemui dalam proses pelaksanaan penelitian ini, yakni berupa pengkondisian suhu dan kelembaban ruangan, hal ini menyebabkan kondisi media uji menjadi rawan ditumbuhi jamur, selain karena kondisi ruangan pengujian yang tidak dapat diatur suhu dan kelembabannya, saat dilakukan

36,9 13,1 80,95 77,38 19,83 33,9 96,31 0 20 40 60 80 100 120 kempas 0.8 kempas 0.9

tusam 0,8 tusam 0,9 solid kempas solid tusam solid karet F ee din g Ra te g /ek o r/ha ri)


(30)

pengujian kondisi cuaca cenderung memiliki tingkat curah hujan yang tinggi, sehingga kelembaban saat itu menjadi sangat tinggi dan sangat berpotensi sekali ditumbuhi jamur, keberadaan jamur yang tumbuh pada permukaan tanah yang lembab, dan kebanyakan tumbuh setelah ada rayap yang mati, jamur yang terlihat berwarna putih yang menutupi permukaan tanah. Jenis jamur yang tumbuh belum dapat diketahui jenisnya dan efek terhadap proses pengujian belum dapat diketahui secara lengkap, namun dirasakan dengan adanya jamur tumbuh menyebabkan kondisi media uji menjadi kurang sehat dan menyebabkan mortalitas rayap menjadi meningkat, sehingga berpengaruh terhadap hasil akhir pengujian.

Kendala lainnya berupa kondisi rayap yang digunakan, dalam penggunaan rayap tanah dipilih rayap yang sehat dan aktif, namun dalam pelaksanaannya penggunaan rayap tidak dapat dikontrol seperti demikian, dalam sebuah koloni secara kasat mata agak sulit untuk menentukan mana rayap yang sehat dan mana rayap yang kurang sehat, dalam pelaksanaan pengujian seharusnya dipilih rayap yang aktif dalam hal ini bergerak dengan lincah, namun kendala lainnya yaitu pengumpanan yang dilakukan cenderung memakan waktu yang lama, karena dalam proses pengambilan rayap dilakukan pagi hari, namun pengumpanan dapat berlangsung hingga sore hari karena proses perhitungan jumlah rayap yang sangat memakan waktu sehingga menyebabkan kondisi kesegaran rayap menjadi berkurang. Rayap yang diumpankan diharapkan memiliki kondisi yang sehat, sehingga tidak mempengaruhi kondisi rayap lain yang sama-sama diumpankan kedalam contoh uji karena sifat rayap yang berkoloni.


(31)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Sifat keawetan papan partikel tergolong baik, tercermin dari nilai kehilangan berat papan partikel yang kecil. Papan partikel Kempas memiliki nilai kehilangan berat yang lebih kecil, dibanding dengan papan partikel Tusam.

Secara statistik faktor jenis kayu memberikan pengaruh yang signifikan, begitu juga dengan faktor kerapatan target, namun interaksi keduanya memberikan pengaruh yang tidak signifikan.

Dibandingkan dengan kayu solid berdasarkan nilai kehilangan berat yang dihasilkan terdapat perbedaan yang tidak signifikan secara statistik, sehingga sifat keawetan papan partikel dan kayu solid cenderung seragam.

Nilai kehilangan berat rata-rata kayu kontrol karet bernilai 18,46 %, apabila dibandingkan dengan nilai kehilangan berat papan partikel yang jauh lebih kecil, sifat keawetan papan partikel jauh lebih baik.

Nilai mortalitas rayap yang terjadi cukup tinggi dengan kisaran 80,5 % - 100 %.

Nilai feeding rate pada papan partikel kayu Kempas jauh lebih kecil dibandingkan dengan nilai feeding rate papan partikel kayu Tusam dan kayu solid Karet.

5.2 Saran

Perlu dilakukan pengamatan dan perhitungan berkala terhadap mortalitas rayap dalam pengujian yang dilakukan, sehingga dapat diketahui titik mortalitas tertinggi dari rayap.

Tempat pengujian sebaiknya dilakukan pada tempat yang memiliki kelembaban dan suhu yang stabil, sehingga meminimalisir terjadinya kontaminan dalam pengujian.


(32)

Dalam proses pemilihan kayu solid sebagai kontrol sebaiknya digunakan kayu solid yang segar dan sama dengan bahan baku papan partikelnya.

Perlu dilakukan penelitian mengenai metode penghitungan rayap yang cepat, sehingga dalam proses pelaksanaan penelitian kondisi rayap kesegaran rayap dapat sama untuk kesemua media uji.

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai jamur yang tumbuh pada media uji dan pengaruh kelembaban serta suhu terhadap potensi tumbuhnya jamur pada media uji.


(33)

KETAHANAN PAPAN PARTIKEL KAYU KEMPAS

(

Koompassia malaccensis

Maing.) DAN KAYU TUSAM (

Pinus

merkusii

Jungh. et de Vr.) TERHADAP SERANGAN RAYAP

TANAH (

Coptotermes curvignathus

Holmgren.)

REZA RAMADHAN

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(34)

DAFTAR PUSTAKA

[Anonim]. 2005. Kelompok-kelompok kayu dan sifatnya.http://www.brikonline. com/index.php?option=com content&task=view&id=43&Itemid=64 [19 April 2011]

[Anonim]. 2010. Sifat-sifat keawetan kayu. http://iramuakhadah.blogspot.com/ 2011.01/sifat-sifat-keawetan-kayu-html [19 April 2011]

Arinana, Simamora L, Tsunoda K, Hadi YS, Herliyana EN. 2010. Comparison of Indonesian and Japanese Standarized Tests Using Subterranean Termites in the Laboratory. Proceedings the 2nd International Symposium of IwoRS, 12-13 November 2010, p. 601-606.

Bowyer JL, Smulsky R, Haygreen JG. 2003. Forest Products And Wood Science An Introduction Fourth Edition. United States. Iowa State Press.

Iskandar, MI. 2006. Pemanfaatan Kayu Hutan Rakyat Sengon (Paraserienthes falcataria (L) Nielsen) untuk Kayu Rakitan. Prosiding Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 183-195. http://www.dephut.go.id/files/kayu

_Rakitan.pdf.html [19 April 2011]

Iswanto, AH. 2008. Pengujian Siklis Papan Partikel [karya tulis]. Medan : Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/889/1/08E00897.pdf. html [19 April 2011].

Maloney TM. 1993. Modern Particleboard and Dry-Process Fiberboard Manufacturing. San Francisco: Miller Freeman, inc.

Mandang YI dan Pandit IKN. 1997. Pedoman Identifikasi Jenis Kayu di Lapangan. Bogor : Yayasan Prosea.

Martawijaya A, Kartasujana I, Kadir K, Prawira SA. 1981. Atlas Kayu Indonesia; Jilid I. Jakarta: Departemen Kehutanan.

Martawijaya A, Kartasujana I, Mandang YI, Prawira SA, Kadir, K. 1989. Atlas Kayu Indonesia; Jilid II. Jakarta: Departemen Kehutanan.

Nandika D, Rismayadi Y, Diba F. 2003. Rayap: Biologi dan Pengendaliannya. Surakarta: Muhamadiyah University Press.

Pandit IKN, Kurniawan D. 2008. Anatomi Kayu: Struktur Kayu, Kayu Sebagai Bahan Baku dan Ciri Diagnostik Kayu Perdagangan Indonesia. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.


(35)

Prasetyo A, 2006. Kualitas Papan Partikel Limbah & Likuida Bambu dengan Fortifikasi Melamin Formaldehida [skripsi]. Bogor : Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Simamora L. 2010. Perbandingan Standar Pengujian Keawetan Kayu Terhadap Serangan Rayap Tanah Skala Laboratorium (SNI 01.7207-2006 dan JIS K 1571-2004) [skripsi]. Bogor : Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Soerianegara I, Lemmens RHMJ., editor.1994. Plant Resources of South-East Asia. Volume ke-59(1), Timber Trees Major Commercial Timber. Bogor: Tsoumis G. 1991. Science and Technology of Wood : Structure, Properties, Utilization. New york: Van Nostrand Reinhold.

Sornnuwat Y. 1996. Studies of Damage of Construction Caused by Subterranean Termitesand Control in Thailand. [Kumpulan Tesis].

[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2006. Uji Ketahanan Kayu dan Produk Kayu terhadap Organisme Perusak Kayu. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta: SNI 01.7207-2006.

Tambunan B, Nandika D. 1989. Detiriorasi Kayu oleh Faktor Biologis. Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Bogor: IPB.

Tarumingkeng RC. 2001. Biologi dan Perilaku Rayap. http://tamoutou.net/dethh/1


(36)

(37)

LAMPIRAN 1

Data Hasil Pengujian Metode SNI 01. 7207-2006

Jenis kayu Kerapatan Target w1 (gram) w2 (gram) Kehilangan Berat (%) Rata-Rata (%) Mortalitas (%) KEMPAS TARGET 0,8

5,47 5,39 1,46

1,77

100

5,81 5,69 2,07 100

6,15 6,04 1,79 100

TARGET 0,9

5,85 5,81 0,68

0,63

100

6,65 6,61 0,60 100

5,05 5,02 0,59 100

PINUS

TARGET 0,8

4,52 4,31 4,65

4,42

100

4,89 4,68 4,29 100

6,01 5,75 4,33 100

TARGET 0,9

6,77 6,53 3,55

3,51

100

5,7 5,47 4,04 100

6,12 5,94 2,94 100

KEMPAS

2,84 2,78 2,11

2,19

97

2,25 2,21 1,78 100

2,62 2,55 2,67 97,5

PINUS

1,81 1,72 4,97

6,12

100

1,66 1,56 6,02 94

1,63 1,51 7,36 80,5

KARET

1,48 1,22 17,57

18,46

100

1,57 1,26 19,75 93


(38)

LAMPIRAN 2

Data feeding rate SNI 01.7207-2006

Jenis Kayu Kerapatan Target (g/cm3) W1 (g) W2 (g) Weight Loss(µg) Jumlah Rayap Awal (ekor) Jumlah Rayap Akhir (ekor) Lama pengujian (hari) Feeding Rate (µg/ekor/hari) KEMPAS TARGET 0,8

5,47 5,39 80000 200 0 28 28,57 5,81 5,69 120000 200 0 28 42,86 6,15 6,04 110000 200 0 28 39,29 TARGET

0,9

5,85 5,81 40000 200 0 28 14,29 6,65 6,61 40000 200 0 28 14,29 5,05 5,02 30000 200 0 28 10,71

PINUS

TARGET 0,8

4,52 4,31 210000 200 0 28 75,00 4,89 4,68 210000 200 0 28 75,00 6,01 5,75 260000 200 0 28 92,86 TARGET

0,9

6,77 6,53 240000 200 0 28 85,71 5,7 5,47 230000 200 0 28 82,14 6,12 5,94 180000 200 0 28 64,29

KEMPAS

2,84 2,78 60000 200 6 28 20,80 2,25 2,21 40000 200 0 28 14,29 2,62 2,55 70000 200 5 28 24,39

PINUS

1,81 1,72 90000 200 0 28 32,14 1,66 1,56 100000 200 12 28 33,69 1,63 1,51 120000 200 39 28 35,86

KARET

1,48 1,22 260000 200 0 28 92,86 1,57 1,26 310000 200 14 28 103,47 1,55 1,27 280000 200 16 28 92,59


(39)

DOKUMENTASI PENELITIAN

Berikut adalah beberapa contoh perbandingan kerusakan antara kayu solid dengan papan partikelnya :

Gambar perbandingan kerusakan kayu solid dan papan partikel Kempas.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

[Anonim]. 2005. Kelompok-kelompok kayu dan sifatnya.http://www.brikonline. com/index.php?option=com content&task=view&id=43&Itemid=64 [19 April 2011]

[Anonim]. 2010. Sifat-sifat keawetan kayu. http://iramuakhadah.blogspot.com/ 2011.01/sifat-sifat-keawetan-kayu-html [19 April 2011]

Arinana, Simamora L, Tsunoda K, Hadi YS, Herliyana EN. 2010. Comparison of Indonesian and Japanese Standarized Tests Using Subterranean Termites in the Laboratory. Proceedings the 2nd International Symposium of IwoRS, 12-13 November 2010, p. 601-606.

Bowyer JL, Smulsky R, Haygreen JG. 2003. Forest Products And Wood Science An Introduction Fourth Edition. United States. Iowa State Press.

Iskandar, MI. 2006. Pemanfaatan Kayu Hutan Rakyat Sengon (Paraserienthes falcataria (L) Nielsen) untuk Kayu Rakitan. Prosiding Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 183-195. http://www.dephut.go.id/files/kayu _Rakitan.pdf.html [19 April 2011]

Iswanto, AH. 2008. Pengujian Siklis Papan Partikel [karya tulis]. Medan : Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/889/1/08E00897.pdf. html [19 April 2011].

Maloney TM. 1993. Modern Particleboard and Dry-Process Fiberboard Manufacturing. San Francisco: Miller Freeman, inc.

Mandang YI dan Pandit IKN. 1997. Pedoman Identifikasi Jenis Kayu di Lapangan. Bogor : Yayasan Prosea.

Martawijaya A, Kartasujana I, Kadir K, Prawira SA. 1981. Atlas Kayu Indonesia; Jilid I. Jakarta: Departemen Kehutanan.

Martawijaya A, Kartasujana I, Mandang YI, Prawira SA, Kadir, K. 1989. Atlas Kayu Indonesia; Jilid II. Jakarta: Departemen Kehutanan.

Nandika D, Rismayadi Y, Diba F. 2003. Rayap: Biologi dan Pengendaliannya. Surakarta: Muhamadiyah University Press.

Pandit IKN, Kurniawan D. 2008. Anatomi Kayu: Struktur Kayu, Kayu Sebagai Bahan Baku dan Ciri Diagnostik Kayu Perdagangan Indonesia. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.


(2)

Prasetyo A, 2006. Kualitas Papan Partikel Limbah & Likuida Bambu dengan Fortifikasi Melamin Formaldehida [skripsi]. Bogor : Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Simamora L. 2010. Perbandingan Standar Pengujian Keawetan Kayu Terhadap Serangan Rayap Tanah Skala Laboratorium (SNI 01.7207-2006 dan JIS K 1571-2004) [skripsi]. Bogor : Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Soerianegara I, Lemmens RHMJ., editor.1994. Plant Resources of South-East Asia. Volume ke-59(1), Timber Trees Major Commercial Timber. Bogor: Tsoumis G. 1991. Science and Technology of Wood : Structure, Properties, Utilization. New york: Van Nostrand Reinhold.

Sornnuwat Y. 1996. Studies of Damage of Construction Caused by Subterranean Termitesand Control in Thailand. [Kumpulan Tesis].

[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2006. Uji Ketahanan Kayu dan Produk Kayu terhadap Organisme Perusak Kayu. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta: SNI 01.7207-2006.

Tambunan B, Nandika D. 1989. Detiriorasi Kayu oleh Faktor Biologis. Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Bogor: IPB.

Tarumingkeng RC. 2001. Biologi dan Perilaku Rayap. http://tamoutou.net/dethh/1 _forest_product_det.html. [19 April 2011].


(3)

(4)

LAMPIRAN 1

Data Hasil Pengujian Metode SNI 01. 7207-2006

Jenis kayu Kerapatan

Target w1 (gram) w2 (gram) Kehilangan Berat (%) Rata-Rata (%) Mortalitas (%) KEMPAS TARGET 0,8

5,47 5,39 1,46

1,77

100

5,81 5,69 2,07 100

6,15 6,04 1,79 100

TARGET 0,9

5,85 5,81 0,68

0,63

100

6,65 6,61 0,60 100

5,05 5,02 0,59 100

PINUS

TARGET 0,8

4,52 4,31 4,65

4,42

100

4,89 4,68 4,29 100

6,01 5,75 4,33 100

TARGET 0,9

6,77 6,53 3,55

3,51

100

5,7 5,47 4,04 100

6,12 5,94 2,94 100

KEMPAS

2,84 2,78 2,11

2,19

97

2,25 2,21 1,78 100

2,62 2,55 2,67 97,5

PINUS

1,81 1,72 4,97

6,12

100

1,66 1,56 6,02 94

1,63 1,51 7,36 80,5

KARET

1,48 1,22 17,57

18,46

100

1,57 1,26 19,75 93


(5)

LAMPIRAN 2

Data feeding rate SNI 01.7207-2006

Jenis Kayu Kerapatan Target (g/cm3) W1 (g) W2 (g) Weight Loss(µg) Jumlah Rayap Awal (ekor) Jumlah Rayap Akhir (ekor) Lama pengujian (hari) Feeding Rate (µg/ekor/hari) KEMPAS TARGET 0,8

5,47 5,39 80000 200 0 28 28,57

5,81 5,69 120000 200 0 28 42,86

6,15 6,04 110000 200 0 28 39,29

TARGET 0,9

5,85 5,81 40000 200 0 28 14,29

6,65 6,61 40000 200 0 28 14,29

5,05 5,02 30000 200 0 28 10,71

PINUS

TARGET 0,8

4,52 4,31 210000 200 0 28 75,00

4,89 4,68 210000 200 0 28 75,00

6,01 5,75 260000 200 0 28 92,86

TARGET 0,9

6,77 6,53 240000 200 0 28 85,71

5,7 5,47 230000 200 0 28 82,14

6,12 5,94 180000 200 0 28 64,29

KEMPAS

2,84 2,78 60000 200 6 28 20,80

2,25 2,21 40000 200 0 28 14,29

2,62 2,55 70000 200 5 28 24,39

PINUS

1,81 1,72 90000 200 0 28 32,14

1,66 1,56 100000 200 12 28 33,69

1,63 1,51 120000 200 39 28 35,86

KARET

1,48 1,22 260000 200 0 28 92,86

1,57 1,26 310000 200 14 28 103,47


(6)

DOKUMENTASI PENELITIAN

Berikut adalah beberapa contoh perbandingan kerusakan antara kayu solid dengan papan partikelnya :

Gambar perbandingan kerusakan kayu solid dan papan partikel Kempas.