D. Prinsip-Prinsip Hukum Perseroan Terbatas
Beberapa prinsip dalam hukum perseroan terbatas antara lain :
63
1. Fiduciary duty
Fiduciary duty adalah suatu doktrin yang berasal dari sistem hukum Common Law yang mengajarkan bahwa antara direktur dengan perseroan
terdapat hubungan fiduciary. Sehingga pihak direktur hanya bertindak seperti seorang trustee atau agen semata-mata, yang mempunyai
kewajiban mengabdi sepenuhnya dan dengan sebaik-baiknya kepada perseroan. Undang-Undang Perseroan Terbatas tidak menyebut dengan
jelas-jelas diberlakukannya prinsip fiduciary duty ini, tidak juga dalam memori penjelasannya. Karena itu, yang diberlakukan oleh UUPT
sebenarnya hanya prinsip yang dapat kita sebut sebagai semi fiduciary duty. Prinsip seperti ini dapat dilihat ketentuannya dalam pasal 97 ayat 2
UUPT, yang mengharuskan setiap anggota ”direksi” menjalankan tugasnya untuk kepentingan perseroan dengan itikad baik dan penuh
tanggung jawab. Hal yang sama juga berlaku bagi komisaris vide Pasal 114 ayat 2 UUPT.
2. Corporate opportunity
Prinsip Corporate Opportunity sebenarnya juga sebagai konsekuensi dari pemberlakuan prinsip fiduciary duty. Doktrin Corporate Opportunity
mengajarkan bahwa direktur harus lebih mengutamakan kepentingan perseroan daripada kepentingan pribadi terhadap transaksi yang
63
Munir Fuady, Hukum Perusahaan dalam Paradigma Hukum Bisnis Bandung : PT Citra Aditya Bakti,2002, hlm. 4
Universitas Sumatera Utara
menimbulkan conflict of interest. Seorang direktur tidak boleh mengambil keuntungan-keuntungan tersembunyi atau terselubung dari suatu transaksi
perseroan. Jika misalnya baik perseroan maupun pribadi direktur sama- sama dapat melakukan suatu transaksi bisnis yang tentunya dapat
membawa profit, maka transaksi tersebut harus diberikan kepada perseroan.
UUPT tidak dengan tegas mengakui berlakunya prinsip Corporate Opportunity ini. Tetapi terdapat indikasi yang mengarah kepada
pengakuan prinsip tersebut. Misalnya untuk direksi : -
Pasal 99 ayat 1 point b : anggota direksi tidak berwenang mewakili perseroan jika dia mempunyai kepentingan yang bertentangan
dengan kepentingan perseroan. -
Pasal 97 ayat 2 : anggota direksi harus menjalankan tugasnya untuk kepentingan dan usaha perseroan dengan itikad baik dan
penuh tanggung jawab. -
Pasal 92 : direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan.
- Pasal 101 ayat 1 : anggota direksi wajib melaporkan kepada
perseroan mengenai kepemilikan sahamnya danatau keluarganya pada perseroan tersebut dan perseroan lain.
Sedangkan indikasi berlakunya prinsip Corporate Opportunity bagi dewan komisaris terlihat dalam :
Universitas Sumatera Utara
- Pasal 114 ayat 2 : Komisaris wajib menjalankan tugas untuk
kepentingan dan usaha perseroan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.
- Pasal 116 : Kewajiban melapor kepada perseroan bagi komisaris
yang mempunyai kepemilikan sahamnya sendiri atau keluarganya pada perseroan tersebut atau pada perseroan lain.
3. Self dealing
Yang dimaksud dengan prinsip Self Dealing adalah setiap transaksi yang dilakukan antara direktur perseroan dengan perseroan itu sendiri. Baik
dilakukan langsung oleh direktur yang bersangkutan, ataupun secara tidak langsung, misalnya lewat saudara-saudaranya.
Di negara tempat berkembangnya doktrin self dealing ini, yakni umumnya negara-negara Anglo Saxon, self dealing semula sama sekali
dilarang dan batal demi hukum dan direksi akan bertanggung jawab secara pribadi. Tetapi sampai kini larangan tersebut diperlonggar, self
dealing dibenarkan jika dengan self dealing tersebut, direktur yang bersangkutan dapat membuktikan bahwa transaksi tersebut adalah fair,
tidak ada fraud atau menghambur-hamburkan aset perseroan, atau hal-hal lain yang dapat merugikan perseroan.
Mengenai doktrin self dealing ini, UUPT kembali tidak menunjukkan sikapnya yang tegas, kecuali secara tidak langsung dan sangat umum
menyinggungnya dalam pasal-pasal yang mengatur tentang corporate opportunity seperti telah disebutkan di atas.
Universitas Sumatera Utara
4. Business judgement rule Business judgement rule ini mendalilkan bahwa seorang direktur tidak
dapat dimintakan tanggung jawabnya secara pribadi atas tindakannya yang dilakukan dalam kedudukannya sebagai direktur, yang dia yakini
sebagai tindakan terbaik buat perseroan dan dilakukannya secara jujur, beritikad baik, dan tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku.
Sungguhpun tindakan tersebut ternyata keliru dan merugikan perseroan. Dengan demikian bahkan pengadilan ataupun RUPS tidak boleh
melakukan second guess terhadap keputusan bisnis business judgement dari direktur.
Perkembangan mengenai business judgement rule belakangan ini menunjukan bahwa hakim pengadilan dapat memeriksa perkara yang
terkait dengan business judgement rule ini, tidak hanya melihat semata- mata pada keberadaan conflict of interest, namun lebih ke arah ”concept
of neutrality” yang melahirkan fairness. Yang dimaksud dengan konsep netralitas ini adalah bahwa suatu perbuatan hukum yang di dalamnya
terdapat unsur benturan kepentingan antara kepentingan salah satu atau lebih anggota direksi dengan kepentingan perseroan masih dapat
dilaksanakan, selama dan sepanjang transaksi tersebut adalah transaksi yang wajar dan telah disetujui oleh seluruh atau sebagian besar anggota
direksi yang tidak memiliki benturan kepentingan.
64
64
Gunawan Widjaja, Risiko Hukum Sebagai Direksi, Komisaris dan pemilik PT, Op. Cit., hlm. 60
Universitas Sumatera Utara
5. Piercing the corporate veil Kata “piercing” berarti mengoyak atau menembus, sementara kata “veil”
berarti kerudung atau cadar. Maka ungkapan piercing the corporate veil ”PCV” secara harafiah berarti cadar badan hukum dikoyak atau
ditembusi. Dalam penerapannya ke dalam ilmu hukum perseroan, doktrin PCV berarti bahwa hukum tidak memberlakukan prinsip terpisahnya
tanggung jawab dan harta kekayaan badan hukum dari tanggung jawab dan harta kekayaan pemegang sahamnya, sungguhpun secara de jure
seluruh persyaratan yang harus dipenuhi oleh Perseroan Terbatas untuk dapat menjadi suatu badan hukum telah sempurna dilakukannya. Dengan
demikian, berdasarkan prinsip PCV ini, ada kemungkinan pemegang saham dalam hal-hal tertentu ikut bertanggung jawab sampai kepada harta
pribadinya atas tindakan yang dilakukan oleh dan atas nana perseroan sendiri.
Doktrin PCV ini bertujuan untuk menghindari hal-hal yang tidak adil bagi pihak luar perseroan atas tindakan sewenang-wenang atau tidak layak
yang dilakukan atas nama perseroan, baik yang tebit dari suatu transaksi dengan pihak ketiga ataupun yang timbul dari perbuatn menyesatkan atau
perbuatan melawan hukum. UUPT secara tegas tetapi sangat terbatas memberlakukan prinsip PCV,
yakni pemegang saham tetap bertanggung jawab terhadap tindakan yang
Universitas Sumatera Utara
dilakukan oleh perseroan, tetapi hanya terbatas kepada empat hal sebagai berikut:
65
a. Tidak terpenuhi persyaratan perseroan sebagai badan hukum.
b. Secara itikad buruk, pemegang saham memanfaatkan perseroan
semata-mata untuk kepentingan pribadi. c.
Terlibatnya pemegang saham tersebut atas perbuatan melawan hukum dari perseroan.
d. Pemegang saham menggunakan kekayaan perseroan, sehingga
kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk membayar hutang.
6. Derivative action Derivative action merupakan gugatan yang dilakukan oleh seorang atau
lebih pemegang saham untuk memberlakukan cause of action dari perseroan. Artinya gugatan yang seharusnya dilakukan oleh dan atas
nama perseroan, dilakukan oleh satu atau lebih pemegang saham atas nama perseroan. Yang digugat itu siapa saja, seperti direktur ataupun
pihak ketiga. Derivative suit berbeda dengan apa yang disebut class action dari
pemegang saham. Sebab, class action termasuk ke dalam direct suit karena seorang atau lebih pemegang saham menggugat untuk dan atas
nama seluruh atau suatu kelas pemegang saham, jadi bukan atas nama perseroan.
Doktrin Derivative Suit ini diberlakukan oleh UUPT sejauh yang digugat hanyalah pihak direktur danatau komisaris perseroan. Dalam hal ini
diisyaratkan bahwa pemegang saham yang menggugat atas nama
65
Pasal 3 ayat 2 Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
Universitas Sumatera Utara
perseroan tersebut haruslah minimal 10 dari saham dengan hak suara. Lihat Pasal 97 ayat 6 dan Pasal 114 ayat 6 UUPT.
7. Ultra vires Doktrin Ultra vires mengajarkan bahwa perseroan tidak dapat melakukan
kegiatan di luar dari kekuasaan perseroan. Kekuasaan perseroan tersebut diperinci dalam anggaran dasarnya. Semula ketentuan tentang ultra vires
ini di banyak negara Common Law diberlakukan dengan tegas, yakni transaksi yang demikian dianggap batal demi hukum, dan direktur yang
melakukan tindakan tersebut akan bertanggung jawab secara pribadi. Menurut UUPT, berdasarkan prinsip pemberian kuasa konstruktif secara
hukum yang diberikan oleh suatu perseroan kepada direktur lewat dokumen yang disebut anggaran dasar, maka direktur tidak boleh
menyimpang atau melakukan hal-hal di luar anggaran dasar tersebut. Sebab, jika hal tersebut dilakukan, direktur tersebut telah melakukan
kegiatan di luar ruang lingkup kewenangannya.
66
Mengikuti teori tentang pemberian kuasa, maka direksi akan bertanggung jawab jika perseroan melakukan kegiatan-kegiatan yang tidak terdapat
dalam anggaran dasar. Dan, menurut UUPT , tanggung jawab direksi adalah kolegial.
67
66
Munir Fuady, Hukum Perusahaan dalam Paradigma Hukum Bisnis, Op.Cit, hlm. 10
67
Lihat memori penjelasan atas Pasal 97 ayat 4 Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
Jadi mereka pada prinsipnya akan bertanggung jawab secara renteng.
Universitas Sumatera Utara
8. Corporate ratification Doktrin Corporate Ratification mengajarkan bahwa perseroan dapat
menerima tindakan yang dilakukan oleh organ lain dalam perseroan tersebut, sekaligus mengambilalih tanggung jawab organ lain dimaksud.
Misalnya RUPS meratifikasi kegiatan tertentu dari direktur, sehingga seluruh tanggung jawab direktur dalam hubungan dengan kegiatan
dimaksud beralih menjadi tanggung jawab perseroan. Apakah UUPT menganut prinsip ratifikasi. Berdasarkan prinsip
pendistribusian wewenang dan kewajiban semi fiduciary duty dari direktur komisaris, maka tanggung jawab direksi atau komisaris tidak
dapat diambilalih oleh pihak lain atau oleh perseroan via RUPS. 9. Perlindungan minoritas
Salah satu segi lain yang juga cukup menonjol dalam UUPT adalah perlindungan pemegang saham minoritas. Banyak ketentuan dalam
UUPT, seperti keikutsertaan pengadilan dalam hal-hal tertentu ke dalam masalah perseroan, ketentuan prosedural tertentu, kewajiban disclosure,
quorum dan voting dalam RUPS yang bervariatif dan lain-lain, yang kesemuanya bertujuan antara lain untuk melindungi pemegang saham
minoritas tersebut. Prinsip perlindungan minoritas tersebut tentu mempunyai tujuan baik.
Karena yang dicari adalah equilibrium yang tersimpul dalam prinsip majority rule and minority right. Hanya saja, apabila faktor lain, seperti
Universitas Sumatera Utara
masalah prosedural, perangkat keras dan lunak dan juga faktor manusianya belum siap, maka yang terjadi justru tirany minoritas.
10. Wewenang pengadilan Salah satu hal yang menonjol dalam UUPT adalah besarnya peranan
pengadilan untuk ikut mencampuri urusan-urusan perseroan. Ini juga sebagai akibat pengaruh dari sistem yang dipraktekkan di luar negeri.
Pada prinsipnya, wewenang pengadilan yang dimungkinkan oleh UUPT tercakup dalam tiga kategori sebagai berikut :
a. Kewenangan biasa Kewenangan biasa ini dimaksudkan sebagai kewenangan pengadilan
untuk mengadili perseroan danatau para pihak dalam perseroan dalam kasus-kasus biasa, baik sebagai tergugatterdakwa, maupun sebagai
penggugatpelapor. Jadi baik dalam kasus perdata maupun dalam kasus pidana.
b. Gugatan Perseroan Di samping gugatan atau dakwaan yang bersifat umum, maka terdapat
gugatan perseroan, yakni gugatan yang khusus terbit dalam hukum perseroan, bukan dari hukum acara pada umumnya. Bahkan hal yang
sama secara mutatis mutandis juga berlaku dalam bidang pidana, sehingga muncul pula apa yang dapat kita sebut sebagai dakwaan
perseroan. Dalam hal ini juga perseroan ataupun para pihak di dalamnya dapat berupa tergugatterdakwa ataupun sebagai
penggugatpelapor. Ketentuan-ketentuan seperti ini sebelumnya tidak
Universitas Sumatera Utara
ada dalam KUH Dagang. Gugatan perseroan tersebut disebutkan dalam UUPT sebagai berikut :
- Pasal 61: Setiap pemegang saham berapapun saham yang
dimilikinya dapat mengajukan gugatan terhadap perseroan ke pengadilan negeri jika ada keputusan RUPSDireksiKomisaris yang
merugikannya. -
Pasal 97 ayat 6: Pemegang minimal 10 saham untuk dan atas nama perseroan dapat menggugat ke pengadilan terhadap anggota
direksi yang bersalah sehingga menimbulkan kerugian kepada perseroan.
- Pasal 114 ayat 6: Pemegang minimal 10 saham untuk dan atas
nama perseroan dapat menggugat ke pengadilan terhadap komisaris yang bersalah sehingga menimbulkan kerugian kepada perseroan.
- Pasal 45 ayat 1: Kreditur dapat mengajukan gugatan terhadap
perseroan ke pengadilan jika dia keberatan atas pengurangan modal. c. Permohonan penetapan pengadilan
Di samping yang berbentuk gugatan, kepada pengadilan oleh pihak- pihak tertentu dapat mengajukan permohonan agar pengadilan
mengeluarkan ketetapannya. UUPT mengaturnya sebagai berikut : - Pasal 80 ayat 1: Pemegang saham berapapun saham yang
dipegangnya dapat memohon kepada ”Ketua” Pengadilan Negeri agar pemegang saham tersebut dapat melakukan sendiri RUPS
tahunan jika direksi atau komisaris tidak melakukannya.
Universitas Sumatera Utara
- Pasal 104 ayat 1: Direksi dapat mengajukan permohonan ke Pengadilan Negeri agar perseroan dinyatakan pailit berdasarkan
keputusan Rapat Umum Pemegang Saham. - Pasal 138 ayat 2 dan 3: Permohonan kepada Pengadilan Negeri
agar dilakukan pemeriksaan atas dugaan perbuatan melawan hukum yang dimohon oleh 1 pemegang minimal 10saham atas nama
sendiri atau atas nama perseroan, 2 pihak lain yang disebut dalam anggaran dasar,dan 3 jaksa.
E. Organ-Organ Perseroan Terbatas