20 dimiliki masing-masing badan itu
berbeda, maka perilaku oportunistik yang ditunjukkan juga berbeda.
Perbedaan
antara perilaku
oportunistik legislatif
dengan perilaku
oportunistik eksekutif
dalam kebijakan
penganggaran daerah, Hal ini terlihat dari strategi
yang dilakukan untuk mendapatkan keuntungan masing-masing, yaitu
DPRD
cenderung untuk
memperbesar belanja
publik dahulu disebut belanja rutin,
sedangkan eksekutif
cenderung membesarkan
belanja pembangunan.
Abdullah dan
Asmara 2006
Variabel Dependen: perilaku oportunistik
legislatif dalam penganggaran OL
perilaku oportunistik legislatif dalam
penganggaran OL. Variabel Independen:
sumber
pendapatan berupa
pendapatan sendiri
yang diukur
dengan sprea d
pendapatan asli daerah PPAD
Legislatif sebagai agen dari voters berperilaku
oportunistik dalam
penyusunan APBD, Besaran PAD berpengaruh
terhadap perilaku
oportunistik legislatif, dan APBD digunakan sebagai sarana untuk
melakukan political corruption.
2.3. Kerangka Konseptual
Perspektif keagenan menjelaskan bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam proses penyusunan anggaran memiliki kecenderungan untuk memaksimalkan
utilitasnya melalui pengalokasian sumber daya. Penganggaran menjadi mekanisme terpenting untuk pengalokasian sumber daya, karena keterbatasan
dana yang dimiliki oleh pemerintah. Menurut Hagen et al., 1996 dalam Abdullah
Universitas Sumatera Utara
21 Asmara, 2006, penganggaran sektor publik merupakan proses tawar menawar
antara eksekutif dan legislatif. Pengalokasian anggaran yang tidak diperhatikannya jangka waktu
penetapan perubahan APBD menjadikan anggaran tidak efektif atau bahkan tidak terserap sepenuhnya saat tahun anggaran berakhir, dan berdampak pada tingginya
SiLPA, dimana dana yang seharusnya dapat digunakan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat ternyata tidak terserap sepenuhnya. SiLPA ini memiliki
pengaruh pada pengalokasian APBD periode selanjutnya, karena SiLPA akan digunakan untuk menyeimbangkan anggaran yaitu dengan menutupi pengeluaran
pembiayaan. Sementara DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Berkaitan
dengan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, hal tersebut merupakan konsekuensi adanya penyerahan kewenangan pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah. Untuk menyederhanakan alur pemikiran tersebut, maka kerangka
konseptual dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
22
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
2.4. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara dari rumusan masalah. Erlina 2011:30, “Hipotesis adalah proporsi yang dirumuskan dengan maksud untuk
diuji secara emp iris”. Proporsi meruapakan ungkapan atau pernyataan yang dapat
dipercaya, disangkal, atau diuji kebenarannya mengenai konsep atau konstruk yang menjelaskan atau memprediksi fenomena-fenomena. Dengan demikian
hipotesis merupakan penjelasan sementara tentang perilaku, fenomena atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi.
Berdasarkan kerangka konseptual diatas, maka peneliti membuat hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah PAD, SiLPA dan DAU berpengaruh
secara simultan dan parsial terhadap Perilaku Oportunistik Penyusunan Anggaran KabupatenKota di Provinsi Sumatera Utara.
PAD Perilaku Oportunistik
Penyusunan Anggaran SILPA
DAU
Universitas Sumatera Utara
23
BAB III METODsE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian