Kelarutan poli-HB di dalam pelarut organik telah banyak dimanfaatkan untuk mengekstrak polimer dari biomassa sel baik basah maupun kering.
Senyawa karbonat siklik seperti etilen karbonat dan propilen karbonat, sebagaimana klorofom, piridin, campuran metilen klorida dan etanol, serta
1,2-dikloroetan masih banyak digunakan sebagai pelarut poli-HB sampai sekarang Lafferty et al. dalam Rehm dan Reed, 1988.
Poli- β-hidroksibutirat PHB dapat digunakan sebagai benang jahit
pada operasi bedah, peralatan rekaman karena sifat-sifat piezoelektriknya yang baik, substitusi poliester sintetis pada pembuatan serat, dan sebagai kemasan.
Selain itu, PHB juga dapat ditenun menyerupai bahan wol katun sehingga cocok digunakan sebagai popok bayi Brandl et al. dalam Babel dan
Steinbuchel, 2001.
C. PROSES PEMBUATAN BIOPLASTIK
Menurut Cowd 1991 proses terbentuknya suatu polimer dikenal dengan istilah polimerisasi. Polimerisasi ini merupakan pembentukan molekul
raksasa polimer melalui penggabungan molekul-molekul kecil dan sederhana yang disebut monomer. Pembentukan ikatan polimer menghasilkan ikatan
kunci antar monomer yang disebut sebagai ikatan tulang punggung backbone.
Menurut Ramsay et al. 1993, terdapat dua macam cara pembuatan film PHB. Solvent-cast film dibuat dengan cara menuangkan larutan
kloroform-PHB 5 bv pada sebuah plat kaca atau teflon. Pelarut kemudian diuapkan dan film yang terbentuk dibiarkan selama dua minggu pada suhu
ruang untuk mencapai keseimbangan kristalinitas. Heat-pressed film dibuat dengan cara menuangkan larutan 25 PHB bv pada plat kaca, lalu
dikeringkan semalam pada suhu ruang dan kemudian ditempatkan diantara dua lembar lempengan yang dibungkus allumunium foil. PHB dalam cetakan
lalu di-press pada suhu 155-160 C pada tekanan 5000 lbin
2
selama satu menit.
Pembuatan bioplastik PHB yang dilakukan oleh Juari 2006 adalah dengan cara melarutkan PHB ke dalam klorofom dan pemlastis dimetil ftalat
dengan perbandingan 1:30 bb. Perbandingan PHB dan pemlastis tergantung dari persentase pemlastis yang ingin diuji. Sejumlah PHB dilarutkan ke dalam
klorofom untuk kemudian diaduk selama tiga jam. Setelah itu ditambahkan pemlastis dan pengadukan dilanjutkan lagi selama satu jam. Proses terakhir
adalah pencetakan dengan cara menuang larutan tersebut ke dalam cetakan kaca dan penguapan pelarut klorofom sehingga terbentuk lembaran plastik.
Dalam penelitiannya, Juari 2006 mencobakan 4 taraf konsentrasi dimetil ftalat yaitu 12,5; 25; 37,5; dan 50. Bioplastik dengan konsentrasi
dimetil ftalat 50 tidak membentuk lembaran, sedangkan pada konsentrasi dimetil ftalat yang lain terbentuk lembaran. Bioplastik dengan karakteristik
terbaik adalah bioplastik dengan konsentrasi pemlastis dimetil ftalat 25.
D. PEMLASTIS
Pemlastis atau plasticizer dalam konsep sederhana dapat didefinisikan sebagai pelarut organik dengan titik didih tinggi atau suatu
padatan dengan titik leleh rendah. Apabila ditambahkan ke dalam resin yang keras atau kaku seperti karet dan plastik, maka akumulasi gaya intramolekuler
pada rantai panjang akan menurun sehingga kelenturan atau fleksibilitas, kelunakan softness, dan pemanjangan elongation bertambah Mellan,
1963. Hammer dalam Paul dan Newman 1978 menambahkan bahwa
pemlastis dapat didefinisikan sebagai bahan kimia yang dapat mengurangi kekakuan dari suatu resin termoplastik yang amorf. Prinsip dasar kerja suatu
pemlastis adalah berinteraksi dengan rantai polimer dalam tingkat molekul, sehingga menyebabkan peningkatan respon viskoelastis polimer.
Interaksi tingkat molekul tersebut dijelaskan oleh Darusman et al. 1999 dapat berupa gaya van der Waals yaitu gaya tarikan lemah antara
molekul dalam senyawa akibat adanya dwikutub-dwikutub terinduksi, ataupun karena adanya ikatan hidrogen yaitu gaya tarik elektrostatik antara atom
hidrogen dengan atom yang memiliki elektronegatifitas tinggi seperti atom O, N, dan F.
Interaksi antara polimer dengan zat pemlastis tersebut menimbulkan peningkatan mobilitas molekul dari rantai polimer dan menyebabkan turunnya
suhu transisi gelas Tg. Suatu polimer dengan Tg yang rendah memiliki lebih banyak rantai elastis memiliki tingkat kekakuan yang lebih kecil,
sehingga lebih mudah untuk diproses. Sebaliknya, jika polimer memiliki Tg yang tinggi dan viskositas lelehan yang tinggi pula, kemudahan proses
didapatkan dengan tanpa perubahan yang berarti pada kekakuan rantai polimer Hammer dalam Paul dan Newman, 1978.
Syarat suatu pemlastis polimer diantaranya adalah Hammer dalam Paul dan Newman, 1978:
1. Harus sesuai dengan besarnya molekul bahan yang akan diberi pemlastis,
hal ini dimaksudkan agar besarnya bobot molekul polimer yang terbentuk tetap terjaga.
2. Harus memiliki Tg yang cukup rendah, sehingga secara efisien akan
menurunkan Tg dari polimer yang terbentuk dan membuat polimer menjadi lebih elastis.
3. Memiliki bobot molekul BM yang cukup tinggi. Dengan BM yang
tinggi, plasticizer tersebut memiliki tekanan uap yang rendah dan laju difusi yang rendah pula di dalam polimer yang terbentuk. Akibatnya pada
suhu ruang pemlastis tersebut tidak mudah menguap dan tetap terjaga keberadaannya di dalam polimer.
PHB merupakan polimer dengan kristalinitas yang cukup tinggi, yaitu sekitar 80 kristalin Lee, 1996. Karena kristalinitasnya yang tinggi,
polimer PHB bersifat kaku dan rapuh. Penambahan pemlastis akan membuat polimer menjadi lebih lunak dan elastis. Sifat yang lebih lunak dan lentur
menjadikan suatu polimer lebih mudah untuk diolah atau ditangani. Figuly 2004 menyebutkan beberapa pemlastis yang sering
digunakan untuk PHA antara lain gliserol, etilen glikol, dan polietilen glikol dengan BM rendah. Konsentrasi pemlastis yang ditambahkan berkisar antara
5 sampai 35, atau berkisar antara 12 sampai 20, berdasarkan berat total pemlastis dan PHA.
Parra et al. 2006 melakukan percobaan mengenai pengaruh konsentrasi pemlastis PEG 300 terhadap sifat termal, mekanik, morfologi,
fisika-kima, dan biodegradasi dari poli-HB dengan BM sekitar 380.000 gmol. Konsentrasi PEG 300 yang diujikan adalah 0, 2, 5, 10, 20, dan 40.
Peningkatan konsentrasi PEG 300 menyebabkan penurunan titik leleh, kristalinitas, dan kuat tarik. Peningkatan konsentrasi PEG 300 juga
menyebabkan peningkatan perpanjangan putus dan laju degradasi enzimatis. PEG atau polietilen glikol merupakan golongan senyawa polieter
dari etilen oksida. Struktur molekul dari PEG dapat dilihat pada Gambar 3. Rumus umum PEG adalah C
2n
H
4n+2
O
n+1
dengan bobot molekul rata-rata sesuai dengan angka yang tertera setelahnya. PEG 400 berarti polietilen glikol
dengan bobot molekul 400 gmol atau lebih tepatnya berkisar antara 380-420 gmol. PEG merupakan cairan bening BM1000 gmol, padatan BM1000
gmol, larut dalam air, dan larut dalam pelarut organik Anonim
b
, 2006.
Gambar 3. Struktur molekul PEG Anonim
b
, 2006.
E. KARAKTERISTIK BIOPLASTIK