BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Persuteraan alam sudah lama dikenal oleh beberapa penduduk di Indonesia dan juga di dunia. Usaha budidaya ulat sutera sudah dimulai sejak tahun 1960.
Daerah-daerah yang selama ini telah melakukan usaha budidaya ulat sutera adalah Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Barat.
Usaha persuteraan alam memiliki rangkaian kegiatan yang panjang, dimana rangkaian kegiatan itu terbagi menjadi beberapa sub sistem. Sub sistem
yang paling pertama adalah budidaya tanaman murbei sebagai pakan utama ulat sutera. Sub sistem yang kedua yaitu pemeliharaan ulat sutera, kemudian
dilanjutkan oleh sub-sub sistem berikutnya, yaitu sub sistem produksi kokon, pengolahan kokon, pemintalan benang, penerimaan tekstil sutera dan pemasaran
hasil. Karena sifatnya yang padat karya maka budidaya ulat sutera ini mampu memperluas lapangan kerja, menambah penghasilan masyarakat, menghasilkan
devisa, dan ikut dalam kegiatan produksi sandang. Pada setiap sub sistem persuteraan alam memerlukan banyak tenaga kerja.
Usaha budidaya ulat sutera berpotensi besar dan menghasilkan komoditi yang bernilai tinggi. Hal ini dapat dilihat dari kebutuhan benang sutera di dunia
yang setiap tahunnya cukup besar, yaitu sekitar 92.743 ton, sedangkan produksi benang sutera di dunia baru mencapai 89.393 ton FAO 1994 dalam
Atmosoedarjo et al. 2000. Indonesia sebagai negara berklim tropis memiliki potensi yang cukup
besar dalam memproduksi benang sutera, karena daun murbei sebagai pakan ulat sutera dapat berproduksi sepanjang tahun. Di dalam usaha persuteraan alam
khususnya untuk menghasilkan kokon yang mutunya baik, sangat dipengaruhi oleh faktor makanan. Daun murbei Morus spp merupakan satu-satunya bahan
makanan alami bagi ulat sutera. Selain berfungsi sebagai sumber pakan ulat sutera, tanaman murbei juga dapat difungsikan sebagai tanaman pagar dan
penghijauan. Dari segi kegunaan, daun murbei bisa juga dimanfaatkan untuk bahan pembuat minuman yang menyehatkan Atmosoedarjo et al. 2000.
Genus Morus memiliki beberapa spesies, antara lain Morus alba, Morus multicaulis, Morus nigra, Morus macroura, Morus cathayana, Morus indica,
Morus kanva, Morus khunpai, Morus australis, dan Morus koukuso. Tanaman murbei dapat tumbuh pada tanah yang tidak asam pH optimal 6,5 dengan tekstur
tanah lempung berliat dan berpasir. Indonesia memiliki lahan yang sangat luas dengan kondisi iklim yang
cocok untuk budidaya murbei dan pemeliharaan ulat sutera. Indonesia sebenarnya memiliki potensi untuk memehuhi kebutuhan industri benang sutera nasional.
Untuk memenuhi kebutuhan industri benang sutera, perlu upaya intensifikasi atau ekstensifikasi pengusahaan ulat sutera dan tanaman murbei. Kedua sub sistem
budidaya tanaman murbei dan sub sistem budidaya ulat sutera tidak bisa dipisahkan, keduanya harus seiring dilakukan di lokasi yang sama.
Upaya intensifikasi budidaya tanaman murbei antara lain pemupukan dengan jenis dan dosis pupuk yang sesuai dan harganya terjangkau. Sedang upaya
ekstensifikasi budidaya tanaman murbei antara lain perluasan kebun murbei. Untuk keperluan kebun murbei memerlukan bibit tanaman yang cukup banyak
yang berupa stek batang.
1.2 Tujuan