BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Asal dan Penyebaran Tanaman Murbei
Usaha persuteraan alam merupakan suatu kegiatan agroindustri yang memiliki rangkaian kegiatan yang panjang. Kegiatan tersebut meliputi penanaman
murbei, pemeliharaan ulat sutera, produksi kokon, pengolahan kokon, permintaan benang, dan pemasaran hasilnya. Usaha persuteraan alam ini berpotensi besar,
karena siklus produksi setiap sub sistemnya singkat sehingga cepat memberikan hasil dengan nilai ekonomi yang cukup tinggi. Teknologi yang digunakan relatif
sederhana yang terbukti bisa dilakukan oleh kebanyakan masyarakat awam. Usaha budidaya murbei dan ulat sutera dapat dilakukan sebagai usaha pokok maupun
sebagai usaha sampingan Atmosoedarjo et al. 2000. Di dalam usaha persuteraan alam, khususnya untuk menghasilkan kokon yang berkualitas baik sangat
dipengaruhi oleh kecukupan pakan bagi ulat. Persuteraan alam di Indonesia sudah mulai dikenal sejak abad ke-10.
Ketika itu ada hubungan dagang dengan pedagang dari Cina dan India. Diantara komoditi yang diperdagangkan adalah bahan pakaian bagi para kerabat kerajaan,
yakni sutera. Pada tahun 1903, seorang tuan tanah Cina Lei Kim Liong menanam murbei di lahan persawahan dan memelihara ulat sutera ras Cina ± Jepang di
daerah Tanggerang. Dari sini budidaya ulat sutera alam kemudian menyebar ke Lampung, Palembang, Aceh, dan Makasar Atmosoedarjo et al. 2000.
Konon di Indonesia pada masa silam sudah dikenal usaha persuteraan alam yang bahan pakannya berupa daun tanaman jarak Ricinis communis.
Sedangkan usaha pemeliharaan ulat sutera dengan pakan daun tanaman murbei mulai dikenal di Indonesia pada tahun 1948, yang dibawa oleh orang Jepang dan
dikembangkan di daerah Jawa Barat. Sedangkan pabrik pemintalannya sendiri pertama kali didirikan pada tahun 1961 di Bandung yang bahan kokonnya
diperoleh dari masyarakat, hasil bimbingan dan pengembangan persuteraan alam yang dilakukan oleh Dinas Kehutanan Jawa Barat.
2.2 Tanaman Murbei dan Kedudukannya Dalam Tata Klasifikasi Tumbuhan
Tanaman murbei merupakan tanaman yang memiliki perakaran dalam, sehingga untuk pertumbuhan akarnya diperlukan lapisan tanah yang cukup dalam.
Tanaman murbei yang berasal dari stek, meskipun pada dasarnya tidak memiliki akar tunggang, tetapi ketika tanaman semakin tua tampak ada akar yang tumbuh
ke bawah yang mirip dengan akar tunggang. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa akar tanaman murbei pada umumnya berkembang sampai pada kedalaman
10 ± 15 cm dari permukaan tanah. Akar tanaman murbei yang sudah tua dapat berkembang sampai kedalaman 100 cm.
Habitus tanaman murbei berupa perdu, tetapi dapat menjadi pohon tinggi bila dibiarkan tanpa pemangkasan. Tingginya dapat mencapai 6 meter, batangnya
memiliki banyak cabang tetapi tajuknya jarang. Percabangan tanaman murbei tegak atau mendatar dengan warna cabang hijau, abu-abu atau putih kecoklatan.
Daunnya merupakan daun tunggal dengan bentuk daun oval, membulat, dan berlekuk dengan tepi daun bergerigi atau beringgit, dan ujung daun meruncing.
Permukaan daun licin atau berbulu dan berwarna hijau tua atau suram, sedangkan permukaan bawah daun hijau, suram, atau kasar tergantung dari spesiesnya
Samsijah dan Andadari 1992. Bunga murbei termasuk tipe berumah satu monoecious atau berumah dua
diocious. Sebagai tanaman yang bersifat diocious memiliki bunga jantan dan bunga betina yang masing-masing tersusun dalam untaian yang terpisah satu sama
lain. Buah murbei merupakan buah majemuk, berwarna hijau ketika masih muda kemudian mengalami perubahan menjadi kuning kemerahan ketika sudah agak
tua. Selanjutnya, buah akan berwarna ungu kehitaman jika telah tua. Tanaman murbei termasuk ke dalam marga Morus dari famili Moraceae.
Berdasarkan morfologi bunga, marga Morus dipilah-pilah menjadi 24 jenis, yang kemudian ditambah lima jenis lagi. Murbei pada dasarnya mempunyai bunga
kelamin tunggal, meskipun kadang berkelamin rangkap Koidzummi 1930.