penghijauan. Dari segi kegunaan, daun murbei bisa juga dimanfaatkan untuk bahan pembuat minuman yang menyehatkan Atmosoedarjo et al. 2000.
Genus Morus memiliki beberapa spesies, antara lain Morus alba, Morus multicaulis, Morus nigra, Morus macroura, Morus cathayana, Morus indica,
Morus kanva, Morus khunpai, Morus australis, dan Morus koukuso. Tanaman murbei dapat tumbuh pada tanah yang tidak asam pH optimal 6,5 dengan tekstur
tanah lempung berliat dan berpasir. Indonesia memiliki lahan yang sangat luas dengan kondisi iklim yang
cocok untuk budidaya murbei dan pemeliharaan ulat sutera. Indonesia sebenarnya memiliki potensi untuk memehuhi kebutuhan industri benang sutera nasional.
Untuk memenuhi kebutuhan industri benang sutera, perlu upaya intensifikasi atau ekstensifikasi pengusahaan ulat sutera dan tanaman murbei. Kedua sub sistem
budidaya tanaman murbei dan sub sistem budidaya ulat sutera tidak bisa dipisahkan, keduanya harus seiring dilakukan di lokasi yang sama.
Upaya intensifikasi budidaya tanaman murbei antara lain pemupukan dengan jenis dan dosis pupuk yang sesuai dan harganya terjangkau. Sedang upaya
ekstensifikasi budidaya tanaman murbei antara lain perluasan kebun murbei. Untuk keperluan kebun murbei memerlukan bibit tanaman yang cukup banyak
yang berupa stek batang.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui pengaruh beberapa jenis dan dosis pupuk terhadap produksi daun murbei M. cathayana L..
2. Mengetahui pengaruh perendaman stek murbei dalam larutan pupuk terhadap pertumbuhan akar.
1.3 Hipotesis
1. Pemberian perlakuan pemupukan berpengaruh terhadap pertumbuhan produksi daun murbei.
1.4 Manfaat
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang jenis dan dosis pupuk yang memiliki pengaruh terbaik terhadap produksi daun dan
perkembangan akar tanaman murbei yang optimal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Asal dan Penyebaran Tanaman Murbei
Usaha persuteraan alam merupakan suatu kegiatan agroindustri yang memiliki rangkaian kegiatan yang panjang. Kegiatan tersebut meliputi penanaman
murbei, pemeliharaan ulat sutera, produksi kokon, pengolahan kokon, permintaan benang, dan pemasaran hasilnya. Usaha persuteraan alam ini berpotensi besar,
karena siklus produksi setiap sub sistemnya singkat sehingga cepat memberikan hasil dengan nilai ekonomi yang cukup tinggi. Teknologi yang digunakan relatif
sederhana yang terbukti bisa dilakukan oleh kebanyakan masyarakat awam. Usaha budidaya murbei dan ulat sutera dapat dilakukan sebagai usaha pokok maupun
sebagai usaha sampingan Atmosoedarjo et al. 2000. Di dalam usaha persuteraan alam, khususnya untuk menghasilkan kokon yang berkualitas baik sangat
dipengaruhi oleh kecukupan pakan bagi ulat. Persuteraan alam di Indonesia sudah mulai dikenal sejak abad ke-10.
Ketika itu ada hubungan dagang dengan pedagang dari Cina dan India. Diantara komoditi yang diperdagangkan adalah bahan pakaian bagi para kerabat kerajaan,
yakni sutera. Pada tahun 1903, seorang tuan tanah Cina Lei Kim Liong menanam murbei di lahan persawahan dan memelihara ulat sutera ras Cina ± Jepang di
daerah Tanggerang. Dari sini budidaya ulat sutera alam kemudian menyebar ke Lampung, Palembang, Aceh, dan Makasar Atmosoedarjo et al. 2000.
Konon di Indonesia pada masa silam sudah dikenal usaha persuteraan alam yang bahan pakannya berupa daun tanaman jarak Ricinis communis.
Sedangkan usaha pemeliharaan ulat sutera dengan pakan daun tanaman murbei mulai dikenal di Indonesia pada tahun 1948, yang dibawa oleh orang Jepang dan
dikembangkan di daerah Jawa Barat. Sedangkan pabrik pemintalannya sendiri pertama kali didirikan pada tahun 1961 di Bandung yang bahan kokonnya
diperoleh dari masyarakat, hasil bimbingan dan pengembangan persuteraan alam yang dilakukan oleh Dinas Kehutanan Jawa Barat.
2.2 Tanaman Murbei dan Kedudukannya Dalam Tata Klasifikasi Tumbuhan