Pengaruh Etika Auditor Terhadap Skeptisisme Profesional Auditor Pengaruh Pengalaman Kerja Terhadap Skeptisisme Profesional Auditor

Situasi lain yang sering dihadapi auditor adalah kualitas komunikasi dengan klien. Dalam melaksanakan prosedur audit hingga pemberian opini audior harus mengumpulkan bukti-bukti sebagai dasar pemberian opini. Bukti-bukti itu termasuk informasi dari klien. Sikap klien yang merahasiakan atau tidak menyajikan informasi akan menyebabkan keterbatasan ruang lingkup audit, dalam menghadapi situasi ini, maka auditor harus meningkatkan skeptisisme profesionalnya agar opini yang diberikan tepat Gusti dan Ali, 2008. Menurut Suraida 2005, Gusti dan Ali 2008, Anisma dkk 2011 dan Silalahi 2013 menyatakan bahwa situasi audit mempunyai pengaruh terhadap skeptisisme profesional auditor.

2.10.1 Pengaruh Etika Auditor Terhadap Skeptisisme Profesional Auditor

Setiap auditor juga diharapkan memegang teguh etika profesi yang sudah ditetapkan oleh IAI, agar situasi persaingan tidak sehat dapat dihindarkan. Tanpa etika, profesi akuntansi tidak akan ada karena fungsi akuntansi adalah penyedia informasi untuk proses pembuatan keputusan bisnis oleh para pelaku bisnis. Dengan menjunjung tinggi etika profesi diharapkan tidak terjadi kecurangan diantara para auditor, sehingga dapat memberikan pendapat auditan yang benar-benar sesuai dengan laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan. Jadi, menjalankan pekerjaan seorang auditor dituntut untuk mematuhi Etika Profesi yang telah ditetapkan oleh IAI. Dengan diterapkannya etika profesi diharapkan seorang auditor dapat memberikan pendapat yang sesuai dengan laporan keuangan. Etika menjadi salah satu aspek yang mempengaruhi skeptisisme auditor yang nantinya akan berpengaruh terhadap opini yang diberikan oleh auditor atas laporan keuangan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Suraida 2005 yang menyatakan bahwa etika mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap skeptisisme profesional auditor. Selain itu Silalahi 2013 juga melakukan penelitian terhadap skeptisisme profesional auditor, hasil penelitiannya menunjukkan bahwa etika berpengaruh terhadap skeptisisme profesional auditor.

2.10.2 Pengaruh Pengalaman Kerja Terhadap Skeptisisme Profesional Auditor

Dalam Mulyadi 2002SK Mentri Keuangan No.43KMK.0171997 tanggal 27 januari 1997, yang menyatakan bahwa pemerintah mensyaratkan pengalaman sekurang-kurangnya 3 tahun untuk menjadi auditor yang berpengalaman dan profesional serta izin praktik akuntan publik. Pengalaman seorang auditor juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi skeptisisme profesional auditor karena auditor yang lebih berpengalaman dapat mendeteksi adanya kecurangan-kecurangan pada laporan keuangan, selain itu cara pandang dalam penyelesaian masalah bagi auditor yang berpengalaman lebih baik dari pada auditor yang kurang berpengalaman. Pengalaman yang dimaksudkan disini adalah pengalaman auditor dalam melakukan pemeriksaan laporan keuangan. Semakin tinggi pengalaman yang dimiliki oleh auditor maka semakin tinggi pula skeptisisme prefesional auditornya Gusti dan Ali, 2008. Davis 1996 dalam Suraida 2005 mengutarakan bahwa akuntan pemeriksa yang berpengalaman memperlihatkan tingkat perhatian selektif yang lebih tinggi terhadap informasi relevan, hal ini didukung pula oleh penelitian Tubbs 1992 dalam Suraida 2005 menyatakan akuntan pemeriksa yang berpengalaman menjadi sadar mengenai kekeliruan-kekeliruan yang tidak lazim. Pengalaman kerja auditor dapat ditinjau dari segi lamanya waktu maupun banyaknya penugasan yang pernah ditangani Gusti dan Ali 2008. Semakin tinggi pengalaman kerja diduga akan berpengaruh terhadap skeptisisme profesional seorang auditor sehingga semakin tepat dalam memberikan opini atas laporan keuangan Gusti dan Ali, 2008. Menurut Ida Suraida 2005, Gusti dan Ali 2008, Anisma 2011, Nizarudin 2013 dan Larimbi 2012 pengalaman kerja mempengaruhi skeptisisme profesional auditor oleh akuntan publik.

2.10.3 Pengaruh Kompetensi Auditor Terhadap Skeptisisme Profesional