untuk menerima atau menolak klien, memilih metode dan teknik audit yang tepat, menilai bukti-bukti audit yang dikumpulkannya dan seterusnya. Resiko yang paling
menggangu didalam audit yang dipandang dari sudut pandang kecurigaan adalah tekanan dari pada kepercayaan, sehingga seorang auditor harus dapat mengambil
tindakan-tindakan sebagai respon langsung terhadap kecurigaan klien. Langkah- langkahnya adalah rancangan atau perluasan berdasarkan indikasi-indikasi bahwa
audit harus melakukan tingkat skeptisisme profesional yang cukup. Penerapan tingkat skeptisisme dalam audit sangatlah penting karena dapat mempengaruhi efektifitas dan
efesiensi audit. Auditor perlu menerapkan skeptisisme profesional dalam mengevaluasi bukti audit. Dengan begitu, auditor tidak menerima bukti-bukti audit
tersebut apa adanya, tetapi memperkirakan kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi, seperti bukti yang diperoleh dapat menyesatkan, tidak lengkap, atau pihak
yang menyediakan bukti tidak kompeten bahkan sengaja menyediakan bukti yang menyesatkan atau tidak lengkap. Semakin tinggi risiko audit atau semakin besar
risiko salah saji material, makaauditor perlu menerapkan skeptisisme profesional yang tinggi juga.
2.3 Situasi Audit
Dalam melaksanakan tugas auditor seringkali dihadapkan dengan berbagai macam audit. Menurut Shaub dan Lawrence 1996 dalam Kushasyandita 2012
contoh situasi audit seperti related party transaction, hubungan pertemanan yang dekat antara auditor dengan klien, klien yang diaudit adalah orang yang memiliki
kekuasaan kuat di suatu perusahaan akan mempengaruhi skeptisisme profesional auditor dalam memberikan opini yang tepat.
Menurut Gusti dan Ali 2008 faktor situasi audit dibagi atas 2 macam, yaitu situasi audit yang memiliki resiko rendah dan situasi yang memiliki resiko tinggi.
Dalam situasi tertentu, risiko terjadinya kesalahan dan penyajian yang salah dalam akun dan dalam laporan keuangan jauh lebih besar dibandingkan dengan sebagai
suatu situasi dimana terdapat ketidakberesan atau kecurangan yang dilakukan dengan sengaja. Seperti situasi audit yang memiliki risiko tinggi situasi irregularities
mempengaruhi auditor untuk meningkatkan sikap skeptisisme profesionalnya. Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa situasi audit adalah
keadaan yang terjadi pada saat audit dilaksanakan. Dengan berbagai macam situasi audit, auditor harus memiliki tingkat kewaspadaan terhadap kecurangan-kecurangan
yang mungkin terjadi agar audit yang dilaksanakan menjadi efektif.
2.4 Etika
Etika merupakan standar yang menentukan tingkah laku para anggota dari suatu profesi. Dengan adanya etika profesi akuntan, maka fungsi akuntan sebagai
penyedia informasi untuk proses pembuatan keputusan bisnis dapat dijalankan oleh para pelaku bisnis. Sesuai dengan Prinsip Etika Profesi dalam kode etik IAI dalam
Mulyadi 2002 yang mencakup aspek kepercayaan, kecermatan, kejujuran, dan keandalan menjadi bukti bahwa skeptisisme profesional sebagai auditor sangatlah
penting untuk memenuhi prinsip-prinsip 1 Tanggung jawab profesional, 2
Kepentingan publik, 3 Integritas, 4 objektifitas, 5 Kompetensi dan kehati-hatian profesional, 6 Kerahasiaan, 7 Perilaku profesional, 8 Standar teknis. Etika yang
tinggi akan tercermin pada sikap, tindakan dan perilaku oleh auditor itu sendiri. Auditor dengan etika yang baik dalam memperoleh informasi mengenai laporan
keuangan klien pasti sesuai dengan standar-standar yang telah ditetapkan. Kesadaran etis juga memainkan kunci dalam semua profesi akuntan termasuk melatih sikap
skeptisisme profesional auditor Louwers, 1997 dalam Kushasyandita 2012 dan WinantyadiWaluyo 2014.
Berdasarkan pengertian etika yang dikemukakan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa etika merupakan cara bertindak dari seorang auditor baik dalam
hubungan dengan keluarga, masyarakat, lingkungan maupun dengan klien. Apakah tindakan yang dilakukan sudah sesuai dengan aturan atau norma yang berlaku dalam
masyarakat dan apakah sudah sesuai dengan kode etik profesi dari auditor tersebut. Dengan demikian juga dengan profesi auditor, dalam menjalankan tugasnya harus
menerapkan sikap etika auditor dalam pelaksanaan praktik audit.
2.5 Pengalaman Kerja