menjaga standar perilaku etis dan juga harus menaati kode etik sebagai akuntan. Merujuk pada teori disonansi kognitif yang menyatakan manusia seringkali terpaksa
harus melakukan perilaku yang tidak sesuai dengan sikapnya Noviyanti, 2008. Akuntan publik yang memiliki kesadaran untuk selalu berperilaku secara etis berarti
memiliki komitmen untuk menerapkan kode etik akuntan publik. Apabila komitmen itudijaga maka pelanggaran dapat dihindari, maka akuntan publik bisa
meningkatkan sikap skeptisismenya. Hal senada juga dinyatakan dalam penelitian Gusti dan Ali 2008dan Winantyadi dan Waluyo 2014 yang menyebutkan etika
profesi berpengaruh terhadap pertimbangan materialitas, semakin auditor patuh terhadap etika profesi maka semakin baik perimbangan materialitasnya. Maka dapat
dipastikan skeptisisime profesional auditor tersebut juga akan semakin baik.
4.6.3 Pengaruh Pengalaman Kerja Terhadap Skeptisisme Profesional Auditor
Hasil pengujian hipotesis H
3
menunjukkan bahwa pengalaman kerja berpengaruh signifikan terhadap sikap skeptisisme profesional auditor. Hal ini
dibuktikan dengan besarnya nilai t
hitung
2,372 t
tabel
sebesar 2,0096, yang berarti bahwa hipotesis ketiga diterima. Hasil penelitian ini sejalan dan mendukung
penelitian yang dilakukan Anisma dkk 2011, Nizarudin 2013 dan Silalahi 2013 yang menyatakan bahwa penerapan pengalaman kerja akuntan publik berpengaruh
terhadap sikap skeptisisme profesional auditor.
Pengalaman kerja adalah pengalaman auditor dalam melakukan audit yang dilihat dari segi lamanya bekerja sebagai auditor dan banyaknya tugas pemeriksaan
yang telah dilakukan. Dalam teori disonansi, terkadang auditor akan mengalami disonansi dengan jam terbang auditor yang semakin tinggi dapat mengurangi
disonansi tersebut dengan penghargaan yang tinggi karena penghargaan cukup signifikan untuk menyeimbangakan ketidakselarasan. Auditor harus mahir dan teliti
dalam melakukan tugas pemeriksaan, auditor yang bekerja di kantor akuntan publik kota Semarang dalam melakukan tugas pemeriksaan harus selalu memperhatikan
sikap skeptisisme profesional yang dimiliki. Dapat dijelaskan bahwa auditor telah menjalani pendidikan formal di bidang auditing dan akuntansi, memiliki pengalaman
praktis yang cukup banyak dalam bidang kerja yang dilakukan, kemudian telah menjalani atau memiliki profesi yang berkelanjutan, serta memiliki kualifikasi teknis
dan berpengalaman dalam industri yang diaudit. Responden dalam penelitian ini sebagian besar telah menamatkan pendidikan Strata1, berpengalaman kurang dari 2
tahun, dan telah cukup sering menangani penugasan audit sehingga para auditor jadi memiliki pengalaman yang baik dan dapat menerapkan skeptisisme profesional
auditor dalam memberikan opini yang tepat. Hasil penelitian ini sejalan pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Suraida 2005 dan Nasution 2012, hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa pengalaman audit berpengaruh secara signifikan terhadap skeptisisme profesional auditor.
4.6.4 Pengaruh Kompetensi Terhadap Skeptisisme Profesional Auditor