Model Multiregional Computable General Equilibrium Top Down

relevansi pengaplikasian model CGE di Indonesia. Hal ini mengingat analisis dampak ekonomi dengan menggunakan model CGE lebih relevan diaplikasikan pada perekonomian yang kinerjanya cendrung menganut sistem pasar bebas atau peran mekanisme pasar cendrung semakin dominan Robinson, 1989. Dewasa ini telah berkembang berbagai tipe dan aplikasi Model CGE. Banyak aplikasi model CGE yang muncul selama tiga dekade belakangan ini yang dapat dikategorikan dalam kaitannya dengan ruang lingkup dan daya tarik isue, diantaranya: single versus multicountryregional CGE Models; single-period versus dynamic CGE models; nonfinancial real economy versus financial CGE models; national versus village CGE models. Khusus untuk model multiregional CGE dapat dibedakan antara Model multiregional CGE top-down dan bottom-up. Dalam studi ini digunakan Model multiregional CGE top-down.

3.1.2. Model Multiregional Computable General Equilibrium Top Down

Spesifikasi keterkaitan antara perekonomian nasional dengan daerah memberikan isue teori yang menarik dalam membangun model perwilayahan. Dua pendekatan dasar yang lazim dalam Regional Modelling CGE adalah top down dan bottop up dan pilihan diantara keduanya biasanya merefleksikan adanya trade off diantara kesempurnaan teori dan ketersediaan data Domingues dan Haddad, 2004. Setiap model mempunyai kelebihan. Model CGE dengan dimensi wilayah tersebut dikembangkan di the Centre of Policy Studies CoPS, Autralia. Pada pendekatan top-down, hasil nasional untuk variable-variabel seperti output, kesempatan kerja, dan permintaan akhir didisagregasi kedalam delapan wilayah atau lebih. Suatu metodologi input-output digunakan dimana variasi wilayah dalam hal kuantitas diketahui, tetapi tidak dalam hal harga. Efek multiplier lokal dapat diketahui sedemikian sehingga, sebagai contoh suatu proyek pembangunan di Queensland akan meningkatkan kesempatan kerja di wilayah tersebut yang pada gilirannya akan mendorong pengeluran konsumen untuk barang yang dihasilkan di Queensland yang tidak diperdagangkan. Pendekatan top-down hemat dalam data dan sumberdaya computer yang memungkinkan membangun model yang sangat detail katakan 120 sektor, 60 wilayah untuk diemplementasikan dan dipecahkan dengan begitu mudah. Di pihak lain, perilaku wilayah yang spesifik tidak mudah dimodelkan dan pengaruh dari kedekatan wilayah secara geografis ketika pertumbuhan terjadi pada suatu wilayah menguntungkan wilayah yang paling dekat diabaikan. Pendisagregasian hasil nasional kedalam tingkat wilayah dalam pendekatan top-down ditentukan atas ad hoc basis. Disagregasi dapat berproses dalam tahap-tahap yang berbeda misalnya: ibukota negara-kotamadaya, yang dapat meningkatkan tingkat disagregasi wilayah dengan sangat baik. Adanya keinginan menambah tingkat kemiskinan dalam suatu prosedur multi-step, maka pada masing-masing step, proyeksi disagregasi harus konsisten dengan hasil pada tingkat yang lebih tinggi. Titik awal dari model top-down adalah memproyeksi perekonomian secara luas. Pemetaan dimensi wilayah muncul tanpa adanya feedback dari wilayah yang didisagregasi; dalam hal ini efek dari kebijakan yang berasal dari dalam wilayah tidak dapat terlihat. Di dalam memodelkan perilaku wilayah, sebagian besar model top-down tidak memerlukan data sebagaimana yang diperlukan dalam model bottom-up. Model top-down ini merupakan pengembangan aplikasi CGE Model ORANI yang dimodifikasi dengan metoda LMPST. Modifikasi tersebut mempunyai beberapa keuntungan mendasar, yaitu: 1 membutuhkan input data wilayah yang sedikit, 2 sistem kerjanya bertahap atau berurutan, sebagai contoh disagregasi wilayah mengikuti penyelesaian ORANI dan tidak mensyaratkan modifikasi model awal, dan 3 hasil regional konsisten dengan hasil perekonomian yang lebih luas, sebagai contoh, hasil perekonomian yang lebih luas merupakan penjumlahan secara tepat dari hasil di tingkat wilayah Dixon et al., 1982. Perbandingan model CGE regional yang digunakan oleh CoPS disimpulkan pada Tabel 6. Pendisagregasian wilayah dalam Model MONASH dicapai dengan metoda top-down. MMRF dan tim suksesnya, MMRF-GREEN merupakan model bottom-up 8 wilayah. TERM yang masih dalam pengembangan adalah model bottom-up lain yang memilah wilayah menjadi 50 wilayah. Tabel 6. Perbandingan Model Computable General Equilibrium Regional yang Digunakan Centre of Policy Studies Model MONASH MMRF MMRF-GREEN TERM 1. Tipe pemodelan wilayah Top-down Bottom- up Bottom-up Bottom-up 2. Harga spesifik wilayah Tidak Ya Ya Ya 3. Kuantitas spesifik wilayah Ya Ya Ya Ya 4. Jumlah sector 113 Sekitar 40 Sekitar 40 Sekitar 40 5. Jumlah Wilayah 8 negara bagian atau 57 wilayah 8 negara bagian 8 negara bagian 57 wilayah 6. Peramalan dinamik Ya Tidak Ya Dalam pengembangan 7. Shock dari sisi permintaan spesifik wilayah Ya Ya Ya Ya 8. Shock dari sisi penawaran spesifik wilayah Tidak Ya Ya Ya 9.Modul perhitungan- perhitungan peme- rintah Negara bagian Tidak Ya Ya Dalam pengembangan 10. Gambaran lain Memodelkan Ekspor dan impor emisi CO2 secara detail dibedakan menurut port of exitentry Sumber: Centre of Policy Studies CoPs, 2006. Alternatif pendekatan bottom-up terbentuk karena hubungan suatu rangkaian model CGE yang berdiri sendiri satu untuk masing-masing wilayah yang berinteraksi melalui perdagangan dan arus faktor primer. Dalam model CGE multiregional ini, baik harga maupun kuantitas memungkinkan bervariasi secara independen menurut wilayah. Tipe model ini membuat lebih sedikit kompromi dalam teori, tetapi membebankan permintaan yang tinggi dalam data dan penghitungan. Konsekuensinya, suatu model yang lebih agregat harus digunakan, mengorbankan beberapa kedetailan dalam beberapa sektor atau wilayah. Dalam prakteknya, jumlah wilayah dengan sektor harus tidak melebihi 100. Dalam pendekatan bottom-up, perilaku dari agen secara eksplisit dimodelkan pada tingkat regional. Suatu sistem ketergantungan secara penuh dispesifikasi dimana feedback wilayah mungkin muncul dalam dua arah. Oleh karena itu analisis kebijakan yang berasal dari tingkat wilayah dapat dilakukan. Penambahan tingkat kemiskinan dimungkinkan selama hasil nasional diperoleh dari agregasi hasil wilayah. Agar dapat menciptakan kesempurnaan yang tinggi dalam operasional model secara teori, menuntut ketersediaan data yang sangat banyak. Untuk memulai, suatu data dasar Interregional Input-Output biasanya diperlukan, dengan spesifikasi yang penuh dari arus antar wilayah. Data juga mencakup elastisitas perdagangan antar wilayah parameter regional lainnya yang mana pendugaan ekonometrik jarang tersedia dalam literatur.

3.2. Investasi, Pertumbuhan Ekonomi dan Pemerataan Pembangunan