37
0.00 20.00
40.00 60.00
80.00 100.00
Rerata Minimum Rerata Maksimum
Rata-rata
Kisaran Nilai Kebisingan Rera
ta Has il
P en
g u
k u
ran
K e
bis inga
n d
B
Industri Pangan Industri Baja
Industri Kayufurniture Industri KulitSepatu
Industri Tekstil Industri Plastik
Gambar
8. Komposisi kisaran tingkat kebisingan minimum dan maksimum masing-masing industri
Berdasarkan Gambar 8, nilai minimum keenam industri terpilih masih berada di bawah batas ambang, yaitu sebesar 63-83 dB, namun dari keenam
industri tersebut, industri tekstil telah memiliki nilai minimum kebisingan mendekati batas ambang yang telah ditetapkan 85 dB. Nilai kisaran maksimum
kebisingan yang telah melebihi batas ambang adalah industri baja, industri kayufurniture, dan tekstil, sedangkan nilai rata-rata kebisingan yang telah
melebihi batas ambang berada pada industri kulitsepatu, dan industri tekstil. Fenomena tersebut sebagai akibat dari pola kebisingan di industri tekstil
dan kulit sepatu bersifat kontinyu. Pemajanan kebisingan bersifat kontinyu dimaksudkan adalah pajanan bising yang timbul terus menerus atau relatif
konstan, sehingga telinga telah beradaptasi dengan lonjakan intensitas kurang dari 3 dB.
4.3. Identifikasi Komponen Utama Yang Berpengaruh Terhadap Pendengaran Karyawan
Di samping kebisingan di tempat kerja, kebisingan di tempat tinggal karyawan juga berpengaruh pada tingkat pendengaran karyawan Eleftheriou
2000. Berdasarkan hasil pengamatan sebagaimana disajikan pada Lampiran 5, 32 orang 10,67 karyawan tinggal pada areal tempat tinggal dalam kategori
38
10 20
30 40
50 60
70
BISING TIDAK BISING
Kategori Kebisingan Tempat Tinggal Karyawan Ju
m lah
K a
ryaw an
O ra
n g
Indus tri Pangan Indus tri Baja
Indus tri Kayufurniture Indus tri KulitSepatu
Indus tri Teks til Indus tri Plas tik
bising lebih dari 70 dB, sedangkan 268 orang 89,33 karyawan tinggal pada areal tidak bising kurang dari 70 dB. Pola sebaran tempat tinggal karyawan
pada keenam industri terpilih disajikan pada Gambar 9.
Gambar 9. Pola sebaran karakteritik kebisingan tempat tinggal para karyawan pada keenam industri
Berdasarkan Gambar 9, secara umum para karyawan tinggal pada areal tempat tinggal yang tidak bising. Namun demikian, berdasarkan tingkat
kebisingan tempat tinggal, karyawan industri baja bertempat tinggal dilingkungan dengan kategori bising. Hal ini diduga berpengaruh secara simultan terhadap
penurunan tingkat pendengaran para karyawan yang bekerja di industri baja dengan tingkat kebisingan tempat kerja sebagaimana disajikan pada Gambar 8.
Penurunan tingkat pendengaran karyawan, bukan saja sebagai akibat dari kebisingan di tempat kerja danatau kebisingan tempat tinggal, melainkan
juga dipengaruhi oleh umur, riwayat penyakit, dan kebisingan di tempat tinggal Miyakita dan Ueda 1997. Eleftheriou, P.C. 2001 menyatakan, seseorang yang
bekerja di tempat bising akan mulai mengalami gangguan pendengaran secara nyata terlihat pada umur di atas 30 tahun. Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa semakin bertambahnya umur di atas 30, kemungkinan penurunan pendengaran seseorang, secara alami, akan terjadi tanpa adanya pengaruh
faktor eksternal kondisi tempat kerja, tempat tinggal, dan riwayat penyakit .
39
5 10
15 20
25 30
35 40
45
≤ 30 TAHUN 30 TAHUN
Se baran umur Karyawan Tahun Jum
la h
K a
ry aw
a n
O ra
ng
Industri Pangan Industri Baja
Industri Kayufurniture Industri KulitSepatu
Industri Tekstil Industri Plastik
Berdasarkan hasil pengamatan, sebagaimana disajikan pada Lampiran 4, sebanyak 147 responden berumur kurang dari 30 tahun 49, sedangkan 153
responden berumur di atas 30 tahun 51. Komposisi umur pada masing- masing industri terpilih disajikan pada Gambar 10.
Gambar 10. Komposisi umur karyawan yang bekerja pada proses
produksi pada masing-masing industri
Berdasarkan Gambar 10, industri dengan jumlah karyawan terbesar
dengan berumur di atas 30 tahun secara berturut-turut adalah industri pangan, baja, kayufurniture, kulitsepatu, plastik, dan tekstil. Penurunan tingkat
pendengaran karyawan pada keenam industri terpilih, selain dikarenakan tingkat kebisingan di tempat kerja, juga diduga dipengaruhi oleh umur karyawan.
Variabel lainnya yang berpengaruh pada penurunan tingkat pendengaran selain umur, tingkat kebisingan tempat kerja, dan kebisingan tempat tinggal,
adalah masa kerja. Masa kerja seseorang, terutama yang bekerja di tempat bising akan memperbesar peluang seseorang untuk kontak langsung dan
besarnya kemungkinan terpajan bising. Semakin lama masa kerja seseorang yang bekerja di tempat bising diduga penurunan tingkat pendengaran akan
semakin besar bila dibandingkan dengan seseorang yang baru bekerja pada tempat yang sama.
40
10 20
30 40
50 60
≤ 5 TAHUN 5 TAHUN
Masa Kerja Tahun J
um lah K
ar y
aw an
O rang
Pangan Pekerja Baja
Kayufurniture KulitSepatu
Tekstil Plastik
Berdasarkan hasil pengamatan Lampiran 5, 121 orang karyawan 40,33 pada industri terpilih memiliki masa kerja kurang dari 5 tahun,
sedangkan 179 orang karyawan 59,67 memiliki masa kerja di atas 5 tahun. Pola sebaran masa kerja pada masing-masing industri terpilih disajikan pada
Gambar 11, apabila dikaitkan dengan hasil pengukuran dengan audiometri, sebagaimana disajikan pada Gambar 7, sebagian besar karyawan telah
mengalami gangguan pendengaran dari tuli ringan hingga tuli berat, maka banyaknya karyawan dengan masa kerja di atas 5 tahun diduga secara bersama-
sama berpengaruh pada penurunan tingkat pendengaran.
Gambar 11. Komposisi masa kerja karyawan yang bekerja pada proses produksi pada masing-masing industri
Variabel eksternal lainnya yang diduga berpengaruh pada penurunan
tingkat pendengaran karyawan pada penelitian ini adalah riwayat penyakit juga berpengaruh langsung terhadap gangguan pendengaraan. Seseorang dengan
riwayat penyakit yang berhubungan, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan organ pendengaran, memiliki peluang lebih besar mengalami
gangguan pendengaran dibandingkan dengan seseorang tanpa riwayat penyakit. Namun demikian, pada dua orang yang sama-sam memiliki riwayat penyakit
41
10 20
30 40
50 60
70 80
Memiliki Tidak Memiliki
Riw ayat Penyakit yang Berhubungan dengen Pendengaran
Ju m
lah K
ar y
aw an
O ran
g
Indus tri Pangan Indus tri Baja
Indus tri Kayufurniture Indus tri KulitSepatu
Indus tri Teks til Indus tri Plas tik
yang sama, kondisi penyakit yang diderita juga berpengaruh terhadap gangguan pendengaran yang dihasilkan.
Berdasarkan hasil pengamatan sebagaimana disajika pada Lampiran 6, 47 orang 15,67 karyawan pernah memiliki riwayat penyakit yang
berhubungan dengan pendengaran, sedangkan 253 orang 84,33 karyawan tidak memiliki riwayat penyakit yang berhubungan dengan pendengaran. Pola
sebaran karyawan dengan ada dan tidak memiliki riwayat penyakit disajikan pada Gambar 12.
Gambar 12. Pola sebaran riwayat penyakit para karyawan pada keenam industri
Berdasarkan Gambar 12, para karyawan yang bekerja di industri baja
memiliki riwayat penyakit yang berhubungan dengan pedengaran. Kondisi ini diduga juga berpengaruh terhadap penurunan tingkat pendengaran karyawan di
industri baja. Hubungan antara riwayat penyakit dengan penurunan tingkat pendengaran akan dilakukan pengujian lanjutan dengan menggunakan Khi-
kuadrat, sedangkan analisis komponen utama dilakukan untuk mengetahui keberadaan riwayat penyakit bila dibandingkan dengan variabel lainnya, dan
akan dibahas pada sub pokok bahasan berikutnya.
42
5 10
15 20
25 30
35 40
45 50
TDK PERNAH KADANG-KADANG
SELALU
Pe nggunaan Alat Pe lindung Te linga APT Jum
la h K
a ryaw
an O
ra ng
Industri Pa nga n Industri Ba ja
Industri Ka yufurniture Industri KulitSe pa tu
Industri Te kstil Industri Pla stik
Telah dikemukakan sebelumnya bahwa perusahaan dihimbau untuk melakukan upaya perlindungan terhadap para pekerja dari pemajanan
kebisingan. Beberapa upaya untuk mengantisipasi pemajanan kebisingan tersebut adalah memantau kondisi peralatan danatau mesin yang digunakan
selama proses produksi, mendesain ruangan sumber kebisingan untuk meminimalkan pemajanan, dan penggunaan alat pelindung telinga APT.
Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Mardji 1997 yang menyatakan, ketulian sebagai dampak negatif dari pemajanan kebisingan dapat dicegah
melalui pengendalian secara teknik diantaranya dengan memberikan peredaman pada sumber kebisingan, pengendalian secara administratif yaitu dengan
merotasi job karyawan atau peraturan setiap karyawan diwajibkan menggunakan APT, namun demikian upaya ini tidak terlepas dari faktor individu yang terdiri dari
pendidikan, pengalaman pelatihan, dan umur yang menentukan perilaku pemakaian APT. Berdasarkan ketiga upaya tersebut, pemberlakuan penggunaan
APT merupakan standar oprasional prosedure minimal pada industri yang
potensial menimbulkan kebisingan. Berdasarkan hasil pengamatan sebagaimana disajikan pada Lampiran 7,
196 orang 65 karyawan tidak pernah menggunakan APT, 81 orang 27 karyawan kadang-kadang menggunakan APT, dan 23 orang 7,67 karyawan
selalu menggunakan APT. Pola sebaran penggunaan APT pada masing-masing industri terpilih disajikan pada Gambar 13.
Gambar 13. Pola sebaran penggunaan apt bagi para karyawan pada masing-masing industri
43 Berdasarkan Gambar 13, karyawan pada industri pangan dan industri
baja relatif lebih banyak tidak menggunakan APT dibandingkan dengan industri kulitsepatu, tekstil, plastik, dan kayufurniture. Kondisi ini semakin memperkuat
kemungkinan para karyawan terpajan kebisingan. Dari keenam industri terpilih, industri tekstil dan kulitsepatu terdapat karyawan yang tidak selalu
menggunakan APT. Keseluruhan uraian tersebut di atas hanya menggambarkan pola
persebaran umur, riwayat penyakit, kebisingan tempat tinggal, masa kerja dan kebisingan pada masing-masing industri terpilih dan pengaruhnya terhadap
tingkat pendengaran karyawan. Pembahasan selanjutnya bertujuan untuk mengkaji keterkaitan variebel eksternal kemungkinan pengaruh kebisingan di
luar tempat kerja, dan variabel internal kemungkinan pengaruh kebisingan di tempat kerja. Variebel eksternal pada kajian ini antara lain umur, masa kerja,
tingkat kebisingan tempat tinggal karyawan, dan riwayat penyakit yang berhubungan dengan pendengaran yang pernah diderita para karyawan.
Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana disajikan pada Gambar 9 dan 12, 89,33 karyawan bermukim pada areal tidak bising dan 84,33 karyawan
tidak memiliki riwayat penyakit yang berhubungan dengan pendengaran, namun demikian diketahui bahwa sejumlah karyawan didapati mengalami gangguan
pendengaran. Kebisingan tempat tinggal dan riwayat penyakit merupakan faktor kedua yang berkaitan langsung dengan pendengaran. Faktor pertama yang
berhubungan langsung dengan kesehatan organ pendengaran pekerja adalah kebisingan tempat kerja.
Fenomena tersebut merupakan salah satu dasar untuk dilakukan upaya identifikasi lanjutan terhadap jumlah karyawan yang tidak bermukim di tempat
bising dan tidak memiliki riwayat penyakit yang berhubungan dengan pendengaran namun pada kenyataannya menderita gangguan pendengaran.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil bahwa 144 orang karyawan dari 300 karyawan atau sekitar 48 karyawan menderita gangguan pendengaran dari tuli
ringan hingga tuli berat. Kisaran karyawan pada masing-masing industri dengan karakteristik tidak bermukin di areal bising dan tidak memiliki riwayat penyakit
yang berhubungan dengan pendengaran disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Karyawan dengan karakteristik tidak bermukim di areal bising
44
dan tidak memiliki riwayat penyakit yang berhubungan dengan pendengaran namun menderita gangguan pendengaran
Tuli ringan Tuli sedang
Tuli berat Industri
Jumlah Jumlah
Jumlah Pangan 27
37,50 2 2,78
0 0,00 Baja 34
47,22 9
12,50 0,00
Kayufurniture 25 62,50 1
2,50 0,00
Kulitsepatu 16 44,44 0
0,00 0 0,00
Tekstil 23 57,50
1 2,50
0,00 Plastik 19
47,50 0,00
1 2,50
Total 144 48,00
13 4,33
1 0,33
Berdasarkan hasil penelitian, sebagaimana disajikan pada Gambar 9, 10, dan 11, terdapat beberapa karyawan yang memiliki indikasi adanya sumber
pemajanan yang bersama-sama di duga berpengaruh terhadap tingkat pendengaran karyawan. Guna mengetahui faktor-faktor dominan yang
berpengaruh terhadap tingkat pendengaran karyawan, dilakukan analisis lanjutan yaitu analisis komponen utama AKU atau
Principle Component Analysis PCA. Analisis komponen utama merupakan analisis yang digunakan apabila
terdapat keterkaitan antar peubah yang diamati. Berdasarkan hasil analisis data tentang pola sebaran masing-masing variabel ekternal umur, masa kerja,
riwayat penyakit, dan kebisingan tempat tinggal terhadap penurunan tingkat pendengaran karyawan, terdapat beberapa karyawan yang menunjukkan adanya
keterkaitan empat peubah tersebut dengan penurunan tingkat pendengaran. Analisis komponen utama dilakukan pada kategori tuli ringan, sedang,
dan tuli berat. Analisis komponen utama terhadap kategori penyakit tuli ringan dan sedang dilakukan pada keenam industri terpilih, sedangkan analisis
komponen utama terhadap kategori penyakit tuli berat hanya melibatkan industri baja dan tekstil. Hal ini berdasarkan sebaran tuli berat hanya terdapat pada
industri baja dan tekstil. Berdasarkan hasil analisis komponen utama tehadap kategori penyakit
tuli ringan, sebagaimana disajikan pada Lampiran 15, terdapat dua komponen utama yaitu komponen utama pertama KU1 dengan
eigenvalue sebesar 2,79 yang telah mampu menjelaskan 69,84 data, dan komponen utama kedua
KU2 dengan eigenvalue sebesar 0,807 yang telah mampu menjelaskan
20,17. Akumulasi kedua komponen utama tersebut sebesar 90,01, sehingga
45 diputuskan pada analisis komponen utama terhadap penyekit tuli ringan
menggunakan dua komponen utama. Hasil analisis komponen utama terhadap empat variabel yang
berpengaruh terhadap penyakit tuli ringan pada enam industri terpilih masing- masing adalah kebisingan tempat tinggal, penyakit, dan masa kerja berada pada
faktor 1 atau KU1, dan diikuti dengan umur berada pada faktor 2 atau KU2. Kebisingan tempat tinggal, penyakit, dan masa kerja merupakan tiga variabel
ekternal yang berpengaruh pada munculnya penyakit tuli ringan karyawan pada enam industri terpilih, sedangkan umur karyawan relatif lebih kecil pengaruhnya
terhadap peluang menimbulkan penyakit tuli ringan para karyawan. Analisis lanjutan dilakukan untuk mengetahui pola kebisingan pada keenam industri
terpilih dengan menggunakan analisis kluster. Analisis tersebut dilakukan untuk mengetahui kelompok industri yang memiliki kemiripan pada pemicu munculnya
penyakit tuli ringan. Hasil analisis klaster menghasilkan sebaran kedekatan industri pada
komponen variabel ekternal yang memicu munculnya penyakit tuli ringan. Berdasarkan hasil analisis klaster terdapat tiga kelompok industri yaitu industri
pangan, kayufurniture dan plastik kelompok 1, industri kulitsepatu kelompok 2, dan industri tekstil dan baja kelompok 3. Dendogram pengelompokan
industri dengan kemiripan variabel eksternal pemicu penyakit tuli ringan hasil analisis klaster disajikan pada Gambar 14 atas.
Analisa serupa juga dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel ekternal yang potensial memicu munculnya penyakit tuli sedang, sedangkan
analisis pengaruh variabel ekternal terhadap munculnya penyakit tuli berat tidak dilakukan, karena penyakit tersebut hanya ditemukan pada industri baja dan
tekstil. Berdasarkan hasil analisis komponen utama tehadap kategori penyakit tuli sedang, sebagaimana disajikan pada Lampiran 16, terdapat dua komponen
utama yaitu komponen utama pertama KU1 dengan eigenvalue sebesar 3,71
yang telah mampu menjelaskan 92,7 data, dan komponen utama kedua KU2 dengan
eigenvalue sebesar 0,2736 yang telah mampu menjelaskan 6,8. Akumulasi kedua komponen utama tersebut sebesar 99,5, sehingga
diputuskan pada analisis komponen utama terhadap penyekit tuli ringan menggunakan dua komponen utama.
Hasil analisis komponen utama terhadap empat variabel yang berpengaruh terhadap penyakit tuli sedang pada enam industri terpilih masing-
46 masing adalah umur dan masa kerja berada pada faktor 1 atau KU1, dan
penyakit dan kebisingan tempat tinggal berada pada faktor 2 atau KU2. Umur dan masa kerja merupakan dua variabel ekternal yang berpengaruh pada
munculnya penyakit tuli sedang karyawan pada enam industri terpilih, sedangkan penyakit dan kebisingan tempat tinggal karyawan relatif lebih kecil pengaruhnya
terhadap peluang menimbulkan penyakit tuli sedang para karyawan. Analisis lanjutan dilakukan untuk mengetahui pola kebisingan pada keenam industri
terpilih dengan menggunakan analisis kluster. Analisis tersebut dilakukan untuk mengetahui kelompok industri yang memiliki kemiripan pada pemicu munculnya
penyakit tuli sedang. Hasil analisis klaster menghasilkan sebaran kedekatan industri pada
komponen variabel ekternal yang memicu munculnya penyakit tuli sedang. Berdasarkan hasil analisis klaster terdapat tiga kelompok industri yaitu industri
pangan, kayufurniture dan plastik kelompok 1, industri kulitsepatu kelompok 2, dan industri tekstil dan baja kelompok 3 Gambar 14.
Berdasarkan Gambar 14 a dan b tertera persamaan pengelompokan industri berdasarkan kemiripan variabel eksternal dominan yang berpengaruh
pada munculnya penyakit tuli ringan dan sedang. Berdasarkan hasil pengujian dengan analisis komponen utama terhadap variabel dominan yang berpengaruh
pada munculnya penyakit tuli ringan dan munculnya penyakit tuli sedang, diperoleh hasil bahwa penyakit tuli ringan lebih dominan disebabkan oleh
kebisingan tempat tinggal, penyakit, dan masa kerja, dan variabel ekternal dominan ke dua adalah umur karyawan.
Berdasarkan hasil pengamatan, terdapat perbedaan antara variabel ekternal terhadap munculnya penyakit tuli ringan dan pemicu munculnya penyakit
tuli sedang. Variabel umur dan masa kerja merupakan variabel ekternal dominan pertama yang memicu munculnya penyakit tuli sedang, sedangkan variabel
ekternal dominan ke dua yang berpengaruh pada munculnya penyekit tuli sedang adalah penyakit dan kebisingan tempat tinggal. Hal ini diduga umur dan masa
kerja berinteraksi positif terhadap peluang munculnya penyakit tuli sedang. Telah diuraikan sebelumnya bahwa, penambahan umur secara alami
berpengaruh terhadap penurunan tingkat pendengaran, dan diperkuat dengan masa kerja karyawan pada tempat bising juga berpengaruh positif terhadap
penurunan tingkat pendengaran. Fenomena tersebut dapat dihubungkan dengan histogram pada Gambar 10, bahwa kisaran umur karyawan di atas 30 tahun lebih
47 besar dari persentase umur karyawan di bawah 30 tahun. Oleh karena itu,
peluang komponen umur terhadap penurunan tingkat pendengaran relatif lebih besar dibandingkan variabel lainnya seperti penyakit dan kebisingan tempat
tinggal.
a
b Gambar 14. Dendogram sebaran kelompok industri hasil analisis klaster:
a variabel eksternal pemicu penyakit tuli ringan, dan b variabel eksternal pemicu penyakit tuli sedang
Pangan KayuFurniture
Plastik Baja
Tekstil KulitSepatu
0.0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0
Jarak Kedekatan
Pangan Kayu Plastik Kulit Baja Tekstil
94,71
95,43
98,24
100
Kesamaan
48
10 20
30 40
50 60
Pangan Baja
Kayufurniture KulitSepatu
Tekstil Plastik
J e
n is I
n d
u st
ri
Jumlah Karyawan Orang ≤ 5 TAHUN
5 TAHUN Kebisingan tempat kerja merupakan variabel internal yang berpengaruh
terhadap penurunan tingak pendengaran karyawan. Interaksi pemajanan kebisingan dan penurunan tingkat pendengaran karyawan berhubungan dengan
masa kerja karyawan pada industri yang berpotensi menimbulkan kebisingan selama proses produksi. Masa kerja dinyatakan sebagai lama bekerja karyawan
dalam satuan tahun, dan dengan jam kerja tertentu. Berdasarkan hasil pengamatan, masa kerja karyawan terbagi menjadi 2
golongan yaitu kurang dari 5 tahun dan lebih dari lima tahun. Lamanya masa kerja karyawan berpeluang memperbesar peluang pemajanan kebisingan pada
karyawan. Dengan demikian semakin lama masa kerja maka peluang pemajanan kebisingan akan semakin besar. Pola sebaran masa kerja karyawan pada
masing-masing industri terpilih disajikan pada Gambar 15.
Gambar 15. Pola sebaran masa kerja karyawan pada masing-masing
industri
Mengacu pola sebaran masa kerja karyawan, sebagaimana disajikan pada Gambar 15, terlihat bahwa kelima industri, kecuali industri plastik, memiliki
pola sebaran masa kerja di atas 5 tahun lebih besar dibandingkan dengan masa kerja di bawah 5 tahun. Dengan demikian dapat pula dikatakan bahwa kelima
industri tekstil, kulitsepatu, kayufurniture, baja, dan pangan mempekerjakan karyawan tetap dan memilih mengoptimalkan karyawan yang ada. Kondisi
49 tersebut memperbesar peluang karyawan mengalami penyakit tuli sedang,
terlebih pada karyawan dengan masa kerja di atas 5 tahun Guna mengetahui variabel eksternal dominan yang berpengaruh terhadap
penurunan tingkat pendengaran danatau munculnya penyakit tuli ringan hingga tuli sedang pada masing-masing karyawan, maka analisis komponen utama
merupakan analisis lanjutan pada pembahasan lebih lanjut. Analisis ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa masing-masing industri memiliki karakteristik
karyawan yang berbeda. Jenis industri yang dianalisis secara berurutan, sebagaimana hasil analisis klaster sebagaimana tertera pada Gambar 14, adalah
industri pangan, kayufurniture, plastik, kulitsepatu, tekstil dan baja. Berdasarkan hasil analisis komponen utama terhadap variabel ekternal
yang berpengaruh pada peluang munculnya penyakit tuli ringan hingga tuli berat yang relatif berbeda pada keenam industri terpilih. Variabel ekternal dominan
terhadap munculnya penyakit tuli ringan hingga berat pada masing-masing industri disajikan pada Tabel 4. Pembahasan selanjutnya difokuskan terhadap
variabel ekternal yang berpeluang menimbulkan penurunan tingkat pendengaran dibahas berdasarkan karakter masing-masing industri.
Berdasarkan Tabel 4, karyawan dengan penyakit tuli berat terdapat pada industri baja dan tekstil, yang secara keseluruhan-berdasarkan hasil
pengamatan, variabel eksternal yang dominan berpengaruh adalah masa kerja. Mengacu pada tabel yang sama, karyawan dengan penyakit tuli sedang terdapat
pada industri plastik, tekstil, baja, dan pangan. Variabel ekternal yang dominan berpengaruh pada munculnya penyakit tersebut adalah masa kerja pada industri
plastik, tekstil, dan baja, sedangkan pada industri pangan adalah umur, penyakit, kebisingan tempat tinggal.
Karyawan dengan penyakit tuli ringan menyebar merata pada semua industri terpilih. Mengacu Tabel 4, variabel ekternal dominan berpengaruh pada
penurunan tingkat pendengaran karyawan tuli ringan masing-masing industri adalah sebagai berikut:
1 Variabel dominan pada industri pangan adalah kebisingan tempat tinggal, penyakit, umur KU1, sedangkan masa kerja merupakan variabel ekternal
dominan kedua KU2; 2 Variabel dominan pada industri baja adalah masa kerja KU1 dan umur
KU2.
50 3 Variabel dominan pada industri kayufurniture adalah masa kerja KU1 dan
umur KU2. Pada industri ini, dapat dijumpai penyakit penurunan tingkat pendengaran dengan kategori hanya tuli ringan;
4 Variabel dominan pada industri kulitsepatu adalah kebisingan tempat tinggal dan penyakit KU1, sedangkan masa kerja dan umur merupakan variabel
ekternal dominan kedua KU2. Sama halnya dengan industri kayufurniture, pada industri kulitsepatu, dapat dijumpai penyakit penurunan tingkat
pendengaran dengan kategori hanya tuli ringan; 5 Variabel dominan pada industri tekstil adalah umur KU1 dan masa kerja
KU2; 6 Variabel dominan pada industri plastik adalah penyakit KU1, sedangkan
umur dan masa kerja merupakan variabel ekternal dominan kedua KU2
Tabel 4. Hasil analisis komponen utama terhadap variabel eksternal
dominan yang berpengaruh pada peluang munculnya penyakit tuli ringan hingga tuli berat yang diderita karyawan
Industri Kategori
Penyakit
Variabel KU1 KU2
Pangan Tuli ringan Umur
0.544 -0.404
Masa Kerja
0.048 -0.822
Penyakit -0.550
-0.396 Kebisingan
Tempat Tinggal
-0.632 -0.065
Tuli sedang
Umur 0.544
-0.404 Masa
Kerja 0.048
-0.822 Penyakit
-0.550 -0.396
Kebisingan Tempat
Tinggal -0.632
-0.065 Baja Tuli
ringan Umur
0.707 0.707
Masa Kerja
-0.707 0.707
Tuli sedang
Umur 0.707
0.707 Masa
Kerja -0.707
0.707 Tuli
berat Umur
0.707 0.707
Masa Kerja
-0.707 0.707
Kayu Tuli ringan Penyakit
0.707 0.707
furniture Kebisingan
Tempat Tinggal -0.707 0.707
Kulit Tuli ringan
Umur -0.480
-0.562 sepatu
Masa Kerja
0.372 -0.790
Penyakit -0.560
-0.195 Kebisingan
Tempat Tinggal
-0.564 0.151
Tekstil Tuli ringan Umur
0.685 0.174
Masa Kerja
0.247 -0.969
Tuli sedang
Umur 0.707
0.707 Masa
Kerja -0.707
0.707 Tuli
berat Umur
0.707 0.707
51
Industri Kategori
Penyakit
Variabel KU1 KU2
Masa Kerja
-0.707 0.707
Plastik Tuli ringan Umur
-0.575 0.638
Masa Kerja
-0.570 -0.761
Penyakit -0.587
0.114 Tuli
sedang Umur
0.707 0.707
Masa Kerja
-0.707 0.707
Berdasarkan hasil pengamatan dan hasil analisis data terdapat hubungan antara variabel ekternal berupa umur, masa kerja, penyakit dan kebisingan
tempat tinggal terhadap peluang penurunan tingkat pendengaran karyawan pada enam industri terpilih. Pembahasan selanjutnya adalah keterkaitan antara tingkat
kebisingan tempat tinggal dengan peluang penurunan tingkat pendengaran karyawan pada enam industri terpilih. Berbeda dengan keterkaitan antara
variabel ekternal dan peluang penurunan tingkat pendengaran karyawan, analisis keterkaitan kebisingan tempat kerja dan peluang penurunan tingkat pendengaran
dilakukan hingga diperoleh besarnya keterkaitan dan pola keterkaitan yang terjadi.
4.4. Studi Keterkaitan Tingkat Kebisingan Dengan Penurunan