8 3 Bagaimanakah bentuk keterkaitan antara kebisingan dan gangguan
penurunan tingkat pendengaran.
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengkaji dampak kesehatan akibat pemaparan kebisingan pada para karyawan industri di Kota
Tangerang, sedangkan tujuan khusus penelitian terdiri atas: 1 Mengetahui tingkat kebisingan
indoor dan mengidentifikasi tingkat gangguan pendengaran para karyawan.
2 Mengetahui variabel paling dominan yang berpengaruh pada penurunan
tingkat pendengaran para karyawan. 3
Mengetahui bentuk keterkaitan antara kebisingan dan penurunan tingkat pendengaran.
1.5. Hipotesa Penelitian
Hipotesa yang dapat dirumuskan pada penelitian ini diantaranya sebagai berikut:
1 Ada perbedaan tingkat kebisingan
indoor dan ada gangguan pendengaran pada para karyawan yang terpapar kebisingan.
2 Ada variabel paling dominan yang berpengaruh pada penurunan tingkat
pendengaran para karyawan. 3
Ada keterkaitan antara kebisingan indoor dan gangguan penurunan tingkat
pendengaran.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Suara dan Kebisingan
2.1.1. Pengertian Suara atau Bunyi
Suara atau bunyi didefinisikan sebagai getaran yang ditransmisikan melalui suatu medium elastis misalnya udara yang kemudian diterima dan
dipersepsi oleh telinga manusia. Suara atau bunyi juga merupakan bentuk gelombang getaran suara yang merambat sebagai gelombang longitudinal dalam
medium padat, cair dan gas Achmadi 1994. Bunyi mempunyai dua aspek yang menimbulkan ketulian pada pendengaran manusia, yaitu frekuensi dan
intensitas. Adapun yang dimaksud frekuensi adalah banyaknya getaran perdetik cps = cycle per second atau hertz. Pendengaran manusia berada pada kisaran
bunyi antara 20-20.000 Hz, sedangkan kisaran frekuensi pembicaraan adalah 275-2.500 Hz Peterson 1997 dalam Santosa 1992. Bunyi yang berada di bawah
20 Hz disebut infrasound, sedangkan bunyi yang berada diatas 20.000 Hz disebut ultrasound. Intensitas adalah variasi tekanan dari suatu bunyi dengan
satuan yang dinyatakan dalam desibel dB. Makin besar intensitas bunyi, makin keras pula bunyi itu terdengar.
Terdapat 4 kondisi fisis yang dibutuhkan agar suara dapat terdengar oleh manusia Pearce 2002 antara lain:
1 Ada tidaknya medium elastis yang memiliki inersia sehingga memungkinkan energi suara dapat merambat atau berpropagasi, dan medium tersebut
mungkin berbentuk gas udara, cairan atau padat. 2 Getaran ini berlanjut dari satu titik ke titik yang lain di dalam ruang virtual di
sekitar sumber suara atau dapat disebutkan bahwa getaran akan mengalami propagasi dengan kecepatan tertentu.
3 Getaran yang dirambatkan melalui medium elastis tersebut kemudian tiba dan ditangkap oleh daun telinga pina. Rambatan energi getaran ini di dalam
telinga manusia mengalami proses yang cukup rumit sampai manusia disebut mendengar suara.
a. Rambatan pada telinga bagian luar: energi gangguan dalam medium udara yang ditangkap oleh pina dirambatkan melalui liang telinga
menuju genderang telinga.
10 b. Rambatan pada telinga bagian tengah: pada bagian ini energi getaran
menyebabkan genderang telinga bergetar yang selanjutnya menggetarkan tulang-tulang telinga.
c. Rambatan pada telinga bagian dalam: tulang pelana yang melekat pada
oval window di cochlea merambatkan energi getaran ke cairan yang berada di dalam
cochlea tersebut. Di dalam cochlea terdapat pula
basilar membrane yang berfungsi sebagai penganalisa amplitudo dan frekuensi dari energi getaran. Di bagian telinga dalam ini pula
energi getaran yang telah mengalami proses analisa amplitudo dan getaran tersebut dirubah menjadi pulsa-pulsa listrik yang
mengandung semua informasi akustik dari sumber getar yang diambil oleh syaraf pendengaran yang menghubungkan bagian
cochlea dengan otak. Tanggapan yang dilakukan oleh otak merupakan proses
mendengar yang dilakukan oleh manusia. Hal penting yang perlu diketahui adalah bahwa semua bagian-bagian telinga
yang merambatkan energi getaran tersebut mempunyai kesesuaian impedansi sedemikian sehingga energi getaran dari telinga bagian luar sampai ke telinga
bagian dalam tidak mengalami penyusutan energi. Menurut Sumitra 1997, suara merupakan energi mekanika yang
fluktuasinya dalam bentuk suara yang masuk ke dalam alat pendengaran dari mulai
auditory canals, masuk ke dalam telinga tengah lewat assicles, kemudian masuk melalui
oval window membrane dan melewati cairan di telinga dalam cochlea, yang selanjutnya diterima oleh reseptor organon corti, kemudian
dengan system yang sangat komplek dari sel-sel rambut pada membrana basilaris ditransfer dalam bentuk impuls-impuls saraf diteruskan ke otak. Telah
dijelaskan sebalumnya bahwa manusia memiliki toleransi terhadap suara yang diterima.
Dinamika lingkungan hidup adalah salah satu faktor yang berpengaruh pada tingkah laku manusia yang sering tidak dapat dikendalikan. Oleh karena itu,
dinamika lingkungan, secara khusus yang menghasilkan suara, berpotensi menimbulkan kebisingan. Satu diantara sumber kebisingan adalah mesin-mesin
modern yang digunakan berbagai industri yang menghasilkan suara atau bunyi pada saat beroperasi. Penggunaan mesin-mesin modern tersebut untuk
meningkatkan produktivitas, dan memenuhi kebutuhan pasar. Disamping penggunaan mesin-mesin modern, kinerja para karyawan perlu diperhatikan.
11
2.1.2. Pengertian Kebisingan
Kebisingan adalah bunyi atau suara yang tidak diinginkan, mengganggu, mempunyai sumber dan menjalar melalui media perantara Hadjar 1971;
Lipscomb 1978. Lebih lanjut Canter seperti dikutip Mukono 1985 menyatakan bising sebagai bunyi yang tidak diinginkan, sedangkan menurut Chanlet bising
adalah bunyi yang terjadi pada saat dan tempat atau keadaan yang tidak sesuai. Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP-15MEN1999,
kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi danatau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat
menimbulkan gangguan pendengaran. Lebih lanjut dikemukakan bahwa bising merupakan kumpulan nada dengan bermacam-macam intensitas dan suara
tersebut tidak dikehendaki sehingga terasa mengganggu ketentraman. Bising dengan intensitas di atas 85 dB dapat menimbulkan ketulian. Hal ini telah
dibuktikan dari beberapa penelitian. Pada upaya pencegahan dampak negatif kebisingan terkait dengan
kesehatan lingkungan, pendekatan epidemiologi dapat digunakan untuk meminimalkan dampak negatif kebisingan. Epidemiologi kebisingan dilakukan
untuk menyajikan data tentang kebisingan menurut lokasi pada suatu daerah, menurut perjalanan waktu, tingkat dan jenis kebisingan, daerah yang terkena
kebisingan, jenis sumber bising, keluhan masyarakat tentang kebisingan, dan jumlah masyarakat yang menderita gangguan terkait dengan kebisingan.
Pendekatan serupa juga dapat dilakukan di perusahaan-perusahaan danatau pabrik-pabrik yang potensial menimbulkan kebisingan. Guna lebih memahami
mekanisme pemajanan bising pada manusia, maka beberapa fakktor yang berpengaruh pada suara yang tidak dikehendaki tersebut perlu diketahui. Faktor-
faktor tersebut diantaranya sumber bising, tingkat bising, dan kemungkinan keluhan yang muncul pada masyarakat danatau karyawan.
Sumber bising adalah lokasi danatau benda yang merupakan asal suara yang tidak dikehendaki. Guna memaksimalkan pemantauan terhadap efektivitas
pengendalian kebisingan, maka sumber bising pada suatu daerah administrasi tertentu hendaknya dicatat dan dilaporkan jumlahnya berdasarkan jenis sumber
bising tersebut. Kondisi tersebut menggambarkan jumlah sumber bising total di wilayah tersebut dan jumlah dari masing-masing jenis sumber tersebut. Hal yang
sama juga perlu dilakukan pada berbagai perusahaan yang ada pada suatu wilayah administratif Departemen Kesehatan RI 1995. Sumber bising yang
12 dijadikan target pemantauan dapat dibagi menjadi sumber bising menurut lokasi
dan waktu. Mekanisme tersebut apabila diterapkan pada upaya pemantauan kebisingan suatu perusahaan, maka lokasi bising difokuskan pada ruangan-
ruangan yang di dalamnya terdapat mesin-mesin danatau peralatan lain yang potensial menimbulkan kebisingan, sedangkan sumber bising berdasarkan waktu
adalah jam kerja yang digunakan untuk mengoperasikan peralatan yang potensial menimbulkan kebisingan.
Disamping sumber bising, pemantauan kebisingan juga dilakukan pada tingkat kebisingan, baik pada sumber bising dalam bentuk lokasi maupun pada
sumber bising dalam bentuk waktu. Pengukuran tingkat kebisingan dapat dilakukan dengan pendekatan titik sampel pengamatan apabila luasan areal
yang akan dipantau relatif luas. Pendekatan titik pengamatan pada pengukuran tingkat kebisingan relatif jarang digunakan bila dilakukan pada areal pabrik.
Sama halnya dengan sumber bising, pengukuran tingkat kebisingan juga dapat dilakukan berdasarkan lokasi dan waktu. Pengukuran tingkat kebisingan pada
suatu perusahaan, khususnya pada areal operasional akan memberikan gambaran upaya penangelolaan kebisingan terkait dengan program K3.
pemantauan efektifitas penanggelolaan kebisingan pada perusahaan tidak saja pada sumber dan tingkat kebisingan tetapi juga terhadap kemungkinan keluhan
yang dialami oleh para karyawan selama bekerja pada perusahaan tersebut. Hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui besarnya komitmen perusahaan untuk
memberikan penghargaan sebagai hak yang harus diberikan pada para karyawan.
Faktor yang berpengaruh pada tingkat kebisingan, selanjutnya akan berpengaruh pada jenis kebisingan yang dihasilkan. Menurut Rahman 1990,
jenis-jenis kebisingan yang sering dijumpai menurut sifat suaranya antara lain: 1 Kebisingan kontinyu yaitu kebisingan dimana fluktuasi dari intensitasnya tidak
lebih dari 6 dB dan tidak terputus-putus. Kebisingan ini dibedakan menjadi dua yaitu:
a Wide spectrum adalah kebisingan dengan spektrum frekuensi
yang luas, seperti suara kipas angin, suara mesin tenun. b
Narrow spectrum adalah kebisingan dengan spektrum sempit seperti suara sirine, generator, gergaji sirkuler.
13 2 Kebisingan yang terputus-putus
intermittent adalah kebisingan yang berlangsung secara tidak terus menerus, misalnya: lalu lintas kendaraan
bermotor, kereta api, kapal terbang. 3 Kebisingan impulsif sesaat
impulsive noise adalah kebisingan dengan intensitas yang agak cepat berubah, misalnya: pukulan palu, tembakan
meriam, ledakan bom. 4 Kebisingan impulsif yang berulang, sebagai contoh adalah kebisingan yang
ditimbulkan oleh mesin tempa pada pemancangan tiang beton.
2.2. Anatomi dan Fisiologi Indra Pendengaran Manusia
2.2.1. Anatomi Telinga
Telinga adalah salah satu organ vital manusia yang berfungsi sebagai organ pendengaran. Berdasarkan fungsi dan sensitivitas organ pendengaran,
maka berbagai upaya secara langsung perlu dilakukan untuk meminimalkan pengaruh suara dengan intensitas yang melebihi batas ambang. Organ
pendengaran tersebut dapat berfungsi dengan baik karena adanya saraf kranial kedelapan atau
nervus auditorius. Telinga, secara anatomi terbagi menjadi beberapa bagian diantaranya telinga luar, telinga tengah, dan rongga telinga
dalam Pearce 2002. Telinga luar adalah bagian telinga yang terdiri atas aurikel atau
pinna yang berfungsi membantu mengumpulkan gelombang suara, dan
meatus auditorius externa yang menjorok kedalam menjauhi pinna dan berfungsi untuk
menghantarkan getaran suara menuju membrana timpani. Liang tersebut memiliki panjang kurang lebih 2,5 cm dan sepertiga bagian luarnya tersusun atas
tulang rawan, sementara dua pertiga bagiannya tersusun atas tulang. Bagian tulang rawan ditutupi kulit dengan jaringan ikat bawah kulit lengkap dengan folikel
rambut, gl. sebacea dan gl. ceruminosa, sedangkan bagian tulang ditutupi oleh kulit yang tipis dan langsung melekat pada periosteum Pearce 2002.
Telinga tengah atau rongga timpani adalah bilik kecil yang mengandung udara dan terletak di sebelah dalam membran timpani atau gendang telinga.
rongga udara tersebut berfungsi untuk menjaga keseimbangan tekanan udara dalam atmosfir sehingga cidera akibat tidak seimbangnya tekanan udara dapat
dihindari. Berdasarkan susunannya, rongga telinga tengah tersusun atas rangkaian tulang-tulang pendengaran yang berfungsi untuk mengalirkan getaran
suara dari gendang telinga menuju rongga telinga dalam. Secara anatomis,
14 telinga tengah terdiri atas beberapa bagian diantaranya sebagai berikut
Departemen Kesehatan Republik Indonesia 1995: 1 Gendang telinga membran tympanical adalah bagian telinga tengah yang
terdiri atas pars tensa dan pars flacida. Pars tensa mempunyai tiga lapisan yaitu lapisan epitel luar, lapisan jaringan ikat, dan lapisan epitel dalam,
sedangkan pars flacida hanya terdiri atas dua lapisan tanpa jaringan ikat. 2 Ruang telinga tengah cavitas tympanical adalah bagian telinga tengah yang
terletak antara telinga luar dan telinga dalam, dan merupakan bangunan berbentuk kotak yang tipis memanjang dari atas ke bawah yang dilengkapi
dengan enam dinding. Di dalam ruang telinga tengah terdapat 3 buah tulang pendengaran yaitu malleus, incus, dan stapes. Ketiga tulang pendengaran
tersebut saling berhubungan dengan persendian dan menghubungkan gendang telinga dengan jendela lonjong pada telinga dalam.
3 Tuba auditiva.
4 Anrum mastoideum dan cellulae mastoidea. Rongga telinga dalam adalah bagian telinga yang berada pada bagian os
petrosum tulang temporalis yang tersusun atas berbagai rongga yang menyerupai saluran-saluran dalam tulang temporalis. Saluran-saluran membran
ini mengandung cairan dan ujung-ujung akhir saraf pendengaran atau keseimbangan. Gambaran umum telinga dan bagian-bagiannya sebagaimana
disajikan pada Gambar 3.
15
Gambar 3. Irisan telinga dan bagian-bagian yang berfungsi sebagai alat pendengar Pearce 2002
2.2.2. Fisiologi Telinga
Telinga manusia dapat menangkap getaran suara antara 20-20.000 Hz dengan nada rendah yang diterima oleh organon corti pada membrana basilaris
pada bagian basal kokhlea, sedangkan untuk nada tinggi pada apex kokhlea. Intensitas suara yang dapat didengar manusia adalah dengan kisaran 0-140 dB
batas ambang sakit.Telinga sebagai indra pendengaran berfungsi ketika suara yang ditimbulkan oleh getaran atmosfer yang dikenal sebagai gelombang suara,
bergerak melalui rongga telinga luar yang menyebabkan membrana timpani bergetar. Getaran-getaran tersebut selanjutnya diteruskan menuju inkus dan
stapes melalui malleus yang terkait pada membran timpani. Getaran-getaran tersebut selanjutnya juga timbul pada setiap tulang yang ada, sehingga tulang-
tulang tersebut memperbesar getaran, yang kemudian disalurkan melalui fenestra vestibuler menuju perilimfe. Getaran-getaran perilimfe dialihkan melalui
membran menuju endolimfe dalam saluran kokhlea, dan rangsangan tersebut terus ada hingga mencapai ujung-ujung akhir saraf dalam organ corti, untuk
selanjutnya diantarkan menuju otak oleh nervus auditorius Pearce 2002.
16 Suara yang berhasil ditangkap oleh indra pendengaran, baik tidaknya
proses penerimaan, dan respon manusia terhadap suara tersebut sangat bergantung pada keberadaan organ-organ yang ada pada telinga sebagai indra
pendengaran manusia. Secara fisiologis, telinga dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian yang berfungsi sebagai alat penghantar
conducting apparatus dan bagian yang berfungsi sebagai alat penerima
perceiving apparatus Departemen Kesehatan RI 1995. Bagian telinga yang berfungsi sebagai alat
penghantar gelombang bunyi terdiri atas daun telinga, liang telinga luar gendang telinga, tulang-tulang pendengaran, ruang telinga tengah, tuba auditiva, dan
jendela lonjong. Bagian-bagian tersebut sangat vital sehingga kerusakan pada bagian-bagian tersebut dapat menyebabkan ketulian pada manusia. Disamping
adanya bagian telinga yang berfungsi sebagai penghantar gelombang suara, telinga juga memiliki bagian yang berfungsi sebagai alat penerima gelombang
suara yang dikenal dengan perceiving apparatus.
Perceiving apparatus terdiri atas kokhlea dengan organ corti, ganglion spirale, n. cochlearis. Kerusakan pada bagian-bagian tersebut akan
mengakibatkan tuli indera saraf sensori-neuraral hearing loss, SNHL atau perceptive hearing loss. Mekanisme kerja bagian ini adalah menyambaikan
gelombang yang diterima pada perilimfe pada scalamedia selanjutnya diteruskan ke helicotrema, scala tympani dan menggerakkan foramen rotundum untuk
membuang getaran tersebut ke telinga tengah. Akibat gelombang pada peri dan endolympha ini maka terjadi pula gelombang yang sama pada membrana basalis
yang mengakibatkan cel rambut pada organon corti menyapu membrana tectoria sampai membengkok dan terjadi loncatan potensial listrik yang diteruskan
sebagai rangsangan saraf ke otak untuk diolah dan disadari Departemen Kesehatan RI 1995.
2.3. Pemajanan Suara Bising di Lingkungan
Risiko yang mungkin akan muncul pada manusia adalah bentuk umpan balik dari bahan danatau benda yang memiliki peluang mengubah sebagian
danatau keseluruhan sistem manusia. Bahan danatau benda tersebut mengalami mekanisme yang disebut dengan pemajanan dari sumbernya ke
lingkungan. Pemajanan dapat diartikan sebagai perkiraan derajat atau jumlah kontak yang menggambarkan hubungan interaksi antara manusia secara individu
maupun kelompok dengan komponen lingkungan yang mengandung health risk
17 Dinas Kesehatan Propinsi Dati I Jawa Barat 1997. Oleh karena itu, pemajanan
menggambarkan jumlah komponen lingkungan yang memiliki potensi dampak yang diterima atau kontak dengan tubuh dan selanjutnya memberikan dampak
yang bervariasi tergantung pada panjangnya jalur paparan dan kesiapan individu atau lingkungan untuk menerimanya.
Pada dasarnya komponen lingkungan yang disebut memiliki potensi dampak kesehatan adalah komponen lingkungan yang di dalamnya mengandung
berbagai agents penyakit yang dapat dikelompokkan ke dalam kelompok fisik,
mikroba maupun bahan kimia beracun. Oleh sebab itu, untuk menggambarkan jumlah kontak dan potensi dampak perlu diperhatikan beberapa diantaranya jenis
agents dan perkiraan jumlah yang diperkirakan kontak dengan manusia Dinas Kesehatan Propinsi Dati I Jawa Barat 1997.
Jenis agents yang dimaksud adalah ada tidaknya komponen lingkungan
yang merupakan wahana penyakit yang hendak dikenakan pengukuran untuk mengetahui besaran potensi dampak. Berdasarkan jenis
agents terkait dengan pemajanan terbagi menjadi tiga kelompok, diantaranya sebagai berikut:
1 Kelompok mikroba dalam bentuk virus, bakteri, parasit dan jamur. Masing- masing jenis perlu dipelajari lebih lanjut tentang potensi dampaknya dan
kinetiknya. 2 Kelompok bahan kimia. Klasifikasi bahan kimia relatif sangat luas. Oleh
karena itu, untuk memudahkan mempelajari jalur pemajanan masing-masing bahan kimia perlu dilakukan upaya untuk membatasi jenis bahan kimia yang
akan diamati dengan menggunakan material safety data sheet MSDS atau
desk reference bahan kimia yang bersangkutan. 3 Kelompok fisik. Beberapa jenis bahan yang termasuk kelompok ini
diantaranya radiasi, elektromagnetik, kebisingan dan bahan lainnya. Untuk mempelajari lebih lanjut maka perlu dilakukan pengamatan tentang
karakterisitik dan kinetik dari bahan-bahan yang akan diamati. Disamping jenis agents, perkiraan jumlah yang diperkirakan kontak dengan
manusia adalah komponen penting pada upaya pendugaan risiko yang ditimbulkannya.
Pada upaya perkiraan jumlah yang diperkirakan kontak dengan manusia, terlebih dahulu perlu dipahami konsep dan pengertian
exposure dan dosis. Kedua konsep tersebut sangat berbeda. Dosis adalah ukuran yang hanya bisa
dikenakan pada bahan-bahan yang terukur dan biasanya digunakan
18 dilaboratorium, sedangkan di lapangan hanya merupakan perkiraan saja. Oleh
karena itu, pemajanan digunakan untuk memperkirakan jumlah kontak penggambaran interaksi yang terbagi menjadi tiga kelompok Dinas Kesehatan
Propinsi Dati I Jawa Barat 1997, diantaranya sebagai berikut: 1
Perkiraan jumlah pemajanan eksternal secara umum adalah konsentrasi bahan dalam media bahan tertentu, sebagai contoh kandungan CO
2
, SO
2
atau Pb dalam udara, dan merkuri dalam bulu bebek. Tahap selanjutnya adalah memperkirakan jumlah masyarakat
exposed yang ada, dengan memperhatikan ada tidaknya riwayat kontak dengan bahan-bahan
tersebut. 2
Perkiraan jumlah pemajanan internal sederhana intake. Perkiraan yang
dimaksud terkait dengan jumlah konsentrasi bahan dalam bahanmedia transmisi tertentu dan perkiraan pada jumlah kontak tersebut. Perkiraan
jumlah pemajanan internal sederhana dapat dilakukan dengan mudah apabila kandungan bahan dalam media telah diketahui dengan pasti.
3 Perkiraan uptake jumlah yang diarbsorpsi oleh tubuh adalah perkiraan
pemajanan melalui media udara dengan teknis yang lebih akurat dengan rumus Uptake =
inhaled - exhaled x volume x t Dinas Kesehatan Propinsi Dati I Jawa Barat 1997.
Peterson 1977 dalam Santosa 1992 menyatakan, bunyi memiliki
beberapa karakteristik diantaranya pitch tinggi nada, timbre warna bunyi dan loudness kenyaringan. Berdasarkan karakteristik tersebut, parameter utama
yang penting dalam kaitannya dengan gangguan kebisingan adalah frekuensi dan amplitudo. Frekuensi dinyatakan sebagai julah getaran tiap detik hertz,
sedangkan aplitudo menggambarkan besarnya kuantitasintensitas bunyi yang dinyatakan dalam satuan desible dB.
Pada umumnya kebisingan muncul sebagai bagian baru yang terbentuk dari campuran sejumlah gelombang sederhana yang memiliki frekuensi
bervariasi Suma’mur 1992. Kuantitas atau amplitudo bunyi selalu dinyatakan dalam suatu tingkat level. Peterson 1977
dalam Santosa 1992 menyatakan, tingkatan level tersebut dapat ditentukan dengan melakukan pengukuran pada
tekanan bunyi sound pressure meter dan tingkatan bunyi sound power level.
Adam et al. 1960 dalam Santosa 1992 menyatakan, sifat-sifat kebisingan
yang penting diantaranya adalah radiasi intensitas kebisingan, frekuensi, kebisingan dan distribusinya dalam ruangan. Oleh karena itu, desain ruangan
19 dan upaya pengendalian kebisingan dengan menggunakan alat pelindung telinga
adalah upaya efektif untuk meminimalkan dampak kebisingan pada lingkungan pabrik.
2.4. Kebisingan dan Kesehatan Masyarakat