Kebisingan dan Regulasi Kebisingan dan Kesehatan Masyarakat

20 Berdasarkan uraian tersebut, kesehatan para karyawan memiliki korelasi positif terhadap kinerja selama melaksanakan kegiatan produksi. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa tenaga kerja merupakan salah satu aspek yang perlu diperhatikan pada proses produksi. Gangguan kesehatan pada para pekerja, secara langsung maupun tidak langsung memberikan pengaruh pada proses produksi. Penurunan tingkat pendengaran merupakan salah satu gangguan kesehatan yang potensial diserita para karyawan terkait dengan kemungkinan munculnya suara bising selama proses produksi. Upaya perlindungan terhadap para karyawan telah dilakukan diantaranya dengan dikeluarkannya kebijakan perlindungan kerja melalui program K3, termasuk didalamnya mengatur perlindungan dari kebisingan. Pada akhirnya, komitmen perusahaan pada upaya perlindungan danatau upaya minimalisasi dampak kebisingan akan mempengaruhi produkstivitas perusahaan selama melaksanakan proses produksi.

2.4.1. Kebisingan dan Regulasi

Industri adalah salah satu sektor pembangunan yang dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan daerah. Kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat dan beragam, berpeluang untuk meningkatkan permintaan pasar terhadap berbagai bentuk barang dan jasa. Berbagai upaya dilakukan oleh perusahaan untuk memenuhi kebutuhan pasar dengan kualitas yang dikehendaki oleh pasar. Seiring dengan berkembangnya teknologi, khususnya munculnya mesin-mesin modern, memberikan kemudahan pada perusahaan untuk mencapai target produksi yang telah ditetapkan. Tercapainya terget produksi memberikan dampak positif dalam bentuk peningkatan pendapatan perusahaan, terpenuhinya kebutuhan masyarakat, dan secara tidak langsung meningkatkan kesejahteraan para karyawan. Namun demikian, penggunaan mesin-mesin modern juga berpotensi menimbulkan dampak negatif dalam bentuk pencemaran lingkungan. Salah satu pencemaran lingkungan yang muncul dari digunakannya mesin-mesin modern pada proses produksi adalah kebisingan. Kebisingan, apabila tidak dikendalikan dengan baik akan berdampak negatif pada kesehatan lingkungan, khususnya kesehatan di lingkungan kerja. Satu dari beberapa dampak negatif yang muncul sebagai bentuk interaksi antara kebisingan dan objek yang terkena dampak adalah penurunan tingkat 21 pendengaran. Penurunan tingkat pendengaran merupakan permasalahan serius yang dialami oleh masyarakat, khususnya para karyawan pada suatu perusahaan yang memiliki sumber kebisingan. Menurut Elefterion 2001, dampak kebisingan secara umum pada tingkat pendengaran para karyawan adalah permasalahan yang terus mendapat perhatian dari para ahli. Lebih lanjut dijelaskan, dampak kebisingan pada penurunan tingkat pendengaran telah dilakukan pada tahun 1996 dan 1999 di Cyprus yang menunjukkan adanya pengaruh nyata antara kebisingan dan penurunan tingkat pendengaran sebesar 27,8 7,7 karyawan mengalami penurunan tingkat pendengaran yang sangat serius atau lebih dari 200 para karyawan pada 90 industri. Guna mengantisipasi pengaruh yang lebih serius, maka penyusunan kebijakan atau regulasi yang mengatur tingkat minimal frekuensi yang dapat ditoleransi pada berbagai industri telah dilakukan. Sebagai contoh, di Amerika Serikat, ambang batas yang diperbolehkan adalah 8090 dBA selama 8 jam kerja. Elefterion 2001 menyatakan, kebisingan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada penurunan tingkat pendengaran pada aktivitas industri, namun masih sangat sedikit penentu kebijakan yang memprioritaskan kebisingan sebagai permasalahan serius. Komitmen yang kuat antara pemberi kerja dan para pekerja untuk secara bersama-sama meminimalkan dampak kebisingan merupakan faktor penentu keberhasilan upaya pengendalian kebisingan pada lingkungan kerja. Guna memberikan perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja, termasuk perlindungan para karyawan dari kebisingan, Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan program keselamatan dan kesehatan kerja yang dikenal dengan program K3. Program tersebut juga disertai dengan beberapa regulasi untuk memberikan kepastian hukum pada implementasi program K3. Satu diantara upaya pelaksanaan program K3 adalah program perlindungan pendengaran untuk meminimalkan dampak negatif akibat kebisingan di tempat kerja bagi para karyawan. Berdasarkan program perlindungan pendengaran, semua lokasi kerja yang bising harus dirancang dan dibangun berdasarkan program perlindungan pendengaran HCP perusahaan. Sasaran HCP diantaranya penataan yang efektif, pemantauan lingkungan survey kebisingan, pemantauan administrasi dan teknik rekayasa, perlindungan telinga, pendidikan dan latihan, pengawasan dan supervisi, dan pemeriksaan adiometri. Program perlindungan pendengaran ini harus di dukung oleh 22 manajemen puncak dari perusahaan dan program atau ketentuan tertulis yang menetapkan tujuan kegiatan, tanggungjawab perusahaan dan beberapa ketentuan lainnya. Perusahaan juga berkewajiban untuk mensosialisasikan program tersebut pada para karyawan Departemen Kesehatan RI 1995. Keputusan perusahaan untuk menggunakan alat pelindung telinga merupakan satu bentuk kepedulian perusahaan pada kesehatan dan keselamatan kerja karyawan untuk meminimalkan dampak kebisingan. Berdasarkan tipenya, alat pelindung telinga terbagi atas tipe sumbat telinga ear plug dan sungkup telinga ear muff. Sumbat telinga adalah segumpal bahan lembut yang dirancang tepat dengan bentuk liang telinga sehingga dapat menyumbat telinga tanpa kebocoran, sedangkan sungkup telinga adalah sepasang sungkup cup yang dihubungkan oleh suatu bando headband sehingga dapat menutupi seluruh telinga dan mencegah masukknya bunyi bising Departemen Kesehatan RI 1995.

2.4.2. Kebisingan dan Risiko pada Pendengaran Manusia