memberikan informasi tentang beberapa daftar penelitian LAI dengan pendekatan optik dan
hukum Beer-Lambert. 2.7. Konsep Dasar Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi mengenai sebuah
objek, area atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dari alat yang tidak bersentuhan
langsung dengan objek, area atau fenomena yang sedang diamati Lillesand Kiefer,
1997. Prinsip dasar penginderaan jauh adalah perekaman informasi dengan menggunakan
matahari dan sumber energi dalam sensor sebagai sumber tenaga. Radiasi yang
dipancarkan oleh matahari atau sumber energi lainnya akan dipantulkan kembali oleh
permukaan bumi dan atmosfer dalam bentuk reflektansi permukaan. Hasil pantulan tersebut
akan direkam oleh sensor satelit. Hasil perekaman tersebut akan digunakan dalam
proses pengolahan data untuk memperoleh informasi tentang permukaan bumi.
Rentang spektral yang umum digunakan dalam penginderaan jauh untuk merekam
sumberdaya yang terdapat di permukaan bumi umumnya berkisar antara 0.4 – 12 m
mencakup sinar tampak dan infra merah dan gelombang mikro 30 – 300 m. Penginderaan
jauh yang menggunakan gelombang antara
0.4 – 12 m umumnya disebut dengan penginderaan jauh optik optical remote
sensing. Sementara penginderaan jauh yang dilakukan menggunakan gelombang mikro
dikenal dengan penginderaan jauh gelombang mikro microwave remote sensing Djumhaer,
2003. 2.8. Perkembangan
Penginderaan Jauh
Satelit Periode penginderaan jauh satelit secara
sederhana telah dimulai sejak tahun 1946-1950 saat roket V-2 yang diluncurkan dari
White Sand Meksico berhasil membawa kamera berukuran kecil yang membuat
beberapa gambar bumi dari angkasa luar Lillesand Kiefer, 1997. Walaupun berhasil,
akan tetapi misi ini belumlah menjadikan penginderaan jauh permukaan bumi sebagai
program utama. Era penginderaan jauh sebenarnya baru dimulai pada saat NASA
meluncurkan Earth Resources Technology Satellites ERTS yang berubah namanya
menjadi Landsat pada tahun 1972 Lillesand Kiefer, 1997. Sukses ini berlanjut dengan
munculnya Landsat-2, Landsat-3, Landsat-4, sampai Landsat-7. Penginderaan jauh satelit
termasuk salah satu jenis optical remote sensing yang menggunakan gelombang sinar
tampak dan infra merah sebagai sumber energi, dan satelit sebagai platform-nya. Dengan cara
ini terjadi penggabungan antara teknologi penginderaan jauh dengan eksplorasi angkasa
luar Lillesand Kiefer, 1997. 2.8.1. Karakteristik Satelit Landsat ETM+
Enhanced Thematical Mapper Plus ETM+ merupakan sensor yang digunakan
oleh Landsat-7 menyusul kegagalan peluncuran Landsat-6 pada tahun 1993. Sensor ini
dirancang untuk menjaga kontinuitas perekaman dari Landsat-5 TM. Berdasarkan
tujuan tersebut, ETM+ ditempatkan di orbit dengan posisi hampir sama dengan Landsat-5
TM. ETM+ memiliki tujuh kanal spektral dan resolusi spasial yang sama dengan TM yaitu
30m x 30m. Kelebihan utama yang dimiliki oleh ETM+ adalah penambahan kanal
pankrometrik yang beroprasi pada panjang gelombang 0.5 – 0.9 m dengan resolusi
spasial 15 x 15 m Lillesand Kiefer, 1997.
III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian berlangsung dari Bulan April – Juli 2006 di Laboratorium Meteorologi dan
Kualitas Udara, Departemen Geofisika Dan Meteorologi FMIPA – IPB.
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam analisis dan pengolahan data adalah seperangkat komputer
dengan beberapa perangkat lunak sebagai penunjang, yaitu Ms. Office 2003 Ms. Word
2003, Ms. Excell 2003, Ms. Acces 2003, Arc View GIS 3.3, dan Er Mapper 6.4.
Bahan – bahan yang digunakan antara lain : a.
Citra satelit Landsat 7 ETM+ path row 12661 tahun 2002 yang diakuisisi 15
Agustus 2002. b.
Peta administrasi Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi PPLH-IPB.
c. Data penggunaan dan penutup lahan
Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi tahun 2003 ICRAF.
d. Data LAI untuk vegetasi hutan alam,
agroforest karet, dan LAI perkebunan karet monokultur hasil pengukuran di lapang
pada Bulan Juli-Agustus Tahun 2002 di Kab. Bungo-Provinsi Jambi Djumhaer,
2003.
3.3. Metode Penelitian
Langkah pertama yang dilakukan adalah penentuan daerah studi penelitian, pemrosesan
awal citra satelit yang meliputi : import data citra, koreksi radiometrik, image enhachment,
dan klasifikasi penutup lahan dengan teknik klasifikasi tidak terbimbing. Selanjutnya
dilakukan ekstraksi dari band 6 untuk mendapatkan informasi nilai suhu permukaan.
Sedangkan informasi nilai albedo dan energi radiasi gelombang pendek diekstraksi dari band
1, 2, dan 3.
Langkah kedua yang dilakukan adalah mengekstraksi dan menganalisis lebih lanjut
untuk menentukan nilai salah satu komponen neraca energi yaitu Rn dan nilai sifat optikal
kanopi refleksivitas, absorbsivitas, dan transmisivitas. Nilai komponen neraca energi
dan nilai sifat optikal kanopi yang telah didapatkan kemudian diekstraksi untuk
mendapatkan nilai LAI melalui persamaan hukum Beer-Lambert.
3.3.1. Pengolahan Awal Data Citra Satelit
Pengambilan Area Studi
Pengambilan area studi Cropping data bertujuan untuk mengefisienkan besarnya citra
satelit yang akan diolah. Cropping data juga dapat mengefisienkan penggunaan ruang media
penyimpan data hard disk serta memori pengolah data komputer. Metode yang
digunakan adalah metode sub-sampling image dengan memotong area studi yaitu dari data
citra satelit Landsat ETM+ pathrow : 12661, dilakukan cropping dengan data vector
Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi yang secara geografis terletak pada 1
o
08 – 1
o
55 LS dan 101
o
27 – 102
o
30 BT dengan menggunakan perangkat lunak analisis citra.
Analisis Citra Dasar
Koreksi geometrik dilakukan untuk meminimalisasi error atau kesalahan geometri
dari citra satelit yang terdistorsi karena perbedaan sistem koordinat dan datum.
Koreksi geometrik dilakukan dengan bantuan data vektor untuk area studi. Citra satelit
Landsat ETM+ format data GEOTIFF yang digunakan dalam penelitian ini sudah tidak
perlu dikoreksi geometrik lagi karena secara otomatis sudah terkoreksi ketika satelit Landsat
ETM+ tersebut merekam objek kajian.
Koreksi radiometrik dilakukan untuk menghilangkan error atau kesalahan nilai
spektral citra satelit yang disebabkan oleh proses penyerapan, penghamburan dan
pemantulan di atmosfer selama proses akuisasi citra satelit. Koreksi radiometrik dilakukan
dengan metode Histogram Manually Adjudment Technique. Metode ini termasuk
sederhana, karena dilakukan dengan hanya melihat histogram setiap band secara
independen. Dari histogram tersebut dapat diketahui nilai piksel terendah dari setiap band.
Selain melakukan proses koreksi radiometrik dan koreksi geometrik, dalam
analisis citra dasar juga dilakukan proses penajaman citra Image Enhachement.
Penajaman citra dilakukan agar suatu objek pada citra akan terlihat lebih tajam atau
kontras. Hal ini akan memudahkan interpretasi secara visual untuk suatu tujuan tertentu.
beberapa teknik penajaman citra yang akan dilakukan, antara lain penajaman kontras,
pembuatan warna semu pseudocolour, penapisan filtering.
Klasifikasi Penutup Lahan
Pada penelitian ini, proses klasifikasi penutup lahan dengan menggunakan citra
satelit Landsat ETM+ menggunakan metode klasifikasi tidak terbimbing Unsupervised
Classification. Sistem pengklasifikasian ini lebih banyak menggunakan algoritma yang
mengkaji sejumlah besar pixel dan membaginya ke sejumlah kelas berdasarkan
pengelompokan nilai DN Digital Number pada citra. Metode ini sangat bermanfaat dan
efisien dalam menyajikan ruang yang relatif homogen.
Sumber : Harry et al 2002. Gambar 2. Proses Klasifikasi Unsupervised.
Kelas yang dihasilkan dari klasifikasi ini adalah kelas spektral. Kelas tersebut didasarkan
pada pengelompokan nilai natural spektral citra. Identitas kelas spektral tidak akan
diketahui secara dini. Analisis lebih lanjut, hasil klasifikasi harus dibandingkan dengan
data rujukan sebagai referensi. Data rujukan yang dipakai pada penelitian ini adalah data
spasial penutup dan penggunaan lahan Kabupaten Bungo-Provinsi Jambi, Tahun 2003.
3.3.2. Estimasi Suhu Permukaan