distribusi spasial maupun temporal cahaya di
bawah kanopi hutan dengan menggunakan lensa kamera yang mendekati atau sama
dengan 180
o
Azhima, 2001. Hasil foto tersebut memungkinkan diadakannya analisis
terhadap bagian-bagian yang tertutup oleh kanopi maupun bagian yang terbuka langit.
Berdasarkan kemampuan ini, hemiphot dapat digunakan untuk menghitung radiasi sinar
matahari dan karakteristik tajuk seperti indeks luas daun Djumhaer, 2003.
Persamaan LAI dalam Hemiview menduga setengah dari total permukaan setengah dari
total permukaan daun per unit areal permukan dasar, yang merupakan konversi dari hukum
Sumber : TEEAL - IPB Beer – Lambert Rich et al, 1999 dalam
Djumhaer, 2003 yang menyatakan : G = e – K . L ........................................6
Keterangan : G = Luas permukaan langit yang tampak
gap fraction K = Koefisien sudut
L = LAI
= Sudut zenith yang besarnya = 45
o
2.6. Pendugaan LAI dengan Hukum Beer- Lambert.
Pendugaan LAI dengan pendekatan hukum Beer-Lambert juga dikenal sebagai pendekatan
optik. Pendekatan ini membandingkan intensitas radiasi surya pada dua ketinggian
yang berbeda dan menunjukkan kemampuan penetrasi di dalam tajuk tumbuhan yang
merupakan fungsi ketinggian tajuk dan dinyatakan dalam akumulasi indeks luas daun.
Menurut Monski dan Saeki 1953 dalam Rosenberg et al 1983 hukum Beer-Lambert
mengasumsikan bahwa tajuk tumbuhan adalah homogen, semua radiasi yang datang langsung
mengenai permukaan daun, langit dalam kondisi isotropik, dan nilai koefisien
pemadaman k adalah konstan. Asumsi tersebut memang sukar dipenuhi karena adanya
sifat tajuk tumbuhan yang heterogen secara alami. Beberapa hal lain yang tidak dapat
memenuhi asumsi tersebut adalah cahaya yang dipantulkan dan dipancarkan relatif sama
dengan cahaya yang diserap oleh daun, sedangkan pada kenyataannya kualitas cahaya
berubah - ubah dan terjadi sun fleks. Tabel 4
Peneliti JudulTema
Metode
Marters SN et al 1993
Estimation of tree canopy leaf area index by gap analysis.
Menduga nilai LAI dengan pendekatan hukum Beer-Lambert.
Vose JM et al 1995
Vertical leaf area distribution, light transmittance, and application of the
Beer-Lambert law in four mature hard wood stands in the southern appalachians.
Menduga nilai LAI dan komponen nilai LAI dengan pendekatan
hukum Beer-Lambert.
Whitford KR et al 1995
Measuring leaf area index in a sparse eucalypt forest : a comparison of
estimates from direct measurement hemispherical photography, sunlight
transmittance, and allometric regression Menduga nilai LAI hasil
pengukuran dengan alat Hemispherical Photography,
Sunlight Transmittance, dan allometrik.
Jing M, Chen 1996
Optically based methods for measuring seasonal variation of leaf area index in
boreal conifer stands. Menduga nilai LAI dengan alat
LAI-2000 Plant Canopy Analyzer PCA.
Levy PE, Jarvis DG
1999 Direct and indirect measurement of LAI
in millet and fallow vegetation in Hapex- Sahol.
Membuat suatu model pendugaan LAI hasil korelasi antara LAI
lapangan LAI-2000 Plant Canopy Analyzer dengan LAI dugaan
Hemispherical Photography.
Foroutan Pour K et al 2001
Inclusion of the fractal dimension of leafless plant structure in the Beer-
Lambert law. Menduga nilai LAI dengan
pendekatan hukum Beer-Lambert dan dimensi fraktal.
Davit 2002
Pendugaan indeks luas daun dengan pendekatan nilai albedo dan perhitungan
radiasi permukaan berdasarkan fungsi umur tanaman padi.
Membuat suatu model pendugaan LAI dengan cara melakukan
analisa korelasi antara nilai albedo dengan LAI hasil pengukuran di
lapangan.
Tabel 4. Beberapa daftar penelitian LAI dengan pendekatan optik dan hukum Beer-Lambert
memberikan informasi tentang beberapa daftar penelitian LAI dengan pendekatan optik dan
hukum Beer-Lambert. 2.7. Konsep Dasar Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi mengenai sebuah
objek, area atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dari alat yang tidak bersentuhan
langsung dengan objek, area atau fenomena yang sedang diamati Lillesand Kiefer,
1997. Prinsip dasar penginderaan jauh adalah perekaman informasi dengan menggunakan
matahari dan sumber energi dalam sensor sebagai sumber tenaga. Radiasi yang
dipancarkan oleh matahari atau sumber energi lainnya akan dipantulkan kembali oleh
permukaan bumi dan atmosfer dalam bentuk reflektansi permukaan. Hasil pantulan tersebut
akan direkam oleh sensor satelit. Hasil perekaman tersebut akan digunakan dalam
proses pengolahan data untuk memperoleh informasi tentang permukaan bumi.
Rentang spektral yang umum digunakan dalam penginderaan jauh untuk merekam
sumberdaya yang terdapat di permukaan bumi umumnya berkisar antara 0.4 – 12 m
mencakup sinar tampak dan infra merah dan gelombang mikro 30 – 300 m. Penginderaan
jauh yang menggunakan gelombang antara
0.4 – 12 m umumnya disebut dengan penginderaan jauh optik optical remote
sensing. Sementara penginderaan jauh yang dilakukan menggunakan gelombang mikro
dikenal dengan penginderaan jauh gelombang mikro microwave remote sensing Djumhaer,
2003. 2.8. Perkembangan
Penginderaan Jauh
Satelit Periode penginderaan jauh satelit secara
sederhana telah dimulai sejak tahun 1946-1950 saat roket V-2 yang diluncurkan dari
White Sand Meksico berhasil membawa kamera berukuran kecil yang membuat
beberapa gambar bumi dari angkasa luar Lillesand Kiefer, 1997. Walaupun berhasil,
akan tetapi misi ini belumlah menjadikan penginderaan jauh permukaan bumi sebagai
program utama. Era penginderaan jauh sebenarnya baru dimulai pada saat NASA
meluncurkan Earth Resources Technology Satellites ERTS yang berubah namanya
menjadi Landsat pada tahun 1972 Lillesand Kiefer, 1997. Sukses ini berlanjut dengan
munculnya Landsat-2, Landsat-3, Landsat-4, sampai Landsat-7. Penginderaan jauh satelit
termasuk salah satu jenis optical remote sensing yang menggunakan gelombang sinar
tampak dan infra merah sebagai sumber energi, dan satelit sebagai platform-nya. Dengan cara
ini terjadi penggabungan antara teknologi penginderaan jauh dengan eksplorasi angkasa
luar Lillesand Kiefer, 1997. 2.8.1. Karakteristik Satelit Landsat ETM+
Enhanced Thematical Mapper Plus ETM+ merupakan sensor yang digunakan
oleh Landsat-7 menyusul kegagalan peluncuran Landsat-6 pada tahun 1993. Sensor ini
dirancang untuk menjaga kontinuitas perekaman dari Landsat-5 TM. Berdasarkan
tujuan tersebut, ETM+ ditempatkan di orbit dengan posisi hampir sama dengan Landsat-5
TM. ETM+ memiliki tujuh kanal spektral dan resolusi spasial yang sama dengan TM yaitu
30m x 30m. Kelebihan utama yang dimiliki oleh ETM+ adalah penambahan kanal
pankrometrik yang beroprasi pada panjang gelombang 0.5 – 0.9 m dengan resolusi
spasial 15 x 15 m Lillesand Kiefer, 1997.
III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat