sama, maka diperoleh nilai koefisien determinasi sebesar 0.76. Nilai tersebut
menginformasikan bahwa penggunaan metode penyusunan pendugaan LAI memiliki peluang
data terwakili sebesar 76.
Secara keseluruhan selang nilai LAI hasil pendugaan untuk ketiga jenis penutup lahan
yang berbeda di atas selalu berada diantara kisaran selang LAI hasil pengukuran langsung
di lapangan. Ada dua kemungkinan terjadinya penyimpangan nilai LAI yang menyebabkan
selang nilai LAI hasil pendugaan selalu berada diantara kisaran selang LAI lapangan.
Kemungkinan pertama adalah adanya kesalahan yang dilakukan oleh peneliti
sebelumnya dalam melakukan pengambilan dan pengolahan LAI secara langsung di
lapangan. Kemungkinan kedua adalah adanya penyimpangan yang terjadi pada karakteristik
radiometrik dari data penginderaan jauh citra satelit Landsat ETM+ yang diantaranya
adanya pengaruh topografi permukaan penutup lahan yang mengakibatkan perbedaan nilai LAI
pada koordinat areal penutup lahan yang sama. Pada daerah kajian yang memiliki topografi
bergelombang daerah perbukitan dapat menimbulkan adanya bayangan yang
disebabkan perbedaan ketinggian pada daerah puncak bukit dan daerah lembah. Pada daerah
puncak bukit nilai spektral akan lebih tinggi bila dibandingkan dengan daerah lembah,
karena daerah lembah akan tertutup oleh bayangan puncak bukit. Hal ini dapat
menyebabkan adanya perbedaan nilai LAI hasil pendugaan dengan LAI lapangan.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
Hasil penelitian menunjukan adanya hubungan searah antara suhu permukaan
dengan albedo. Kedua komponen tersebut memiliki hubungan yang berlawanan arah
dengan nilai radiasi netto. Semakin besar nilai suhu permukaan dan albedo suatu penutup
lahan membuat semakin kecil radiasi netto yang dimiliki oleh penutup lahan tersebut.
Hasil ekstraksi radiasi netto pada tanggal 15 Agustus tahun 2002 di Kabupaten Bungo
untuk penutup lahan non vegetasi sebesar 293 Wm
-2
, yang berarti lebih rendah jika dibandingkan dengan penutup lahan
bervegetasi yang memiliki radiasi netto sekitar 315-360 Wm
-2
, akan tetapi nilai radiasi netto untuk badan air berada di bawah nilai radiasi
netto untuk penutup lahan non-vegetasi dan bervegetasi yaitu sebesar 222.8 Wm
-2
. Dengan menggunakan pendekatan empiris,
maka dapat diperoleh nilai energi radiasi surya yang direfleksikan sebesar 43 Wm
-2
hutan alam, 44 Wm
-2
agroforest karet, dan 45 Wm
-2
perkebunan karet monokultur. Nilai energi radiasi surya yang diemisikan
equivalen dengan radiasi surya yang diabsorbsikan sebesar 767 Wm
-2
hutan alam, 764 Wm
-2
agroforest karet, dan 761 Wm
-2
perkebunan karet monokultur. Selain itu dari pendekatan mekanistik diperoleh besarnya
energi surya yang ditransmisikan oleh kanopi hutan alam 40 Wm
-2
, kanopi agroforest karet 42 Wm
2
dan perkebunan karet monokultur 44 Wm
-2
. Hasil penelitian yang dapat diperoleh dari
menduga besarnya nilai LAI untuk lahan bervegetasi menggunakan metode neraca
energi dan persamaan hukum Beer-Lambert adalah diperolehnya pendugaan nilai mean LAI
hutan alam sebesar 3.39 dengan nilai kisaran selang 3.19 - 3.84 dan R
2
hasil validasi dengan LAI lapangan sebesar 0.91. Nilai mean LAI
pendugaan untuk agroforest karet sebesar 3.35 dengan selang 2.13 – 3.74 dan nilai R
2
hasil validasi sebesar 0.69, sedangkan nilai mean
LAI untuk perkebunan karet monokultur sebesar 3.30 dengan selang 3.07 – 3.61 dan
nilai R
2
hasil validasi sebesar 0.82. Dengan hasil luaran yang cukup baik, metode
pendugaan LAI tersebut dapat digunakan untuk penutup lahan bervegetasi.
Dalam melakukan perhitungan komponen neraca energi, suhu permukaan, nilai absorbsi,
dan transmisivitas dari data citra satelit Landsat ETM+ masih banyak menggunakan asumsi-
asumsi sehingga berpotensi sebagai faktor penyebab kesalahan dalam melakukan
perhitungan.
Kelemahan dalam penelitian ini adalah tidak adanya data pengukuran radiasi global
yang ada di lapangan, hasil dari pendugaan LAI dengan pendekatan neraca energi dan
hukum Beer – Lambert tidak dapat mengakomodasi struktur topografi wilayah
kajian, validasi output harus sudah ada saat dihasilkan nilai radiasi netto, albedo, radiasi
surya gelombang pendek, dan radiasi surya gelombang panjang.
DAFTAR PUSTAKA
Allen, Richard et al., 1998. Crop evapotranspiration - Guidelines for
computing crop water requirements - FAO Irrigation and drainage paper 56.
FAO - Food and Agriculture Organization of the United Nations.
Rome
Azhima, F. 2001. Distribusi Cahaya di Hutan Karet Muara Kuambang Jambi. Skripsi.
Jurusan Geofisika dan Meteorologi FMIPA IPB, Bogor. Tidak
Dipublikasikan.
Chen, J. M., S.G. LeBlanc, J.R. Miller, J. Freemantle, S.E. Loechel, C.L. Walthall,
K.A. Innanen, H.P. White. 1999. Compact airborne spectrographic imager
CASI used for mapping biophysical parameters of boreal forests. Jour. Of
Geophysical Research. 104 D22:27945- 27958.
Curran, P.J., J. Dungan, H.L. Gholz. 1992. Seasonal LAI measurements in slash pine
using Landsat TM. Remote Sensing of Environment 39: 3-13.
Djumhaer, M. 2003. Pendugaan Leaf Area Index dan Luas Bidang Dasar Tegakan
Menggunakan Landsat 7 ETM+ studi kasus di Kabupaten Bungo Propinsi
Jambi. Skripsi. Jurusan Manajemen hutan, FAHUTAN IPB, Bogor. Tidak
Dipublikasikan.
Geiger, Rudolf., Robert H. Aron, Paul Todhunter. 1961. The Climate Near The
Ground. Ed ke-5. Cambridge : Harvard University Press.
Hadipoentyanti, E. M., E. A. Hadad, dan Hermanto. 1994. Peran intensitas radiasi
surya dan indeks luas daun terhadap produksi maksimal tanaman. Buletin
PERHIMPI. Vol. II. No. 1 dan 2 ; 49 – 52.
Handoko. 1993. Radiasi surya. In : Handoko eds, Klimatologi Dasar. Pustaka Jaya.
Bogor. Pp : 25 – 36. Hermawan, E. 2005. Analisis Perubahan
Komponen Neraca Energi Permukaan, Distribusi Urban Heat Island dan THI
Temperature Humidity Index Akibat Perubahan Penutup Lahan Dengan
Menggunakan Citra Landsat TMETM + Studi Kasus Bandung Tahun 1991 dan
2001. Skripsi. Departemen Geofisika dan Meteorologi FMIPA IPB, Bogor.
Tidak Dipublikasikan. Impron. 1999. Neraca radiasi tanaman.
Pelatihan Dosen-dosen Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Bagian Barat dalam
Bidang Agrometeorologi. Bogor 1-12 Februari 1999. Bogor.
Jensen, J. 2000. Remote Sensing of The Environment : An Earth Resource
Perspective. Prentice Hall. New Jersey. Jesen, M. E. 1973. Consumpitive Use of Water
and Irrigation Water Requirment. Published by American Society of Civil
Engineer 345 East 47th Street. Ney York. June, T. 1993. Ekofisiologi tanaman. Pelatihan
Dosen-dosen Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Bagian Timur dalam Bidang
Agrometeorologi. Bogor 26 Juli – 7 Agustus 1993. Bogor.
Khomarudin, M. Rokhis. 2005. Pendugaan Evapotranspirasi Skala Regional
Menggunakan Data Satelit Penginderaan Jauh. Thesis. Sekolah Pasca Sarjana.
IPB. Bogor. Tidak Dipublikasikan
Kieffer, Lillesand. 1997. Remote Sensing and Image Interpretation. John Wiley Sons
Inc. New York. Monteith, J.L. 1972. Solar radiation and
productivity in tropical ecosystems. Journal of Applied Ecology. Vol. 9. page
747-766. Peddle, D.R., F.R. Hall, and E.F. LeDrew.
1999. Spectral mixture analysis and geometric-optical reflectance modeling
of boreal forest biophysical structure. Remote Sensing of Environment 67: 288-
297.
Pierce, L.L. and S.W. Running. 1988. Rapid estimation of coniferous forest leaf area
index using a portable integrating radiometer. Ecology 69: 1762-1 767.
Risdiyanto, I., Rini, H. 1999. Iklim mikro. Pelatihan Dosen-Dosen Perguruan Tinggi
Negeri Indonesia Bagian Barat dalam Bidang Agroklimatologi. Bogor 1-12
Februari 1999. Bogor.
Rosenberg, N.J., B.L. Blad., S.B. Verma. 1983. Microclimate : The Biological
Environment. N.Y. Jhon Wiley Son. Ross, J. 1975. Radiative transfer in plant
communities. In : J.L. Montheith eds,
Vegetation and The Atmosphere. Vol 1. Academic Press. London. pp : 13 – 52.
Syukri, M. Nur. 1997. Pendugaan Lengas Tanah dan Indeks Luas Daun Dengan
Data Satelit NOAA – AVHRR di Hutan Tropika Basah, Studi Kasus di
Muarabungo Jambi. Tesis. Jurusan Geofisika dan Meteorologi FMIPA IPB,
Bogor. Tidak Dipublikasikan.
Syukri M.Nur. 2004. Neraca Energi dan Air di Kawasan Taman Nasional Lore Lindu
Propinsi Sulawesi Tengah. Disertasi. Program Pasca Sarjana IPB, Bogor.
Tidak Dipublikasikan. Turner, D., W. Cohen, R. Kennedy, K.
Fassnacht, J.Briggs. 1999. Relationships between leaf area index and Landsat TM
spectral vegetation indices across three temperate zone sites. Remote Sensing of
Environment 70: 52-68.
USGS. 2002. Landsat 7 Science Data Users Handbook.
http:ltpwww.gsfc.nasa.govIAShandbo okhandbook_htmlschapter111.html.
Villalobos, F.J., F. Orgaz, L. Mateos. 1995. Non destruction measurement of leaf in
olive olea europaea trees using a gap inversion method. Agric and For.
Meteorology 73 : 29-42
Weng, Q. 2001. A remote sensing – GIS evaluation of urban expansion and its
impact on surface temperature in the Zhujiang Delta, China. Int. J. Remote
Sensing. Vol. 22. No. 10 : 1999-2014.
Lampiran 1. Data LAI Hasil Pengukuran Langsung di Lapangan
PLOTNAME UMUR
VIS-SKY LAI
Gnd-Cover Total BA
MRAF1 23 0.11
2.63 0.55 34
MRAF2 23 0.12
2.84 0.36 16
MRAF3 23 0.09
3.46 0.56 12
MRAF4 23 0.08
2.61 0.79 15
MRAF5 23 0.10
2.72 0.73 9
MRAF6 23 0.12
2.99 0.68 10
MRAF7 23 0.09
2.95 0.68 16
MRAF8 23 0.13
2.85 0.65 17
MRAF9 28 0.13
2.95 0.63 8
MRAF10 28 0.09
3.65 0.45 12
MRAF11 19 0.11
2.84 0.75 14
MRAF12 19 0.09
3.03 0.86 14
MRAF13 19 0.14
1.91 0.73 19
MRAF14 19 0.13
1.92 0.79 17
MRAF15 40 0.11
2.72 0.65 11
MRAF16 40 0.17
3.06 0.19 11
MRAF17 20 0.21
1.53 0.49 11
MRAF18 20 0.11
3.56 0.50 10
MRAF19 20 0.16
3.32 0.22 17
MRAF20 20 0.22
1.68 0.24 15
MRAF21 17 0.12
2.08 0.74 25
MRAF22 17 0.14
3.15 0.59 24
MRAF23 17 0.16
3.21 0.51 23
MRAF24 18 0.16
1.98 0.50 8
MRAF25 18 0.11
2.67 0.58 9
MRAF26 18 0.20
1.82 0.39 18
MRAF27 18 0.20
1.71 0.37 11
MRAF28 40 0.09
2.99 0.67 9
MRAF29 40 0.08
2.85 0.78 11
MRAF30 40 0.25
1.46 0.34 4
MMON1 17 0.17
2.81 0.57 14
MMON2 17 0.13
3.39 0.57 19
MMON3 17 0.20
2.69 0.52 13
MMON4 20 0.15
1.89 0.67 11
MMON5 20 0.19
1.62 0.57 11
MMON6 20 0.14
2.40 0.45 12
MMON7 20 0.31
2.11 0.31 22
MMON8 20 0.13
2.27 0.62 16
MMON9 20 0.14
2.23 0.58 12
MMON10 20 0.23
1.56 0.35 10
MMON11 19 0.12
2.29 0.68 22
MMON12 19 0.22
1.44 0.55 24
MMON13 19 0.16
3.08 0.54 23
MF1 80 0.03
3.68 0.95 12
MF2 80 0.06
2.81 0.90 22
MF3 80 0.04
3.10 0.92 20
MF4 80 0.032
4.099 0.888 18
Ket : MRAF = Agroforest Karet, MMON = Karet Monokultur, MF = Hutan Alam. Sumber : Djumhaer 2003
L A I L A P A N G A N U N I T L E S S L
A I
P E
N D
U G
A A
N U
N IT
L E
S S
4 . 2 3 . 9
3 . 6 3 . 3
3 . 0 4 . 0
3 . 9 3 . 8
3 . 7 3 . 6
3 . 5 3 . 4
3 . 3 3 . 2
3 . 1
S 0 . 1 2 0 7 4 2
R - S q 9 1 . 0
R - S q a d j 8 6 . 4
L A I H U T A N A L A M K A B . B U N G O T A H U N 2 0 0 2
L A I P E N D U G A A N = 1 . 7 1 5 + 0 . 5 4 0 8 L A I L A P A N G A N
L A I L A P A N G A N U N I T L E S S L
A I
P E
N D
U G
A A
N U
N IT
L E
S S
3 . 5 3 . 0
2 . 5 2 . 0
1 . 5 3 . 8
3 . 7 3 . 6
3 . 5 3 . 4
3 . 3 3 . 2
3 . 1 3 . 0
2 . 9
S 0 . 1 0 9 9 9 4
R - S q 6 9 . 1
R - S q a d j 6 7 . 9
L A I A G R O F O R E S T K A R E T K A B . B U N G O T A H U N 2 0 0 2
L A I P E N D U G A A N = 2 . 6 1 9 + 0 . 2 5 7 3 L A I L A P A N G A N
L A I L A P A N G A N U N I T L E S S L
A I
P E
N D
U G
A A
N U
N IT
L E
S S
3 . 5 3 . 0
2 . 5 2 . 0
1 . 5 3 . 6
3 . 5 3 . 4
3 . 3 3 . 2
3 . 1 3 . 0
2 . 9
S 0 . 0 7 5 1 4 7 6
R - S q 8 1 . 7
R - S q a d j 8 0 . 1
L A I P E R K E B U N A N K A R E T M O N O K U L T U R K A B . B U N G O T A H U N 2 0 0 2
L A I P E N D U G A A N = 2 . 6 0 9 + 0 . 2 5 7 9 L A I L A P A N G A N
L A I L A P A N G A N U N I T L E S S L
A I
P E
N D
U G
A A
N U
N IT
L E
S S
4 . 0 3 . 5
3 . 0 2 . 5
2 . 0 1 . 5
3 . 9 3 . 8
3 . 7 3 . 6
3 . 5 3 . 4
3 . 3 3 . 2
3 . 1 3 . 0
S 0 . 1 0 6 9 2 2
R - S q 7 6 . 0
R - S q a d j 7 5 . 5
L A I L A H A N B E R V E G E T A S I D I K A B . B U N G O T A H U N 2 0 0 2
L A I P E N D U G A A N = 2 . 5 6 2 + 0 . 2 8 1 3 L A I L A P A N G A N
Lampiran 2. Korelasi antara LAI penduga dengan LAI Lapangan
Sumber : Lillesand dan Kiefer, 1997 No.
Kanal Panjang Gelombang
m Wilayah
Gelombang EM Kegunaan umum
1 0.45 -
0.52 Visible Blue
Dirancang untuk penetrasi kedalaman tubuh air, pemetaan perairan pantai, juga berguna untuk
pembedaan jenis tanah vegetasi, pemetaan tipe hutan dan untuk identifikasi peninggalan
kebudayaan.
2 0.52 -
0.60 Visible Green
Mengukur puncak pantulan vegetasi pada spektrum hijau, yang berguna untuk melihat
perbedaan vegetasi dan tingkat kesuburan. 3 0.63
- 0.69
Visible Red Mengetahui wilayah serapan klorofil yang
berguna untuk pembedaan spesies tanaman. 4 0.76
- 0.90
Near Infrared Berguna dalam identifikasi tipe vegetasi,
kekuatan dan kandungan biomassa. 5 1.55
- 1.75
Middle Infrared Mengidentifikasi kelembaban vegetasi dan
kelembaban tanah, juga berguna untuk membedakan awan dan salju.
6 10.40- 12.50
Thermal Infrared Untuk kelembaban tanah, ketinggian vegetasi,
dan temperatur vegetasi. Untuk deteksi vegetasi dan tanaman yang terkena stress, intensitas
panas, aplikasi insektisida dan penempatan aktivitas geotermal.
7 2.08 -
2.35 Far Infrared
Berguna untuk membedakan tipe batuan dan mineral, juga peka terhadap vegetasi.
8 0.52 - 0.90
panchromatic Green, Visible
Red, Near Infrared
Pemetaan dalam wilayah yang luas dan kajian perubahan wilayah perkotaan.
No Peluncuran
Status 1
23 Juli 1972 sd
6 Jan 1978 RBV gagal dua minggu setelah peluncuran.
2 22 Jan
1975 sd
Juli 1983 Diaktifkan kembali 6 Juni 1980
3
5 Maret 1978
sd
30 Sept 1983
Saluran termal gagal 11 Agustus 1978; masalah pada MSS pertengahan 1978; RBV bekerja normal.
4
16 Juli 1982
sd Juni 2001
Pemancar saluran-X gagal 5 Feb 1983; oprasional sistem relay data berhenti 1983; verifikasi akhir sistem proses darat TM Jan 1985
5 1 Maret
1984 Oprasional MMS dan TM
6 5 Oktober
1993 ETM enhanced thematic mapper, gagal jatuh.
7 15 April
1999 ETM enhanced thematic mapper
Sumber : www.gsfc.nasa.govIAShandbookhandbook_htmlschapter11chapter11.ht Lampiran 3. Karakteristik dan kegunaan umum masing-masing kanal dari Landsat ETM+.
Lampiran 4. Status seri Landsat
Lampiran 5. Daftar Istilah Absorbsivitas
α Kanopi Proporsi kerapatan fluks radiasi yang diabsorbsi oleh unit indeks luas daun atau kanopi.
Albedo Nisbah antara radiasi gelombang pendek yang dipantulkan oleh suatu
permukaan dengan radiasi gelombang pendek yang diterima permukaan.
Agroforestri Suatu sistem pengelolaan lahan dengan berazaskan kelestarian, yang
meningkatkan hal lahan secara keseluruhan, mengkombinasikan produksi tanaman pertanian dan tanaman hutan, dan atau hewan secara
bersamaan atau berurutan pada unit lahan yang sama dan menerapkan cara-cara pengelolaan sesuai dengan kebudayaan penduduk setempat.
Agroforestri Karet Suatu sistem vegetasi kompleks yang dicirikan oleh pohon karet dalam
jumlah besar yang bercampur dengan jenis lainnya dan membentuk suatu struktur yang menyerupai hutan sekunder.
Allometri Teknik pendugaan LAI yang didasarkan pada pengambilan parameter
pertumbuhan tanaman, seperti tinggi dan diameter pohon. Black Body
Benda hipotesis yang menyerap semua radiasi yang datang padanya. Citra
Istilah yang digunakan untuk tiap tampilan piktorial data gambar. Digital Number DN
Nilai digital yang menggambarkan suatu tingkat kecerahan objek dalam data satelit.
Emisivitas Rasio total energi radian yang diemisikan suatu benda per unit waktu
per unit luas pada suatu permukaan tertentu dengan panjang gelombang tertentu pada temperatur benda hitam pada kondisi yang sama.
Ground Control Point Suatu proses penentuan titik ikat dari sebuah image terkoreksi dalam
proses koreksi geometrik supaya suatu citra yang belum terkoreksi memiliki referensi geografis yang sesuai dengan koordinat di
permukaan bumi.
Hemiphot Atau hemispherical photography merupakan alat yang digunakan untuk
menghitung LAI dengan memotret bukaan tajuk melalui fisheye kamera.
Hukum Kirchhoff
Dalam ilmu perpindahan panas menyatakan bahwa untuk setiap permukaan, harga angka penyerapannya absorbsi sama dengan angka
emisi pada suhu dan panjang gelombang yang sama. Hukum Beer-Lambert
Mengukur perbedaan nilai intensitas radiasi pada dua ketinggian yang berbeda, sekaligus menunjukan kemampuan penetrasi di dalam tajuk
tumbuhan yang merupakan sebuah fungsi ketinggian tajuk yang dinyatakan dalam akumulasi indeks luas daun. Mengasumsikan bahwa
tajuk tumbuhan adalah homogen, semua radiasi yang datang langsung mengenai permukaan daun, langit dalam kondisi isotropik, dan nilai
koefisien penyirnaan k adalah konstan.
Image Processing Suatu prosedur dalam pengolahan sebuah citra.
Image Enhanchment Suatu teknik penajaman citra yang dilakukan agar suatu objek pada
citra terlihat lebih tajamkontras.
Lanjutan Lampiran 5. Daftar Istilah Indeks vegetasi
Merupakan transformasi data penginderaan jauh yang dirancang untuk mempertajam variasi kerapatan vegetasi hijau presentasi liputan,
biomassa, leaf area index atau penutupan oleh kanopi dengan mengurangi sumber-sumber variasi spektral lain, yaitu ; jenis tanah,
kelembaban tanah.
Irradiance Jumlah energi yang diterima oleh suatu objek persatuan luas.
Kanal BandChannel
Informasi yang diterima oleh sensor berupa spektra gelombang elektromagnetik dan spektra elektromagnetik ini ditransmisikan ke
bumi melalui suatu saluran yang disebut sebagai channel. Klasifikasi Unsupervised Sistem pengklasifikasian terkomputerisasi, dimana pada prosesnya
banyak menggunakan algoritma yang mengkaji sejumlah besar pixel dan membaginya kedalam sejumlah kelas berdasarkan pengelompokan
nilai DN Digital Number pada citra. Koefesien pemadaman k Menggambarkan besar kemampuan tajuk dalam mengintersepsi radiasi
yang melewati tajuk tanaman dari puncak tajuk menuju permukaan tanah.
Konduktivitas Thermal Kemampuan fisik suatu benda untuk menghantarkan panas dengan
pergerakan molekul. Koreksi Atmosferik
Suatu prosedur Image Processing untuk mengurangi efek hamburan cahaya di atmosfer pada sebuah citra satelit.
Koreksi Geometrik Suatu prosedur Image Processing untuk mengkoreksi distorsi spasial
dan letak geografis pada sebuah citra satelit. LAI
Atau Leaf Area Index adalah nisbah antara luas daun dengan luas lahan tegakan yang diproyeksikan tegak lurus terhadap penutupan tajuk.
Landsat ETM+ Atau disebut juga Land Satellite Enhanced Tematic Mapper meupakan
wahana satelit atau inderaja yang digunakan untuk pengumpulan data atau informasi sumber daya alam permukaan bumi.
NDVI Atau Normalized Difference Vegetation Index merupakan salah satu
bentuk persamaan matematis untuk mendapatkan nilai indeks vegetasi yang digunakan dalam mengidentifikasi permukaan bervegetasi dengan
memanfatkan kanal radiasi tampak dengan infra merah.
Neraca energi Kesetimbangan antara masukan energi dari matahari dengan kehilangan
energi oleh permukaan setelah melalui proses-proses yang kompleks. Path
Sistem lokasi secara horizontal di permukaan bumi untuk suatu cakupan citra Landsat TMETM+.
Pixel Kontraksi sebuah image, merupakan ukuran minimum objek yang dapat
dikenal di permukaan bumi. Radiasi Surya
Gelombang elektromagnetik yang dibangkitkan dari proses fusi nuklir yang mengubah hidrogen menjadi helium.
Radiasi Isotropic Radiasi yang tidak tergantung pada sifat lengkung permukaan bumi
sebagai fungsi dari nilai irradians yang terbebas dari besaran arah.
Lanjutan Lampiran 5. Daftar Istilah Radiasi Netto
Jumlah energi bersih yang diterima oleh suatu permukaan dikurangi dengan energi yang dikeluarkan oleh suatu permukaan.
Refleksivitas ρ Kanopi Proporsi kerapatan fluks radiasi matahari yang direfleksikan oleh unit
indeks luas daun atau kanopi. Row
Sistem lokasi secara horizontal di permukaan bumi untuk suatu cakupan citra Landsat TMETM+.
Spectral Radiance Jumlah energi yang dipancarkan atau dipantulkan oleh suatu objek
persatuan luas dan panjang gelombang tertentu. Suhu Kecerahan
Suatu gambaran energi permukaan yang dihitung dari tingkat kecerahan permukaan.
Suhu Permukaan Suhu bagian terluar dari suatu objek di permukaan bumi.
Supervised classification Teknik klasifikasi yang memerlukan pengetahuan, wawasan dan pengalaman dalam Training area yang terdiri dari sample-sample yang
diketahui oleh interpreter sebagai acuan dalam proses klasifikasi. Transmisivitas kanopi Proporsi kerapatan fluks radiasi yang ditransmisikan oleh unit indeks
luas daun. Visibel
Suatu kanal dalam satelit penginderaan jauh yang memiliki panjang gelombang lebih besar dari 0.3-0.7
m μ
. Lampiran 6. Analisis sumber kesalahan
Sumber Kesalahan Landsat Receiver
• Receiver clock • Antenna
• Noise
Data Citra Landsat ETM+
Pengolahan Data
• Import tipe data Landsat dengan menggunakan software Ermapper
ASCII, unsigned Integer and signed Integer type.
• Proses koreksi atmosferik. • Proyeksi peta dan transformasi
datum. • Persamaan empiris yang digunakan
dalam ekstraksi nilai. • Penggunaan beberapa asumsi dasar.
• Overlay antara peta klasifikasi penutup lahan dengan beberapa
parameter hasil ekstraksi. • Validasi dengan data observasi di
lapangan.
Peta Klasifikasi Penutup Lahan
• Perlu dilakukan ground chek untuk memastikan penutupan
lahan yang sebenarnya ke lapangan.
Lampiran 7. Daftar simbol dan singkatan Rn =
Radiasi Netto
Wm
-2
H = Fluks Pemanasan Udara Wm
-2
P = Fluks Radiasi Untuk Proses Fotosintesis Wm
-2
G = Fluks Pemanasan Permukaan Wm
-2
E = Fluks Pemanasan untuk Penguapan Wm
-2 ↓
s
R
= Radiasi Gelombang Pendek Yang Datang Wm
-2
↑ s
R = Radiasi Gelombang Pendek Yang dipantulkan Wm
-2
↓ L
R = Radiasi Gelombang Panjang Yang Datang Wm
-2
↑ L
R = Radiasi Gelombang Panjang Yang dipancarkan Wm
-2
T
s
= Suhu Permukaan
o
C L =
Spektral Radiance
Wm
-2
sr
-1
µm
-1
Gain = Slope
persamaan Offset =
Intercept Persamaan
QCAL = Nilai Digital Number Setiap Kanal
LMIN = Nilai
Minimum Spectral
Radiance LMAX
= Nilai Maximum Spectral Radiance QCALMIN =
Minimum Pixel
Value 1 LPGS Products
NLAPS Products
QCALMAX = Maximum
Pixel Value
K
1
= Konstanta Kalibrasi 1 Landsat ETM+ 666.09 Wm
-2
sr
-1
µm
-1
K
2
= Konstanta Kalibrasi 2 Landsat ETM+ 1260.56 K α
= Unitless Planetary Reflectance Albedo d
= Jarak Astronomi bumi-matahari dalam satuan astronomi ESUN
= Rata-Rata Nilai Solar Spectral Irradiance Wm
-2
µm
-1
θ = Sudut Zenith Matahari dalam Radians Ketika Citra Terekam
π = 3.14
= Tetapan Stefan-Boltzman 5.67 x 10
-8
Wm
-2
K
-4
ε = Emisivitas Permukaan Bernilai Satu Untuk Benda Hitam Black Body
Radiation, Sedangkan Untuk Benda-Benda Alam Sekitar 0.9 – 1 ρ =
Refleksivitas Unitless
= Transmisivitas
Unitless ά =
Absorbsivitas Unitless
I ε
= Besarnya Energi Radiasi Matahari Yang diemisikan Wm
-2
I = Besarnya Energi Radiasi Matahari Yang ditransmisikan Wm
-2
I = Radiasi Pada Lapisan Dengan Ketinggian Tertentu Dalam Kanopi Wm
-2
I
o
= Radiasi Dipermukaan Kanopi Wm
-2
K = Koefisien Pemadaman Unitless
Lampiran 8. Peta Administrasi Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi
METODE NERACA ENERGI UNTUK PERHITUNGAN LEAF AREA INDEX LAI DI LAHAN BERVEGETASI MENGGUNAKAN
DATA CITRA SATELIT
RUDI SETIAWAN
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
RINGKASAN
RUDI SETIAWAN. Metode Neraca Energi Untuk Perhitungan Leaf Area Index LAI di Lahan
Bervegetasi Menggunakan Data Citra Satelit. Dibimbing oleh IDUNG RISDIYANTO Tujuan pertama dari penelitian ini yaitu menyusun metode perhitungan refleksi, absorbsi, dan
transmisi radiasi pada permukaan lahan bervegetasi menggunakan citra satelit Landsat ETM+. Tujuan yang kedua adalah menyusun metode perhitungan LAI dengan pendekatan neraca energi
dari data citra satelit Landsat ETM+. Langkah pertama yang dilakukan adalah penentuan daerah studi penelitian, pemrosesan awal
citra satelit yang meliputi : import data citra, koreksi radiometrik, image enhachment dan klasifikasi penutup lahan. Selanjutnya dilakukan ekstraksi dari band 6 untuk mendapatkan
informasi nilai suhu permukaan. Sedangkan informasi nilai albedo dan energi radiasi gelombang pendek diekstraksi dari band 1, 2, dan 3. Langkah kedua yang dilakukan adalah mengekstraksi dan
menganalisis lebih lanjut untuk menentukan nilai salah satu komponen neraca energi yaitu Rn dan nilai sifat optikal kanopi refleksivitas, absorbsivitas, dan transmisivitas. Nilai komponen neraca
energi dan nilai sifat optikal kanopi yang telah didapatkan kemudian diekstraksi untuk mendapatkan nilai LAI melalui persamaan hukum Beer-Lambert
Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan searah antara suhu permukaan dengan albedo. Kedua komponen tersebut memiliki hubungan yang berlawanan arah dengan nilai radiasi
netto. Semakin besar nilai suhu permukaan dan albedo suatu penutup lahan membuat semakin kecil radiasi netto yang dimiliki oleh penutup lahan tersebut.
Dengan menggunakan pendekatan empiris, maka dapat diperoleh nilai energi radiasi surya yang direfleksikan sebesar 43 Wm
-2
hutan alam, 44 Wm
-2
agroforest karet, dan 45 Wm
-2
perkebunan karet monokultur. Nilai energi radiasi surya yang diemisikan equivalen dengan radiasi surya yang diabsorbsikan sebesar 767 Wm
-2
hutan alam, 764 Wm
-2
agroforest karet, dan 761 Wm
-2
perkebunan karet monokultur. Selain itu dari pendekatan mekanistik diperoleh besarnya energi surya yang ditransmisikan oleh kanopi hutan alam 40 Wm
-2
, kanopi agroforest karet 42 Wm
2
dan perkebunan karet monokultur 44 Wm
-2
. Hasil penelitian yang dapat diperoleh dari menduga besarnya nilai LAI untuk lahan
bervegetasi menggunakan metode neraca energi dan persamaan hukum Beer-Lambert adalah diperolehnya pendugaan nilai mean LAI hutan alam sebesar 3.39 dengan nilai kisaran selang 3.19
- 3.84 dan R
2
hasil validasi dengan LAI lapangan sebesar 0.91. Nilai mean LAI pendugaan untuk agroforest karet sebesar 3.35 dengan selang 3.13 – 3.74 dan nilai R
2
hasil validasi sebesar 0.69, sedangkan nilai mean LAI untuk perkebunan karet monokultur sebesar 3.30 dengan selang 3.07 –
3.61 dan nilai R
2
hasil validasi sebesar 0.82. Dengan hasil luaran yang cukup baik, metode pendugaan LAI tersebut dapat digunakan untuk penutup lahan bervegetasi.
Kata Kunci : LAI, Neraca Energi, Hukum Beer – Lambert, Penginderaan Jauh
METODE NERACA ENERGI UNTUK PERHITUNGAN LEAF AREA INDEX LAI DI LAHAN BERVEGETASI MENGGUNAKAN
DATA CITRA SATELIT
RUDI SETIAWAN
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Geofisika Dan Meteorologi
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
Judul : Metode Neraca Energi Untuk Perhitungan Leaf Area Index LAI Di Lahan Bervegetasi Menggunakan Data Citra Satelit
Nama : RUDI SETIAWAN NRP :
G24102035
Menyetujui, Pembimbing
Idung Risdiyanto, S.Si, M.Sc IT. NIP. 132206238
Mengetahui, Dekan
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS.
NIP. 131473999
Tanggal Disetujui :
Allah tidak menjanjikan hari-hari tanpa sakit, tertawa tanpa kesedihan,
matahari tanpa hujan, tetapi Dia menjanjikan kekuatan untuk hari itu,
kebahagiaan untuk air mata, dan terang dalam perjalanan.
Ketika kau kecewa karena tidak memperoleh apa yang engkau kehendaki, terimalah dan bergembiralah,
karena Allah sedang mempersiapkan sesuatu yang lebih baik untuk dirimu. Ada sesuatu maksud untuk setiap kejadian dalam kehidupan,
mengajarimu bagaimana lebih seringkali tertawa atau tidak terlalu keras menangis.
Ku persembahkan karya kecilku ini untuk orang-orang yang menyelimuti dan
menghangatkan qalbuku ini Ayah Ibu, Kakak-kakak ku, dan Reyna
Listiani Terimkasih atas segala nya
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 16 Desember 1983 dari Ayah bernama Sayogya dan Ibu Suparmi. Penulis merupakan putra kelima dari lima bersaudara.
Tahun 2002 penulis lulus dari SMUN 29 Jakarta dan pada tahun yang sama juga lulus seleksi penerimaan mahasiswa baru SPMB pada Program Studi
Meteorologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Selama perkuliahan, penulis ikut berperan aktif dalam organisasi kemahasiswaan yang diantaranya pernah bergabung dengan IAS3, FORSA-IPB, KOPMA-IPB dan pernah menjabat
sebagai ketua umum HIMAGRETO Himpunan Mahasiswa Agrometeorologi pada periode 2004- 2005. Penulis pernah melaksanakan Praktik Lapang di Divisi Perencanaan dan Pengembangan
Kualitas Jaringan, PT. TELKOM Jakarta Selatan pada bulan Juni – Agustus 2005. Pada tahun ajaran 20052006 penulis menjadi asisten mata kuliah Pengantar Sistem Informasi Geografi untuk
program Sarjana di Departemen Tanah dan Sumber Daya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Kapasitas tanaman dalam mengintersepsi radiasi matahari ditentukan oleh indeks luas
daun leaf area index atau LAI, yaitu luas helai daun per satuan luas permukaan tanah.
Semakin besar LAI maka semakin besar pula radiasi surya yang dapat diintersepsi untuk
dimanfaatkan oleh tumbuhan. Pengukuran LAI secara konvensional didasarkan pada nisbah
antara luas daun dengan luas bidang tegakan yang diproyeksikan tegak lurus terhadap
penutupan tajuk. Cara tersebut mudah dilakukan untuk komunitas tanaman pertanian,
tetapi akan membutuhkan waktu, biaya, dan tenaga yang cukup besar bila diaplikasikan
pada kawasan hutan ataupun perkebunan. Untuk mengatasi kesulitan tersebut,
perhitungan LAI dapat dilakuan secara spasial dengan teknik penginderaan jauh.
Estimasi nilai LAI dengan penginderaan jauh diduga dengan respon spektral dari sensor
Curran et al, 1992 ; Peddle et al, 1999. Hasil estimasi tersebut dibandingkan dengan nilai
LAI observasi hasil pengukuran dengan alat LAI-2000 plant canopy analyzer PCA,
sunfleck ceptometer, ataupun dengan
hemispherical photography. Prinsip kerja alat tersebut didasarkan pada hukum Beer-Lambert.
Estimasi nilai LAI juga didukung oleh pendekatan normalized difference vegetation
index NDVI. Sebagian besar pendugaan LAI dengan pendekatan NDVI dilakukan untuk
jenis tanaman semi-arid dan tanaman pertanian yang memiliki penutupan kanopi kurang dari
100. Namun pendekatan NDVI kurang sensitif dalam menduga nilai LAI pada lahan
bervegetasi yang memiliki kondisi penutupan kanopi yang berbeda-beda Chen, 1999; Turner
et al, 1999.
Dalam penelitian ini, perhitungan LAI dilakukan dengan menggunakan metode neraca
energi yang diestimasi dari citra satelit Landsat ETM+ dan pendekatan hukum Beer-Lambert.
Untuk menguji keakuratan nilai LAI dengan metode tersebut, maka dilakukan pengujian
pada tiga ekosistem yang berbeda, yaitu; hutan alam, agroforest karet, dan perkebunan karet
monokultur yang terdapat di Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi. Hasil akhir LAI akan divalidasi
dengan data LAI hasil pengukuran langsung di lapang data LAI observasi.
1.2. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah :
1.
Menyusun metode perhitungan refleksi, absorbsi, dan transmisi radiasi pada
permukaan lahan bervegetasi menggunakan citra satelit Landsat ETM+.
2. Menyusun metode perhitungan LAI dengan
pendekatan neraca energi dari data citra satelit Landsat ETM+.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Radiasi Surya dan Radiasi Permukaan
Menurut Handoko 1993, permukaan matahari dengan suhu sekitar 6000 K akan
memancarkan radiasi sebesar 73, 5 juta Wm
-2
. Radiasi yang sampai di puncak atmosfer rata-
rata 1360 Wm
-2
, hanya sekitar 50 yang diserap oleh permukaan bumi, 20 diserap
oleh air dan partikel-partikel atmosfer, sedangkan 30 dipantulkan oleh permukaan
bumi, awan dan atmosfer.
Matahari dapat memancarkan radiasi gelombang pendek sedangkan benda di alam
yang mempunyai suhu permukaan lebih besar dari 0 Kelvin atau -273
o
C dapat memancarkan radiasi gelombang panjang yang
nilainya berbanding lurus dengan pangkat empat suhu permukaan benda tersebut Hukum
Stefan-Bolzman. Sebagian dari radiasi matahari akan diserap dan akan dipancarkan
lagi dengan gelombang panjang. Hal tersebut menyebabkan adanya neraca energi.
Neraca energi merupakan kesetimbangan antara masukan energi dari matahari dengan
kehilangan energi oleh permukaan setelah melalui proses-proses yang kompleks
Risdiyanto Rini, 1999. Konsep dari neraca energi adalah jumlah energi yang mengalir
antara benda-benda di permukaan, sedangkan selisih antara masukan input dan keluaran
output pada sistem tersebut merupakan energi yang digunakan atau tersimpan. Neraca energi
penting dipelajari karena dapat digunakan sebagai penciri kondisi iklim lokal suatu lokasi
yang memberikan informasi nilai masing- masing komponen radiasi yang terkonversi
menjadi fluks pemanasan laten, fluks
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang