dari hutan alam menjadi agroforest karet yang luasnya 15.4 69686.730 Ha dan perkebunan
karet monokultur luas areal 21 atau 94865.760 Ha yang hak pengelolaannya
dimiliki oleh PT. INHUTANI V dan PT. Rimba Raya Indah.
Penutup lahan jenis semak belukar, tumbuhan paku-pakuan, dan sawah masing-
masing memiliki luasan 13.4 60539.130 Ha, 11.5 51693.210 Ha, dan 7.2
32529.600 dari total luas Kabupaten Bungo. Ketiga jenis penutup lahan ini banyak
ditemukan di Kecamatan Jujuhan, Muara Bungo, Tanah Sepenggal, dan bagian utara
Kecamatan Tanah Tumbuh.
Konsentrasi pemukiman penduduk terpadat berdasarkan visualisasi citra Landsat
ETM+ terdapat di Kecamatan Muara Bungo Gambar 4. Hal ini dikarenakan Kecamatan
Muara Bungo merupakan Ibukota dari Kabupaten Bungo sehingga roda perekonomian
dan pelaksanaan kegiatan administrasi banyak dilakukan di wilayah ini. Luas area pemukiman
berdasarkan hasil klasifikasi hanya 3.1 13842.900 Ha dari total luas Kabupaten
Bungo. Sedangkan sungai - sungai yang mengalir di Kabupaten Bungo Sungai Batang
Bungo dengan 35 km, Sungai Batang Tebo dengan panjang 64 km, Sungai Batang Pelepat
dengan panjang 37 km, Sungai Batang Jujuhan dengan panjang 14.5 km, Sungai Mangun, dan
Sungai Batang Ule merepresentasikan penutup lahan berupa badan air yang memiliki luasan
sekitar 0.4 1637.820 Ha. Tabel
6. Klasifikasi penutup lahan di
Kabupaten Bungo pada tahun 2002
Penutup Lahan
Luas Area Ha
Luas Area Hutan alam
26966.070 6.0
Agroforest Karet
69686.730 15.4
Monokultur Karet
94865.760 21.0
P. Kelapa Sawit
99461.610 22.0
Semak Belukar
60539.130 13.4
T. Paku-Pakuan
51693.210 11.5
Sawah
32529.600 7.2
Pemukiman
13842.900 3.1
Badan Air
1637.820 0.4 TOTAL
451222.830 100
Luasan pada masing-masing penutup lahan di atas tidak sepenuhnya menunjukan kondisi
yang sebenarnya di lapangan. Hasil luasan pada masing-masing penutup lahan
dipengaruhi oleh beberapa kesalahan perhitungan seperti faktor error secara spasial
ketika proses klasifikasi penutup lahan dilakukan sehingga perlu dilakukan ground cek
ke lapangan. Informasi luasan penutup lahan untuk masing-masing penutup lahan hasil
klasifikasi berdasarkan satuan hektar dan persentase terdapat pada Tabel 6.
4.3. Distribusi Spasial Suhu Permukaan
Berdasarkan hasil estimasi suhu permukaan di Kabupaten Bungo menggunakan
citra Landsat ETM+ yang diakuisisi pada 15 Agustus 2002, suhu permukaan untuk penutup
lahan non vegetasi pemukiman penduduk mempunyai kisaran suhu permukaan 26 - 35
o
C dengan suhu rata-rata 29.5
o
C. Penutup lahan vegetasi hutan alam, agroforest karet,
perkebunan karet monokultur, perkebunan kelapa sawit, semak belukar, tumbuhan paku-
pakuan, dan sawah mempunyai kisaran suhu permukaan 18 - 32
o
C dengan suhu rata-rata terendah dimiliki oleh penutup lahan hutan
alam 23.9
o
C dan tertinggi dimiliki oleh penutup lahan sawah 28.4
o
C, sedangkan suhu permukaan untuk badan air berada pada
kisaran 22 - 32
o
C dengan suhu rata-ratanya sebesar 26.9
o
C. Tabel 7. Kisaran nilai suhu permukaan
o
C tiap penutup lahan
Suhu Permukaan
o
C Penutup
Lahan
Min Max
Mean Hutan alam
18 29 23.9
Agroforest Karet
21 28 24.5
Monokultur Karet
22 28 25.5
P. Kelapa Sawit
24 28 25.3
Semak Belukar
25 29 25.8
T. Paku-Pakuan
25 30 26.7
Sawah
25 32 28.4
Pemukiman
26 35 29.5
Badan Air
22 32 26.9 Adanya perbedaan suhu permukaan pada
beberapa penutup lahan seperti ditunjukkan oleh Tabel 7 disebabkan oleh beberapa faktor.
Salah satunya oleh sifat fisik dari masing- masing jenis penutup lahan. Sifat fisik tersebut
adalah emisivitas, kapasitas panas jenis dan konduktivitas thermal pada suatu penutup
lahan. Tipe penutup lahan non vegetasi memiliki nilai emisivitas dan kapasitas panas
jenis rendah, sedangkan konduktivitas thermal-nya tinggi. Hal ini akan menyebabkan
suhu permukaannya lebih tinggi.
15
Gambar 6. Peta sebaran suhu permukaan Kabupaten Bungo – Provinsi Jambi Tahun 2002.
4.4. Distribusi Spasial Komponen Neraca
Energi Komponen neraca energi terdiri dari
albedo, radiasi netto, fluks radiasi pemanasan permukaan G, fluks radiasi pemanasan udara
H, fluks radiasi pemanasan laten
λ
E, dan fluks radiasi untuk proses fotosintesis. Namun
dalam penelitian ini hanya mengkaji albedo dan komponen radiasi netto saja, karena kedua
informasi nilai tersebutlah yang diperlukan untuk menduga nilai LAI.
4.4.1. Albedo
Albedo α merupakan nisbah antara
radiasi pantulan dan radiasi yang datang. Dalam penelitian ini, nilai albedo diperoleh
dari pengolahan data citra Landsat ETM+ dengan memanfaatkan fungsi dari kanal 1, 2
dan 3. Nilai albedo dari kanal 1, 2, dan 3 dirata-ratakan dan diolah dengan fungsi
statistik sehingga diperoleh nilai min, max, dan mean rata-rata albedo untuk masing-masing
penutup lahan di Kabupaten Bungo.
Tabel 8 menunjukkan deskripsi albedo tiap penutup lahan. Penutup lahan pemukiman
memiliki albedo sebesar 0.093, sedangkan nilai rata-rata albedo pada penutup lahan bervegetasi
berkisar 0.051 – 0.077, dan untuk badan air memiliki nilai albedo 0.190.
Tabel 8. Kisaran nilai albedo unitless tiap
penutup lahan Albedo Unitless
Penutup Lahan
Min Max
Mean Hutan alam
0.043 0.056 0.051
Agroforest Karet
0.048 0.058 0.052
Monokultur Karet
0.051 0.065 0.053
P. Kelapa Sawit
0.052 0.070 0.060
Semak Belukar
0.057 0.077 0.064
T. Paku-Pakuan
0.057 0.077 0.067
Sawah
0.066 0.090 0.077
Pemukiman
0.070 0.140 0.093
Badan Air
0.141 0.257 0.190 Hasil olahan citra Landsat ETM+ yang
didapatkan secara umum untuk tipe penutup lahan non vegetasi pemukiman penduduk
mempunyai nilai rataan albedo yang lebih tinggi dibandingkan tipe penutup lahan
bervegetasi hutan alam, agroforest karet, perkebunan karet monokultur, perkebunan
kelapa sawit, tumbuhan paku-pakuan, semak belukar, dan sawah. Hal ini disebabkan lebih
banyak energi radiasi gelombang pendek yang dipantulkan kembali oleh penutup lahan non
vegetasi dibandingkan dengan penutup lahan bervegetasi, akan tetapi kedua nilai albedo
untuk lahan non vegetasi dan lahan bervegetasi memiliki nilai albedo di bawah nilai albedo
untuk jenis penutup lahan berupa badan air yaitu sebesar 0.190.
4.4.2. Radiasi Netto.
Hasil ekstraksi nilai rata-rata komponen radiasi netto radiasi gelombang pendek dan
radiasi gelombang panjang ditunjukkan pada Tabel 9. Pada Tabel 9 terdapat informasi
kisaran nilai rata-rata
↓ S
R
,
↑ S
R
, dan
↑ L
R untuk
sembilan penutup lahan yang berbeda di Kabupaten Bungo. Dalam penelitian ini,
informasi nilai
↓ S
R
berperan sebagai salah satu input dalam perhitungan leaf area index LAI
dengan persamaan hukum Beer-Lambert, fungsi
↓ S
R
sebagai radiasi di permukaan kanopi setiap penutup lahan bervegetasi I
o
. Berdasarkan Tabel 9, nilai rata-rata
↑ S
R
dan
↑ L
R untuk penutup lahan bervegetasi hutan
alam, agroforest karet, perkebunan monokultur karet, perkebunan kelapa sawit, semak belukar,
tumbuhan paku-pakuan, dan sawah memiliki nilai yang semakin meningkat dari mulai
penutup lahan jenis hutan alam ke penutup lahan jenis sawah. Hal ini dikarenakan semakin
berkurangnya kerapatan kanopi tumbuhan bervegetasi yang menutupi lahan dan
berbedanya nilai emisivitas masing-masing penutup lahan membuat semakin bertambahnya
energi radiasi gelombang pendek dan panjang yang dipantulkan.
Tabel 9. Kisaran nilai komponen radiasi netto Wm
-2
tiap penutup lahan Komponen Rn Wm
-2
Penutup Lahan
↓ S
R
↑ S
R
↑ L
R
Hutan alam
850 43 444
Agroforest Karet
850 44 448
Monokultur Karet
850 45 453
P. Kelapa Sawit
849 51 455
Semak Belukar
849 54 459
T. Paku-Pakuan
849 57 462
Sawah
851 65 470
Pemukiman
850 79 479
Badan Air
850 162 466
17
Gambar 7. Peta sebaran albedo Kabupaten Bungo – Provinsi Jambi Tahun 2002
18
Gambar 8. Peta sebaran radiasi netto Kabupaten Bungo – Provinsi Jambi Tahun 2002
Besarnya energi radiasi gelombang pendek R
S
dapat diperoleh dari selisih antara
↓ S
R
dengan
↑ S
R
. Dalam penelitian ini, hanya nilai
↑ L
R yang diasumsikan sebagai R
L
, dan besarnya energi radiasi netto dapat diperoleh
dari selisih antara R
S
dengan R
L
. Tabel 10. Kisaran nilai R
S
, R
L
, dan Rn Wm
-2
tiap penutup lahan Komponen Rn Wm
-2
Penutup Lahan
R
S
R
L
Rn Hutan alam
807 444 360
Agroforest Karet
804 448 356
Monokultur Karet
801 453 348
P. Kelapa Sawit
797 455 342
Semak Belukar
794 459 335
T. Paku-Pakuan
792 462 330
Sawah
785 470 315
Pemukiman
771 479 293
Badan Air
688 466 223 Tabel 10 menginformasikan nilai rata-rata
R
S
, R
L
, dan Rn yang diperoleh dari pengolahan citra Landsat ETM+ band 1, 2, 3, dan 6. Tabel
10 menunjukkan hasil ekstraksi radiasi netto di Kabupaten Bungo untuk penutup lahan non
vegetasi pemukiman sebesar 293 Wm
-2
, yang berarti lebih rendah jika dibandingkan dengan
penutup lahan bervegetasi yang memiliki radiasi netto sekitar 315-360 Wm
-2
, akan tetapi nilai radiasi netto untuk badan air berada di
bawah nilai radiasi netto untuk penutup lahan non-vegetasi dan bervegetasi yaitu sebesar 223
Wm
-2
. Adanya perbedaan penerimaan Rn pada
tiap tipe penutup lahan, dipengaruhi oleh albedo, radiasi gelombang pendek dan radiasi
gelombang panjang. Pada penutup lahan pemukiman memiliki nilai albedo yang tinggi
begitu juga dengan suhu permukaannya. Hal ini akan mengakibatkan energi radiasi
gelombang pendek yang diterima rendah dan energi radiasi gelombang panjang yang
dipancarkan tinggi, sehingga radiasi nettonya rendah.
Berdasarkan Tabel 11 ditunjukkan hubungan yang searah antara suhu permukaan
dengan albedo, dan kedua komponen tersebut memiliki hubungan berlawanan arah dengan
nilai radiasi netto. Semakin besar nilai suhu permukaan dan albedo suatu penutup lahan
membuat semakin kecil radiasi netto yang dimiliki oleh penutup lahan tersebut.
Tabel 11.
Kisaran nilai rata-rata suhu permukaan
o
C, Albedo unitless, dan Rn Wm
-2
tiap penutup lahan Penutup Lahan
Suhu
α
Rn Hutan alam
23.9 0.051 360
Agroforest Karet
24.5 0.052 356
Monokultur Karet
25.5 0.053 348
P. Kelapa Sawit
25.3 0.060 342
Semak Belukar
25.8 0.064 335
T. Paku-Pakuan
26.7 0.067 330
Sawah
28.4 0.077 315
Pemukiman
29.5 0.093 293
Badan Air
26.9 0.190 223
4.5. Sifat Optikal Kanopi
Nilai sifat optikal kanopi terdiri dari nilai refleksivitas kanopi, absorbsivitas kanopi, dan
transmisivitas kanopi. 4.5.1. Refleksivitas
ρ
Dalam penelitian ini, diasumsikan bahwa energi yang direfleksikan dari permukaan suatu
objek I ρ
diperoleh dengan pendekatan albedo permukaan. Energi radiasi yang direfleksikan
besarnya ekivalen dengan energi radiasi surya gelombang pendek yang dipantulkan oleh
permukaan suatu objek. Tabel 12 menunjukkan informasi besarnya nilai I
ρ untuk vegetasi hutan, agroforest karet, dan monokultur karet
secara berturut-turut adalah 43 Wm
-2
, 44 Wm
-2
dan 45 Wm
-2
. Tabel 12. Konstanta emisivitas unitless, I
ε Wm
-2
, I Wm
-2
, dan I ρ Wm
-2
tiap penutup lahan
4.5.2. Emisivitas ε
≈
Absorbsi α
Pendekatan hukum kirchhoff digunakan untuk mengestimasi nilai emisi radiasi dari tiga
penutup lahan yang berbeda, yaitu hutan alam, agroforest karet, dan perkebunan karet
monokultur pada lokasi kajian. Dengan menggunakan persamaan 17, maka didapat
Penutup Lahan ε
I ε
I I
ρ
Hutan alam
0.95 767 40 43
Agroforest Karet
0.95 764 42 44
Monokultur Karet
0.95 761 44 45
energi radiasi yang diemisikan pada ketiga jenis penutup lahan. Tabel 12 menunjukkan
nilai energi radiasi yang diemisikan. Nilai tersebut berdasarkan hukum Kirchhoff ekivalen
dengan nilai radiasi surya yang diabsorbsikan oleh permukaan penutup lahan. Nilai energi
radiasi yang diemisikan secara berturut-turut untuk penutup lahan hutan alam, agroforest
karet, dan perkebunan karet monokultur adalah 767 Wm
-2
, 764 Wm
-2
, dan 761 Wm
-2
.
4.5.3. Transmisivitas τ
Untuk mendapatkan nilai radiasi matahari yang ditransmisikan oleh suatu permukaan I ,
digunakan persamaan 19. Dalam penelitian ini, energi radiasi matahari yang ditransmisikan
diperoleh dari selisih nilai radiasi gelombang pendek yang sampai dipermukaan suatu
penutup lahan dengan nilai radiasi gelombang pendek yang direfleksikan dan dikurangi
dengan nilai energi radiasi surya yang diabsorbsikan ekivalen dengan energi surya
yang diemisikan. Berdasarkan Tabel 12, energi radiasi matahari yang ditransmisikan
oleh kanopi hutan alam 40 Wm
-2
nilainya lebih kecil bila dibandingkan dengan kanopi
agroforest karet 42 Wm
2
dan perkebunan karet monokultur 44 Wm
-2
. Informasi nilai radiasi surya yang diemisikan dan radiasi surya
yang ditransmisikan dalam penelitian ini digunakan sebagai input persamaan hukum
Beer-Lambert sehingga didapatkan nilai pendugaan LAI untuk ketiga jenis penutup
lahan tersebut. 4.6. Leaf Area Index LAI Data Lapangan
Objek kajian pendugaan LAI dalam pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada tiga
macam ekosistem yaitu hutan alam, agroforest karet, dan perkebunan karet monokultur. Hal
ini dilakukan terkait dengan ketersediaan data LAI lapangan yang tersedia. Data LAI hasil
observasi yang diperoleh dari penelitian sebelumnya dilakukan dengan menggunakan
hemispherical photograph hemiphot. Data yang diambil berupa data bukaan tajuk, dan
kemudian diolah menggunakan software Hemiview versi 2.1.
Data LAI yang diperoleh dari penelitian sebelumnya ditunjukkan pada Tabel 13. Nilai
LAI untuk penutup lahan jenis hutan alam berkisar 2.8-4.1, LAI agroforest karet berkisar
antara 1.5-3.6, dan LAI untuk perkebunan karet monokultur berkisar 1.4-3.4. Nilai LAI hasil
pengukuran di lapangan tersebut merupakan presentasi dari penutupan kanopi yang
menutupi areal yang berada di bawah penutupan tajuk yang diproyeksikan secara
vertikal dengan bidang tepat di bawah penutupan tajuk.
Tabel 13. Sebaran nilai LAI hasil pengukuran
di lapangan unitless Penutup Lahan
Jumlah Plot Selang LAI
Hutan alam
4 2.8 –
4.1
Agroforest Karet
30 1.5 –
3.6
Monokultur Karet
13 1.4 –
3.4 Sumber :Djumhaer 2003
4.7. Leaf Area Index LAI Hasil Pendugaan
Dari hasil perhitungan pendugaan LAI dengan menggunakan persamaan hukum Beer-
Lambert diperoleh kisaran nilai LAI untuk penutup lahan jenis hutan alam, agroforest
karet, dan perkebunan karet monokultur yang masing-masing nilai LAI untuk penutup lahan
tersebut berturut-turut adalah 3.39, 3.35, dan 3.30. Bila nilai LAI hasil pendugaan
dibandingkan dengan selang nilai LAI hasil pengukuran di lapangan Tabel 14, maka
dapat dilihat bahwa nilai rata-rata LAI hasil pendugaan berada diantara selang nilai LAI
hasil pengukuran di lapangan. Bila dilakukan perhitungan LAI dugaan dengan komponen
nilai per pixel dari citra satelit Landsat ETM+, maka diperoleh selang LAI pendugaan untuk
penutup lahan hutan alam berkisar antara
3.19 – 3.84
, LAI agroforest karet berkisar antara
3.13 – 3.74
, dan LAI untuk perkebunan karet monokultur berkisar antara
3.07 - 3.61
Tabel 15. Tabel
14. Sebaran nilai rata-rata LAI unitless
Penutup Lahan
Nilai Rata- Rata LAI
Pendugaan Selang LAI
Pengukuran Hemiphot
Hutan alam 3.39
2.8 - 4.1 Agroforest Karet
3.35 1.5 - 3.6
Monokultur Karet 3.30
1.4 - 3.4
Tabel 15. Sebaran nilai LAI hasil pendugaan dan pengukuran di lapangan
unitless Penutup
Lahan
Selang LAI Pendugaan
Selang LAI Pengukuran
Hemiphot Hutan alam
3.19 – 3.84 2.8 – 4.1
Agroforest Karet 3.13 – 3.74
1.5 – 3.6 Monokultur Karet
3.07 – 3.61 1.4 – 3.4
21
Gambar 9. Peta sebaran LAI hutan alam, agroforest karet, dan perkebunan karet monokultur Kabupaten Bungo – Provinsi Jambi tahun 2002
22
Gambar 10. Peta LAI dangan spektral band 5 sebagai variabel penduga
L A
I U
N IT
L E
S S
LAI PENDUGAAN LAI LAPANGAN
4.2 3.9
3.6 3.3
3.0
LAI HUTAN ALAM KAB. BUNGO TAHUN 2002
L A
I U
N IT
L E
S S
LAI PENDUGAAN LAI LAPANGAN
4.0 3.5
3.0 2.5
2.0 1.5
LAI AGROFOREST KARET
L A
I U
N IT
L E
S S
LAI PENDUGAAN LAI LAPANGAN
3.5 3.0
2.5 2.0
1.5
LAI PERKEBUNAN KARET MONOKULTUR KAB. BUNGO TAHUN 2002
L A
I U
N IT
L E
S S
LAI PENDUGAAN LAI LAPANGAN
4.0 3.5
3.0 2.5
2.0 1.5
LAI LAHAN BERVEGETASI DI KAB. BUNGO TAHUN 2002
4.8. Penggabungan dan Validasi Data LAI