Penggabungan dan Validasi Data LAI

L A I U N IT L E S S LAI PENDUGAAN LAI LAPANGAN 4.2 3.9 3.6 3.3 3.0 LAI HUTAN ALAM KAB. BUNGO TAHUN 2002 L A I U N IT L E S S LAI PENDUGAAN LAI LAPANGAN 4.0 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 LAI AGROFOREST KARET L A I U N IT L E S S LAI PENDUGAAN LAI LAPANGAN 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 LAI PERKEBUNAN KARET MONOKULTUR KAB. BUNGO TAHUN 2002 L A I U N IT L E S S LAI PENDUGAAN LAI LAPANGAN 4.0 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 LAI LAHAN BERVEGETASI DI KAB. BUNGO TAHUN 2002

4.8. Penggabungan dan Validasi Data LAI

Untuk mengetahui seberapa sensitif nilai LAI hasil pendugaan dengan data LAI hasil pengukuran langsung di lapang, maka diperlukan adanya penggabungan data untuk setiap plot pengukuran LAI dengan plot LAI pendugaan pada citra digital satelit Landsat ETM+. Metode yang digunakan adalah metode 9 piksel di sekitar piksel contoh. Hal ini dilakukan karena penyimpangan geometris yang terjadi tidak sistematis atau menyimpang acak. Gambar 11. Boxplot LAI hutan alam hasil pendugaan dan pengukuran langsung di lapangan Hasil penggabungan data LAI lapangan dengan LAI hasil pendugaan untuk hutan alam dapat dilihat pada Gambar 11 dalam bentuk boxplot. Informasi yang ditampilkan oleh boxplot tersebut diantaranya adalah kisaran range box, interquartile range box, mean simbol, dan mean connect line. Berdasarkan gambar tersebut, diketahui kisaran selang nilai LAI hasil pendugaan berada di dalam selang nilai LAI hasil pengukuran di lapangan. Bila kedua data tersebut divalidasi dengan analisa korelasi statistik, maka diperoleh nilai koefisien determinasi R 2 sebesar 0.91 yang berarti metode pendugaan LAI ini dapat digunakan dengan peluang data terwakili sebesar 91. Gambar 12 memberikan informasi bahwa kisaran selang LAI agroforest karet hasil pendugaan sedikit berada di luar atas range selang LAI agroforest karet hasil pengukuran langsung di lapangan. Bila kedua data LAI tersebut divalidasi dengan analisa korelasi statistik, maka didapatkan nilai koefisien determinasi R 2 sebesar 0.69 yang berarti metode pendugaan LAI ini dapat digunakan dengan peluang data terwakili sebesar 69. Sama seperti hasil yang diperoleh dari boxplot untuk LAI agroforest karet, kisaran nilai LAI karet monokultur hasil pendugaan juga melewati kisaran selang atas LAI hasil pengukuran di lapangan. Namun besarnya nilai koefisien determinasi R 2 yang diperoleh dari hasil validasi antara LAI pendugaan dengan LAI lapangan untuk penutup lahan jenis perkebunan karet monokultur lebih besar yaitu 0.82 dibanding dengan hasil validasi LAI agroforest karet. Gambar 12. Boxplot LAI agroforest karet hasil pendugaan dan pengukuran langsung di lapangan Gambar 13. Boxplot LAI karet monokultur hasil pendugaan dan pengukuran langsung di lapangan Gambar 14. Boxplot LAI pendugaan di lahan bervegetasi dan pengukuran langsung di lapangan Bila seluruh nilai LAI hasil dugaan dari penutup lahan hutan alam, agroforest karet, dan perkebunan karet monokultur divalidasi dengan data LAI lapangan pada penutup lahan yang sama, maka diperoleh nilai koefisien determinasi sebesar 0.76. Nilai tersebut menginformasikan bahwa penggunaan metode penyusunan pendugaan LAI memiliki peluang data terwakili sebesar 76. Secara keseluruhan selang nilai LAI hasil pendugaan untuk ketiga jenis penutup lahan yang berbeda di atas selalu berada diantara kisaran selang LAI hasil pengukuran langsung di lapangan. Ada dua kemungkinan terjadinya penyimpangan nilai LAI yang menyebabkan selang nilai LAI hasil pendugaan selalu berada diantara kisaran selang LAI lapangan. Kemungkinan pertama adalah adanya kesalahan yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya dalam melakukan pengambilan dan pengolahan LAI secara langsung di lapangan. Kemungkinan kedua adalah adanya penyimpangan yang terjadi pada karakteristik radiometrik dari data penginderaan jauh citra satelit Landsat ETM+ yang diantaranya adanya pengaruh topografi permukaan penutup lahan yang mengakibatkan perbedaan nilai LAI pada koordinat areal penutup lahan yang sama. Pada daerah kajian yang memiliki topografi bergelombang daerah perbukitan dapat menimbulkan adanya bayangan yang disebabkan perbedaan ketinggian pada daerah puncak bukit dan daerah lembah. Pada daerah puncak bukit nilai spektral akan lebih tinggi bila dibandingkan dengan daerah lembah, karena daerah lembah akan tertutup oleh bayangan puncak bukit. Hal ini dapat menyebabkan adanya perbedaan nilai LAI hasil pendugaan dengan LAI lapangan.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

Hasil penelitian menunjukan adanya hubungan searah antara suhu permukaan dengan albedo. Kedua komponen tersebut memiliki hubungan yang berlawanan arah dengan nilai radiasi netto. Semakin besar nilai suhu permukaan dan albedo suatu penutup lahan membuat semakin kecil radiasi netto yang dimiliki oleh penutup lahan tersebut. Hasil ekstraksi radiasi netto pada tanggal 15 Agustus tahun 2002 di Kabupaten Bungo untuk penutup lahan non vegetasi sebesar 293 Wm -2 , yang berarti lebih rendah jika dibandingkan dengan penutup lahan bervegetasi yang memiliki radiasi netto sekitar 315-360 Wm -2 , akan tetapi nilai radiasi netto untuk badan air berada di bawah nilai radiasi netto untuk penutup lahan non-vegetasi dan bervegetasi yaitu sebesar 222.8 Wm -2 . Dengan menggunakan pendekatan empiris, maka dapat diperoleh nilai energi radiasi surya yang direfleksikan sebesar 43 Wm -2 hutan alam, 44 Wm -2 agroforest karet, dan 45 Wm -2 perkebunan karet monokultur. Nilai energi radiasi surya yang diemisikan equivalen dengan radiasi surya yang diabsorbsikan sebesar 767 Wm -2 hutan alam, 764 Wm -2 agroforest karet, dan 761 Wm -2 perkebunan karet monokultur. Selain itu dari pendekatan mekanistik diperoleh besarnya energi surya yang ditransmisikan oleh kanopi hutan alam 40 Wm -2 , kanopi agroforest karet 42 Wm 2 dan perkebunan karet monokultur 44 Wm -2 . Hasil penelitian yang dapat diperoleh dari menduga besarnya nilai LAI untuk lahan bervegetasi menggunakan metode neraca energi dan persamaan hukum Beer-Lambert adalah diperolehnya pendugaan nilai mean LAI hutan alam sebesar 3.39 dengan nilai kisaran selang 3.19 - 3.84 dan R 2 hasil validasi dengan LAI lapangan sebesar 0.91. Nilai mean LAI pendugaan untuk agroforest karet sebesar 3.35 dengan selang 2.13 – 3.74 dan nilai R 2 hasil validasi sebesar 0.69, sedangkan nilai mean LAI untuk perkebunan karet monokultur sebesar 3.30 dengan selang 3.07 – 3.61 dan nilai R 2 hasil validasi sebesar 0.82. Dengan hasil luaran yang cukup baik, metode pendugaan LAI tersebut dapat digunakan untuk penutup lahan bervegetasi. Dalam melakukan perhitungan komponen neraca energi, suhu permukaan, nilai absorbsi, dan transmisivitas dari data citra satelit Landsat ETM+ masih banyak menggunakan asumsi- asumsi sehingga berpotensi sebagai faktor penyebab kesalahan dalam melakukan perhitungan. Kelemahan dalam penelitian ini adalah tidak adanya data pengukuran radiasi global yang ada di lapangan, hasil dari pendugaan LAI dengan pendekatan neraca energi dan hukum Beer – Lambert tidak dapat mengakomodasi struktur topografi wilayah kajian, validasi output harus sudah ada saat dihasilkan nilai radiasi netto, albedo, radiasi surya gelombang pendek, dan radiasi surya gelombang panjang.