TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Radiasi Surya dan Radiasi Permukaan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Kapasitas tanaman dalam mengintersepsi radiasi matahari ditentukan oleh indeks luas daun leaf area index atau LAI, yaitu luas helai daun per satuan luas permukaan tanah. Semakin besar LAI maka semakin besar pula radiasi surya yang dapat diintersepsi untuk dimanfaatkan oleh tumbuhan. Pengukuran LAI secara konvensional didasarkan pada nisbah antara luas daun dengan luas bidang tegakan yang diproyeksikan tegak lurus terhadap penutupan tajuk. Cara tersebut mudah dilakukan untuk komunitas tanaman pertanian, tetapi akan membutuhkan waktu, biaya, dan tenaga yang cukup besar bila diaplikasikan pada kawasan hutan ataupun perkebunan. Untuk mengatasi kesulitan tersebut, perhitungan LAI dapat dilakuan secara spasial dengan teknik penginderaan jauh. Estimasi nilai LAI dengan penginderaan jauh diduga dengan respon spektral dari sensor Curran et al, 1992 ; Peddle et al, 1999. Hasil estimasi tersebut dibandingkan dengan nilai LAI observasi hasil pengukuran dengan alat LAI-2000 plant canopy analyzer PCA, sunfleck ceptometer, ataupun dengan hemispherical photography. Prinsip kerja alat tersebut didasarkan pada hukum Beer-Lambert. Estimasi nilai LAI juga didukung oleh pendekatan normalized difference vegetation index NDVI. Sebagian besar pendugaan LAI dengan pendekatan NDVI dilakukan untuk jenis tanaman semi-arid dan tanaman pertanian yang memiliki penutupan kanopi kurang dari 100. Namun pendekatan NDVI kurang sensitif dalam menduga nilai LAI pada lahan bervegetasi yang memiliki kondisi penutupan kanopi yang berbeda-beda Chen, 1999; Turner et al, 1999. Dalam penelitian ini, perhitungan LAI dilakukan dengan menggunakan metode neraca energi yang diestimasi dari citra satelit Landsat ETM+ dan pendekatan hukum Beer-Lambert. Untuk menguji keakuratan nilai LAI dengan metode tersebut, maka dilakukan pengujian pada tiga ekosistem yang berbeda, yaitu; hutan alam, agroforest karet, dan perkebunan karet monokultur yang terdapat di Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi. Hasil akhir LAI akan divalidasi dengan data LAI hasil pengukuran langsung di lapang data LAI observasi.

1.2. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah :

1. Menyusun metode perhitungan refleksi, absorbsi, dan transmisi radiasi pada permukaan lahan bervegetasi menggunakan citra satelit Landsat ETM+. 2. Menyusun metode perhitungan LAI dengan pendekatan neraca energi dari data citra satelit Landsat ETM+.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Radiasi Surya dan Radiasi Permukaan

Menurut Handoko 1993, permukaan matahari dengan suhu sekitar 6000 K akan memancarkan radiasi sebesar 73, 5 juta Wm -2 . Radiasi yang sampai di puncak atmosfer rata- rata 1360 Wm -2 , hanya sekitar 50 yang diserap oleh permukaan bumi, 20 diserap oleh air dan partikel-partikel atmosfer, sedangkan 30 dipantulkan oleh permukaan bumi, awan dan atmosfer. Matahari dapat memancarkan radiasi gelombang pendek sedangkan benda di alam yang mempunyai suhu permukaan lebih besar dari 0 Kelvin atau -273 o C dapat memancarkan radiasi gelombang panjang yang nilainya berbanding lurus dengan pangkat empat suhu permukaan benda tersebut Hukum Stefan-Bolzman. Sebagian dari radiasi matahari akan diserap dan akan dipancarkan lagi dengan gelombang panjang. Hal tersebut menyebabkan adanya neraca energi. Neraca energi merupakan kesetimbangan antara masukan energi dari matahari dengan kehilangan energi oleh permukaan setelah melalui proses-proses yang kompleks Risdiyanto Rini, 1999. Konsep dari neraca energi adalah jumlah energi yang mengalir antara benda-benda di permukaan, sedangkan selisih antara masukan input dan keluaran output pada sistem tersebut merupakan energi yang digunakan atau tersimpan. Neraca energi penting dipelajari karena dapat digunakan sebagai penciri kondisi iklim lokal suatu lokasi yang memberikan informasi nilai masing- masing komponen radiasi yang terkonversi menjadi fluks pemanasan laten, fluks pemanasan udara dan fluks pemanasan tanah Syukri, 2004. Energi yang sampai pada suatu permukaan harus sama dengan energi yang meninggalkan permukaan pada waktu yang sama, semua fluks energi harus dipertimbangkan ketika persamaan keseimbangan energi ditentukan Allen et al, 1998. Selisih antara gelombang pendek dan gelombang panjang yang datang ke permukaan dengan gelombang pendek dan gelombang panjang yang ke luar hilang disebut radiasi netto. R n = R S ↓ - R S ↑ + R L ↓ - R L ↑ ……….............1 Sebagian dari radiasi gelombang pendek ada yang dipantulkan dan ada juga yang diserap atau diteruskan. Seberapa besar energi pantulannya tergantung pada albedo α permukaannya. Albedo α yaitu nisbah antara radiasi pantulan dan radiasi datang Risdiyanto Rini, 1999. Nilai albedo untuk vegetasi sangat beragam. Keragaman nilai albedo pada vegetasi tersebut dapat disebabkan oleh tipe vegetasi, warna vegetasi, geometri kanopi, kandungan kelembaban, persen permukaan yang tertutup oleh vegetasi, ukuran dan luas daun, dan tahap fase pertumbuhan tanaman. Selain itu, nilai albedo juga sangat dipengaruhi oleh besarnya sudut datang matahari dan panjang gelombang Geiger et al, 1961. Radiasi gelombang panjang yang datang berasal dari radiasi yang dipancarkan oleh molekul-molekul atmosfer dan radiasi gelombang panjang yang keluar berasal dari pancaran bumi, sehingga Risdiyanto Rini, 1999 : R n = 1- αR S + R L ↓ - R L ↑ ………................ 2 Rs dapat merupakan radiasi langsung Q dan radiasi baur q Risdiyanto Rini, 1999 : Rn = Q + q – αQ + q + R L ↓ - εσT 4 ..........3 Radiasi gelombang pendek Rs bernilai nol pada malam hari sehingga radiasi netto Rn bernilai negatif. Pada siang hari, Rs jauh lebih besar dari R L sehingga Rn bernilai positif. Radiasi netto yang positif ini akan digunakan sebagai energi untuk memanaskan udara, penguapan, memanaskan permukaan, dan kurang dari 5 untuk fotosintesis. Persamaan untuk menjelaskan fluks energi tersebut adalah Handoko, 1993: Rn = H + E λ + G + P ................................4 H adalah fluks radiasi pemanasan udara Wm -2 , E λ adalah fluks radiasi penguapan Wm -2 , G merupakan fluks radiasi pemanasan permukaan Wm -2 , sedangkan P merupakan fluks radiasi fotosintesis Wm -2 . 2.2. Interaksi Radiasi dengan Kanopi Tanaman Kanopi tanaman memiliki tiga sifat optikal, tiga sifat optikal tersebut adalah refleksivitas ρ yaitu proporsi kerapatan fluks radiasi matahari yang direfleksikan oleh unit indeks luas daun atau kanopi, transmisivitas yaitu proporsi kerapatan fluks radiasi yang ditransmisikan oleh unit indeks luas daun, dan absorbsivitas α yaitu proporsi kerapatan fluks radiasi yang diabsorbsi oleh unit indeks luas daun Impron, 1999. Dalam komunitas tumbuhan akan terjadi transmisi dan refleksi yang besarnya tergantung pada sudut datang radiasi surya Monteith, 1972. Koefisien refleksi dan transmisi untuk sudut datang 0 – 50 o hampir konstan. Dengan semakin besar sudut datang radiasi surya maka koefisien refleksi akan meningkat dan koefisien transmisi akan menurun, perubahan tersebut bersifat komplementer sehingga secara keseluruhan nilai absorbsi yang dapat dimanfaatkan untuk proses fotosintesis besarnya relatif konstan. Radiasi surya yang sampai di permukaan kanopi tanaman ± 85 akan diserap dan kurang dari 10 akan dipantulkan. Sedangkan bagian yang tidak diintersepsi akan diteruskan atau ditransmisikan ke bagian bawah kanopi sebesar 5. Proses penyerapan, pemantulan dan penerusan radiasi pada areal tanaman akan menyebabkan terjadinya perubahan spektrum dari radiasi surya di puncak, tengah dan dasar kanopi. Keadaan ini mempunyai implikasi penting untuk tanaman yang tumbuh di bawah kanopi yang tebal. Faktor yang mempengaruhi penetrasi radiasi surya ke dalam tajuk meliputi sudut berdirinya daun, sifat permukaan daun, ketebalan daun transmisi radiasi, ukuran daun, elevasi matahari serta proporsi dari radiasi langsung dan baur tajuk tanaman June, 1993. Dalam suatu vegetasi, bila indeks pantulan yang terjadi adalah ρ, indeks transmisi , dan indeks absorbsi α, maka keseimbangan radiasi yang terjadi adalah sebagai berikut Impron, 1999 : ρ + + α = 100 ..........................................5